Bos Xbox Soal Mixer: Saya Kecewa, tapi Tak Menyesal

Pada akhir Juni 2020, Microsoft mengumumkan bahwa mereka akan menutup platform streaming game Mixer. Xbox Head, Phil Spencer mengaku bahwa dia kecewa dengan keputusan tersebut tapi dia tidak menyesal Microsoft pernah mencoba untuk membuat platform streaming game.

“Jika Anda mencoba untuk membuat sesuatu yang memiliki potensi besar dan Anda gagal mencapai potensi tersebut, tentu saja hal itu mengecewakan,” kata Spencer pada GamesIndustry. “Saya tidak menyesal. Kami membuat keputusan terbaik berdasarkan informasi yang kami punya saat itu.

“Kita ada di industri kreatif, yang didorong oleh tren,” ujar Spencer. “Dan jika kami masuk ke industri ini tapi takut untuk gagal, kami tidak akan pernah bisa merealisasikan visi kami sebagai perusahaan.” Lebih lanjut dia berkata, “Saya rasa, penting bagi kami untuk tidak takut membuat proyek yang mungkin gagal. Dan itulah seni dalam membuat game serta platform game.”

phil spencer mixer
Phil Spencer merasa tidak menyesal karena mencoba mengembangkan Mixer.

Pada 2019, industri konten game mencapai US$6,5 miliar. Karena itu, tidak heran jika Microsoft juga tertarik membuat platform streaming game sendiri. Mereka bahkan merekrut beberapa streamer ternama, seperti Tyler “Ninja” Blevins dan Michael “Shroud” Grzesiek. Sayangnya, hal itu tidak cukup untuk membuat Mixer sukses. Namun, Microsoft punya alasan untuk bertahan di industri game.

Ke depan, Microsoft akan fokus pada tiga hal, yaitu konten, komunitas, dan cloud. Belakangan, mereka memang sibuk mengakuisisi atau membuat studio game baru. Tak hanya itu, mereka juga fokus untuk mengembangkan cloud gaming bernama xCloud. Spencer mengaku percaya diri dengan strategi Microsoft. Dia percaya, Microsoft bisa mengembangkan xCloud di atas layanan cloud mereka, yaitu Azure. Dia lalu menjelaskan alasan mengapa Microsoft tertarik untuk menyediakan platform cloud gaming.

Spencer mengatakan, konsol memang laku keras di beberapa negara. Namun, dia sadar, di beberapa negara, konsol bukanlah opsi utama para gamer. Tak hanya itu, dari tahun ke tahun, total penjualan konsol juga terus menurun. Spencer mengungkap, Microsoft akan menyediakan xCloud bagi jutaan gamer yang tidak bermain game di konsol. Dan jika mereka sukses, hal itu juga akan menguntungkan para kreator game, karena mereka akan punya jutaan calon pemain baru.

“Soal komunitas, Xbox Live kini punya hampir 100 juta pengguna berbayar. Jumlah pengguna Xbox Live juga terus bertambah di berbagai platform, mulai dari iOS dan Android, dan kini kami juga tersedia di Switch. Kami juga ada di PC dan tentu saja, Xbox. Komunitas kami terus tumbuh, ” ujar Spencer.

Sumber header: The Verge

Microsoft Tutup Layanan Mixer dan Jalin Kerja Sama dengan Facebook Gaming

Mixer adalaah layanan streaming konten gaming yang dibesut oleh Microsoft. Semuanya bermula saat Microsoft mengakuisi Beam di pertengahan tahun 2016 dan mengganti namanya menjadi Mixer. Tidak sampai di situ saja, Mixer kemudian diintegrasikan kedalam ekosistem Xbox milik Microsoft.

Setelah 4 tahun berselang, baru-baru ini Microsoft menyatakan akan menutup layanan Mixer di tanggal 22 Juli 2020 mendatang. Setelahnya, seluruh akses ke Mixer akan dialihkan ke Facebook Gaming. Banyak tanda tanya yang mengiring penutupan layanan streaming Mixer. Kompetisi yang kian kencang di antara streaming platform mungkin penyebab utama ditutupnya layanan Mixer.

via: Instagram watchmixer
via: Instagram watchmixer

Sedari awal Mixer terlihat menjanjikan dari segi teknologi. Salah satu teknologi yang ditawarkan oleh engine Mixer adalah fitur FTL (Faster Than Lightspeed). Fitur FTL yang dimilik memungkinkan adanya interaksi antara penonton dan streamer terjadi nyaris secara real-time. Dengan begitu penonton bisa terlibat dalam interaksi yang mempengaruhi jalannya permainan dan stream.

User statistic |via: streamelements.com
User statistic |via: streamelements.com

Sekalipun dinyatakan tutup, Microsoft akan bekerja sama dengan Facebook melalui layanan Facebook Gaming. Dalam hitungan kasar, Facebook Gaming masih bisa mengugguli komunitas streamer maupun penikmat konten di layanan streaming Mixer.

