Nikon Dikabarkan Segera Luncurkan Dua Kamera Mirrorless Full-Frame Sekaligus

Kita semua yang mengikuti perkembangan industri kamera tahu betul bahwa Canon dan Nikon, terlepas dari statusnya sebagai dua produsen DSLR terbesar, tertinggal di segmen mirrorless. Terakhir diberitakan pada bulan September tahun lalu, Nikon sedang menyiapkan kamera mirrorless baru. Bukan sembarang mirrorless, tapi yang bersensor full-frame.

Jelas sekali Nikon membidik Sony sebagai incarannya, yang hingga kini memang masih mendominasi segmen kamera mirrorless full-frame. Beberapa bulan berselang, belum ada kabar lagi terkait rencana Nikon ini, hingga akhirnya situs Nikon Rumors buka suara mengenai rumor terbarunya.

Dilaporkan bahwa Nikon tengah bersiap meluncurkan dua kamera mirrorless sekaligus, dan keduanya semestinya mengusung sensor full-frame. Perbedaannya, yang satu mengemas resolusi antara 24 – 25 megapixel, sedangkan satunya 45 – 48 megapixel. Anggap saja ini seperti cara Sony membedakan antara model a7 dan a7R, meski bisa saja pendekatan yang diambil Nikon berbeda.

Secara fisik, dimensi kedua kamera ini dirumorkan mirip seperti lini Sony a7, yang berarti jauh lebih ringkas ketimbang deretan DSLR full-frame Nikon. Kendati demikian, Nikon dikabarkan juga memprioritaskan faktor ergonomi, di mana hand grip kedua kamera ini seharusnya lebih nyaman digenggam ketimbang milik Sony.

Ilustrasi perbandingan dimensi kamera mirrorless terbaru Nikon dengan DSLR Nikon D850 / PetaPixel
Ilustrasi perbandingan dimensi kamera mirrorless terbaru Nikon dengan DSLR Nikon D850 / PetaPixel

Kemampuan merekam video 4K, burst shooting secepat 9 fps dan sistem image stabilization 5-axis juga bakal menjadi fitur-fitur unggulan kedua kamera baru ini. Perihal kontrol, panel belakangnya bakal dihuni oleh viewfinder elektronik beresolusi 3,6 juta dot, sekali lagi sekelas dengan penawaran Sony.

Kedua kamera dikabarkan juga akan menggunakan dudukan lensa baru, yang sempat bocor pengajuan hak patennya. Rumor lengkapnya juga mengatakan bahwa Nikon sudah menyiapkan tiga lensa guna menemani kedua kamera mirrorless barunya, yakni lensa 24-70mm, 35mm dan 50mm.

Kalau benar, kabarnya dua kamera ini bakal diumumkan secara resmi menjelang akhir bulan Juli ini juga. Harganya diperkirakan berada di kisaran $4.000 untuk model 45 megapixel, sedangkan model 25 megapixel di bawah $3.000. Harga tersebut sudah termasuk lensa 24-70mm untuk masing-masing kamera.

Semoga saja rumor ini banyak benarnya, dan yang paling penting menurut saya adalah jadwal perilisannya jangan sampai meleset jauh, sebab sudah waktunya Nikon melawan secara serius di persaingan kamera mirrorless yang semakin hari semakin memanas.

Sumber: Nikon Rumors via PetaPixel.

12 Kamera Terbaik di Tahun 2017

2017 adalah tahun yang cukup menarik buat industri kamera. Tidak tanggung-tanggung, Sony meluncurkan dua kamera mirrorless kelas high-end sekaligus tahun ini, demikian pula Panasonic. Lalu ada Fujifilm yang terus mengimplementasikan fitur-fitur modern ke kameranya, demi menuruti permintaan pasar.

Di sisi lain, Nikon mengungkap DSLR paling komplet dan paling cekatan sepanjang sejarah, sedangkan Canon, well, Canon tetaplah Canon. Tahun ini juga menjadi saksi atas action cam baru GoPro yang mengemas prosesor buatan mereka sendiri. Tidak ketinggalan pula DJI yang terus menciutkan ukuran drone-nya sampai ke titik di mana kita bisa menganggapnya sebagai sebuah kamera.

Tanpa perlu berpanjang-panjang lagi, berikut adalah 12 kamera terbaik yang dirilis di tahun 2017.

Sony a7R III

Sony a7R III

Mungkin inilah salah satu kamera yang paling dinanti kehadirannya tahun ini. Sony a7R III melanjutkan jejak a7R II yang dirilis dua tahun sebelumnya, membawa sederet peningkatan yang tidak kelihatan secara kasat mata. Utamanya peningkatan performa continuous shooting dan autofocus dalam kondisi low-light, serta opsi perekaman video 4K dalam format RAW.

Namun kalau menyimak ulasan-ulasan yang beredar di internet, fitur baru a7R III yang paling disukai adalah baterainya yang kini berkapasitas dua kali lebih besar. Pengoperasiannya juga lebih mudah berkat kehadiran joystick kecil di sebelah layar, serta layar sentuh yang bisa difungsikan sebagai touchpad untuk mengatur titik fokus.

