New York Times Kini Sajikan Berita dalam Augmented Reality

Tepat tanggal 1 Februari kemarin, media publikasi kenamaan asal Amerika Serikat, The New York Times, mengumumkan bahwa mereka akan mengerahkan pengalaman panjang mereka di dunia jurnalistik ke medium baru, yakni augmented reality (AR). Belum ada satu minggu, upaya mereka sudah bisa kita nikmati lewat artikel AR perdananya.

Dalam artikel berjudul “Four of the World’s Best Olympians, as You’ve Never Seen Them Before” tersebut, pembaca diajak mengenal lebih dekat empat atlet yang bakal menunjukkan tajinya masing-masing di Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang, Korea Selatan. Keempatnya adalah Nathan Chen (figure skater), J.R. Celski (speedskater), Alex Rigsby (kiper hockey), dan Anna Gasser (snowboarder).

Saat artikel dibuka dari aplikasi NYTimes di iPhone atau iPad, konten AR akan disajikan mengikuti alur artikel. Saat membahas si Nathan Chen misalnya, pembaca bisa mengamati pose sang atlet dari beragam sudut dengan mengarahkan kamera ponselnya, lalu informasi akan muncul mengikuti posisi pembaca. Kalau kata NYTimes sendiri, ini ibarat membekukan atlet kelas dunia di tengah-tengah aksinya masing-masing.

Artikel yang sama sebenarnya masih bisa dibuka di browser perangkat desktop, akan tetapi sesi eksplorasinya tidak bisa sebebas di perangkat iOS yang telah mendukung ARKit. Pengguna perangkat Android tak perlu khawatir, sebab NYTimes telah berjanji untuk segera merilis versi Android-nya yang ditenagai ARCore.

NYTimes AR article

AR pada dasarnya diharapkan bisa membuka cara baru bagi konsumen untuk menikmati konten dari media publikasi secara lebih interaktif. Mungkin kita sudah bosan dengan hanya foto dan video saja, dan AR semestinya dapat menjadi alternatif dengan daya tarik yang lebih kuat.

Di saat yang sama, AR juga membuka kesempatan bagi media publikasi untuk menarik perhatian ekstra dari para pengiklan, atau dengan kata lain, membuka sumber pendapatan baru. Contohnya sudah bisa kita lihat di artikel AR perdana ini, di mana di bagian terakhirnya dihuni oleh sebuah iklan (juga dalam format AR) dari Ralph Lauren selaku penyedia pakaian resmi tim AS di event tersebut.

Sumber: Next Reality dan Business Wire.

The Daily 360 Adalah Proyek Jurnalistik VR Hasil Kolaborasi The New York Times dan Samsung

Selama bertahun-tahun, media publikasi telah mendampingi kita memahami dunia dari berbagai sudut pandang. Mediumnya sendiri berevolusi dari sekadar teks di atas kertas menjadi reportase video guna memberikan gambaran yang lebih jelas. Maka dari itu, wajar apabila trennya terus bergeser menuju ke ranah virtual reality, atau setidaknya video 360 derajat.

Publikasi ternama asal AS, The New York Times, adalah salah satu yang pertama menunjukkan keseriusan dan komitmennya terhadap medium baru ini. Bekerja sama dengan Samsung, mereka memperkenalkan The Daily 360, sebuah proyek jurnalistik yang berfokus pada format video 360 derajat.

Sesuai namanya, The Daily 360 menjanjikan konten yang baru setiap harinya. Setidaknya akan ada satu video 360 derajat baru yang bisa kita nikmati, dan topik bahasannya akan berganti dari hari ke hari, disesuaikan dengan aktivitas konsumen; contohnya, topik yang dibahas di akhir pekan adalah seputar traveling.

Samsung sendiri berperan memberikan akses ke teknologi yang dibutuhkan, dalam kasus ini kamera 360 derajat. Berdasarkan pernyataan resmi yang diterima VentureBeat, Samsung akan membekali jurnalis NY Times di berbagai penjuru dunia dengan kamera Gear 360 dan perlengkapan ekstra yang dibutuhkan.

