SteelSeries Arctis 7+ dan Arctis 7P+ Unggulkan Baterai yang Lebih Awet dan USB-C

SteelSeries meluncurkan versi baru dari salah satu headset gaming wireless paling populernya, Arctis 7. Versi anyar ini hadir dalam dua model yang berbeda, yakni Arctis 7+ dan Arctis 7P+.

Perbedaan di antara keduanya tidak banyak. Yang paling utama, 7P+ datang membawa dukungan penuh atas teknologi Tempest 3D Audio milik PlayStation 5. Ia juga tersedia dalam pilihan warna hitam atau putih, sementara 7+ cuma warna hitam saja.

Selebihnya, keduanya merupakan perangkat yang identik, dengan pembaruan yang sama pula. Baik Arctis 7+ maupun Arctis 7P+ sama-sama datang bersama dongle USB-C sebagai pemancar sinyal wireless-nya. Alhasil, keduanya pun kompatibel dengan lebih banyak perangkat; mulai dari PC, PlayStation, Mac, Nintendo Switch, perangkat Android, iPad yang dibekali port USB-C, sampai VR headset Oculus Quest 2.

SteelSeries bilang dongle USB-C ini adalah yang pertama di pasar headset gaming, tapi kita tahu Razer sebelumnya sudah menerapkan hal serupa pada Barracuda X. Meski begitu, daftar perangkat yang kompatibel memang lebih panjang milik duo Arctis 7+ ini.

Selain pada dongle-nya, USB-C juga bisa kita temui pada headset-nya itu sendiri, menggantikan port Micro USB yang sudah termakan zaman. Tak hanya lebih praktis, USB-C turut mendatangkan fitur fast charging ke kedua headset ini; charging selama 15 menit saja sudah cukup untuk menenagai keduanya selama 3 jam pemakaian.

Kalau dalam posisi terisi penuh, baterai milik Arctis 7+ dan 7P+ diyakini mampu bertahan sampai 30 jam nonstop, lebih lama sekitar enam jam dari yang ditawarkan oleh masing-masing pendahulunya.

Di luar baterai dan colokan, kedua headset ini tidak jauh berbeda dari pendahulunya. Desainnya pun tampak identik, dengan karet suspensi pada headband dan mikrofon yang dapat didorong masuk ke dalam ketika sedang tidak diperlukan. SteelSeries sama sekali tidak menyinggung soal kinerja audionya, jadi bisa diasumsikan kualitas suara yang dihasilkan oleh driver 40 mm miliknya sama seperti di generasi sebelumnya.

Di Amerika Serikat, SteelSeries Arctis 7+ dan Arctis 7P+ saat ini telah dipasarkan seharga $170, atau kurang lebih sekitar 2,4 jutaan rupiah.

Sumber: The Verge.

SteelSeries Diakuisisi Induk Perusahaan Jabra dengan Mahar $1,24 Miliar

Akuisisi produsen periferal gaming yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan besar seakan menjadi tren yang cukup populer dalam dua tahun terakhir ini. Yang terbaru, ada SteelSeries yang diakuisisi oleh GN.

Siapa itu GN? Well, mereka adalah perusahaan asal Denmark yang sudah berdiri ratusan tahun, namun sebagian dari kita mungkin lebih mengenalnya sebagai induk perusahaan Jabra. Tentu saja ini bukan suatu kebetulan; baik SteelSeries, GN, maupun Jabra sama-sama memiliki markas utama di Denmark.

Tidak tanggung-tanggung, GN menyiapkan mahar sebesar 8 miliar Danish Krone (DKK), atau setara 17,65 triliun rupiah, untuk mengakuisisi rival terdekat Razer tersebut. Dalam kurs dolar Amerika Serikat, nilainya setara $1,24 miliar. Angka tersebut cukup fantastis. Sebagai perbandingan, Februari lalu HP membayar $425 juta untuk mencaplok divisi periferal HyperX.

Pasca akuisisi, SteelSeries masih akan beroperasi secara mandiri, tanpa perubahan pada jajaran kepemimpinannya. Namun kalau melihat fokus bisnis GN dan Jabra di bidang audio, tentu tidak menutup kemungkinan SteelSeries bisa berbagi hasil R&D dengan Jabra dalam mengembangkan produk audio masing-masing.

“Kami sedang dalam misi untuk terus mendorong batasan di esport dan gaming dengan produk beserta software kelas dunia, dan sekarang, dengan dukungan dari GN, kami bakal dapat memaksimalkan upaya-upaya ini,” ucap CEO SteelSeries, Ehtisham Rabbani, dalam siaran persnya.