Sony memang hampir tidak menyentuh sensor full-frame yang tersematkan padanya, tapi hasil foto maupun dynamic range-nya masih tetap merupakan yang terbaik saat ini, bahkan melampaui sejumlah DSLR kelas premium sekalipun.

Sony a9

Sony a9

Kalau a7R III sudah lama dinantikan, Sony a9 malah muncul di luar dugaan. Hasil fotonya memang tidak sefenomenal a7R, tapi toh sensor yang digunakan masih full-frame. Yang justru diunggulkan a9 adalah performanya, yang di titik tertentu bahkan bisa mengungguli DSLR.

Bagaimana tidak, a9 sanggup mengambil 362 gambar JPEG atau 241 gambar RAW tanpa henti dalam kecepatan 20 fps. Begitu cepatnya kinerja a9, foto-foto hasil ‘berondongannya’ dapat disatukan dan disimak sebagai video yang mulus. Tidak percaya? Tonton sendiri video di bawah ini.

Performa selama ini kerap dinilai sebagai kekurangan utama kamera mirrorless jika dibandingkan dengan DSLR, namun Sony a9 berhasil mematahkan anggapan tersebut.

Panasonic Lumix GH5

Panasonic Lumix GH5

Diperkenalkan secara resmi di awal tahun, Lumix GH5 meneruskan peran Lumix GH4 sebagai kamera mirrorless favorit para videografer. Kelebihannya? Ia mampu merekam video 4K dalam kecepatan 60 atau 50 fps secara internal dan tanpa batas waktu, alias sampai sepasang SD card yang terpasang terisi penuh.

Kedengarannya memang sepele, tapi hampir semua videografer pasti tahu kalau sampai sekarang pun belum banyak kamera lain yang sanggup melakukannya. Lumix GH5 juga masih mempertahankan gelar sebagai salah satu kamera dengan kemampuan mengunci fokus tercepat di hampir segala kondisi.

Panasonic Lumix G9

Panasonic Lumix G9

Seperti Sony a9, Lumix G9 juga diumumkan di luar ekspektasi. Tidak seperti GH5, kamera ini didedikasikan buat para fotografer, utamanya fotografer olahraga maupun satwa liar, yang mendambakan kamera mirrorless dengan kinerja yang amat ngebut.

Sebanyak 50 foto berformat RAW sanggup ia jepret tanpa henti dalam kecepatan 20 fps. Itu dengan continuous autofocus. Dengan single autofocus, kecepatannya malah naik tiga kali lipat menjadi 60 fps.

Sebagai bagian dari keluarga Lumix, G9 tentu saja masih mewarisi sistem autofocus super-cepat serta kemampuan merekam video 4K 60 fps, meski itu tak lagi menjadi prioritas utamanya. Seperti yang saya katakan, fotografer satwa liar adalah salah satu target utama G9, terlebih karena sasisnya sudah memenuhi standar weather resistant.

Fujifilm X-E3

Fujifilm X-E3

Sebagai pengguna Fujifilm X-E2, X-E3 jelas mendapat tempat spesial di hati saya. Desainnya masih mempertahankan gaya rangefinder yang dicintai banyak orang, tapi di saat yang sama ukurannya sedikit menciut sampai-sampai kita bisa tertipu dan menganggapnya sebagai kamera pocket saat tidak ada lensa yang terpasang.

Namun yang lebih penting untuk disorot dari X-E3 adalah bagaimana Fujifilm mendengarkan dan mewujudkan banyak masukan dari konsumen. Kalau sebelumnya hampir semua pengguna X-E2 tidak ada yang mau memakainya untuk merekam video (termasuk saya), X-E3 menghadirkan opsi perekaman video 4K 30 fps, lengkap dengan efek Film Simulation.

Navigasinya juga turut disempurnakan berkat kehadiran layar sentuh, plus joystick kecil yang sepenuhnya menggantikan tombol empat arah. Komitmen Fujifilm untuk mengadopsi teknologi-teknologi modern terus berlanjut sampai ke konektivitas Bluetooth LE yang memungkinkan X-E3 untuk terus terhubung ke perangkat mobile demi memudahkan proses transfer gambar.

Nikon D850

Nikon D850

Diumumkan tidak lama setelah Nikon merayakan ulang tahun yang ke-100, satu-satunya DSLR yang masuk dalam daftar ini bisa dibilang merupakan DSLR terkomplet sepanjang sejarah. Hilang sudah kebiasaan Nikon untuk menyisihkan fitur-fitur tertentu pada kamera termahalnya; D850 menawarkan hampir segala yang terbaik yang bisa diberikan oleh Nikon.

Resolusinya sangat tinggi (45,7 megapixel), performa autofocus-nya menyamai Nikon D5 yang dihargai nyaris dua kali lipatnya, serta konstruksinya tahan banting dan tahan terhadap cuaca buruk. Nikon bahkan mengambil langkah yang lebih jauh lagi dengan tidak melupakan aspek perekaman video, di mana D850 menawarkan opsi perekaman 4K 30 fps.

