Organisasi Esports OG Lepaskan Sumail dan Kembalinya Ceb ke Roster Aktif

Dalam sebuah rilis resmi yang dimuat di laman organisasi esports OG, baru-baru ini mereka memutuskan untuk melepaskan Syed Sumail “SumaiL” Hassan. Di waktu yang sama Sébastien “Ceb” Debs dinyatakan kembali ke dalam roster aktif tim Dota 2 OG.

Dengan kepergian SumaiL, Ceb mengisi kekosongan roster tim Dota 2 OG yang ditinggalkan. Padahal dengan bergabungnya SumaiL ke dalam jajaran roster OG, membuat banyak gamers Dota 2 mengharapkan penampilan mereka mencoba memenangkan kembali gelaran turnamen The International.

“Sejujurnya saya menjadi tersinggung dengan fakta bahwa tim-tim lain berpikir bahwa mereka bisa mengalahkan OG,” dinyatakan oleh Sébastien “Ceb” Debs. Seolah-olah Ceb kembali mendapatkan dorongan unutk menyalurkan jiwa kompetisinya sebagai alasannya kembali ke dalam roster aktif Dota 2 tim OG.

Adapun Ceb tercatat sebagai pemain yang akan terus diingat melalui aksinya menggunakan hero Axe di babak final The International 2018 melawan tim PSG.LGD.

Tidak sampai di situ saja, dalam pernyataanya Ceb Menyampaikan bahwa ia merindukan momen bertanding bersama rekan setimnya yang memutuskan untuk tetap aktif bermain Dota 2. Sejak awal tahun 2020 Ceb mengambil peran di organisasi esports OG walaupun tidak sepenuhnya melepaskan diri dari Dota 2, seperti yang dilakukan Jesse “JerAx” Vainikka.

Sébastien “Ceb” Debs | via: ogs.gg
Sébastien “Ceb” Debs | via: ogs.gg

Akhirnya dengan berat hati organisasi esports OG harus melepaskan SumaiL. Tim OG melepas kepergian SumaiL dengan pujian bahwa ia adalah salah satu player terbaik sepanjang sejarah Dota 2 hingga kini. Sampai saat ini terpantau status dari SumaiL adalah free agent, yang berarti sangat memungkinkan ia berlabuh ke tim manapun di region Amerika Utara tentunya.

Kondisi yang tidak ideal yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 tidak memungkinkan SumaiL untuk dapat meninggalkan Amerika Serikat dan bergabung ke basecamp tim OG di Eropa. Meskipun menghadapi ancaman ping yang tidak stabil dan perbedaan zona waktu ayng mencolok, bersama OG SumaiL juga sudah turut menyumbangkan capaian di turnamen BLAST Bounty Hunt yang lalu.

Dengan kembalinya Ceb ke dalam roster aktif OG, di atas kertas tim OG kembali memiliki keunggulan atas tim-tim lain dan mencoba mengurangi tantangan dari segi waktu maupun ping tinggi. Sayangnya kabar terbaru dari tim OG adalah kekalahan mereka di gelaran turnamen OGA Dota PIT Season 2 dari Team Nigma dan tersisih ke lower bracket.

 

OG Mau Ekspansi ke Asia Pada 2021

Esports kini sudah menjadi bisnis. Organisasi esports tak hanya memikirkan menang atau kalah, tapi juga untung-rugi. Sponsorship jadi sumber pemasukan utama kebanyakan organisasi esports. Namun, lain halnya dengan OG. Organisasi esports tersebut merupakan salah satu dari sedikit tim esports yang sumber pemasukan utamanya berasal dari hadiah turnamen yang mereka menangkan. Dua kali, OG memenangkan The International, turnamen dengan total hadiah terbesar di dunia esports.

Selama ini, OG tidak melakukan ekspansi besar-besaran. Namun, J.M.R. Luna, CEO baru OG, mengungkap bahwa mereka tertarik untuk melebarkan sayap mereka ke Asia. Pada 2021, dia berharap, OG sudah punya kantor di Singapura dan Shanghai.