Menariknya, The Daily 360 tidak mewajibkan penonton untuk menggunakan VR headset. Seluruh videonya bisa dinikmati langsung dari browser komputer, atau dari smartphone dan tablet via aplikasi NYTimes; meski tentu saja, pengalamannya akan terasa lebih immersive jika menggunakan headset macam Gear VR.

Silakan tonton trailer The Daily 360 di bawah ini. Oh ada bagian yang cukup menarik, tepatnya mulai detik 53 dimana salah satu calon presiden AS Hillary Clinton terlihat sedikit kebingungan dan menanyakan mengenai benda apa yang sedang berada di depannya – yang tidak lain dari kamera 360 derajat. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa porsi pengguna yang belum mengenal konsep VR masih cukup besar.

Sumber: The New York Times dan VentureBeat.

[Simply Business] Suramnya Distribusi Koran Digital

Pembaca DailySocial sebagian besar adalah para early-adopter, menggunakan teknologi terbaru dan mengikuti tren yang sedang berkembang. Kita jarang menonton TV, tidak berlangganan koran dalam jangka waktu lama dan membaca buku di perangkat Kindle Fire (atau iPad-Ed).

Jadi akan sangat umum bagi kita untuk berpikir secara berbeda, karena cara mengkonsumsi media kita pun berbeda dengan orang kebanyakan. Kita sering lupa bahwa target market kita, setidaknya di Indonesia, bukanlah mereka yang memiliki kesamaan perilaku dengan kita.

Jawa Pos, salah satu koran terbesar di Indonesia masih berkembang dengan jumlah sirkulasi sekitar 400.000 cetakan per hari. Ada data yang dipublikasikan di situs mereka yang mengatakan bahwa berdasarkan penelitian dari preferensi media berdasarkan umur di tahun 2009, sekitar 47,7% orang di Jakarta dan 75,6% di Surabaya masih membaca koran cetak. TV masih ada di posisi pertama karena 88,7% di Jakarta dan 86,5% di Surabaya masih mengakses TV.

Continue reading [Simply Business] Suramnya Distribusi Koran Digital

[Simply Business] Digital Newspaper Distribution is Looking Grim

DailySocial readers are mostly early-adopters, using the latest technology and keeping up with the current trends. We don’t really watch TV, haven’t subscribed any newspaper in ages and read books in our Kindle Fire [or iPad -Ed].

So it’s pretty common for us to think differently because the way we consume media is different from most people. We often forget that our target market may not share the same behavior, at least in Indonesia.

Jawa Pos, one of the biggest newspapers in Indonesia is still going strong by circulating about 400,000 copies daily. It posted a study of media preferences by age groups in 2009 on its website claiming that about 47.7% of people in Jakarta and 75.6% in Surabaya still read newspapers. TV is still number one of course with 88.7% in Jakarta and 86.5% in Surabaya. Continue reading [Simply Business] Digital Newspaper Distribution is Looking Grim

Guardian Jadikan Koran Sebagai Platform

The Guardian, situs berita asal Inggris baru saja meluncurkan API (Application Programming Interface) yang mengijinkan pengembang pihak ketiga untuk membuat aplikasi berbasis pada data di The Guardian. The Guardian sendiri memang sedang mengembangkan sebuah platform yang diberi nama The Open Platform dimana API dan The Data Store merupakan salah satu produk awal yang dirilis. Di waktu mendatang, pengembang dapat mengakses The Data Store yang berisi koleksi data kualitas tinggi yang di-host oleh Google Docs.