Juga jarang ditemukan pada DSLR kelas atas adalah layar sentuh, plus konektivitas Bluetooth LE yang menjadi rahasia di balik teknologi SnapBridge yang inovatif. Singkat cerita, D850 bukanlah kamera termahal Nikon, tapi Nikon terkesan tidak mau melewatkan satu fitur pun untuknya. Ini jelas berbeda dari apa yang Canon lakukan dengan 6D Mark II, yang bahkan tidak bisa merekam video 4K.

Canon G1 X Mark III

Canon G1 X Mark III

Tanpa ada maksud menjelek-jelekkan Canon, mereka sebenarnya merilis satu kamera yang cukup mengesankan tahun ini, yaitu G1 X Mark III, yang masuk ke kategori kamera pocket premium. Label premium sejatinya belum bisa menggambarkan kapabilitas kamera ini sebenarnya, sebab pada kenyataannya G1 X Mark III mengemas jeroan DSLR.

Bukan sebatas “ala DSLR”, tapi benar-benar spesifikasi milik DSLR, mulai dari sensor APS-C 24 megapixel, teknologi Dual Pixel AF, continuous shooting dalam kecepatan 9 fps, sampai viewfinder OLED beresolusi 2,36 juta dot. Semua ini dikemas dalam wujud yang tidak lebih besar dari mayoritas kamera mirrorless.

Olympus OM-D E-M10 Mark III

Olympus OM-D E-M10 Mark III

Jujur sebenarnya OM-D E-M10 Mark III kurang begitu bersinar jika dibandingkan kamera mirrorless lain yang ada dalam daftar ini, akan tetapi hanya sedikit yang bisa menyainginya dalam hal keseimbangan harga dan performa. Yup, dengan modal $650 saja (atau $800 bersama lensa), Anda sudah bisa mendapatkan kamera yang bisa dibilang amat komplet.

Dibandingkan generasi sebelumnya, pembaruannya memang tergolong inkremental, namun setidaknya ia masih menyimpan opsi perekaman video 4K seperti kakaknya, OM-D E-M1 Mark II, yang berlipat-lipat lebih mahal. Lebih lanjut, sistem image stabilization 5-axis Olympus saya kira masih belum tertandingi sampai saat ini, dan itu pun juga hadir di sini.

GoPro Hero6 Black

GoPro Hero6 Black

Tampangnya sama seperti pendahulunya, akan tetapi Hero6 Black pada dasarnya bisa menjadi bukti atas kebesaran nama GoPro di ranah action cam. Ini dikarenakan Hero6 merupakan kamera pertama yang mengemas prosesor buatan GoPro sendiri, bukan lagi buatan Ambarella seperti sebelum-sebelumnya.

Perubahan ini penting dikarenakan belakangan mulai banyak action cam lain yang memakai chip buatan Ambarella, yang pada akhirnya menghadirkan peningkatan kualitas gambar dan performa yang cukup signifikan. Dengan menggunakan prosesor buatannya sendiri, GoPro setidaknya punya nilai jual unik yang tak bisa ditawarkan kompetitornya.

Keseriusan GoPro tampaknya terwujudkan cukup baik. Hero6 Black menjanjikan performa yang belum tersentuh rival-rivalnya, yang mencakup opsi perekaman video 4K 60 fps, serta 1080p 240 fps untuk slow-mo. Sampai detik ini masih belum banyak kamera atau smartphone yang mampu merekam 4K 60 fps ataupun 1080p 240 fps.

Rylo

Rylo

Satu-satunya kamera dalam daftar ini yang berasal dari pabrikan tak dikenal, Rylo sebenarnya dikembangkan oleh sosok yang tidak asing dalam perkembangan teknologi kamera. Mereka adalah pencipta Hyperlapse, teknologi image stabilization berbasis software yang efektivitasnya tidak kalah dibandingkan tripod.

Mereka memutuskan untuk memanfaatkan teknologi Hyperlapse pada kamera buatannya sendiri, dan dari situ lahirlah Rylo. Sepintas ia kelihatan seperti kamera 360 derajat pada umumnya, akan tetapi hasil rekaman beresolusi 4K-nya jauh lebih stabil dan mulus dibandingkan kamera lain di pasaran.

Tidak kalah menarik adalah kemampuan Rylo untuk mengesktrak video 1080p standar dari hasil rekamannya, sehingga pada dasarnya pengguna dapat menentukan ke mana ia harus membidikkan kamera setelah video selesai direkam. Fitur ini sama seperti yang diunggulkan GoPro Fusion, kamera 360 derajat perdana GoPro yang diumumkan bersamaan dengan Hero6 Black.

DJI Spark

DJI Spark

Oke, ini sebenarnya merupakan sebuah drone, tapi dengan dimensi yang tidak lebih besar dari iPhone 8 Plus (saat baling-balingnya terlipat), saya kira wajar apabila Spark dikategorikan sebagai kamera – kamera yang kebetulan saja bisa terbang, sekaligus bergerak dengan sendirinya, menghindari rintangan-rintangan yang ada tanpa input dari pengguna sama sekali.

Di sisi lain, saya pribadi melihat Spark sebagai drone pertama yang bisa digolongkan sebagai gadget mainstream. Pertama karena dimensinya yang mungil, kedua karena kemudahan pengoperasiannya yang berbasis gesture, dan ketiga karena harganya yang cukup terjangkau di angka $499.