Phil Spencer, sebagai Pimpinan Microsoft Gaming dalam sebuah pernyatan kepada The Verge, “kami memulainya dengan cukup tertinggal, jika dibandingkan dengan beberapa pemain besar di luar sana.”

via: Instagram watchmixer
via: Instagram watchmixer

Berbicara tentang nasib streamer, seluruh steramer yang terikat kontrak dengan Mixer diberikan kebebasan untuk memilih. Streamer bisa melanjutkan kerja sama  dengan ikut bermigrasi ke Facebook Gaming atau berhenti bekerja sama dengan Microsoft.

Pengumuman ini terbilang mengejutkan karena Mixer sendiri di tahun lalu berhasil ‘membajak’ streamer kenamaan seperti Shroud, Ninja dan beberapa influencer lainnya. Penutupan layanan streaming Mixer sepertinya tidak akan memberi banyak pengaruh bagi streamer yang sudah memiliki basis penggemar.

Project xCloud | via: xbox.com
Project xCloud | via: xbox.com

Jika ditinjau dari sisi bisnis, Mixer adalah percobaan yang dilakukan Microsoft untuk mulai berkecimpung ke dalam pasar layanan streaming untuk konten gaming. Namun pada kenyataannya Mixer seperti sudah terlambat masuk ke dalam arena pertempuran layanan streaming.

Bahkan sebelum Beam diakuisisi dan dikembangkan oleh Microsoft, Twitch dan YouTube sudah terlebih dahulu menjadi platform yang disenangi streamer maupun penikmat konten gaming.

Dengan gugurnya Mixer dari medan laga, sejauh ini Twitch masih bisa tampil mendominasi di antara streaming platform lainnya. Bersama dengan penutupan layanan Mixer, Microsoft juga memberikan sinyal akan membawa projek xCloud ke dalama Facebook Gaming. Hal ini bisa saja menjadi calon pesaing dari Stadia yang dikembangkan Google.

Popdog Adalah Portal Agregrasi untuk Konten Live Streaming dari Twitch, Mixer dan YouTube

Awalnya cuma ada Twitch, tapi seperti yang kita tahu sekarang, Twitch harus berbagi pangsa pasar dengan yang lain. Guna melawan dominasi Twitch, kompetitornya tidak segan ‘menculik’ bintang-bintangnya.

Sebagai penonton, tidak ada untungnya kita loyal terhadap salah satu platform live streaming. Kita tidak dijanjikan kontrak senilai jutaan dolar seperti streamerstreamer idola kita, dan kemungkinan besar streamerstreamer idola kita tersebut juga tidak berkumpul di satu platform yang sama.

Contoh yang paling gampang: saya mengidolakan Tyler “Ninja” Blevins, tapi di saat yang sama saya juga tidak mau melewatkan sesi live stream Pokimane. Itu berarti saya tak bisa nongkrong di Mixer saja, melainkan juga di Twitch mengingat Pokimane masih bertahan di sana.

Popdog

Solusinya? Kita butuh portal agregrasi; sebuah situs yang mengumpulkan semua konten live stream maupun konten gaming lainnya dalam satu wadah yang mudah dinavigasikan. Kabar baiknya, portal serupa sudah tersedia sekarang. Namanya Popdog, dan ia baru saja meluncur dengan status beta.

Popdog sejauh ini sudah bisa menampilkan beraneka ragam konten dari Twitch dan Mixer (YouTube Gaming dikabarkan bakal segera menyusul). Popdog menyajikan konten berdasarkan jenis permainan atau berdasarkan streamer, tidak peduli di platform apa mereka menyiarkannya. Mereka bahkan juga punya segmen khusus untuk pertandingan esport.

Popdog

Saat mengklik suatu live stream, videonya akan langsung ditampilkan di situs Popdog sendiri secara embed, demikian pula kolom live chat-nya, sebab Popdog memang terhubung langsung ke sumbernya (Twitch atau Mixer). Penonton bahkan bisa login menggunakan akun Twitch sekaligus Mixer-nya, sehingga Popdog bisa menyuguhkan rekomendasi konten berdasarkan selera masing-masing penonton.

Popdog didirikan oleh sosok yang sudah sangat berpengalaman di industri esport, yakni Alexander Garfield, mantan karyawan Twitch sekaligus pendiri GoodGame, perusahaan yang menaungi tim Evil Geniuses dan Alliance.

Sumber: VentureBeat.

Total Waktu Tonton Twitch Capai 3 Miliar Jam Pada Q1 2020

Di tengah himbauan untuk tidak keluar rumah akibat pandemi virus Corona, semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya dengan bermain game. Hal ini terlihat dari jumlah pengguna concurrent Steam yang terus naik selama beberapa minggu belakangan. Selain bermain game, menonton streaming game menjadi kegiatan lain yang dilakukan oleh banyak orang. Menurut laporan dari StreamLabs dan Stream Hatchet tentang industri live streaming, jumlah penonton di Twitch, YouTube, dan Facebook mengalami kenaikan pada Q1 2020. Untuk pertama kalinya, total jam tonton di Twitch menembus 3 miliar jam dalam kurun waktu empat bulan.

