Razer Seiren V2 X dan Seiren V2 Pro Hadir Sebagai Alternatif Bagi Streamer yang Perlu Upgrade Mikrofon

Kabar gembira bagi para streamer yang berencana meng-upgrade perlengkapannya, Razer baru saja meluncurkan dua mikrofon USB anyar, yakni Seiren V2 X dan Seiren V2 Pro. Keduanya punya sejumlah kemiripan, tapi tentu saja yang Pro mengemas beberapa kelebihan tersendiri.

Untuk Seiren V2 X, perangkat ini merupakan penerus dari Seiren X yang dirilis empat tahun silam. Ia merupakan sebuah condenser mic 25 mm dengan pola penangkapan supercardioid, yang dipercaya dapat mengisolasi suara pengguna dari sekitarnya dengan lebih baik.

Seiren V2 Pro di sisi lain menggantikan posisi Seiren Elite di kelas profesional. Secara teknis, ia merupakan sebuah dynamic microphone 30 mm dengan high pass filter yang bertugas untuk mengeliminasi suara-suara pengganggu di frekuensi rendah, macam dengung kipas komputer misalnya. Pengguna mikrofon ini bakal terdengar seperti sedang berada di studio kedap suara kalau kata Razer.

Kedua perangkat sama-sama dibekali analog gain limiter yang akan mengatur gain secara otomatis demi meminimalkan distorsi. Namun seandainya perlu mengatur secara manual, pengguna bisa melakukannya via kenop di bawah tombol mute. Khusus Seiren V2 Pro, tersedia pula kenop untuk mengatur volume.

Razer tidak lupa menjejalkan colokan 3,5 mm supaya pengguna dapat memonitor suaranya sendiri. Baik Seiren V2 X maupun Seiren V2 Pro sama-sama mendukung fitur mixing yang cukup lengkap dengan memanfaatkan software Razer Synapse. Resolusi audio yang bisa ditangkap sendiri adalah 24-bit/96kHz.

Secara desain, kedua mikrofon ini memang kelihatan mirip. Meski begitu, Seiren V2 Pro menawarkan fleksibilitas ekstra perihal penempatan, sementara Seiren V2 X cuma bisa diberdirikan selagi mic-nya menghadap ke atas saja.

Keduanya saat ini sudah dipasarkan secara resmi di Indonesia. Razer Seiren V2 X dihargai Rp1.699.000, sementara Seiren V2 Pro dibanderol Rp2.499.000. Berbeda dari Seiren Mini yang ditawarkan dalam tiga pilihan warna, Seiren V2 X dan Seiren V2 Pro hanya tersedia dalam warna hitam saja.

Sumber: Engadget.

AKG Ara Adalah Mikrofon USB Kelas Profesional untuk Kreator dengan Dana Terbatas

Banyaknya pilihan platform podcasting dan livestreaming membuat kegiatan berkarya jadi lebih mudah. Untuk memulai, yang dibutuhkan hanyalah niat. Lalu kalau sudah jalan, barulah kita bisa memikirkan berbagai cara untuk meningkatkan kualitas konten yang dibuat. Salah satu caranya adalah dengan meng-upgrade kualitas audio.

Bagi yang selama ini masih mengandalkan mikrofon bawaan headset, opsi upgrade yang paling mudah adalah membeli mikrofon USB. Tidak perlu yang mahal-mahal, sebab dengan modal maksimum $100, kita sudah bisa mendapatkan mikrofon USB dengan kualitas jauh di atas bawaan headset. Salah satu contohnya adalah mic bernama AKG Ara berikut ini.

AKG Ara menawarkan dua pola penangkapan suara yang berbeda: cardioid dan omnidirectional. Cardioid fokus menangkap suara dari depan mikrofon, ideal untuk sesi livestreaming, sementara omnidirectional akan menangkap suara yang berasal dari segala arah, cocok untuk sesi podcasting atau rekaman dengan dua orang atau lebih.

Ara mampu menangkap audio dalam resolusi 24-bit/96kHz, sangat cukup untuk menghasilkan rekaman atau siaran langsung dengan suara yang jernih. Berbekal kabel USB-C ke USB-A, Ara kompatibel dengan perangkat apapun yang mendukung USB audio. Ara juga bisa disambungkan ke perangkat iOS maupun Android dengan bantuan adaptor (tidak termasuk dalam paket penjualannya).