Dengan modal yang sama, Anda memang sudah bisa mendapatkan kamera mirrorless yang cukup andal. Namun apakah kamera itu bisa terbang dan mengambil potret keluarga Anda bersama background pemandangan yang menawan dari ketinggian? Pastinya tidak, dan saya kira itulah yang menjadi nilai jual utama Spark sebagai sebuah kamera.

Google Pixel 2

Google Pixel 2 XL

Anggap saja ini sebagai honorable mention, tapi menurut saya Google Pixel 2 membawa pengaruh yang cukup besar pada peran smartphone sebagai kamera secara menyeluruh. Coba Anda telusuri berbagai ulasan atau video perbandingan kualitas kamera smartphone di internet, saya yakin hampir semuanya mengatakan bahwa Pixel 2 adalah yang terbaik saat ini.

Hasil fotonya sangat bagus, oke. Namun yang lebih penting lagi menurut saya adalah bagaimana Pixel 2 bisa membuktikan bahwa itu semua bisa diwujudkan melalui software, termasuk efek foto bokeh yang diandalkan oleh deretan smartphone berkamera ganda tahun ini.

Ya, Pixel 2 hanya dibekali masing-masing satu kamera saja di belakang dan di depan, tapi keduanya sama-sama bisa menghasilkan foto dengan efek blur yang tidak kalah dibanding smartphone lain yang berkamera ganda. Hardware memang penting, dan ini juga tidak mungkin terwujud tanpa teknologi Dual Pixel pada kamera Pixel 2, namun software dan AI memegang peranan penting dalam kinerjanya secara keseluruhan.

Ketergantungannya pada software juga berarti semuanya bisa ditingkatkan dengan mudah seiring berjalannya waktu. Poin lain yang menurut saya tidak kalah penting, Pixel 2 termasuk spesies yang cukup langka karena dua modelnya yang berbeda ukuran menawarkan kinerja kamera yang sama persis. Ini jelas berbeda dari tren yang diadopsi pabrikan lain, yang mengistimewakan kualitas kamera pada satu model tertentu.

Nikon SnapBridge Versi 2.0 Hadirkan Kontrol Kamera Secara Penuh dan Tampilan Lebih Rapi

Di antara semua pabrikan kamera, Nikon tergolong yang paling tertinggal di kategori mirrorless, bahkan melebihi rival abadinya, Canon. Namun hal itu bukan berarti Nikon tidak mau mengadopsi tren baru. Buktinya bisa kita lihat dari inovasi mereka bernama SnapBridge.

Nikon SnapBridge pada dasarnya merupakan konektivitas wireless berbasis Bluetooth. Kalau sebelumnya kamera hanya mengandalkan Wi-Fi saja untuk menyambung ke smartphone atau tablet, SnapBridge memulai tren baru yang lebih efisien dan efektif dengan memadukannya dengan Bluetooth. Alhasil, kamera jadi bisa terus tersambung secara konstan ke smartphone.

Satu fungsi yang paling bermanfaat dari SnapBridge adalah kemampuan memindah gambar dari kamera ke ponsel secara otomatis. Pengguna hanya perlu fokus menjepret dan menjepret, dan foto-foto yang diambil bakal langsung bisa dilihat dan dibagikan ke media sosial dari smartphone.

Hampir dua tahun sejak meluncur pertama kali bersama Nikon D500, SnapBridge akhirnya sudah siap diperbarui secara signifikan. SnapBridge versi 2.0 mengemas sederet fitur baru yang cukup menarik, termasuk perbaikan desain secara menyeluruh agar lebih mudah dinavigasikan.

Nikon SnapBridge 2.0

Yang paling utama adalah, SnapBridge kini dapat digunakan untuk mengontrol kamera secara penuh. Selain menampilkan live view dari kamera, SnapBridge juga memungkinkan pengguna mengubah pengaturan exposure dari ponsel; mulai dari mengganti mode P/S/A/M, shutter speed, aperture, exposure compensation, tingkat ISO sampai memilih white balance.

SnapBridge versi 2.0 juga telah mendukung pairing hingga lima kamera sekaligus, sehingga pengguna bisa berganti dari satu kamera ke yang lain dengan mudah tanpa perlu menjalani proses pairing ulang. Di samping itu, Nikon turut menyematkan mode power-saving agar smartphone yang tersambung tidak terkuras dayanya saat SnapBridge sedang tidak digunakan.

SnapBridge versi 2.0 saat ini sudah bisa didapatkan melalui App Store dan Google Play. Kamera yang kompatibel adalah sebagai berikut: Nikon D850, D500, D7500, D5600, D3400, CoolPix A900, A300, B700, B500, W100, W300, dan KeyMission 80.

Sumber: DPReview.

Nikon Pilih Jakarta Sebagai Lokasi Nikon Experience Hub Pertama di Asia

Nikon ialah nama familier bagi para pecinta fotografi di nusantara. Di bulan Juli kemarin, produsen perangkat optik asal Shinagawa ini baru merayakan ulang tahunnya yang ke-100. Meski meledak-nya kepopularitasan smartphone berkamera turut memengaruhi bisnis mereka, brand ini tetap merepresentasikan kualitas serta pengalaman, dan tetap jadi pilihan favorit fotografer veteran.