“Tim Dota 2 kami sekarang mendominasi dunia, kami ingin memanfaatkan hal itu. Dan kami juga ingin mendekatkan diri dengan para fans kami,” kata J.M.R. Luna pada The Esports Observer. Dia menjelaskan, pada Desember 2019, pendiri OG dan kapten tim Dota 2, Johan “N0tail” Sundstein juga telah mengunjungi Peru. Tujuannya adalah untuk membangun fanbase mereka di sana. “Di Dota 2, kami telah menemukan rumus yang tepat,” ujar Luna. “Bukan berarti kami akan selalu menang dalam turnamen, tapi kami akan selalu punya kesempatan untuk meraih gelar juara.”

OG ekspansi
J.M.R. Luna, CEO pertama OG.

Dan memang, selama ini, OG berhasil menemukan pemain dengan bakat tersembunyi, seperti Anathan “ana” PhamTopias “Topson” Taavitsainen dan Mateusz “Mantuu” Wilczewski. . Soal perekrutan pemain baru, Luna akan menyerahkan tanggung jawab itu pada kapten dari masing-masing tim. Dia percaya, tim yang baik bukanlah tim yang terdiri dari lima pemain bintang. Dia justru merasa, jika sebuah tim bermengisi roster dengan pemain bintang akan memakan biaya yang sangat besar, sehingga tim akan sulit untuk mendapatkan untung.

“Saya tidak ingin mengkritik tim lain, tapi kebanyakan tim punya struktur yang berbeda dari kami,” kata Luna. Dia menyebutkan, kebanyakan organisasi esports memiliki aset yang nilainya terus naik. Dan dia tidak ingin mengikuti tren tersebut. Dia merasa, jika OG ingin bisa mendapatkan untung, maka mereka harus memastikan bahwa mereka punya kendali atas tim-tim di bawah organisasi OG. “Saya melihat banyak orang yang tak berpikir panjang di dunia esports. Saya merasa, hal itu justru berbahaya,” ujarnya.

Didirikan pada 2015, OG merupakan organisasi yang relatif muda jika dibandingkan dengan organisasi esports lainnya. Di tengah industri esports yang terus berkembang dan dana investasi yang mengalir deras, Luna mengatakan, dia ingin memastikan OG tidak melakukan ekspansi besar-besaran tanpa perhitungan, yang bisa menyebabkan pengeluaran membengkak.

Kreator Film Hollywood, J.M.R. Luna Jadi CEO OG

Organisasi esports OG punya CEO baru, yaitu J.M.R. Luna. Dia memiliki pengalaman dalam membuat film di Hollywood. Selain itu, dia juga pernah menjadi Head of Content and Production di Evil Geniuses dan menjadi VP of Content and Production untuk Immortals Gaming Club.

“Jika Anda berasumsi bahwa tidak ada kesamaan antara membuat film dan memimpin organisasi esports, Anda salah,” kata Luna dalam wawancara dengan Esports Insider. “Dalam membuat film, saya bertugas layaknya CEO. Saya memimpin semua operasi bisnis, bertanggung jawab atas semua operasi dari awal sampai akhir. Saya harus mengumpulkan orang-orang kreatif dan membantu mereka bekerja sama dalam lingkungan yang sangat dinamis. Apa yang saya lakukan dalam membuat film sangat mirip dengan esports.” Dia mengaku, pengalamannya bekerja untuk organisasi esports lain juga akan membantunya dalam menyesuaikan diri sebagai CEO dari OG.

CEO OG
Luna akan bekerja dengan petinggi OG lainnya. | Sumber: Esports Insider

Untuk waktu lama, OG dikenal sebagai organisasi esports yang hanya fokus pada satu game, yaitu Dota 2, lapor The Esports Observer. Dan di ekosistem esports Dota 2, OG sangat dikenal. Faktanya, OG adalah satu-satunya tim yang berhasil memenangkan The International dua kali. Namun, tahun lalu, OG akhirnya memutuskan untuk membuat tim Counter-Strike: Global Offensive. Sebastian “Ceb” Debs, yang menjadi bagian dari tim yang memenangkan TI dua kali, memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai pemain dan menjadi pelatih bagi tim Dota 2 dan CS:GO dari OG.