Tanpa diakuisisi GN pun sebenarnya bisnis SteelSeries terkesan baik-baik saja. Tahun lalu, SteelSeries sendiri sempat mengakuisisi produsen gamepad KontrolFreek, serta ahli teknologi 3D audio, Nahimic. Kemudian pada bulan Mei kemarin, SteelSeries meluncurkan seri periferal gaming baru yang ditujukan untuk kalangan gamer kompetitif sekaligus atlet esport.

Dengan prediksi pasar PC gaming yang bakal terus menguat dalam beberapa tahun ke depan, keputusan akuisisi yang dilakukan GN ini pun jadi terdengar sangat masuk akal. Ke depannya, brand periferal gaming mana lagi yang kira-kira bakal dibeli oleh sebuah perusahaan besar?

Sumber: GN via Engadget.

Hybrid.co.id hadir juga di berbagai media sosial. Temukan konten yang menarik di Instagram atau follow akun Twitter kami. Jangan lupa juga untuk Likes Fanpage Facebook Hybrid.

PB ESI akan Gelar Liga Esports Nasional Setelah PON XX Papua, The International 10 Digelar Tanpa Penonton

Minggu lalu, Valve mengumumkan bahwa mereka akan meniadakan penonton offline untuk The International 10. Mereka juga mengungkap, SteelSeries akan menjadi sponsor dari TI10. Sementara itu, di Indonesia, PB ESI berencana untuk mengadakan liga esports nasional pada tahun depan.

PON XX Papua Selesai, PB ESI akan Adakan Liga Esports Nasional

Setelah Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua usai digelar pada Minggu, 26 September 2021, Pengurus Besar Esports Indonesia (PB ESI) mengungkap rencana mereka untuk mengadakan liga esports nasional pada tahun depan. Tujuan dari liga esports nasional itu adalah untuk mengembangkan bakat pemin esports profesional di Tanah Air.

“Setelah acara PON selseai, kita lakukan evaluasi. Laporan dan setelah itu, kita melakukan gebrakan untuk melakukan liga nasional di seluruh Indonesia,” ujar Ketua Bidang Humas dan Komunikasi PB ESI, Ashadi Ang, seperti dikutip dari Antara. Lebih lanjut dia menjelaskan, liga nasional ini akan terbagi menjadi tiga: Liga 1, Liga 2, dan Liga 3. Rencananya, liga itu akan bisa mencakup hingga kabupaten. Diperkirakan, liga nasional tersebut akan mulai diadakan pada tahun 2022.

The International 10 Digelar Tanpa Penonton, Valve Tawarkan Refund

Tahun ini, The International 10 akan digelar tanpa penonton. Valve mengumumkan hal itu pada minggu lalu. Mereka menyebutkan, sepanjang turnamen, TI10 hanya akan dihadiri oleh tim, talenta, dan staf. Valve menyebutkan, alasan mereka mengambil keputusan ini adalah untuk memastikan kesehatan dari para pemain, talenta, staf, dan semua orang yang ikut terlibat dalam penyelenggaraan TI10. Mereka juga akan memberikan refund pada orang-orang yang sudah terlanjur membeli tiket untuk TI10.

“Kami ingin agar para fans bisa menghadiri dan menonton The International 10 secara langsung. Namun, kami tidak bisa melakukan itu karena prioritas kami tetaplah kesehatan dari para peserta dan penonton,” ujar Valve, dikutip dari Dot Esports. “Orang-orang yang telah membeli tiket akan mendapatkan refund secara otomatis.”

Veloce Esports dan Codemasters Bakal Gelar VERSUS ULTRA Series di 2022

Organisasi sim racing Veloce Esports baru saja menjalin kerja sama dengan developer game balap, Codemasters. Melalui kerja sama ini, keduanya akan meluncurkan liga esports yang akan mengadu beberapa game balap. Liga tersebut dinamai VERSUS ULTRA Series.

Diadakan pada 2022, VERSUS ULTRA Series akan diikuti oleh enam tim. Salah satu tim sim racing yang sudah pasti akan ikut serta dalam liga tersebut adalah Quadrant, tim milik pembalap Lando Norris. Dalam VERSUS ULTRA Series, terdapat beberapa babak yang mengadu peserta dalam game-game Codemasters, seperti DiRT, Project CARS, GRID, dan game F1 resmi. Sayangnya, belum diketahui game apa saja yang akan diadu dalam VERSUS ULTRA Series, seperti yang disebutkan oleh Esports Insider.

Razer Luncurkan Program Kesehatan untuk Gamers

Razer baru saja memperkenalkan program kesehatan yang disebut “Champions Start from Within”. Program ini ditujukan untuk mempromosikan kebiasaan bermain game yang sehat. Target dari program ini adalah para gamers, baik pemain profesional maupun amatir. Sebagai bagian dari program kesehatan ini, Razer berkolaborasi dengan psikolog, ahli terapi, ahli nutrisi, dan lain sebagainya. Para ahli tersebut akan memberikan konten dalam bentuk video, artikel, serta events, menurut laporan Dot Esports.