Sudah setahun berlalu setelah Nikon melakukan restrukturisasi perusahaan, dan mereka masih terus berjuang untuk bangkit kembali. Dan di penghujung 2017 ini, Nikon menyingkap kejutan tak terduga. Nikon memutuskan buat memilih ibukota Jakarta sebagai lokasi dibukanya Nikon Experience Hub. Dan menariknya lagi, ‘hub‘ Nikon ini kabarnya merupakan yang pertama di kawasan Asia.

Nikon Experience Hub 7

Nikon Experience Hub 17

Showroom dan gerai penjualan Nikon memang sudah tersebar cukup luas di Indonesia, tapi yang membedakan Nikon Experience Hub adalah tempat ini memberikan pengunjung kesempatan untuk mencoba beragam koleksi produk Nikon, dari mulai kelas point-and-shoot, mirrorless, DSLR, hingga lensa-lensa Nikkor premium. Beragam pilihan yang disediakan di Experience Hub boleh jadi akan membuat Anda kewalahan.

Nikon Experience Hub 22

Nikon Experience Hub 21

Tentu saja selain menjajal langsung, Anda bisa mengajukan berbagai pertanyaan teknis terkait produk Nikon atau fotografi secara umum kepada para staf terlatih. Sukimin Thio selaku general manager Imaging Division Nikon Indonesia berjanji bahwa gerai ini tak hanya disiapkan untuk melayani fotografer profesional. Para staf juga akan dengan senang hati membantu konsumen yang sedang mencari kamera pertamanya.

Nikon Experience Hub 18

Nikon Experience Hub 12

Selain tempat untuk melangsungkan penjualan secara tradisional, Nikon Experience Hub juga berfungsi sebagai Service Collection Point (titik pengantaran dan penjemputan perangkat yang diservis) sekaligus lokasi diadakannya kegiatan Nikon College. Nikon College adalah program pelatihan dan edukasi, mempersilakan Anda mempelajari teknik dan pengetahuan dasar serta mendalami beragam disiplin ilmu fotografi berbeda.

Nikon Experience Hub 3

Nikon Experience Hub 4

Alasan Nikon membuka Experience Hub di Jakarta adalah karena perusahaan itu melihat tingginya perkembangan serta besarnya potensi di pasar Indonesia yang ‘menanti untuk digarap’. Nikon Experience Hub ditempatkan di Mall Grand Indonesia , dipilih karena dianggap sebagai tempat paling strategis serta mudah dijangkau oleh para pelanggan mereka.

Nikon Experience Hub 9

Nikon Experience Hub 10

Menurut Sukimin Thio, Mall Grand Indonesia merupakan salah satu pusat perbelanjaan papan atas di Jakarta, dan sangat sesuai dengan citra brand Nikon. Diresmikannya Nikon Experience Hub sepertinya juga menjadi cara bagi perusahaan untuk menunjukkan kesiapannya berduel melawan sejumlah kompetitor utamanya di ranah fotografi. Tempat ini betul-betul bersebelahan dengan gerai milik Sony dan di seberangnya, ada store Fujifilm.

Nikon Experience Hub 20

Nikon Experience Hub 21

Terlepas dari banyaknya koleksi kamera dan lensa yang Nikon pamerkan di Experience Hub, seorang staf memberi tahu saya bahwa tak semua produk di sana bisa Anda beli. Beberapa hanya baru dapat dicoba. Di rak kaca yang lebar, Nikon memajang beragam lensa Nikkor serta tak lupa membubuhkan informasi terkait spesifikasi, sedikit penjelasan soal spesialisasi lensa, serta sampel hasil jepretan. Satu hal yang absen di sana adalah info harga.

Nikon Experience Hub 13

Nikon Experience Hub 14

Dan tak cuma rangkaian kamera DSLR, Anda juga diperkenan menjajal kamera mirrorless berlensa interchangeable sampai varian point-and-shoot Coolpix yang anti-air hingga kedalaman 30 meter.

Nikon Experience Hub 23

Nikon Experience Hub 5

Nikon Experience Hub telah dibuka untuk umum. Anda bisa mengunjungi gerai ini setiap hari, berlokasi di ‘East’ Mall Grand Indonesia lantai tiga, jalan M.H. Thamrin No. 1, Menteng, Jakarta Pusat.

Nikon Experience Hub 19

Nikon Experience Hub 2

Nikon Experience Hub 6

Nikon Experience Hub 24

Nikon Dikabarkan Sedang Menyiapkan Kamera Mirrorless Bersensor Full-Frame

Nikon boleh merajai segmen DSLR bersama Canon, tapi mereka bukan siapa-siapa di kancah mirrorless. Bukan berarti mereka tidak punya lini mirrorless, tapi seri Nikon 1 yang selama ini dipasarkan tidak mampu bersaing menghadapi gempuran dari Panasonic, Sony maupun Fujifilm.

Canon sendiri belakangan mulai menunjukkan keseriusannya dalam ranah mirrorless dengan mengadaptasikan teknologi andalan DSLR kelas atasnya ke bodi mirrorless yang jauh lebih ringkas macam EOS M5 dan EOS M100. Lalu bagaimana dengan Nikon? Apakah ke depannya mereka masih akan bersikukuh dengan DSLR dan mengabaikan pasar mirrorless begitu saja?