Sebagai CEO OG, Luna tidak hanya bertugas untuk mengawasi proses pembuatan konten dan memastikan agar para pemain OG menjadi populer di dunia esports. Dia juga harus memikirkan masa depan OG sebagai organisasi esports. Tugas Luna mencakup memikirkan rencana ekspansi dan pendanaan OG. Untuk mencapai hal ini, dia akan bekerja sama dengan kapten tim Dota 2 dan pendiri OG, Johan “N0tail” Sundstein, CRO & Co-owner Xavier Oswald, serta COO Charlie Debs.

“OG mungkin adalah satu-satunya organisasi esports super besar yang belum pernah mendapatkaan pendanaan eksternal,” kata Luna. “Kami akan mengumpulkan pendanaan dalam waktu dekat. Kami akan mencari rekan yang tepat dan ingin bergabung dengan kami untuk berkolaborasi bersama. Saya merasa, hal ini membuka kesempatan bagi OG untuk tumbuh dan berkembang.”

Tim OG Seed Dibubarkan karena Masalah Multi Tim

Beberapa waktu yang lalu melalui sebuah pernyataan resmi, Tim OG membubarkan roster Dota 2 kedua mereka, OG Seed. Keputusan berat yang harus diambil tentu saja sudah melalui proses pertimbangan yang panjang.

Kalender turnamen hampir di seluruh dunia mengalami perubahan dan ketidakpastian seperti pada kasus penundaan The International 2020. Tidak saja gelaran pemuncak game Dota 2, turnamen dalam lingkup global lain yang sebelumnya dijalankan secara offline, terpaksa beradaptasi dengan skema regional dan online.

OG Seed di Dota 2 Summit 12 Grand Final | via: YouTube
OG Seed di Dota 2 Summit 12 Grand Final | via: YouTube

Adapun demikian, perihal kepemilikan multi tim dalam satu divisi esports yang sama adalah penyebab utama OG Seed dibubarkan. Sebagai contoh pembanding, tim Virtus.pro juga mempunyai tim akademi bernama VP.Prodigy. Faktanya, kedua tim akademi tersebut bisa juga berbarengan dengan tim utama mereka berkompetisi dalam gelaran WePlay! Pushka League Season 1.

Dalam pernyataan resmi tim OG disampaikan, “ketika kami mengetahui bahwa OG Seed tidak akan dapat bersaing dengan OG, kami duduk bersama dan memutuskan bahwa kami memberikan OG Seed waktu 30 hari sebelum melepaskan mereka.”

OG versus OG Seed | via: YouTube
OG versus OG Seed | via: YouTube

Menimbang kembali bahwa turnamen top tier Dota 2 tidak mungkin untuk diwakilkan oleh 2 tim, tim OG seolah menemukan jalan buntu. Integritas turnamen akan diragukan saat sebuah organsiasi dapat mengirimkan lebih dari satu perwakilan.

Sejak didirikan di akhir tahun 2019, catatan prestasi OG Seed bisa dibilang cukup memuaskan. Pengetahuan dan pengalaman yang sudah pernah dirasakan tim OG kemudian diturunkan kepada tim OG Seed. Keberhasilan tim OG memenangkan gelaran The International 2 kali berturut-turut bukanlah hal yang bisa disepelekan.

Berbicara lebih jauh mengenai OG Seed, capaian yang patut menjadi perhatian adalah keberhasilan tim OG Seed dalam mengalahkan tim besar sekalipun. Pada gelaran WePlay! Pushka League Season 1, OG Seed bisa tampil unggul dari tim utama mereka, OG. Tim pemenang The International 2015, Evil Geniuses juga harus merasakan kekalahan dari OG Seed pada gelaran Dota 2 Summit 12.

Selamat jalan tim OG Seed, semoga dapat menemukan tim baru dan kembali ke skena kompetitif Dota2.

Perjalanan Panjang OG Memenangkan The International Dua Kali Berturut-turut

OG telah menjadi juara Dota 2 The International 2019 (TI 9). Mereka menjadi juara setelah berhasil mengalahkan Team Liquid, dalam gelaran Grand Final yang diselenggarakan pada akhir pekan kemarin (25 Agustus 2019), di Shanghai, Tiongkok.