Secara keseluruhan, pada Q1 2020, total durasi video ditonton di Twitch mencapai 3,1 miliar jam, naik 17 persen jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Memang, belakangan, penonton Twitch mengalami kenaikan pesat. Tidak hanya durasi menonton Twitch yang meningkat, tapi juga jumlah channel unik. Jumlah channel di Twitch naik 33 persen dari kuartal sebelumnya. Sementara jumlah penonton concurrent Twitch mencapai 1,4 juta orang. Ini merupakan rekor jumlah penonton concurrent tertinggi dalam satu kuartal, lapor Game Industry.

Twitch bukanlah satu-satunya platform streaming yang jumlah penontonnya bertambah. YouTube Gaming dan Facebook Gaming juga mengalami pertambahan jumlah penonton. Secara total, durasi video ditonton YouTube Gaming naik 13 persen, menjadi 1,1 miliar jam. Sementara jumlah penonton conccurrent mencapai hampir 500 ribu orang, yang merupakan rekor jumlah penonton concurrent untuk YouTube. Sementara untuk Facebook Gaming, total waktu tonton naik menjadi 554 juta jam.

Satu-satunya platform streaming game yang tidak mengalami kenaikan total waktu tonton adalah Mixer dari Microsoft. Sepanjang Q1 2020, total durasi video ditonton di platform tersebut hanya mencapai 81 juta jam, turun 7,3 persen jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Sementara jumlah penonton concurrent juga mengalami penurunan sebesar lima persen. Memang, sejak Q2 2019, jumlah total waktu tonton dan jumlah penonton concurrent di Mixer terus mengalami penurunan. Padahal, Mixer telah menandatangani kontrak eksklusif dengan sejumlah streamer ternama, sepreti Tyler “Ninja” Blevins dan Michael “Shroud” Grzesiek.

Menariknya, sepanjang Februari dan Maret, ketika semakin banyak negara yang menetapkan status lockdown atau menghimbau masyarakatnya untuk tidak keluar rumah demi meminimalisir penyebaran virus COVID-19, total waktu tonton video di semua platform streaming game naik. Twitch mengalami kenaikan 23 persen, YouTube Gaming 10 persen, Facebook Gaming 4 persen, dan Mixer hampir 15 persen. Memang, karena banyak kegiatan olahraga yang dibatalkan akibat Corona, esports menjadi konten alternatif untuk ditonton oleh para fans olahraga.

Microsoft Rombak Desain Mixer, Tambahkan Fitur Baru

Sekarang, orang-orang tidak hanya suka bermain game, tapi juga menonton orang lain bermain game. Menurut SuperData, nilai industri streaming game pada 2019 mencapai US$6,5 juta. Karena itu, jangan heran jika ada perusahaan-perusahaan teknologi yang tertarik untuk mengembangkan platform streaming game. Salah satunya adalah Microsoft yang membuat Mixer.

Tahun lalu, Mixer berhasil mendapatkan kontrak eksklusif dengan beberapa streamer ternama, seperti Michael “Shroud” Grezesiek dan Soleil “Ewok” Wheeler. Sayangnya, walau jumlah streamer dan penonton di Mixer bertambah, mereka masih belum bisa mengalahkan Twitch yang memang masih menjadi platform streaming nomor satu.

Meskipun begitu, Microsoft masih belum menyerah. Mereka baru saja melakukan beberapa perubahan pada Mixer. Salah satu hal yang mereka lakukan adalah merombak halaman utama Mixer. Sekarang, video para streamer akan terlihat semakin menonjol di halaman utama Mixer. Selain itu, Mixer juga akan memberikan konten rekomendasi dari AI serta rekomendasi dari tim Mixer berdasarkan selera Anda.

Mixer rombak desain
Tampilan baru Mixer.

Mixer juga meluncurkan beberapa fitur baru, seperti Auto-hosting. Sebelum ini, fitur tersebut hanya bisa digunakan oleh streamer yang menjadi rekan Mixer. Sekarang, semua streamer akan bisa menggunakan fitur Auto-hosting. Dengan fitur ini, seorang streamer akan bisa menampilkan konten dari streamer lain di channel mereka ketika mereka tidak melakukan siaran langsung. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesempatan sebuah channel ditemukan oleh audiens. Jika Anda menyukai sebuah channel, kemungkinan, Anda juga akan menyukai konten yang ditampilkan di channel tersebut ketika sang streamer sedang tidak aktif.

Fitur baru lainnya yang ada di Mixer adalah Ad Break. Saat ini, fitur tersebut masih dalam tahap beta. Secara teori, Ad Break memungkinkan semua streamer rekan Mixer untuk memanfaatkan model monetisasi yang ada di platform streaming tersebut. Namun, masih belum diketahui apakah fitur ini memang benar akan membantu para streamer.

Mixer juga melakukan beberapa perubahan kecil, seperti memperbaiki grafik emote. Sekarang, emote di Mixer memiliki 28×28 pixel, sama seperti Twitch. Mereka juga melakukan perubahan pada antarmuka notifikasi serta partner badge. Microsoft juga menambahkan sejumlah fitur baru untuk memudahkan pemilik Xbox untuk mengakses channel favorit mereka di Mixer.