Tidak. Pada kenyataannya, bulan Juli kemarin Nikon telah mengonfirmasi bahwa mereka sedang mengembangkan kamera mirrorless baru yang diklaim lebih superior dibanding kompetitornya. Seperti apa jelasnya kamera tersebut masih misteri, tapi baru-baru ini ada indikasi positif yang bisa diambil dari wawancara salah satu petinggi Nikon.

Tetsuro Goto, Nikon Imaging Product R&D General Manager / Xitek
Tetsuro Goto, Nikon Imaging Product R&D General Manager / Xitek

Berbicara kepada media publikasi asal Tiongkok, Xitek, Tetsuro Goto selaku General Manager divisi riset dan pengembangan produk Nikon mengungkapkan sejumlah petunjuk yang cukup menarik terkait kamera mirrorless baru Nikon. Berdasarkan hasil terjemahan NikonRumors, beliau bilang kalau Nikon ingin mendalami mirrorless, maka sensor full-frame harus menjadi syarat yang paling utama.

Tetsuro memang tidak bilang secara eksplisit kalau Nikon sedang mengerjakan kamera mirrorless bersensor full-frame, tapi beliau mengatakan bahwa alasannya mengacu pada tren yang ada sekarang. Seperti yang kita tahu, Sony saat ini adalah satu-satunya pabrikan yang memiliki kamera mirrorless full-frame, dan Nikon percaya kalau full-frame merupakan jalur yang tepat untuk bisa bersaing di kompetisi mirrorless sekaligus memenuhi permintaan konsumen dari kalangan profesional.

Rumor ini semakin diperkuat oleh bocoran hak paten yang diajukan Nikon terkait sepasang lensa baru untuk kamera mirrorless bersensor full-frame, yakni 52mm f/0.9 dan 36mm f/1.2. Meski tidak bisa dijadikan acuan, saya kira eksistensi kamera mirrorless full-frame dari Nikon hanya tinggal hitungan waktu.

Sumber: PetaPixel.

Nikon D850 Hadir Mengusung Sensor Full-Frame 45,7 Megapixel dan Performa Sekelas Nikon D5

Tepat satu bulan sejak berulang tahun yang ke–100, Nikon akhirnya mengungkap secara resmi DSLR kelas atas terbarunya, D850. Sesuai teaser yang diberikan sebelumnya, Nikon D850 datang membawa sederet teknologi mutakhir dan pembaruan yang amat signifikan dibandingkan pendahulunya.

Yang paling utama adalah sensor full-frame baru beresolusi 45,7 megapixel, tanpa dibekali low pass filter guna semakin mempertajam detail. Perpaduannya dengan prosesor EXPEED 5 sanggup memberikan rentang ISO seluas 64 – 25600, bahkan bisa ditingkatkan lagi menjadi 32 – 102400 jika perlu.

Nikon juga mengklaim peningkatan drastis terkait performa low-light. Sedrastis apa? Hasil pengujian Nikon sendiri menunjukkan kalau D850 mampu menghasilkan kualitas gambar yang sama di ISO 25600 dibanding D810 di ISO 12800. Dynamic range-nya juga diyakini sama atau bahkan lebih baik ketimbang pendahulunya meskipun mengemas resolusi yang jauh lebih tinggi.

Nikon D850

Urusan performa, Nikon akhirnya mengabulkan permintaan banyak konsumen, yaitu sistem autofocus 153 titik seperti pada Nikon D5. D850 juga sanggup memotret tanpa henti dalam kecepatan 7 fps dan dalam resolusi penuh, bahkan bisa naik lagi menjadi 9 fps ketika dipasangi aksesori battery grip – yang juga akan meningkatkan daya tahan baterainya dari 1.840 jepretan menjadi 5.140 jepretan.

Nikon rupanya juga tidak lupa dengan kalangan videografer, sebab D850 dibekali kemampuan merekam video 4K 30 fps. Fitur pemanis seperti slow-motion 120 fps dan focus peaking turut hadir, tapi hanya untuk resolusi 1080p, tidak ketinggalan juga 8K time-lapse dan output HDMI.

Nikon D850

Sebagai DSLR kelas pro, konstruksi tahan banting tentunya sudah menjadi fitur standar pada D850. Sasis berbahan magnesiumnya dirancang supaya bisa tahan terhadap cuaca yang tidak bersahabat, dan yang tak kalah menarik, deretan tombol milik D850 bisa menyala ketika berada di tempat gelap.

Di belakang, selain viewfinder dengan tingkat perbesaran 0,75x, pengguna juga akan disambut oleh layar sentuh 3,2 inci beresolusi 2,36 juta dot yang bisa di-tilt ke atas atau bawah. D850 juga datang mengusung sepasang slot memory card, satu untuk SD card standar dan satu lagi untuk XQD yang berkecepatan tinggi.

Seperti yang bisa ditebak, konektivitas SnapBridge berbasis Bluetooth LE turut hadir sebagai fitur andalan D850. Kamera ini rencananya bakal masuk ke pasaran mulai September mendatang, dengan banderol harga $3.300 untuk bodinya saja.