Tapi ini bukan kemenangan biasa. OG mencatatkan dirinya di dalam sejarah esports Dota, sebagai tim pertama yang berhasil memecahkan “kutukan”. OG adalah tim Dota 2 pertama dalam sejarah yang bisa memenangkan The International dua kali berturut-turut. Mereka juga tim asal Barat pertama yang berhasil memenangkan Dota 2 TI di tahun genap.

Tapi, kesuksesan OG yang kita lihat hari ini, merupakan sebuah jalan panjang berliku yang telah dipahat dengan susah payah oleh Johann “N0tail” Sundstein. Bagaimana OG bisa mencapai titik kesuksesan seperti ini?

Pemain Heroes of Newerth yang Berganti Haluan

Pertama kali mencoba pertaruhan di kancah kompetitif Dota 2, N0tail terhitung sebagai anak baru jika dibanding lawan-lawannya. Hal ini karena ia sebenarnya adalah pemain Heroes of Newerth untuk tim Fnatic yang berubah haluan ke Dota 2.

Rostern Fnatic ketika itu adalah, N0tail, Tal “Fly” Aizik, Adrian “Era” Kryeziu, Kai “H4nn1” Hanbückers, dan Kalle “Trixi” Saarinen. Mereka pertama kali melakukan debutnya di The International 2013.

Ketika itu ia dianggap sebagai pemain muda yang punya potensi. Namun ia tak sebersinar layaknya Sumail “SumaiL” Hassan, yang langsung menjadi juara The International pada debut pertamanya.

Sumber: Red Bull Media
Sumber: Red Bull Media

N0tail tak bisa bicara banyak saat menghadapi musuh-musuhnya. N0tail bersama Fnatic harus menerima kekalahannya saat melawan Orange Esports, tim kuat asal Malaysia yang dipimpin oleh pemain veteran, Chai “Mushi” Yee Fung.

Kegagalan demi kegagalan ia dapatkan. Ia berpindah dari satu tim ke tim lain demi mendapatkan hasil yang lebih maksimal. N0tail pernah mencoba bermain untuk Team Secret, tapi tidak berhasil. Sempat bermain untuk Cloud9 juga, tapi lagi-lagi ia kembali gagal mendapatkan Aegis of Champion. Sampai akhirnya ia memutuskan membuat tim sendiri, tim yang menurutnya ideal.

Membangun OG dengan Berbagai Momen Jatuh Bangun

Akhirnya N0tail memutuskan untuk membuat tim sendiri bersama dengan kawan bermainnya sejak dari zaman ia masih berkompetisi di kancah Heroes of Newerth bersama Fnatic, Tal “Fly” Aizik. Ia membuat tim bernama Monkey Business, yang setelah mendapatkan sponsor berganti nama menjadi OG.

N0tail bersama Fly membangun tim OG dengan membawa mindset mengutamakan pertemanan. Fly mengatakan hal ini dalam dokumenter Against the Odds“Ide besar di balik OG adalah pola pikir mengutamakan pertemanan, namun tetap dengan semangat kompetitif untuk juara.”

Maka dari itu, OG tidak mengambil pemain papan atas, melainkan mengambil pemain dengan skill yang mumpuni, namun punya mindset serupa. Roster awal OG ketika itu adalah Andreas “Cr1t” Franck Nielsen, David “MoonMeander” Tan, dan sang pub star Amer “Miracle-” Al-Barkawi.

Tak ada yang menduga dengan kekuatan tim yang satu ini pada awalnya. Namun mereka berhasil mendobrak kancah kompetitif Dota ketika itu. Saat Valve membuat satu rangkaian kompetisi bernama Major, OG merajalela hampir di semua kompetisi tersebut.

Dari tahun 2015 sampai awal tahun 2017, mereka hampir memenangkan semua Major yang diselenggarakan oleh Valve. Mulai dari Frankfurt Major 2015Manila Major 2016Boston Major 2016, sampai Kiev major 2017.

Tapi sayangnya ada satu prestasi yang tak bisa dilengkapi oleh N0tail, Fly dan kawan-kawan OG, yaitu The International. Pada The International 2016 mereka gagal dengan cukup pedih, gugur pada awal-awal fase main stage.

Pasca kejadian tersebut Fly bertahan dengan visi yang ia bawa ketika membangun OG. Fly mengungkapkan hal tersebut dalam salah satu wawancara bersama dengan Red Bull Media.