Sumber: Dot Esports, The Verge

Sumber header: Thurrott

Twitch, Mixer, YouTube Gaming, dan Facebook Gaming Berebut Streamer Populer

Industri konten game memiliki total pendapatan sebesar US$6,5 miliar pada 2019, menurut data dari SuperData, perusahaan Nielsen yang fokus untuk melacak data industri game. Sementara total jam yang dihabiskan penonton untuk menonton konten video game mencapai jutaan jam setiap harinya. Karena itu, tidak heran jika perusahaan-perusahaan teknologi besar seperti Amazon, Facebook, Google, dan Microsoft berlomba-lomba untuk menyediakan platform streaming game. Saat ini, Twitch milik Amazon masih merajai bisnis platform streaming. Meskipun begitu, dalam waktu setengah tahun belakangan, banyak streamer ternama yang mulai berpindah dari Twitch ke platform pesaing.

Pada Oktober 2019, Michael “Shroud” Grzesiek pindah ke Mixer. Satu bulan kemudian, Soleil “Ewok” Wheeler, streamer Fortnite berumur 14 tahun, menyusul jejak Grzesiek. Sementara Corinna Kopf pindah ke Facebook Gaming pada Desember 2019. Bulan ini, setidaknya ada tiga streamer Twitch yang pindah ke YouTube Gaming. Salah satunya adalah Rachell “Valkyrae” Hofstetter. Tidak heran jika platform streaming saling berebut streamer populer. Menawarkan konten eksklusif dari streamer ternama memang salah satu cara untuk menarik penonton ke sebuah platform streaming.

Perang untuk memperebutkan streamer ini dimulai ketika Mixer menarik Tyler “Ninja” Blevins dari Twitch, pada Agustus 2019. Blevins adalah streamer Fortnite yang sangat populer. Dia mengaku total pendapatannya pada 2018 hampir mencapai US$10 juta. Dia juga memiliki kontrak dengan Adidas dan Red Bull. Menurut Justin Warden, CEO Ader, agensi manajemen talent dan marketing yang bekerja dengan Blevins, Mixer membayar sekitar US$20-30 juta untuk bisa mendapatkan kontrak dengan Blevins.

Sumber: YouTube/Tyler "Ninja" Blevins
Sumber: YouTube/Tyler “Ninja” Blevins

Sementara Ryan Morrison, CEO Evolved, agensi talent, mengatakan bahwa streamer yang memiliki concurrent viewers hingga 10 ribu atau lebih di Twitch bisa mendapatkan tawaran lebih dari US$10 juta dan streamer dengan jumlah fans yang lebih kecil bisa mendapatkan tawaran sampai US$1 juta.

“Sekarang, perang antara platform streaming telah dimulai. Pemicunya adalah kepindahan Ninja,” kata Devin Nash, Chief Marketing Officer di N3RDFUSION, agensi talenta yang mewakili influencer di Twitch dan YouTube. Sementara bagi para perusahaan teknologi, alasan mereka rela untuk mengeluarkan uang besar demi mendapatkan streamer ternama adalah untuk menarik hati para penggemar game dan esports.

“Saya ingin para penonton merasa bahwa mereka bisa menonton semua konten yang mereka mau di YouTube,” kata Ryan Wyatt, Global Head of Gaming, YouTube. Masing-masing platform streaming memiliki kelebihan. Misalnya, jumlah pengguna aktif bulanan Facebook sudah mencapai dua miliar orang. Perusahaan media sosial itu berkata, lebih dari 700 juta orang pengguna Facebook “berinteraksi” dengan konten gaming. Sementara itu, YouTube adalah platform video terbesar di luar live streaming dan Twitch adalah raja platform streaming game saat ini. Sementara Mixer, di bawah Microsoft, memiliki akses ke komunitas Xbox dan nantinya, cloud gaming.

Menurut beberapa mantan pekerja Twitch yang tak mau disebutkan namanya, streamer yang sudah sangat populer seperti Ninja bisa pindah ke platform manapun yang mereka mau. “Mereka tahu betapa berharganya mereka dan mereka juga tahu bahwa kesempatan seperti ini tidak akan datang dua kali. Jadi, mereka akan mencoba untuk mendapatkan uang sebanyak mungkin saat mereka masih populer,” kata salah satu dari mantan pekerja Twitch, menurut laporan CNN Business.

Alasan Streamer untuk Pindah atau Bertahan di Twitch

Selama bertahun-tahun, Twitch merupakan satu-satunya platform streaming game. Karena itu, tidak heran jika mereka mendominasi pasar platform streaming saat ini. Namun, tidak semua streamer Twitch merasa puas. Salah satu keluhan para streamer adalah karena Twitch tidak konsisten dalam menegakkan peraturan mereka. Misalnya, sebagian streamer yang dianggap melakukan hal-hal terlarang masih diperbolehkan untuk menyiarkan konten mereka sementara sebagian streamer yang lain akan diblokir.