Razer bakal adakan program wellness untuk pemain esports, baik profesional maupun amatir. | Sumber: Dot Esports

Tahun lalu, kesehatan fisik dan mental menjadi salah satu topik hangat di ekosistem esports. Pasalnya, beban mental yang ditanggung oleh pemain esports profesional memang tidak ringan. Selain itu, semakin banyak tim esports yang memperhatikan pentingnya kebugaran fisik dari pemain mereka. Jika tidak hati-hati, para pemain esports bisa mengalami gejala layaknya burnout. Menurut Razer, beberapa gejala yang biasa dialami oleh para gamers antara lain sakit kepala, masalah dengat mata, rasa sakit di punggung atau leher, serta rasa nyeri di tangan atau pergelangan tangan.

SteelSeries Jadi Sponsor dari The International

Selain membuat pengumuman tentang peniadaan penonton offline untuk The International 10, minggu lalu, Valve juga mengungkap sponsor baru untuk TI10, yaitu SteelSeries. Sebagai rekan resmi dari turnamen Dota 2 itu, SteelSeries akan menyediakan mouse, keyboards, headset, dan aksesori lain untuk para pemain yang berpartisipasi dalam The International 10. Selain itu, SteelSeries juga akan mengadakan beberapa kegiatan aktivasi offline di Bucharest, Romania, tempat TI10 digelar. Di TI10, mereka juga akan menjual mousepad The International edisi terbatas, menurut laporan Esports Insider.

Sumber header: Antara

SteelSeries Prime Adalah Seri Periferal Gaming Baru untuk Kalangan Gamer Kompetitif dan Atlet Esport

Setelah meluncurkan mouse untuk banyak kalangan gamer sekaligus, SteelSeries kini ganti menyasar kalangan gamer kompetitif sekaligus atlet esport. Mereka mengumumkan SteelSeries Prime, seri periferal gaming baru yang sepenuhnya ditujukan untuk membantu penggunanya memenangkan pertandingan.

Lini Prime sejauh ini terdiri dari tiga mouse dan satu headset. Mouse yang pertama adalah Prime, yang mengemas sensor TrueMove Pro dengan sensitivitas maksimum 18.000 DPI dan kecepatan tracking 450 IPS. Bobotnya ringan, cuma 69 gram tanpa mengadopsi desain honeycomb alias bolong-bolong seperti kebanyakan mouse gaming di rentang berat seperti ini.

SteelSeries Prime / SteelSeries

Prime pada dasarnya merupakan pilihan yang tepat untuk para pemain FPS yang tidak mau neko-neko, bahkan pencahayaan RGB-nya cuma ada di bagian scroll wheel saja. Prime benar-benar dirancang untuk dibawa dari turnamen ke turnamen; kabelnya bisa dilepas-pasang, dan permukaan bawahnya turut dilengkapi tombol untuk mengatur DPI sekaligus polling rate secara langsung tanpa bantuan software.

Mouse yang kedua, Prime+, identik tapi dengan satu pengecualian: ia satu sensor ekstra yang bertugas untuk mendeteksi lift-off (momen ketika mouse terangkat dan sedang tidak menempel pada permukaan). Berkat sensor tambahan ini, pengguna Prime+ bisa mengatur jarak lift-off antara 0,5 mm sampai 2 mm demi meningkatkan akurasinya lebih jauh lagi.

SteelSeries Prime+ / SteelSeries

Guna memudahkan kustomisasi DPI, polling rate, maupun lift-off distance secara langsung di perangkat (lagi-lagi tanpa mengandalkan software), SteelSeries turut menanamkan layar OLED mini di bagian bawah Prime+. Semua tambahan itu rupanya tidak membuat Prime+ kelewat gemuk dan jadi kurang lincah, sebab bobotnya tercatat cuma 71 gram.

Ketiga, ada Prime Wireless yang lagi-lagi identik seperti Prime, tapi tentu saja tanpa kabel dan dengan konektivitas nirkabel yang diklaim sangat minim latensi. Dalam sekali pengisian, baterainya diyakini bisa bertahan sampai 100 jam pemakaian. Bobot Prime Wireless ada di angka 80 gram, cukup ringan untuk ukuran mouse wireless.

SteelSeries Prime Wireless / SteelSeries

Namun satu kesamaan paling istimewa yang dimiliki ketiga mouse ini mungkin adalah switch yang tertanam di kedua tombol utamanya. SteelSeries menjuluki switch-nya dengan istilah Prestige OM, namun pada dasarnya ini merupakan switch berjenis optical, dengan cara kerja yang cukup mirip seperti yang sudah Razer gunakan selama dua tahun terakhir ini.