Di sebelah port USB-C miliknya, pengguna juga bisa menemukan colokan headphone, berguna untuk memonitor audio yang ditangkap. Ara mempunyai dua kenop putar di sisi depannya; yang atas untuk memilih pola penangkapan suaranya tadi, yang bawah untuk mengatur volume. Kenop volumenya itu juga bisa ditekan untuk mute atau unmute.

Melihat desainnya secara keseluruhan, Ara tampak modern dengan sedikit sentuhan vintage. Selain menggunakan stand bawaannya, Ara juga mendukung sejumlah opsi mounting mikrofon yang umum dipakai dalam setup livestreaming maupun di studio.

AKG Ara saat ini telah dipasarkan dengan banderol $99. Di harga tersebut, saingan paling dekatnya adalah Yeti Nano besutan Blue Microphones.

Sumber: Engadget.

HyperX Luncurkan Solocast, Mikrofon USB Berharga Terjangkau dengan Fitur Cukup Lengkap

Bagi para kreator konten, mikrofon USB merupakan cara termudah untuk meningkatkan kualitas audio pada karya-karya besutannya. Entah itu podcaster, streamer, atau YouTuber secara umum, mikrofon USB bisa dipandang sebagai aset yang tak kalah penting dari sebuah kamera.

Seperti halnya kamera, tentu ada banyak pilihan mikrofon yang tersedia di pasaran. Kendati demikian, mikrofon USB kerap menjadi pilihan karena kepraktisannya; cukup colokkan ke PC, maka mikrofon bisa langsung berfungsi tanpa perlu bantuan mixer maupun perangkat sejenis lainnya.

Mikrofon USB sendiri ada yang mahal ada yang murah. Salah satu mikrofon USB kelas budget terbaru datang dari HyperX. Dinamai HyperX Solocast, mic ini bisa menjadi alternatif yang sangat menarik dengan banderol hanya $60.

Harga tersebut menempatkan Solocast di level yang sama seperti Razer Seiren Mini, yang baru saja diluncurkan pada bulan Oktober lalu. Solocast memang dihargai $10 lebih mahal dan punya dimensi yang sedikit lebih bongsor, akan tetapi ia juga punya satu kelebihan yang tak dimiliki Seiren Mini, yakni tombol mute.

Tombol mute kapasitif ini terletak di bagian atas mic, jadi cukup dengan menyentuhnya sekali, mic pun otomatis akan berhenti menangkap suara. Sentuh sekali lagi, maka mic akan kembali berfungsi secara normal. Simpel dan tidak neko-neko. Selagi dalam posisi mute, indikator LED-nya yang berwarna merah akan berkedip.

Dudukan bawaan Solocast cukup fleksibel. Mic bisa diposisikan sepenuhnya miring (180°) dan diselipkan di bawah monitor jika perlu. Buat yang berniat menggunakan boom arm atau dudukan lain, terdapat drat 3/8 inci dan 5/8 inci di bagian bawah Solocast.

Seperti kebanyakan mikrofon USB, unit condenser di dalam Solocast mengandalkan pickup pattern cardioid, yang berarti ia paling sensitif terhadap suara yang berasal langsung di depannya. Tidak ada keterangan seberapa besar unit condenser-nya, tapi semestinya tidak lebih kecil daripada milik Seiren Mini.

Dengan harga yang cukup terjangkau, HyperX Solocast tentu bisa menjadi opsi upgrade yang menarik bagi kreator yang masih mengandalkan mic bawaan headset atau kamera. Produk ini memang berasal dari sebuah brand gaming, tapi saya kira streamer bukan satu-satunya target pasar yang dituju.

Sumber: Business Wire.

Shure MV7 Adalah Mikrofon untuk Podcaster dengan Sambungan USB dan XLR Sekaligus

Seperti halnya YouTuber, gear yang dimiliki seorang podcaster tentu akan berkembang seiring berjalannya waktu dan bertumbuhnya channel. Dari yang awalnya cuma mengandalkan mikrofon bawaan headset, lalu naik pangkat ke mikrofon USB, hingga akhirnya memiliki setup profesional dengan mikrofon XLR sebagai tonggak utamanya.