Ki-ka: DrLupo, TimTheTatman, Ninja, dan CouRage. | Sumber: Twitter
Ki-ka: DrLupo, TimTheTatman, Ninja, dan CouRage. | Sumber: Twitter

“Saya lebih senang dengan regulasi Facebook,” kata Corinna Kopf, streamer Fortnite dan model Instagram yang memutuskan untuk pindah ke Facebook dari Twitch pada Desember 2019. Dia mengaku, dia pernah diblokir sementara karena dianggap menggunakan pakaian yang tidak senonoh. “Saya yakin Facebook memiliki regulasi dan peraturan yang lebih konsisten.” Sementara Grzesiek mengatakan bahwa dia tidak menyesali keputusannya untuk pindah ke Mixer. Meskipun jumlah penontonnya kini lebih sedikit, dia merasa penonton Mixer lebih baik dari Twitch.

Tentu saja, tidak semua streamer memutuskan untuk pindah dari Twitch. Tidak sedikit yang memutuskan untuk bertahan, seperti Ben “DrLupo” Lupo, Saqib “LIRIK” Zahid, dan Timothy “TimTheTatman” Betar. “Saya telah menyiarkan konten di Justin TV/Twitch selama tujuh atau delapan tahun sekarang, hampir selama umur platform ini,” kata Nick “NickMercs” Kolcheff. “Saya ingin bisa bertahan di satu platform, sama seperti atlet yang bertahan di satu tim profesional, sepanjang karir saya. Itu adalah pencapaian bagi saya.”

Twitch juga telah memiliki fanbase yang lebih besar. “Saya terlalu sayang pada komunitas saya dan kualitas dari konten saya,” kata Jayden Diaz, yang dikenal di Twitch sebagai “YourPrincess” dan memiliki lebih dari 100 ribu followers. “Saya peduli dengan para penonton. Jika saya pergi demi uang, itu sama saja saya menjual karir saya.”

Di dunia, Twitch memang masih menjadi raja platform streaming untuk konten game. Namun, di Indonesia, platform milik Amazon itu justru kalah telak dari YouTube.

Kehilangan Streamer Ternama Lemahkan Momentum Twitch

Memasuki 2020, persaingan antara platform live streaming game semakin memanas. Sejauh ini, Twitch milik Amazon masih mendominasi dengan pangsa pasar sebesar 75,1 persen. Meskipun begitu, mereka mulai kehilangan momentum. Hal ini terlihat dari turunnya total durasi jam konten ditonton, berdasarkan laporan yang dibuat oleh StreamLabs dan Newzoo.

Pada Q4 2019, total jam konten ditonton Twitch turun 9,8 persen jika dibandingkan dengan periode Q3 2019, dari 2.551,4 juta jam menjadi 2.299,6 juta jam. Selain itu, durasi total siaran konten di Twitch juga mengalami penurunan. Pada Q4 2019, total konten yang disiarkan di Twitch hanya mencapai 82,7 juta jam, turun dari 87,3 juta jam pada kuartal sebelumnya. Namun, itu bukan berarti pertumbuhan Twitch telah terhenti. Total durasi konten ditonton sepanjang 2019 mengalami kenaikan 12 persen jika dibandingkan dengan 2018. Sementara total konten disiarkan sepanjang 2019 naik 16,1 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Total durasi konten ditonton di Twitch. | Sumber: StreamLabs
Total durasi konten ditonton di Twitch. | Sumber: StreamLabs

Sementara itu, YouTube Gaming menjadi satu-satunya platform live streaming yang mengalami kenaikan dalam hal total durasi jam ditonton, total durasi konten disiarkan, dan concurrent viewership pada Q4 2019. Tampaknya, strategi YouTube Gaming untuk membuat perjanjian siaran eksklusif dengan sejumlah streamer ternama, seperti Jack “CouRage” Dunlop, cukup sukses. Minggu ini, YouTube Gaming juga membuat perjanjian eksklusif dengan tiga streamer ternama. Meskipun begitu, TechCrunch juga menyebutkan, ada kemungkinan, alasan jumlah jam ditonton di YouTube Gaming naik adalah karena mereka menyiarkan turnamen esports populer serta konten dari para streamer.

Pada Q4 2019, total jam konten ditonton di YouTube Gaming mencapai 909,1 juta jam, naik 46 persen dari Q1 2019. Sementara total durasi video disiarkan mencapai 12,3 juta jam. Sepanjang tahun, angka total durasi konten disiarkan di YouTube Gaming relatif stabil. Sementara itu, jumlah unique channel di YouTube Gaming pada Q4 naik 4,8 persen jika dibandingkan dengan Q3 2019, tapi, turun 24,6 persen jika dibandingkan dengan Q1 2019. Pada penghujung 2019, YouTube Gaming menguasai 22,1 persen pangsa pasar platform live streaming.

Total jam ditonton di YouTube Gaming. | Sumber: StreamLabs
Total jam ditonton di YouTube Gaming. | Sumber: StreamLabs

Sama seperti YouTube Gaming, membuat perjanjian eksklusif dengan streamer populer juga menjadi strategi Microsoft untuk mengembangkan Mixer. Tahun lalu, mereka menarik Tyler “Ninja” Blevins dan Michael “Shroud” Grzesiek. Memang, keberadaan Ninja dan Shroud terbukti sukses untuk menarik streamer lain agar tertarik melakukan siaran di Mixer.