Sumber: Red Bull Media
Sumber: Red Bull Media

“Banyak tim tidak selamat dari masalah tersebut (pergantian roster). Namun demikian, beberapa dapat menyelesaikan isu tersebut, dengan saling bicara dan pada akhirnya bisa bergerak maju sebagai tim. Bagi kami, menyelesaikan masalah-masalah tersebut terbukti telah membawa kami menang di Manilla Major.” Ungkap Fly.

Tahun 2017, N0tail dan Fly kembali mencoba memperjuangkan TI, tetapi dengan roster yang berbeda, yaitu Anathan “Ana” Pham, Gustav “s4” Magnusson, Jesse “JeRax” Vainika. Sayang, lagi-lagi mereka mengalami kegagalan.

Momen TI 7 ini yang memunculkan rivalitas antara N0tail dengan Fly. Setelah berkali-kali gagal, Fly akhirnya memutuskan untuk pindah ke tim Evil Geniuses bersama dengan s4 beberapa saat jelang The International 2018.

Dengan keadaan tim yang tercerai berai, OG harus mengulang kembali kisah perjuangan menjadi tim kuda hitam di TI 8.

Gabungan Talenta, Strategi, dan Kepercayaan Sesama Tim

N0tail agaknya masih mempertahankan nilai kepercayaan di dalam membangun sebuah tim. Ia lebih mengutamakan kesamaan mindset ketimbang sekadar mengambil pemain yang sudah terbukti kemampuannya.

Ini mungkin bisa dibilang jadi salah satu alasan terbentuknya roster OG untuk TI 8 yang dipertahankan sampai TI 9. Mereka mengambil Topias Mikka “Topson” Taavitsainen, menarik kembali Ana, dan memainkan sang pelatih, Sebastien “Ceb” Debs.

Banyak yang tidak percaya dengan roster ini, tapi N0tail percaya. Soal memainkan Ceb, N0tail sempat membicarakannya dalam sebuah wawancara dengan VPEsports. Ketika itu tak hanya mengakui Ceb sebagai pelatih yang luar biasa, dan tapi juga sebagai salah satu pemain dengan kemampuan mekanik yang sangat baik.

Sumber: Twitter @dota2ti
Sumber: Twitter @dota2ti

Begitu juga dengan Topson. Ia sempat malang melintang di berbagai kompetisi online, yang daftarnya mungkin akan terlalu panjang jika harus semuuanya dituliskan di sini. Pengalaman terbesarnya main di panggung adalah saat ia beratnding di WESG Global Grand Finals dengan tim Finlandia. Meski TI tetap belum masuk dalam pengalamannya, namun N0tail tetap percaya.

Dengan roster “seadanya” mereka secara mengejutkan berhasil memenangkan TI 8. Tetapi itu tidak serta-merta hanya karena mereka jago bermain. Ini yang sebenarnya menarik untuk dibahas, yang mana unsur coaching dan mental menjadi faktor terpenting atas kemenangan OG di The International 2018, dan mengulangnya di The International 2019.

Ketika Aspek Psikologis Membawa OG Menang The International Dua Kali

Sebagai tim yang percaya untuk menyelesaikan masalah ketimbang mengganti roster, OG benar-benar menempatkan jerih-payahnya untuk mencapai hal tersebut. Buktinya sudah jelas, OG bisa menang dua kali TI dengan roster yang sama persis.

Sebastien “Ceb” Deb sempat membicarakan ini tahun 2018 lalu dalam wawancara yang cukup panjang dengan VPEsports. Mengingat Ceb juga sempat melatih OG untuk beberapa saat, ia cerita juga soal proses coaching yang ia lakukan.

Menariknya Ceb mengatakan, bahwa menganalisis game sebenarnya hanya satu hal kecil yang bisa dilakukan coach di dalam sebuah pertandingan. “Lebih soal bagaimana Anda menyampaikan informasi ini kepada rekan satu tim.” Ceb melanjutkan.