Alternatifnya, podcaster juga bisa memilih ‘jalur aman’ dengan membeli mikrofon jenis hybrid yang menawarkan dua jenis konektor sekaligus: USB dan XLR. Dengan begitu, mereka bebas menyambungkannya ke PC via USB, atau ke mixer via XLR ketika sudah tiba saatnya bagi mereka untuk naik ke level produksi yang lebih tinggi lagi.

Mikrofon yang masuk di kategori hybrid ini ada banyak sebenarnya, seperti Blue Yeti Pro misalnya, akan tetapi yang terbaru datang dari dedengkot mikrofon itu sendiri, Shure. Pabrikan asal Amerika Serikat itu baru saja memperkenalkan Shure MV7, mic pertamanya yang dilengkapi konektor USB sekaligus XLR.

Secara fisik, MV7 jauh lebih mirip seperti mikrofon legendaris Shure SM7B ketimbang Shure MV51 yang sepenuhnya mengandalkan konektor USB. Dimensinya cukup ringkas untuk dipakai dalam konteks rumahan, tapi ia juga siap digantungkan di atas saat berada di dalam sebuah studio rekaman profesional, terutama mengingat ia juga dilengkapi sambungan XLR.

MV7 mengandalkan pickup pattern jenis cardioid yang memang sangat cocok untuk keperluan podcasting karena hanya akan menangkap suara sesuai arah ia dihadapkan. Terdapat jack 3,5 mm untuk menyambungkan headphone sehingga pengguna dapat memonitor suaranya, dan MV7 turut dilengkapi panel sentuh untuk mengontrol gain maupun volume headphone yang terhubung.

Berhubung MV7 merupakan mikrofon USB, tentu saja ia turut hadir bersama sebuah aplikasi pendamping di PC (ShurePlus MOTIV) supaya pengguna dapat melakukan pengaturan secara lebih merinci. Di saat yang sama, kehadiran sejumlah preset tentu akan memudahkan pengguna yang masih masuk tahap pemula, dan perangkat turut dibekali fitur Auto Level Mode sehingga hasil rekaman tetap terdengar konsisten meski pengguna mungkin banyak bergerak.

Saat ini Shure MV7 sudah dipasarkan dengan harga $250, jauh lebih murah daripada SM7B yang dibanderol $400, dan hanya terpaut $50 dari MV51 yang USB-only. Kebetulan harganya juga sangat bersaing dengan produk serupa yang ada di pasaran, alias sama persis dengan harga Blue Yeti Pro tadi.

Sumber: Adorama.

5 Pengumuman Paling Menarik dari RazerCon 2020

Di saat kita disibukkan dengan undangan pernikahan dan beragam diskon dari platform ecommerce, pada tanggal 10 Oktober 2020 kemarin Razer secara resmi menggelar edisi pertama dari event tahunannya, RazerCon. Tentu saja acara itu diselenggarakan secara online sepenuhnya, dan sempat ada satu juta orang yang menontonnya secara bersamaan.

Dalam ajang tersebut, ada setidaknya lima pengumuman menarik seputar produk-produk terbaru dari Razer, dan kalau di titik ini Anda masih beranggapan bahwa Razer tidak lebih dari sebatas produsen periferal dan laptop, Anda salah besar.

Lewat RazerCon, Razer pada dasarnya membuktikan bahwa mereka tidak segan keluar dari zona nyamannya dan mencoba peruntungannya di ranah yang tergolong cukup niche, seperti misalnya kursi gaming atau casing PC.

Razer Iskur dan Razer Tomahawk

Ya, Razer sekarang punya kursi gaming sendiri bernama Iskur. Sepintas, wujudnya langsung mengingatkan saya terhadap kursi gaming besutan Secretlab. Kebetulan Secretlab memang sama-sama bermarkas di Singapura seperti Razer, akan tetapi kepada The Verge, kedua perusahaan memastikan bahwa Iskur bukanlah hasil kolaborasi mereka.

Satu hal yang paling unik dari kursi seharga $500 ini adalah bagian penopang lumbarnya, yang dapat disesuaikan hingga benar-benar menopang lengkungan tulang punggung secara menyeluruh. Pengaturan posisi yang merinci juga dapat diterapkan pada sandaran tangannya; dinaik-turunkan, dimaju-mundurkan, ditolehkan ke kiri atau kanan, serta dimiringkan ke kiri atau kanan.