Pada Q3 2019, total durasi konten disiarkan di Mixer mencapai 32,6 juta jam, naik lebih dari dua kali lipat dari Q2 2019. Meskipun begitu, pada Q4 2019, angka tersebut kembali mengalami penurunan, menjadi 28,4 juta jam. Soal total durasi konten ditonton, sepanjang Q4 2019, total hours watched mencapai 82,5 juta jam, turun 8,5 persen dari Q3 2019. Meskipun begitu, satu hal yang harus diingat, total jam konten ditonton pada 2019 naik lebih dari dua kali lipat jika dibandingkan dengan 2018.

Total durasi konten ditonton di Mixer. | Sumber: StreamLabs
Total durasi konten ditonton di Mixer. | Sumber: StreamLabs

Sayangnya, laporan dari StreamLabs ini tidak menyertakan data dari Facebook Gaming. Dalam laporan itu, hanya disebutkan bahwa jumlah live stream di Facebook Gaming pada Q4 2019 menjadi 2,5 juta, naik 400 persen dari angka pada Q1 2019, yang hanya mencapai 500 ribu. Selain itu, pada kuartal terakhir tahun lalu, ada beberapa streamer yang memutuskan untuk melakukan siaran langsung eksklusif di Facebook Gaming, seperti Gonzalo “ZeRo” Barrios.

Saat ini, belum ada platform streaming game yang dapat menggeser Twitch dari tahtanya. Namun, keputusan sejumlah streamer untuk pindah ke platform streaming lain menciptakan persaingan yang lebih sehat dalam pasar platform streaming game. Sayangnya, masih beum diketahui apakah keputusan para streamer populer untuk pindah ke platform pesaing Twitch akan memengaruhi platform tersebut dalam jangka panjang.

Pertumbuhan Facebook Gaming Capai 210 Persen

Amazon mengakuisisi platform streaming game Twitch pada 2014 seharga US$1 miliar. Sejak saat itu, Twitch telah menjadi platform streaming game nomor satu. Seiring dengan semakin populernya gaming dan esports, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk menyediakan platform streaming, seperti YouTube, Facebook, dan bahkan Microsoft.

Menjalin kerja sama eksklusif dengan streamer menjadi salah satu cara pesaing Twitch untuk mengalahkan platform milik Amazon tersebut. YouTube baru saja mengumumkan kerja sama eksklusif dengan tiga streamer. Sementara tahun lalu, Mixer dari Microsoft juga menandatangani beberapa kontrak eksklusif seperti mantan pemain profesional Counter-Strike: Global Offensive, Michael “Shroud” Grzesiek. Meskipun begitu, dari segi pangsa pasar, justru Facebook Gaming yang mengalami pertumbuhan paling pesat.

StreamElements dan Arsenal GG menyediakan data tentang keadaan persaingan platform streaming game. Berdasarkan data terbaru dari mereka, Twitch masih mendominasi. Meskipun begitu, ketiga pesaing Twitch — YouTube Gaming, Facebook Gaming, dan Mixer — mengalami pertumbuhan. Dari ketiganya, Facebook Gaming memiliki pertumbuhan paling signifikan. Tahun lalu, Facebook Gaming hanya menguasai 3,1 persen pangsa pasar platform streaming game. Sekarang, pangsa pasar mereka naik 210 persen menjadi 8,5 persen. Sementara itu, pangsa pasar Mixer hanya naik 0,6 persen dari 2 persen menjadi 2,6 persen dan YouTube Gaming naik dari 27,5 persen menjadi 27,9 persen.

Perbandingan pangsa pasar platform streaming. | Sumber: WCCFtech
Perbandingan pangsa pasar platform streaming. | Sumber: WCCFtech

“Pertumbuhan pangsa pasar Facebook Gaming didorong oleh meningkatnya ketertarikan akan streamer yang telah ada, streamer baru yang memiliki banyak penonton, atau streamer yang menjadi lebih sering membuat konten,” kata Arsenal GG, seperti dikutip dari WCCFtech. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan Facebook Gaming, pertumbuhan yang dialami oleh Mixer dan YouTube jauh lebih kecil. Padahal, keduanya telah menghabiskan jutaan dollar untuk mendapatkan kontrak eksklusif dengan sejumlah streamer ternama. Meskipun begitu, Microsoft tampaknya memiliki alasan mengapa mereka kukuh bertahan di industri gaming.

Kabar baiknya, ketertarikan masyarakat akan konten game masih menunjukkan peningkatan. Pada 2019, total durasi video ditonton di semua platform naik menjadi 1,194 miliar jam jika dibandingkan dengan tahun 2018, yang hanya mencapai 1,066 miliar jam. Menariknya, meskipun pangsa pasar Twitch turun 7 persen, mereka memiliki kategori baru yang diminati oleh penonton, yaitu Just Chatting. Di sini, para streamer tidak menyiarkan konten gaming. Sebagai gantinya, mereka akan mengobrol dengan para penonton, baik terkait isu terbaru atau kehidupan mereka.