Dibandingkan mechanical switch, optical switch umumnya menjanjikan kinerja yang lebih responsif sekaligus ketahanan fisik yang lebih baik. Untuk Prestige OM, SteelSeries menjanjikan klik kiri dan kanan yang bakal tetap konsisten dari awal sampai 100 juta kali klik. Kalau Anda masih penasaran dengan cara kerja optical switch, berikut adalah penjelasan mengenai Prestige OM dari SteelSeries sendiri:

Secara fisik, trio mouse Prime ini mengadopsi prinsip ergonomis hasil konsultasi SteelSeries bersama sejumlah atlet esport profesional. Pada bagian kaki-kaki alias mouse feet-nya, tampak lubang kecil yang sepertinya dirancang agar mudah dilepas (dan dipasang lagi) dengan cara dicungkil begitu saja — sangat memudahkan seandainya mouse perlu dibongkar, untuk dibersihkan misalnya. Khusus pada Prime Wireless, mouse feet-nya sudah menggunakan bahan PTFE murni.

Tanpa harus menunggu lama, ketiga mouse ini sudah langsung dipasarkan sekarang juga. Di Amerika Serikat, Prime dijual seharga $60, Prime+ seharga $80, dan Prime Wireless seharga $130.

SteelSeries Arctis Prime

SteelSeries Arctis Prime / SteelSeries

Untuk headset-nya, yakni Arctis Prime, SteelSeries kembali menerapkan filosofi tidak neko-neko. Konstruksinya terbuat dari perpaduan bahan aluminium dan baja, sehingga perangkat bakal terasa kokoh tapi juga ringan. SteelSeries memilih material kulit sintetis untuk melapisi bantalan telinganya dengan alasan untuk membantu memantapkan isolasi suara.

Driver yang tertanam mempunyai diameter 40 mm dan rentang frekuensi 10-40.000 Hz. Pada earcup sebelah kirinya, terdapat mikrofon yang retractable, yang mudah ditarik keluar atau didorong masuk saat sedang tidak digunakan. Masih di sisi kiri, terdapat pula kenop untuk mengatur volume sekaligus tombol mute/unmute. Kabelnya sendiri dapat dilepas-pasang sehingga perangkat lebih mudah dibawa-bawa.

Di AS, SteelSeries Arctis Prime saat ini sudah dapat dibeli seharga $100.

Sumber: SteelSeries.

SteelSeries Rival 5 Diciptakan untuk Memenuhi Kebutuhan Banyak Tipe Gamer Sekaligus

Produsen periferal gaming umumnya mendiversifikasi mouse besutannya sesuai target pasar yang dituju. Ada mouse yang ditargetkan untuk pemain game FPS, ada yang untuk pemain MOBA, dan ada pula yang untuk penggemar MMORPG, yang umumnya membutuhkan lebih banyak tombol daripada biasanya. Namun sesekali, ada pula mouse yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan banyak tipe gamer sekaligus.

Salah satu contoh terbarunya adalah SteelSeries Rival 5. Diklaim sebagai mouse yang paling serba bisa, Rival 5 hadir mengusung 9 tombol yang dapat diprogram, jumlah yang menurut SteelSeries paling ideal untuk menghadirkan keseimbangan antara performa dan kenyamanan.

Bentuknya mengingatkan saya pada SteelSeries Rival 600, akan tetapi dengan desain yang lebih simetris dan bobot yang lebih ringan di angka 85 gram. Rival 5 tidak bisa dikategorikan ambidextrous, sebab semua tombol ekstranya diposisikan di sisi kiri, sehingga ia akan lebih pas digenggam menggunakan tangan kanan.

Secara total, tombol ekstranya di samping kiri itu ada lima. Jadi selain dua tombol forward dan back seperti pada umumnya, Rival 5 juga mengemas satu tombol memanjang yang dapat ditekan ke atas atau ke bawah — merangkap fungsi sebagai dua tombol sekaligus — plus sebuah tombol berwarna abu-abu yang diposisikan di ujung depan.

Semua itu tentu dapat diprogram sesuai keperluan, demikian pula kedua tombol utamanya, tombol DPI, dan scroll wheel yang dapat diklik. Kombinasi ini menurut SteelSeries dapat memenuhi kebutuhan pengguna untuk genre game yang berbeda-beda, mulai dari FPS (CS:GO), battle royale (Fortnite), MOBA (League of Legends), sampai MMO (World of Warcraft).

Dari sisi performa, pengguna bakal mendapatkan pengalaman yang serupa seperti Aerox 3 Wireless, sebab memang sensornya digunakan sama persis, yakni sensor optik TrueMove Air yang menawarkan sensitivitas maksimum 18.000 DPI dan kecepatan tracking 400 IPS. Juga identik adalah switch kedua tombol utamanya, yang diklaim tahan sampai 80 juta klik, plus tahan air dan debu dengan sertifikasi IP54.