Razer tidak lupa mengklaim bahwa lapisan kulit sintetis yang membalut Iskur lebih tahan lama ketimbang material kulit sintetis pada umumnya, sehingga tidak akan mudah mengelupas. Idealnya, kursi ini paling pas buat pengguna yang tingginya berada di kisaran 170-190 cm, dengan bobot tak lebih dari 136 kg.

Dalam kesempatan yang sama, Razer turut memperkenalkan casing PC perdananya, Tomahawk. Sejauh ini Tomahawk tersedia dalam dua varian ukuran: Tomahawk ATX (mid-tower) dan Tomahawk Mini-ITX. Keduanya sama-sama memakai bahan baja setebal 0,8 mm, dan sisi samping kiri beserta kanannya sama-sama mengandalkan tempered glass.

Secara estetika, Tomahawk terbilang sangat minimalis sekaligus elegan. Tanpa harus terkejut, ada pencahayaan RGB yang disematkan di bagian bawahnya, membuatnya sepintas kelihatan seperti mobil yang kerap mengikuti kontes modifikasi ekstrem.

Yang sudah Razer jual saat ini barulah Tomahawk Mini-ITX seharga $180. Tomahawk ATX kabarnya akan menyusul pada musim semi dengan banderol $200.

Razer Blade Stealth (Late 2020)

Razer juga mengumumkan penyegaran spesifikasi untuk Blade Stealth. Ultrabook ini memang baru saja di-upgrade pada bulan April lalu, tapi berhubung prosesor generasi ke-11 Intel Tiger Lake baru saja hadir, Razer pun tidak mau kehilangan momentum. Iterasi terbaru Blade Stealth kini datang mengusung prosesor Intel Core i7-1165G7, menawarkan peningkatan performa produktivitas hingga 20%, atau 2,7x lebih cepat untuk keperluan kreasi konten.

Prosesor tersebut masih ditandemkan dengan GPU Nvidia GeForce GTX 1650 pada varian termahalnya. Juga baru adalah opsi pada layarnya; konsumen sekarang bisa memilih antara layar 120 Hz, atau layar OLED yang mendukung 100% spektrum warna DCI-P3. Ukurannya sendiri tetap 13 inci, dan resolusinya juga masih 1080p.

Blade Stealth 13 edisi terbaru ini telah dipasarkan dengan harga mulai $1.800.

Razer Seiren Mini

Sesuai namanya, tinggi Seiren Mini tidak lebih dari 16,3 cm, dan diameter dudukannya juga cuma 8,9 cm, membuatnya ideal untuk setup livestreaming dengan ruang yang terbatas. Meski ringkas, Seiren Mini rupanya masih mengemas unit condenser berukuran 14 mm dengan pickup pattern supercardioid yang sangat efektif menangkap suara yang berasal dari depan selagi meminimalkan suara-suara dari sekitar, seperti misalnya suara dari keyboard.

Namun kalau harus memilih bagian terbaik dari mikrofon USB ini, saya mungkin akan bilang harganya. Dengan banderol $50, Seiren Mini jelas merupakan alternatif yang cukup menarik buat para livestreamer yang baru saja memulai karirnya, atau yang ingin meng-upgrade setup sekarang yang masih mengandalkan mic milik headset. Satu-satunya kelemahan Seiren Mini mungkin adalah absennya tombol mute.

Razer Kraken BT Kitty Edition

Kraken, tapi wireless. Bukan sembarang wireless pula, melainkan Bluetooth 5.0 dengan latency yang rendah di angka 40 milidetik, membuatnya ideal buat kaum hawa yang hobi livestreaming game mobile. Kraken BT Kitty Edition mengunggulkan driver berdiameter 40 mm dengan mikrofon beamforming yang terintegrasi, dan tentu saja ada pencahayaan RGB yang menghiasi.

Baterainya diklaim sanggup bertahan sampai 20 jam, atau 50 jam kalau lampunya dimatikan sepenuhnya. Headset ini sekarang sudah bisa dibeli seharga $100.