Saat ini, pasar platform streaming game dikuasai oleh perusahaan teknologi raksasa. Ini tidak aneh, mengingat Amazon, Microsoft, Facebook, dan YouTube memang memiliki modal dan kemampuan yang cukup memadai untuk mengembangkan platform mereka masing-masing. Twitch memang  masih menjadi nomor satu. Walaupun begitu, Facebook Gaming mengalami pertumbuhan paling besar. Tampaknya, mereka akan menciptakan disrupsi di pasar pada 2020.

Walau Penonton Mixer Meningkat, Twitch Masih Merajai Pasar

Bisnis streaming memang sedang menjadi buah bibir belakangan. Berkat hal tersebut, Ninja bisa menerima pemasukan tahunan lebih besar dibanding dengan pemain bola liga Inggris. Tak hanya dari sisi para talentanya, platform yang menjadi wadah streamer juga mengalami kenaikan besar di tahun 2019 ini.

Salah satu sorotan yang menarik adalah, peningkatan jumlah hours watched dari platform Mixer. Tahun 2019, Mixer memang terlihat sedang berusaha keras menantang bos besar platform streaming di barat, yaitu Twitch. Terlihat mereka menggunakan strategi agresif, lewat tindakan akuisisi dua talenta streamer paling panas tahun ini, Shroud dan Ninja.

Kehadiran Ninja memang terbukti meningkatkan jumlah streamer dan konten yang disiarkan. Tapi, apakah ini artinya Mixer sudah berhasil menyaingi Twitch? Mengutip data yang dilangsir oleh StreamElements dan Arsenal.gg, ternyata angka total jam ditonton Mixer masih sangat kerdil jika dibandingkan dengan Twitch.

Sumber: StreamElement
Sumber: StreamElement

Mixer hanya menerima proporsi sebesar 3% dari total market share hours watched platform streaming besar di dunia. Twitch sebagai yang terbesar mendapat proporsi 73%, disusul Youtube Gaming sebesar 21%, dan Facebook Gaming yang juga cuma 3%.

Namun demikian semua platform streaming ternyata sedang mengalami pertumbuhan secara year-on-year dari 2018 ke 2019. Walau demikian, Facebook Gaming dan Mixer jadi dua platform stream dengan pertumbuhan terbesar.

Menariknya, angka pertumbuhan total jam ditonton Mixer terbilang lebih kecil jika dibanding Facebook Gaming. Mixer tumbuh 149%, dari 142.223.690 total jam ditonton pada tahun 2018, menjadi 353.777.685 di tahun 2019. Sementara Facebook Gaming tumbuh dengan signifikan 210% dari 114.754.621 jam ditonton di tahun 2018, menjadi 356.242.965 jam ditonton pada tahun 2019.

Sumber: StreamElement
Sumber: StreamElement

StreamElements mengatakan, bahwa pertumbuhan signifikan yang dialami Mixer terjadi karena beberapa hal. Akusisi talenta streamer papan atas adalah satu hal. Namun selain itu peningkatan ini juga melibatkan faktor lain seperti teknologi dengan fitur menarik, pendekatan berlapis dalam membangun komunitas, ditambah dukungan platform terhadap komunitas pihak ketiga yang memungkinkan sang streamer bisa hidup lewat melakukan apa yang dia suka.

Walau menjadi ujung tombak, namun talenta bukanlah segalanya dalam persaingan platform streaming ini. Shroud, yang juga pindah ke Mixer, sempat mengatakan bahwa Mixer punya komunitas yang lebih baik dibanding dengan Twitch. Selain dari itu, Mixer juga hadir dengan fitur-fitur mutakhir yang bisa membuat penontonnya betah. Protokol Faster Than Light contohnya, yang mengutamakan optimasi latency dan kegiatan interaktif dalam proses pengembangan Mixer.

Tahun depan, pertarungan platform streaming sepertinya belum akan berhenti. Pertumbuhannya juga belum, karena penontonnya mungkin akan bertambah seiring dengan semakin majunya teknologi. Pertanyaannya? Akankah ada platform streaming yang mampu menggeser Twitch dari singasananya?

Sumber header: Unpause.Asia

Mengapa Microsoft Berkeras Bertahan di Industri Gaming?

Sejak diluncurkan, Microsoft telah menjual sekitar 42,9 juta unit Xbox One. Sebagai perbandingan, total penjualan Sony PlayStation 4 mencapai 98,4 juta unit, lebih dari dua kali lipat dari penjualan konsol Xbox One, menurut data dari VGChartz. Namun, itu tak membuat Microsoft menutup divisi gaming mereka. Padahal selama ini, mereka tidak segan untuk menghentikan proyek yang memang tidak menguntungkan, seperti Windows Phone dan aplikasi musik Groove. Di industri gaming, mereka justru meluncurkan layanan cloud gaming bernama xCloud. Ini menunjukkan kekukuhan tekad Microsoft untuk tetap bersaing di industri gaming, walau sebagian besar produk mereka ditujukan untuk korporasi.