Semuanya tidak akan lengkap tanpa pencahayaan RGB yang memiliki 10 customizable zone. Di Amerika Serikat, SteelSeries Rival 5 saat ini sudah dijual seharga $60.

Sumber: SteelSeries.

SteelSeries Luncurkan Mouse Gaming Berdesain Honeycomb Pertamanya, Aerox 3 dan Aerox 3 Wireless

Tren mouse gaming dengan bobot yang sangat ringan terus bertambah populer, dan masing-masing produsen periferal tidak ingin kehilangan momentum. Salah satunya adalah SteelSeries, yang belum lama ini memperkenalkan mouse bolong-bolong perdananya, yakni Aerox 3 dan Aerox 3 Wireless.

Secara fisik, tampak bahwa duo Aerox 3 ini punya desain yang sangat mirip seperti Rival 3, hanya saja permukaan atas dan bawahnya dibuat berlubang guna memangkas beratnya secara signifikan – sampai 18 gram sendiri kalau kata SteelSeries. Bonusnya, pencahayaan RGB-nya bisa jadi lebih kelihatan.

Aerox 3 tercatat mempunyai bobot 57 gram, sedangkan Aerox 3 Wireless sedikit lebih berat di angka 66 gram karena harus mengemas modul baterainya sendiri. Namun yang lebih menarik adalah bagaimana kedua mouse ini telah lulus uji sertifikasi IP54, yang berarti jeroannya bisa tahan terhadap cipratan air maupun debu. Krusial mengingat dalamannya jelas lebih terekspos pada desain honeycomb seperti ini.

SteelSeries sendiri selama ini punya reputasi yang baik perihal build quality, dan di sini kita bisa melihat bahwa mereka tetap tidak mau berkompromi soal itu meski harus mengikuti tren mouse bolong-bolong. Jadi ketimbang sebatas melubangi rangka Rival 3 dan mengemasnya menjadi Aerox 3 begitu saja, SteelSeries tidak lupa mempertebal beberapa bagian rangkanya agar tetap kokoh seperti milik Rival 3.

Sertifikasi ketahanan air dan debu ini bahkan juga berlaku untuk kedua switch tombolnya, dan SteelSeries bilang switch-nya tetap dapat beroperasi secara normal sampai 80 juta klik.

Untuk sensornya, Aerox 3 Wireless lebih superior berkat penggunaan sensor baru bernama TrueMove Air hasil kolaborasi antara SteelSeries dan PixArt. Secara teknis, sensor ini punya sensitivitas maksimum 18.000 DPI dan kecepatan tracking 400 IPS, jauh melebihi sensitivitas dan kecepatan tracking milik sensor TrueMove Core yang tertanam pada Aerox 3 biasa (8.500 DPI dan 300 IPS).

Bukan cuma berperforma tinggi, sensor TrueMove Air ini juga diklaim sangat irit daya. Sebagai bukti, Aerox 3 Wireless diyakini sanggup bertahan hingga 80 jam dalam sekali pengisian, padahal modul baterainya kecil dan tipis dengan bobot tidak lebih dari 13 gram. Proses charging-nya sendiri juga sangat cepat berkat pemakaian konektor USB-C: 15 menit charging sudah cukup untuk menenagai mouse sampai 40 jam pemakaian.

Kalau tidak dipakai bermain game, baterai Aerox 3 Wireless malah bisa dibuat lebih awet lagi, sebab ia turut mendukung sambungan Bluetooth. Selagi terhubung via Bluetooth, Aerox 3 Wireless dipercaya sanggup beroperasi sampai 200 jam sebelum ia kehabisan daya.

Dengan segala keunggulannya, banderol $100 yang ditetapkan untuk SteelSeries Aerox 3 Wireless bisa dibilang cukup terjangkau. Aerox 3 biasa di sisi lain malah lebih murah lagi di angka $60. Keduanya dikabarkan bakal mulai dipasarkan pada tanggal 10 November mendatang.

Sumber: SteelSeries.

SteelSeries Kerja Sama dengan Spacestation Gaming, Juara Six Invitational 2020

Spacestation Gaming baru saja mengumumkan kerja samanya dengan perusahaan pembuat aksesori gaming asal Denmark, SteelSeries. Melalui kerja sama ini, SteelSeries akan menyediakan berbagai perangkat gaming untuk pemain dan staf dari Spacestation Gaming. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai dari kolaborasi tersebut.