Komponen dengan pencahayaan Razer Chroma

Ajang RazerCon turut Razer manfaatkan untuk mengumumkan empat mitra baru yang tergabung dalam program Razer Chroma Connect, yakni WD Black, Seagate Gaming, Yeelight dan Twinkly. Ini berarti ke depannya kita bakal melihat lebih banyak lagi hardware dengan pencahayaan RGB yang bisa dikontrol menggunakan software Razer Synapse.

Hardware yang dimaksud sekarang juga mencakup komponen seperti motherboard. Untuk pertama kalinya, Razer bakal memasarkan motherboard hasil kolaborasinya bersama ASRock. Motherboard ini sejatinya merupakan seri ASRock Taichi dengan chipset AMD X570 atau B550, tapi yang desainnya senada dengan gaya Razer, serta dihiasi lampu RGB di sekujur tubuhnya.

Penting atau tidak, RGB bisa dibilang sudah menjadi bagian fundamental dari kultur gaming, dan kehadiran motherboard Razer Edition ini pada dasarnya bakal semakin memperkuat posisi Razer Chroma sebagai ekosistem pencahayaan RGB terbesar di dunia.

Sumber: Razer.

Mikrofon USB Blue Yeti X Diciptakan untuk Menunjang Kebutuhan Streamer, Podcaster dan Kreator Konten Lainnya

Blue, produsen mikrofon yang kini merupakan anak perusahaan Logitech, baru saja merilis produk anyar dari seri mic terlarisnya, Yeti. Dijuluki Yeti X, desainnya memang tidak banyak berubah dibanding seri Yeti sebelumnya, akan tetapi secara fungsionalitas, ia jauh lebih superior.

Perubahan fisik yang paling kentara adalah indikator LED yang mengitari kenop bagian depan, yang bakal sangat membantu para streamer atau podcaster dalam memantau volume suaranya dengan mudah. Kenopnya ini juga multi-fungsi dan bukan sebatas untuk menyesuaikan volume input saja.

Saat kenopnya ditekan, mic otomatis masuk dalam mode mute. Kalau ditekan dan ditahan, pengguna bisa memilih antara dua mode: volume dan blend. Mode blend ini menarik, terutama bagi para streamer Twitch yang perlu menyeimbangkan volume game dan volume suaranya. Berkat mode blend ini, pengguna tinggal memutar-mutar kenop sampai ketemu titik imbang yang dikehendaki.

Blue Yeti X

Yeti X dilengkapi empat modul mic tipe kondensor, dan ia juga memiliki kenop tambahan di sisi belakangnya untuk mengaktifkan satu dari empat mode pengambilan suara yang tersedia: cardioid untuk menangkap suara dari depan mic, omni untuk menangkap suara dari sekeliling mic secara merata, bidirectional untuk menangkap suara dari depan dan belakang mic, serta stereo untuk menangkap suara dari kiri dan kanan mic.

Juga menarik adalah integrasi fitur Blue Voice, yang pertama diperkenalkan melalui headset Logitech G Pro X belum lama ini. Blue Voice sejatinya merupakan fitur berbasis software untuk menyesuaikan karakteristik suara yang diinginkan secara cepat, serta untuk menambahkan beragam efek vokal jika diperlukan.

Menimbang segala fiturnya, tidak heran apabila Blue Yeti X ditargetkan untuk para streamer, podcaster maupun kreator konten lain yang membutuhkan kustomisasi input audio tingkat profesional. Harganya pun tidak bisa dibilang murah: $170 saat dipasarkan mulai bulan Oktober mendatang.

Sumber: Logitech.

Blue Yeti Nano Warisi Keunggulan Mikrofon USB Legendaris dalam Harga yang Lebih Terjangkau

10 tahun yang lalu, merek yang kita ingat saat membicarakan tentang mikrofon mungkin adalah merek seperti Sennheiser atau Shure. Namun di eranya para YouTuber dan podcaster ini, gelar merek mikrofon terpopuler malah jatuh ke Blue. Lewat produk legendaris seperti Yeti, Blue berhasil membangun reputasinya sampai akhirnya diakuisisi oleh Logitech.

Blue Yeti sudah tidak perlu diragukan lagi kualitasnya, bahkan YouTuber kondang sekaligus tajir seperti MKBHD pun juga merekomendasikannya. Namun banderol $130 mungkin terasa kelewat mahal bagi sebagian konsumen. Kalau itu masalahnya, Blue sudah menyiapkan alternatifnya, yakni Yeti Nano.