Industri game berkembang dengan pesat. Tahun ini, nilai industri game diperkirakan mencapai US$152,1 miliar. Menurut channel analisa perusahaan teknologi, TechAltar, salah satu hal yang membuat game menjadi semakin populer adalah karena semakin banyak game yang bisa dimainkan bersama. Beberapa game yang sangat populer saat ini, seperti Fortnite dan Player Unknown’s Battleground, sejak awal dikembangkan dengan tujuan untuk menjadi tempat sosialisasi bagi para pemainnya. Selain itu, semakin banyak orang yang tertarik untuk menonton konten game, seperti pertandingan esports. Sementara di masa depan, cloud gaming diduga akan menjadi tren, memungkinkan para gamer untuk memainkan game dari perangkat apapun selama mereka bisa memiliki jaringan internet yang memadai.

Ke depan, game akan berjalan di atas cloud. Dan Microsoft berharap, layanan cloud mereka akan menjadi tulang punggung untuk berbagai layanan terkait game, mulai dari platform streaming game sampai cloud gaming. Pada awalnya, Microsoft dikenal sebagai pembuat sistem operasi Windows. Namun, sejak Satya Nadella ditunjuk sebagai CEO Microsoft pada Februari 2014, strategi Microsoft berubah dan menjadi fokus pada cloud. Pada Q 4 2019, pendapatan Microsoft mencapai US$33,7 miliar. Dari tiga segmen bisnis Microsoft, divisi Intelligent Cloud — yang mencakup Azure — menjadi penyumbang pendapatan paling besar dengan kontribusi US$11,4 miliar.

Alasan lain mengapa Microsoft tak mau mundur dari industri gaming adalah game kemungkinan akan mendorong perkembangan teknologi cloud. Selama ini, game memang selalu menjadi pendorong kemajuan teknologi, membuat PC dan perangkat mobile menjadi semakin powerful karena tuntutan grafik game yang sangat berat. Mengingat cloud gaming diperkirakan akan menjadi tren berikutnya dalam industri gaming, tak tertutup kemungkinan, ini akan mendorong Microsoft — dan perusahaan penyedia cloud lain — untuk mengembangkan teknologi cloud agar menjadi lebih baik lagi.

Sumber: The Verge
Sumber: The Verge

Sekarang, telah ada beberapa perusahaan yang meluncurkan platform gaming, seperti Google dengan Stadia, Microsoft dengan xCloud, atau Skyegrid dan Emago dari Indonesia. Namun, untuk bisa bermain di platform gaming, Anda akan membutuhkan koneksi internet dengan kecepatan tinggi. Menurut Android Authority, layanan Google Stadia memakan 7GB untuk memainkan game dengan resolusi 720p atau 1080p selama satu jam. Jika seorang gamer ingin memainkan game dengan resolusi 4K, mereka bisa memerlukan hingga 25GB per jam. Agar gamer dapat bermain dengan lancar ketika mereka menggunakan cloud gaming, maka mereka membutuhkan infrastruktur cloud yang jauh lebih memadai dari yang ada saat ini.

Saat ini, strategi Microsoft terkait industri gaming cukup sederhana. Mereka memiliki platform streaming konten game bernama Mixer. Mereka juga mengakuisisi sejumlah studio game sehingga mereka dapat membuat game eksklusif untuk platform mereka, yaitu Xbox. Terakhir, mereka membuat platform cloud gaming, xCloud. Sayangnya, Twitch milik Amazon masih mendominasi pasar platform streaming. Salah satu strategi Microsoft untuk memperkenalkan Mixer adalah dengan membuat perjanjian eksklusif dengan sejumlah streamer ternama seperti Tyler “Ninja” Blevins dan Michael “Shroud” Grzesiek.

Microsoft bukan satu-satunya perusahaan teknologi raksasa yang tertarik dengan industri gaming. Amazon dan Google juga memiliki strategi serupa dengan Microsoft untuk menguasai pasar gaming. Amazon memiliki Twitch sebagai platform streaming sementara GOogle memiliki YouTube Gaming. Baik Amazon dan Google juga memiliki sejumlah studio game. Google bahkan telah memperkenalkan layanan cloud gaming mereka, Stadia Games. Walau Amazon belum memperkenalkan layanan cloud gaming buatan mereka, mereka dikabarkan tengah mengembangkan layanan cloud gaming sendiri.

Sekarang, Amazon menguasai pasar platform streaming dengan Twitch. Mereka juga dianggap sebagai penyedia cloud terbesar berkat Amazon Web Services. Namun, satu hal yang dimiliki Microsoft tapi tak dimiliki oleh Amazon adalah konsol. Microsoft bisa memanfaatkan Xbox untuk mendorong pemilik Xbox berpindah ke layanan cloud gaming dengan membiarkan mereka melakukan streaming via konsol mereka. Satu hal lain yang dimiliki oleh Microsoft tapi tak dipunyai Amazon adalah sekumpulan game buatan mereka sendiri, yang bisa masukkan ke layanan cloud gaming mereka. Meskipun begitu, sekarang, masih terlalu cepat untuk menyatakan bahwa Microsoft akan dapat menang melawan Amazon dan Google.