“Saya sendiri merupakan fan dari SteelSeries,” kata Shaun McBride, Pendiri Spacestation Gaming, menurut laporan Esports Insider. “Pemain kami sering meminta untuk menggunakan produk SteelSeries. Jadi, ketika mereka menawarkan kerja sama dengan kami, saya langsung setuju. Melalui kolaborasi ini, SteelSeries akan mendukung seluruh staf kami dan membantu para pemain kami untuk memberikan performa yang lebih baik.”

steelseries spacestation gaming
Spacestation Gaming berhasil menjadi juara dunia Rainbow Six Siege setelah memenangkan Six Invitational 2020.

Spacestation Gaming merupakan organisasi esports asal Amerika Utara yang berlaga di berbagai game, termasuk Rainbow Six Siege, Rocket League, Super Smash Bros. Ultimate, SMITE, Valorant, Clash Royale, Trackmania, iRacing, dan World of Warcraft.

Saat ini, Spacestation Gaming merupakan satu-satunya organisasi esports yang pernah meraih gelar juara dunia pada 2020. Pasalnya, mereka berhasil memenangkan Six Invitational 2020 pada awal 2020. Ketika itu, karantina dan lockdown akibat pandemi COVID-19 belum diberlakukan. Selain itu, mereka juga menjadi salah satu dari 10 tim yang mendapatkan status Tier 1 dalam program bagi hasil di scene esports Rainbow Six Siege.

“Spacestation Gaming memiliki atlet-atlet esports berbakat. Selain itu, mereka juga ahli dalam membuat konten yang menarik bagi para fans esports. Karena itu, kami senang dapat bekerja sama dengan mereka,” kata Andrew Trulli, Esports Marketing Manager, SteelSeries.

Selain Spacestation Gaming, SteelSeries juga menjalin kerja sama dengan beberapa organisasi esports ternama yang pernah memenangkan gelar juara dunia. Salah satunya adalah OG Esports, organisasi asal Eropa yang pernah memenangkan The International 2 tahun berturut turut. Selain itu, SteelSeries juga bekerja sama dengan FunPlus Phoenix, yang memenangkan League of Legends World Championship pada 2019. Beberapa organisasi esports lain yang menjadi rekan SteelSeries antara lain FaZe Clan, Barrage, dan Nordavind.

Sumber header: The Esports Observer

SteelSeries Perkenalkan Arctis 9, Headset Nirkabel untuk PC dan PS5

SteelSeries memperkenalkan headset gaming nirkabel baru, yaitu Arctis 9. Headset ini kompatibel dengan PC dan PlayStatoin 4. SteelSeries juga menjamin bahwa headset tersebut akan bisa digunakan pada PlayStation 5. Dilengkapi dengan konektivias Bluetooth dan 2,4GHz, Anda akan bisa menghubungkan Arctis 9 ke smartphone dan PS4/PC Anda. Ya, Arctis 9 memang memiliki desain dan fitur yang hampir sama dengan SteelSeries Artics 9X. Hanya saja, Arctis 9X ditujukan untuk pemilik Xbox One.

Arctis 9 memiliki baterai yang bisa digunakan hingga 20 jam. Pada ear cup sebelah kanan, Anda akan menemukan port Micro USB untuk mengisi baterai dari headset tersebut. Di sini, juga terdapat 3,5mm jack yang bisa Anda gunakan untuk menghubungkan Arctis 9 dengan kabel jika Anda mau.

Kebanyakan tombol pada Arctic 9 terdapat di ear cup sebelah kanan. Di sini, terdapat tombol untuk menyalakan headset, tombol untuk mematikan mikrofon, dan juga volume dial utama, yang berfungsi untuk menyesuaikan volume audio di game dan chat secara bersamaan.

SteelSeries Arctis 9
SteelSeries Arctis 9.

Sementara pada ear cup sebelah kiri, terdapat volume dial untuk menyesuaikan volume dari audio game dan chat secara terpisah. Di sini, Anda juga dapat menemukan mikrofon yang dapat ditarik. Ketika Anda menekan tombol mute, lampu indikator pada mikrofon akan menyala. Dengan begitu, Anda tidak perlu bingung apakah mikrofon headset dalam keadaan menyala atau mati. SteelSeries Arctis 9 dihargai US$200 atau sekitar Rp2,9 juta.

Baik Sony maupun Microsoft mengungkap bahwa mereka akan meluncurkan konsol next-gen mereka pada November 2020. Jadi, tidak heran jika perusahaan pembuat aksesori gaming berlomba-lomba untuk memperkenalkan headset baru yang kompatibel dengan konsol tersebut. Sama seperti Turtle Beach, SteelSeries biasanya meluncurkan headset yang berbeda untuk PS5 dan Xbox Series X. Namun, juga ada merek headset lain yang lebih memliih untuk menyediakan satu headset untuk kedua konsol next-gen itu.