Sumber: Twitter @dota2ti
Sumber: Twitter @dota2ti

“Bagian mental adalah hal yang sangat penting sekali, karena ketika pemain tertekan di antara permainan, mereka sebenarnya berada di bawah tekanan yang sangat berat. Anggaplah kita membicarakan pertandingan winner bracket di antara game satu dengan game dua di The International. Saat itu anda hanya punya waktu 30 detik. Dengan waktu tersebut, Anda bisa membuat rekan satu tim Anda jadi dua kali lebih kuat atau Anda bisa membuat mereka jadi hancur ketika akan memasuki permainan” Ceb memperjelas.

Ceb sebenarnya punya kemampuan memahami permainan, tapi seperti yang dijelaskan, itu saja tidak cukup. Melatih tim selama kurang lebih dua tahun, akhirnya memaksa Ceb belajar memahami mood dan aspek psikologis kawan-kawannya; walau pada TI 8  Ceb akhirnya turun ke pertarungan dan menjadi pemain.

“Namun jika harus jujur, sebuah tim sebenarnya butuh setidaknya dua orang coach. Satu adalah technical coach, satunya adalah pelatih yang bisa dibilang psychological coach. Menjadikan satu orang untuk melakukan keduanya adalah hal yang menurut saya sangat merugikan.” Ceb menjelaskan.

Pada TI 8 bisa dibilang peran technical coach dijalankan oleh Ppasarel, seorang pemain Dota veteran sejak zaman Defense of the Ancient. Sementara peran pshychological coach, mungkin bisa dibilang dijalankan oleh Ceb dan N0tail sebagai sosok yang lebih dewasa di banding dengan rekan satu tim lainnya.

Formula tersebut berhasil membuat OG berubah total, dari tim yang tercerai berai sesaat sebelum Dota TI, menjadi tim yang menjuarai kompetisi esports dengan hadiah terbesar di dunia. Bagaimana dengan tahun ini?

Akhirnya OG bisa mewujudkan apa yang dikatakan Ceb, menghadirkan technical coach dan psychological coach. Dari sisi technical coach, ada Titouan “Sockshka” Merloz, pemain Dota asal Perancis yang juga punya pengalaman panjang di kancah kompetitif Dota.

Dari sisi psychological coach yang sebenarnya membuat OG jadi menarik. Ada Mia Stellberg, seorang psikolog yang punya banyak pengalaman melatih mental atlet maupun atlet esports.

Sebagai sports psychologist, Mia sempat menjadi pelatih dalam mempersiapkan atlet untuk Olimpiade. Sebagai esports psychologist, bisa dibilang pelatih ini punya kemampuan menghancurkan “kutukan” di esports, sebagai salah satu keahlian dalam portfolionya.

Ia menjadi bagian dari sejarah saat tim Astralis berhasil mematahkan “kutukan” kancah CS:GO di tahun 2017. Pada masa itu Astralis terkenal sebagai tim yang bermain dengan baik di fase grup, namun jadi hancur berantakan saat menghadapi tekanan mental, dan selalu berakhir gagal menjadi juara.

Dengan bantuan Mia, Astralis keluar sebagai juara ELEAGUE Major: Atlanta 2017. Mereka berhasil mematahkan “kutukan” bahkan melanjutkan tradisi juara mereka sampai tahun ini.

Bersama OG, Mia seakan kembali menjadi penawar atas kutukan-kutukan yang selama ini terjadi di esports, termasuk Dota 2. Dalam sebuah wawancara bersama VPEsports, Mia sedikit bercerita soal perannya dalam membantu OG.

Ia kembali menekankan soal bagaimana masing-masing pemain memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, yang dapat berubah dan berevolusi. “Menurut saya, sebagai seorang esports psychologist, tugas saya adalah menstabilkan hasil yang akan mereka dapatkan dan membuat aksi mereka jadi lebih bisa diprediksi.” Mia menjelaskan perannya.

Topson juga menceritakan perjuangan dari sisinya. Walau semua terlihat sangat mudah bagi OG untuk The International 2019, namun nyatanya perjuangan tidak semudah itu bagi mereka. “Perjuangan kami sulit, jujur ada masalah motivasi yang kami alami dan itu menjadi sangat berat. Performa kami tidak maksimal pada beberapa kompetisi, tetapi semakin dekat dengan TI, motivasi kami kembali, dan ya inilah kami.” ucap Topson.