Sumber: DPReview.

Ulang Tahun ke-100, Nikon Garap DSLR Kelas Atas D850

Pada tanggal 25 Juli 2017 ini, Nikon resmi menginjak usianya yang ke–100. Sama seperti Canon, Nikon bisa dibilang terbelakang di kancah mirrorless, tapi masih memimpin jauh di segmen DSLR. Bersamaan dengan perayaan hari jadinya yang ke–100 ini, Nikon mengumumkan bahwa mereka tengah menyiapkan DSLR kelas atas baru, yaitu Nikon D850.

D850 adalah penerus langsung D810 yang mengusung sensor full-frame 36,3 megapixel. Nikon tidak menyingkap banyak detail mengenai D850, tapi mereka memastikan bahwa suksesor D810 ini bakal dirancang dengan sederet teknologi baru, mengemas fitur dan performa yang merupakan perwujudan atas masukan dari konsumen dalam beberapa tahun terakhir.

Nikon tidak lupa menyinggung bahwa D850 bakal menjadi kamera yang bisa diandalkan oleh fotografer profesional dari berbagai kategori: landscape, sport, fashion sampai wedding sekaligus. Kalau Nikon benar-benar mendengarkan permintaan konsumen, pastinya kekurangan-kekurangan D810 bakal dibenahi di D850.

Apa saja itu? Resolusi yang sedikit lebih tinggi bisa menjadi salah satu pembaruan yang pasti, tidak ketinggalan juga performa low-light yang lebih baik lagi. Konsumen pastinya juga bakal sangat gembira seandainya sistem autofocus 153 titik milik Nikon D5 bisa diimplementasikan di D850.

Perekaman video 4K juga merupakan pembaruan yang signifikan – video teaser-nya di bawah menyebutkan 8K time-lapse sebagai salah satu fitur andalan D850, plus kita bisa mendapat gambaran terkait kapabilitas D850 untuk astrophotography. Fitur baru lain yang bisa melengkapi mungkin mencakup sistem konektivitas SnapBridge dan layar sentuh yang bisa dilipat dan diputar.

Sumber: DPReview dan Engadget.

Kecil Tapi Perkasa, Nikon Coolpix W300 Siap Menyelam Selagi Merekam Video 4K

Di tengah derasnya serbuan action camera, kamera saku dengan bodi tangguh rupanya masih punya cukup banyak peminat. Buktinya, Olympus belum lama ini merilis Tough TG–5, dan kini giliran Nikon yang meluncurkan produk baru dalam kategori ini, yaitu Coolpix W300.

Sepintas kamera ini mungkin terlihat kurang galak, apalagi kalau dibandingkan dengan besutan Olympus itu tadi. Namun sejatinya kedua kamera ini sama-sama siap ditugaskan di medan apapun. Anda mau mengajaknya diving? Bukan masalah, sebab Coolpix W300 tahan air sampai kedalaman 30 meter tanpa bantuan casing tambahan.

Panel atasnya terkesan simpel dan bersih dengan hanya tombol power dan shutter / Nikon
Panel atasnya terkesan simpel dan bersih dengan hanya tombol power dan shutter / Nikon

Seperti kamera lain dalam kategori ini, ada banyak embel-embel serba “proof” lain yang dibanggakannya: freezeproof hingga suhu –10º Celsius, dustproof dan shockproof dari ketinggian 2,4 meter. Kecil tapi perkasa adalah frasa yang tepat untuk mendeskripsikannya.

Kemampuan jepret-menjepretnya didukung oleh sensor CMOS 1/2,3 inci beresolusi 16 megapixel, dibantu oleh lensa 24–120mm f/2.8–4.9 (5x optical zoom). Video siap ia rekam dalam resolusi 4K 30 fps, dan Nikon tak lupa membekalinya dengan perpaduan sistem electronic dan optical image stabilization.

LCD 3 inci mendominasi penampang belakang Coolpix W300 / Nikon
LCD 3 inci mendominasi penampang belakang Coolpix W300 / Nikon

Yang unik dari Coolpix W300 adalah integrasi GPS dan fitur Active Guide, yang memungkinkan pengguna untuk mengakses data seperti lokasi maupun ketinggian secara cepat. Juga tak kalah menarik adalah fitur SnapBridge, yang sederhananya memungkinkan kamera untuk terus tersambung ke ponsel dan mengirim gambar secara otomatis via Bluetooth, di samping Wi-Fi untuk memberikan kontrol dari kejauhan.

Nikon Coolpix W300 bakal dipasarkan bertepatan dengan dimulainya musim panas tahun ini. Banderol harga yang ditetapkan adalah $390, dan perangkat tersedia dalam tiga pilihan warna: oranye, kuning dan hitam.

Sumber: DPReview.

Nikon D7500 Warisi Spesifikasi dan Performa D500 untuk Menjadi Raja Fotografi Aksi Cepat

Nikon baru saja mengumumkan DSLR kelas menengah anyar, yaitu D7500. Ia merupakan suksesor langsung dari D7200, dengan desain yang hampir identik, akan tetapi bobotnya sedikit lebih ringan, hand grip-nya lebih tebal, dan weather sealing-nya lebih sempurna.