Di tengah pandemi, semakin banyak orang yang menghabiskan waktu untuk bermain game. Hal ini mendorong mereka untuk membeli perangkat gaming. Menurut laporan Newzoo, Gen X pun ternyata menunjukkan ketertarikan untuk membeli aksesori gaming.

Sumber: The Verge, Engadget

SteelSeries GameSense kini Hadir Untuk League of Legends

Ketika bicara soal Gaming Gear, ada banyak faktor yang menentukan bagus atau tidaknya suatu produk. Bagus pun selalu relatif bagi masing-masing pembeli, ada yang menganggap Gaming Gear bagus kalau nyaman digunakan, ada yang menganggap Gaming Gear bagus kalau punya performa tinggi, atau ada juga yang menganggap Gaming Gear bagus kalau punya gimmick seru yang menyenangkan.

Produsen peripheral gaming asal Swedia, SteelSeries, mungkin bisa dibilang jadi salah brand yang cukup cekatan melengkapi aspek-aspek tersebut. Dari sisi gimmick seru yang menyenangkan, baru-baru ini, produsen peripheral gaming yang berdiri sejak 2001 tersebut, mengumumkan kehadiran fitur GameSense untuk League of Legends.

Sumber: SteelSeries
Sumber: SteelSeries

Fitur GameSense bisa dibilang sebagai salah satu fitur gimmick andalan milik SteelSeries. Fitur ini memungkinkan lampu RGB pada peripheral SteelSeries merespon mengikuti keadaan game yang sedang Anda mainkan. Untuk League of Legends, lampu RGB akan menjadi indikator atas kejadian yang sedang terjadi di dalam game.

Fitur GameSense dapat menjadi indikator terhadap informasi yang paling umum di dalam game League of Legends, seperti jumlah Gold, HP, Mana. Tidak berhenti sampai situ, GameSense ternyata juga bisa mendeteksi kejadian-kejadian spesifik di dalam game informasi hidup/mati Baron dan Dragon, ataupun durasi buff Baron.

Selain League of Legends, fitur GameSense saat ini sudah mendukung beberapa game terpopuler, seperti CS:GO, ataupun Dota 2. Tak hanya itu, fitur ini juga mendukung salah satu aplikasi komunikasi suara khas gamers, Discord.

Sumber: SteelSeries
Sumber: SteelSeries

Melihat bagaimana cara GameSense bekerja, sepertinya ini akan menjadi menarik, mungkin terutama bagi Anda yang merupakan seorang Game Streamer. Mungkin Anda bisa setup satu kamera khusus menyorot Keyboard, untuk menampilkan indikator dalam game tersaji lewat lampu RGB peripheral merek SteelSeries yang Anda miliki.

Untuk kompetitif? Mungkin akan agak sulit. Saya sendiri memang belum mencobanya. Tapi dalam bayangan saya, sepertinya agak tidak mungkin melihat indikator apapun itu ke arah Keyboard atau Mouse ketika sedang dalam kemelut pertarungan MOBA, atau sedang berusaha mengamankan momen Clutch 1 vs 5 dalam game FPS.

Review SteelSeries Apex 7: Sang Adik yang Cantik Meski Tak Seseksi Kakaknya

Artikel ini saya update di 25 Januari 2021 saat saya menemukan masalah dengan keyboard ini.

Saya masih ingat betul beberapa tahun silam ketika sejumlah produsen periferal gaming berlomba-lomba merilis keyboard gaming mechanical-nya masing-masing. Razer merilis Blackwidow di tahun 2010. SteelSeries sendiri juga sudah meluncurkan keyboard gaming mechanical generasi pertama mereka lewat 7G (2008) dan 6Gv2 (2011) — koreksi saya tahun rilisnya jika salah.

Karena kebetulan kala itu saya juga sudah bekerja di sebuah majalah PC gaming, saya juga sempat mereview hampir semua keyboard gaming mechanical generasi awal — setidaknya yang masuk ke Indonesia. Saat itu, keyboard gaming mechanical sedikit membosankan karena semuanya menggunakan switch dari Cherry MX — seperti Blackwidow yang menggunakan Cherry MX Blue ataupun 7G yang menggunakan Cherry MX Black.

Namun demikian, penggunaan switch mekanikal tadi memang sungguh revolusioner buat para gamer PC. Saya masih ingat betul betapa kagum saya dengan kecepatan respon yang ditawarkan oleh SteelSeries 7G. Berhubung dari 2008 saya juga sudah jadi penulis/jurnalis, mengetik dengan menggunakan Cherry MX Blue juga menjadi sebuah nikmat yang tak dapat didustai.