Dia juga menceritakan bagaimana kehadiran Mia benar-benar sangat membantu perjuangan OG selama perjuangannya di TI 9. Tapi Mia juga kembali menambahkan, bahwa sebagian besar kemenangan OG di The International 2019 adalah karena mereka sendiri.

“Orang-orang bisa saja mengatakan sesuatu hal soal apa yang bisa atau tidak bisa Anda lakukan. Tetapi tergantung kepada Anda untuk mendengarkannya atau tidak. Pemain-pemain OG tidak mendengarkan komentar orang lain tentang mereka. Mereka melakukan apapun yang mereka mau, mereka independen, pintar, dan tidak terkena dampak dari hal-hal klise (kutukan memenangkan TI dua kali berturut-turut) dunia esports yang diucapkan oleh orang-orang.” Mia menjelaskan.

Perjuangan OG menjadi juara The International sebanyak dua kali berturut-turut tak hanya menorehkan sejarah, tapi juga meninggalkan banyak hal yang bisa kita pelajari.

Apapun sudut pandang kita terhadap jalan yang ditempuh seseorang menjadi sukses, nyatanya proses seseorang atau suatu tim untuk menjadi juara itu tak pernah mudah dan tak boleh sekalipun diremehkan.

SteelSeries Sponsori Tim OG, Tambahan Motivasi Jelang The International 2019?

Kompetisi esports Dota 2 paling bergengsi tahun ini, The International 2019, semakin hari semakin dekat saja. Pertengahan Agustus nanti, tim-tim Dota 2 terbaik dari berbagai penjuru dunia akan berkumpul di Shanghai untuk membuktikan siapa berhak menyandang gelar juara dunia. Prize pool fantastis menanti, saat ini jumlahnya sudah tembus US$31,3 juta atau kurang lebih Rp444,2 miliar, mengalahkan rekor yang baru saja dicetak Fortnite World Cup.

The International 2019 (TI9) merupakan tantangan tersendiri bagi tim OG yang tahun lalu memenangkan TI8. Mereka hadir bukan sebagai penantang, melainkan pemegang gelar juara bertahan. Apalagi beberapa peserta lain, seperti Virtus.Pro, Vici Gaming, dan Team Secret, belakangan menunjukkan performa gemilang. Sementara Team OG justru mengalami penurunan, karena mereka tidak berhasil memenangkan turnamen Major dan Minor satu pun.

Perjalanan OG antara TI8 ke TI9 sempat melalui sejumlah lika-liku. Setelah menjadi juara dan mengambil libur panjang, OG mengalami beberapa kali pergantian pemain beberapa kali. Awalnya ana (Anathan Pham) pergi meninggalkan tim, digantikan oleh Pajkatt (Per Anders Olsson Lille). Hanya bertahan 2 bulan, Pajkatt kemudian digantikan oleh iLTW (Igor Filatov), pemain pinjaman dari tim Espada. Tapi kemudian di bulan Maret lalu ana kembali bergabung dengan OG, suatu hal yang disambut meriah oleh para penggemar sebab permainan ana yang dahsyat berperan besar dalam mengantar OG menjadi juara TI8.

Roster OG kini kembali sama dengan susunan ketika mereka bermain di TI8, yaitu:

  • ana (Anathan Pham)
  • Topson (Topias Taavitsainen)
  • Ceb/7ckngMad (Sebastien Debs)
  • JerAx (Jesse Vainikka)
  • Notail (Johan Sundstein)

Menjelang TI9, OG juga mengumumkan masuknya sponsor baru di tim mereka, yaitu brand perlengkapan gaming populer SteelSeries. Kerja sama ini melanjutkan tradisi SteelSeries yang telah lama mendukung dunia esports, khususnya Dota 2.

“OG adalah salah satu nama terbesar di esports, dan sebuah kekuatan dominan yang selalu hadir di tengah-tengah komunitas Dota 2,” kata CEO SteelSeries, Ehtisham Rabbani, dalam pengumuman resminya, “Kami bangga bisa bekerja dengan mereka dan memberikan perlengkapan yang mereka butuhkan untuk terus menang di level tertinggi.” Kedua pihak tidak menjelaskan nilai finansial ataupun detail kerja samanya, tapi dari pernyataan ini kita bisa menyimpulkan bahwa salah satu peran SteelSeries adalah sebagai penyedia hardware.