Namun yang membuat Nikon D7500 terdengar sangat menarik sebenarnya tidak kelihatan dari luar. Ia telah mewarisi jeroan milik D500 yang diposisikan di segmen lebh high-end, yang antara lain meliputi sensor APS-C 20,9 megapixel, prosesor Expeed 5 dan sensor metering RGB 180 ribu pixel.

Dengan bekal seperti ini, D7500 sejatinya jadi bisa sangat diandalkan dalam fotografi aksi-aksi cepat, – ranah dimana D500 cukup bersinar – meskipun sistem autofocus-nya sama seperti yang digunakan D7200. Kehadiran sistem metering baru ini sangat berkontribusi pada kinerja D7500 dalam mempertahankan fokus pada objek yang bergerak secara konstan.

Dibanding pendahulunya, Nikon D7500 sedikit lebih ringan, hand grip-nya lebih tebal dan weather sealing-nya lebih superior / Nikon
Dibanding pendahulunya, Nikon D7500 sedikit lebih ringan, hand grip-nya lebih tebal dan weather sealing-nya lebih superior / Nikon

Dibanding pendahulunya, D7500 kini mengemas rentang ISO 100 – 51200, dan ia juga sudah bisa merekam video 4K. Performa burst shooting-nya pun meningkat cukup pesat, dengan kemampuan menjepret hingga 100 gambar JPEG atau 50 gambar RAW sekaligus dalam kecepatan 8 fps.

Bicara soal RAW, D7500 dapat memroses beberapa gambar sekaligus secara internal menjadi format JPEG, sehingga Anda dapat memindahnya langsung ke smartphone tanpa bantuan komputer. D7500 pun juga telah dibekali sistem SnapBridge yang inovatif, dimana kamera memadukan Bluetooth dan Wi-Fi untuk urusan remote control dan file transfer selagi mempertahankan koneksi – tidak perlu pairing berulang-ulang.

Nikon D7500 dibekali layar sentuh yang dapat di-tilt, fitur yang tergolong langka dalam kategori DSLR / Nikon
Nikon D7500 dibekali layar sentuh yang dapat di-tilt, fitur yang tergolong langka dalam kategori DSLR / Nikon

Melirik panel belakangnya, Anda bakal disambut oleh layar sentuh 3,2 inci beresolusi 922 ribu dot yang dapat dimiringkan ke atas atau bawah – jujur, layar sentuh di DSLR termasuk cukup langka. Slot SD card-nya tak lagi ada dua seperti D7200, sedangkan baterainya diperkirakan bisa bertahan hingga 950 jepretan per charge.

Nikon berencana memasarkan D7500 mulai musim panas mendatang seharga $1.250 untuk bodinya saja, atau $1.750 bersama lensa 18-140mm f/3.5-5.6G ED VR.

Sumber: DPReview.

Nikon Umumkan D5600, Kini Dibekali Fitur SnapBridge dan Time Lapse yang Lebih Sempurna

Nikon baru saja mengumumkan DSLR kelas entry terbarunya, D5600. Secara kualitas gambar, ia identik dengan pendahulunya, D5500 yang mengemas sensor APS-C 24 megapixel dengan sensitivitas ISO 100 – 25600 dan prosesor EXPEED 4. Pembaruannya lebih mengarah ke aspek fungsionalitas dan kemudahan pengoperasian.

Yang pertama adalah fitur SnapBridge yang pertama kali diperkenalkan Nikon pada bulan Februari lalu. Fitur ini sejatinya memadukan konektivitas Bluetooth dan Wi-Fi untuk memudahkan proses transfer gambar; dimana kamera bisa terus tersambung ke smartphone dan foto akan otomatis dipindah selagi pengguna menjepret, sedangkan Wi-Fi dimaksudkan untuk transfer video dan kendali jarak jauh.

Nikon D5600 mengusung layar sentuh 3,2 inci yang dapat ditarik ke samping dan diputar-putar / Nikon
Nikon D5600 mengusung layar sentuh 3,2 inci yang dapat ditarik ke samping dan diputar-putar / Nikon

Yang kedua berkaitan dengan LCD. Sama seperti pendahulunya, Nikon D5600 mengusung layar sentuh 3,2 inci yang bisa ditarik ke samping dan diputar-putar untuk memudahkan pengambilan gambar dari sudut yang sulit.

Pun demikian, yang baru adalah tampilan frame advance bar yang diadopsi dari Nikon D5 – yang notabene merupakan DSLR kelas atas – serta opsi untuk mengaktifkan atau menonaktifkan fitur auto ISO melalui tombol Fn di layar.

Ketiga, Nikon turut menyempurnakan fitur time lapse pada D5600, dimana sekarang transisi exposure akan berjalan lebih mulus sehingga pergantian kondisi cahaya dari terang ke gelap atau sebaliknya bisa terlihat lebih alami. Lebih lanjut, hasil rekaman time lapse ini bisa diteruskan ke smartphone atau tablet dengan memanfaatkan fitur SnapBridge tadi.

Sayang sekali sejauh ini Nikon masih belum mengungkap detail mengenai harga dan jadwal perilisan D5600.

Sumber: DPReview.