Langkah The Guardian ini menyusul langkah yang sama yang dilakukan oleh New York Times dengan membuka API untuk pencarian artikel dan juga sindikasi konten di NYTimes.com. Namun, NYTimes lebih fleksibel dalam menyediakan API per-kategori seperti movie-review, breaking news, dll. Langkah yang sangat ambisius untuk mengubah sebuah konten digital menjadi sebuah platform open web sarat akan keterbukaan dan kolaborasi, meski wujudnya belum tampak secara utuh dan sedang dalam pengembangan.

Rupanya langkah NYTimes ini kemudian diikuti oleh banyak kompetitor seperti BBC dan NPR, mungkin ini memang langkah yang obvious untuk diambil oleh media konvensional agar bisa tetap bertahan di perubahan era ke era digital. Kenapa mereka justru membuka artikel-artikel mereka kepada pengembang pihak ketiga? Prinsip kolaborasi dirasa menjadi jawaban yang paling tepat. Ketika sebuah situs berita menutup konten beritanya secara eksklusif maka tentu akan kalah dengan kompetitor lain yang membuka diri terhadap pengembang yang secara cuma-cuma mempromosikan konten mereka ke para penggunanya.

Win-win solution bukan? Lalu apakah koran online lokal masih takut kontennya dicuri plagiator? Kenapa masih belum berani “membuka diri”?  Bagaimana pendapat anda mengenai prinsip kolaborasi di era open web ini? Silahkan komentar di bawah 🙂

The New York Times Luncurkan Blog Network

Seperti yang diberitakan Techcrunch minggu kemarin bahwa koran online NY Times akan meluncurkan proyek perdana jejaring blog berbasis lingkungan hari Senin waktu setempat. Jejaring blog (neighborhood blog network) ini adalah sebuah kumpulan blog yang berada di bawah NY Times dan memiliki niche kawasan lokal dari tiap blogger. NY Times sudah melakukan uji coba untuk kawasan Fort Greene dan Clinton Hill, dan akan segera menyusul Milburn, Maplewood, dan South Orange di negara bagian New Jersey.

Nantinya blog-blog ini akan diisi dengan konten dari tiap-tiap berita dari koran setempat (dikelola oleh pemred koran setempat) dan juga mengandalkan citizen journalism (dari user) yang akan memposting berita-berita tanpa perlu dibayar. Nampaknya jaringan blog ini juga memiliki fitur peta real-estate yang terhubung dengan peta real-estate dan properti milik NY Times.

Menurut Editor Digital Initiatives NYTimes Jim Schacter, NY Times berharap dapat mendatangkan revenue dari pengiklan lokal melalui tele-sales iklan online. Untuk sementara proyek ini ditangani oleh para reporter NYTimes yang juga pastinya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, namun akan terus disesuaikan dengan kebutuhan pengguna dan prinsip citizen journalism akan membantu mengurangi biaya operasional.

NY Times dan Blogging memang bukan terbilang hal yang baru, sejak November 2007 NYTimes sudah mengaplikasikan blog network di situsnya. NYTimes juga terlibat dalam pendanaan (investasi) untuk pengembangan platform blogging populer, WordPress. Bahkan NYTimes sudah lebih terbuka terbukti dengan dibukanya API NYTimes.

Hmm.. strategi ini mengingatkan anda akan sesuatu di Indonesia? Yup, Kompasiana. Layanan public blog yang besutan Kompas ini memang (kurang lebih) mirip sekali dengan strategi NYTimes hanya terlambat setahun lebih dalam implementasinya. Apakah hanya sekedar latah? Itu lain soal 🙂

Disini terlihat bahwa koran sekelas NYTimes-pun ternyata tetap tidak bisa berdiri sendiri dan harus “menjaring” koran-koran lokal untuk mengisi kontennya. Satu hal yang saya pelajari dari Wikinomics adalah bahwa sekarang sudah bukan jamannya kompetisi, melainkan kolaborasi. Penting untuk diingat bahwa kompetisi sehat tetap diperlukan namun tidak dalam proporsi yang saling mengalahkan, tapi untuk saling melengkapi.

sumber(techcrunch)