Yeti dan Yeti Nano / Blue Microphones
Yeti dan Yeti Nano / Blue Microphones

Sesuai namanya, ia merupakan versi lebih mungil dari Yeti. Dimensi yang lebih ringkas membuat tombol mute harus absen darinya, tapi setidaknya kenop volume berukuran besarnya masih ada. Ia pun masih dilengkapi jack headphone sehingga pengguna bisa memonitor rekaman audionya secara real-time.

Kalau Yeti standar mengemas tiga kapsul kondensor 14 mm, Yeti Nano cuma punya dua. Kompromi lain yang Blue terapkan pada Yeti Nano terletak pada mode perekamannya: ia hanya memiliki dua mode saja (Yeti standar punya empat), yaitu Cardioid (satu arah) dan Omnidirectional (segala sudut).

Blue Yeti Nano

Yeti Nano siap merekam audio dalam resolusi maksimum 24-bit/48kHz (Yeti standar cuma 16-bit). Resolusinya ini bisa diatur melalui aplikasi pendampingnya di komputer, Blue Sherpa, termasuk halnya pengaturan lain. Firmware update untuk Yeti Nano nantinya juga akan dikirim melalui software ini.

Blue Yeti Nano saat ini sudah dipasarkan seharga $100. Selisihnya memang tidak begitu banyak, dan ini juga bukan mikrofon USB termurah yang ada di pasaran (juga bukan yang termurah di jajaran produk Blue). Terlepas dari itu, kalau memang harus memiliki Blue Yeti namun tidak punya dana lebih dari $100, inilah pilihan satu-satunya.

Sumber: TechCrunch dan Blue.

Logitech Akuisisi Blue Microphones Senilai $117 Juta

Logitech kembali mengakuisisi sebuah perusahaan besar setahun setelah membeli Astro Gaming. Yang menjadi incaran kali ini adalah Blue Microphones, pabrikan asal AS yang mikrofonnya cukup populer di kalangan podcaster, YouTuber, maupun live streamer.

Logitech bersedia membayar $117 juta secara tunai guna mencaplok seluruh aset Blue, termasuk semua karyawannya. Namun sama seperti ketika Logitech mengakuisisi Ultimate Ears dan Jaybird, brand Blue masih akan dipertahankan sebagai salah satu portofolio produk Logitech.

Akuisisi ini merupakan langkah yang wajar mengingat Logitech memang sudah cukup lama bermain di bidang audio sekaligus memproduksi sejumlah perangkat pendukung broadcasting. Headphone dan headset mereka punya, webcam pun juga demikian, tinggal mikrofon yang belum (sebenarnya ada tapi tidak populer), dan langkah termudah adalah meminang perusahaan yang sudah mendedikasikan waktunya sejak lama di segmen ini.

Salah satu produk Blue yang paling diminati konsumen, Blue Yeti / Blue Microphones
Salah satu produk Blue yang paling diminati konsumen, Blue Yeti / Blue Microphones

Kalau brand sekelas Beyerdynamic saja sudah mulai ikut bermain di kategori mikrofon USB, maka Logitech pun juga sudah harus mengerahkan upaya ekstra, dan akuisisi ini bisa dianggap sebagai langkah minim resiko bagi mereka. Popularitas mikrofon buatan Blue di kalangan live streamer juga bakal bersinergi dengan posisi Logitech yang memang sudah cukup kuat di sektor gaming.

Bagi Blue sendiri, berhubung brand-nya masih dipertahankan, akuisisi ini bisa dianggap sebagai suntikan dana segar buat upaya mereka memimpin di kategori mikrofon USB. Berada di bawah naungan Logitech juga berarti produk-produknya bisa menjangkau konsumen secara lebih luas.

Sumber: Logitech dan TechCrunch.

Mikme Silver Ialah Mikrofon Wireless, Mikrofon USB dan Audio Recorder dalam Satu Kemasan

Di balik hasil rekaman kamera smartphone yang semakin ke sini semakin bagus, selalu ada kualitas audio yang sama buruknya dari tahun ke tahun. Gadget seperti mikrofon USB jelas dapat sangat membantu, akan tetapi nilai kepraktisan ponsel langsung berkurang drastis karena harus ada kabel mikrofon yang menyambung.