“Senang sekali bisa bekerja dengan SteelSeries lagi, produk-produk mereka telah menjadi bagian dari seluruh hidup saya,” kata CEO sekaligus kapten OG, Johan “Notail” Sundstein, “Ini adalah babak yang menarik bagi kami dan saya mengharapkan hal-hal hebat.” SteelSeries mungkin baru saja menjalin kerja sama dengan OG, tapi brand ini sudah punya sejarah dengan Notail ketika ia masih bermain untuk tim Fnatic dulu.

OG akan maju ke Shanghai pada tanggal 15 – 25 Agustus nanti untuk mempertahankan gelar juara dunia mereka dari incaran tim-tim yang tak kalah kuat. Bisakah kerja sama sponsor baru ini memberi suntikan semangat pada tim OG dan membuat mereka menunjukkan performa hebat seperti The International 2018?

Sumber: OG

Valve Umumkan Enam Tim Undangan The International 2016

Melihat event sebelumnya, turnamen Dota 2 The International 2016 berpotensi untuk menjadi lebih besar lagi. Detail pertama mengenainya terungkap akhir Maret silam bersamaan dengan pengumuman penjualan tiket. Mayoritas tim harus berjuang di babak kualifikasi demi memperebutkan kursi regional, namun ada sejumlah tim yang dianggap spesial oleh sang penyelenggara.

Lewat situs Dota 2, Valve Corporation menyingkap enam tim ‘udangan’ yang akan bertanding melawan perwakilan dari Eropa, Tiongkok, Asia Tenggara, Amerika serta pemenang dan runner-up wild card. Mereka adalah OG, Team Liquid, Newbee, LCD Gaming, MVP Phoenix serta Natus Vincere. Mungkin Anda melihat sedikit kejanggalan di sini: juara tahun lalu, yakni Evil Geniuses, tidak ada di antara mereka.

Berdasarkan penjelasan PC Gamer, EG dan Team Secret melakukan pelanggaran terkait batasan waktu transfer pemain, yang menyebabkan mereka harus melewati ronde kualifikasi terbuka – dimulai tanggal 21 sampai 24 Juni. Pemilihan keenam tim menunjukkan dinamisnya ekosistem Dota 2, tidak hanya diikuti oleh nama-nama familier saja. Ambil contohnya OG: mereka ialah tim baru, berdiri kurang dari setahun, tapi sudah memenangkan beberapa kejuaraan besar.

Menariknya lagi, MVP Phoenix dari Korea malah mendapatkan undangan kehormatan itu, dan bukan Fnatic yang selalu berhasil mengalahkan mereka. Menurut analisis di Reddit, MVP Phoenix memiliki rasio jumlah kemenangan turnamen LAN lebih banyak dibanding online. Di mata Valve, hal tersebut lebih berarti. Sedangkan LGD sendiri sukses menempati posisi keempat di Manila Major, mengusung mereka di atas Fnatic dan Alliance.

Na’Vi juga merupakan pilihan menarik. Hanya ada dua anggota veteran di tim pemenang The International pertama ini (Dendi dan Artstyle) yang memperkuat formasinya. Nama mereka kembali terdengar setelah jarang ikut di kejuaraan papan atas akibat ‘faktor ketidakstabilan internal’. Namun perlahan-lahan, Natus Vincere kembali membuktikan kemampuan mereka di ajang-ajang LAN.

Newbee asal China memang menjadi salah satu mantan juara yang diundang Valve, tapi formasinya sudah cukup berbeda dari ketika mereka memenangkan The International 2014. Newbee baru tersebut diperkuat oleh talenta-talenta terbaik Tiongkok, dan mengawali tahun ini dengan mulus dan tidak terkalahkan, hingga dihadang OG.

Acara puncak The International 2016 akan kembali dilangsungkan di KeyArena, Seattle, pada tanggal 3 sampai 13 Agustus nanti. Sebelum itu, babak kualifikasi regional (8 tim dari Amerika, dan 10 grup masing-masing dari China, Eropa dan Asia Tenggara) akan dilaksanakan tanggal 25 hingga 28 Juni 2016.