Solusi yang lebih ideal tentu saja adalah mikrofon wireless, dan saya rasa sulit mencari mikrofon wireless yang lebih fleksibel dari perangkat bernama Mikme Silver berikut ini. Jangan tertipu oleh wujudnya yang simpel, ia merupakan gadget multi-talenta.

Mikme Silver

Bakat yang pertama tentu saja adalah merekam audio yang jernih selagi pengguna merekam video menggunakan kamera smartphone. Cukup gunakan aplikasi pendampingnya di ponsel untuk merekam video, maka audio yang ditangkap Mikme bakal langsung sinkron dengan videonya.

Karena wireless, kamera bisa diposisikan agak jauh dari subjek video, dan audionya masih tetap akan bagus selama Mikme diletakkan di dekat subjek dan masih dalam jangkauan koneksi Bluetooth. Dalam skenario ini, Mikme bisa digunakan sampai sekitar tiga jam sebelum baterainya habis.

Talenta yang kedua, Mikme juga dapat difungsikan sebagai audio recorder mandiri. Berbekal kapsul mikrofon electret 2/3 inci, Mikme siap merekam audio berformat m4a dalam resolusi 24-bit/48kHz. Hasilnya akan disimpan semua di dalam memory internal sebesar 2 GB (kira-kira bisa menampung audio dengan durasi total 45 jam).

Mikme Silver

Terakhir, Mikme juga bisa digunakan sebagai mikrofon USB biasa untuk berbagai kebutuhan, mulai dari podcasting sampai untuk membuat komposisi lagu. Seperti yang saya bilang, ia begitu fleksibel, padahal dimensinya amat ringkas: 70 x 70 x 35 mm, dengan bobot 220 gram.

Mikme Silver merupakan produk kedua dari pengembangnya. Produk yang pertama sebenarnya cuma beda varian (Mikme Gold), dengan kapabilitas yang lebih unggul dan harga sedikit lebih mahal. Mikme Silver yang saat ini ditawarkan di Indiegogo seharga $199 tentu dapat menjangkau kalangan yang lebih luas.

Beyerdynamic Luncurkan Mikrofon USB untuk Para Musisi, Podcaster dan Live Streamer

Mikrofon USB belakangan bertambah populer seiring semakin melonjaknya tren live streaming dan podcasting. Para streamer yang kerap mangkal di Twitch mungkin lebih memercayakan mikrofon dari brand gaming seperti Razer, sedangkan kalangan podcaster mungkin lebih memilih produk dari dedengkot audio seperti Beyerdynamic berikut ini.

Namanya Beyerdynamic Fox, dan ia merupakan mic tipe kondensor dengan wujud kapsul yang cukup ringkas. Komponen diaphragm berukuran cukup besar menjanjikan konversi sinyal suara yang akurat, dibarengi oleh sampling rate maksimum 24-bit/96kHz. Fox turut dilengkapi jack headphone untuk keperluan monitoring.

Jack-nya ini diposisikan di sisi depan demi kepraktisan, tepat di bawah kenop untuk mengatur volume dan menyeimbangkan sinyal input dan output (mix), serta sebuah tombol mute. Sisi belakangnya cuma dihuni oleh sebuah tuas kecil untuk mengatur gain. Secara keseluruhan, desainnya terkesan simpel, namun tetap elegan khas produk Jerman.

Beyerdynamic Fox

Fox mengandalkan konektivitas USB-C, meski kabel yang tersedia dalam paket penjualannya memiliki konektor USB-A (standar) di ujung satunya. Sangat disayangkan Beyerdynamic tidak menyertakan adaptor Lightning ataupun USB-C, padahal belakangan mulai banyak podcaster yang merekam menggunakan ponsel, terlebih sejak kehadiran aplikasi seperti Anchor.

Di Amerika Serikat, Fox bakal dijual seharga $179 mulai tanggal 16 Juli mendatang. Banderolnya terbilang kompetitif jika dibandingkan dengan produk serupa dari brand seperti Blue, Shure, Rode dan Apogee, yang sudah cukup lama bermain di segmen ini.

Sumber: The Verge.