Beberapa tahun berselang, produsen periferal gaming pun merilis beberapa keyboard mereka dengan mechanical switch-nya masing-masing. Salah satunya adalah SteelSeries Apex 7 ini, yang baru saya beli beberapa hari yang lalu. Maksudnya bukan hanya pamer (wkakwkakaw) tapi review ini bukan barang kiriman/pinjaman.

Sebelum kita masuk ke beberapa aspek di review SteelSeries Apex 7 kali ini, saya harus memberikan penafian bahwa semua review gaming periferal tentu saja sangat subjektif — tergantung dari reviewer-nya. Pasalnya, komponen/hardware PC punya software atau benchmark yang bisa dijadikan acuan objektif. Namun tidak demikian dengan periferal PC. Belum lagi ukuran tangan, kecepatan mengetik, kecakapan bermain game, perangkat yang biasa digunakan, dan lain sebagainya tentunya akan berbeda-beda untuk setiap orang.

Oleh karena itu, semoga pengalaman saya mereview puluhan periferal gaming dan menggunakan belasan produk SteelSeries (baik itu beli sendiri ataupun kiriman barang review) sejak 2008 bisa menjadi justifikasi untuk memberikan penilaian yang cukup fair untuk SteelSeries Apex 7 ini.

Bodi dan Fisik

SteelSeries Apex 7. Dokumentasi: Hybrid
SteelSeries Apex 7. Dokumentasi: Hybrid

Untuk bodi Apex 7 ini, ia terlihat cukup seksi dan menawan. Ia cukup ramping meski saya membeli yang versi full size (bukan TKL). Tidak ada frame yang terlalu lebar dan juga tak ada tombol khusus makro (yang biasanya di sebelah kiri tombol CAPS LOCK dan Tab) membuatnya ideal bagi Anda yang mungkin tak punya meja berukuran besar.

SteelSeries juga menggunakan metal frame yang disebut aircraft grade aluminum alloy untuk fondasi dari keyboard yang satu ini — sama seperti yang digunakan di versi yang lebih mahal, Apex Pro. Saat saya pegang sendiri, bahannya memang terasa sangat solid dan durable. Kecuali Anda memang atlet pencak silat yang suka mematahkan batu bata, saya rasa frame dari Apex 7 ini tidak akan mudah dipatahkan. Untuk harganya yang mungkin cukup premium untuk sebagian orang (Rp2,6 jutaan), build quality Apex 7 ini saya rasa cukup sepadan.

Ia juga dilengkapi dengan wrist rest yang cukup nyaman. Sebelum menggunakan keyboard ini persis, saya menggunakan Razer Ornata yang juga memiliki bantalan pergelangan tangan. Namun bantalan Ornata tadi terbuat dari busa yang dilapisi karet kulit, yang kempes busanya dan terkelupas kulitnya sebagian saat saya gunakan lebih dari satu tahun. Wrist rest dari Apex 7 ini harusnya akan lebih awet karena memang tidak menggunakan busa dan kulit. Meski begitu, ia tetap menggunakan lapisan yang halus dan sangat nyaman digunakan untuk berlama-lama. Saya bisa mengetik dan bermain game selama 8 jam terus menerus dengan Apex 7 ini tanpa merasa pegal ataupun sakit dengan dudukannya.

Kenyamanan dan Kecepatan Tombol

SteelSeries Apex 7. Dokumentasi: Hybrid
SteelSeries Apex 7. Dokumentasi: Hybrid

Seperti yang saya tuliskan di bagian awal artikel ini, meski pilihan switch-nya adalah Red dan Blue (saya tidak menemukan opsi Brown di beberapa toko saat ingin membeli), Apex 7 tidak menggunakan Cherry MX. Keyboard ini menggunakan switch-nya sendiri (SteelSeries QX2 Mechanical RGB Switch). Hal ini mungkin bisa jadi membingungkan buat sebagian orang. Jujur saja, saya lebih suka penamaan switch mekanikal dari Razer (Green, Orange, Yellow) karena jadi tidak membingungkan dengan sistem penamaan yang sudah digunakan Cherry MX.

Saya pun membeli yang Blue Switch, yang tactile (yang berbunyi klik saat dipencet). Saat digunakan untuk bermain game, tombol-tombolnya sangat nyaman digunakan dan responnya pun cepat. Kenyamanan dan kecepatan tombolnya sungguh sempurna untuk bermain game — setidaknya saya tidak menemukan masalah apapun. Responnya jelas lebih cepat dari keyboard yang masih menggunakan membran dan sesuai ekspektasi saya atas produk SteelSeries.

Namun demikian, jika digunakan untuk mengetik, jujur saya lebih suka dengan Blue Switch dari Cherry MX karena feel-nya terasa lebih mantap. Tentunya hal ini bisa jadi pertimbangan sendiri untuk Anda. Saya tahu Apex 7 memang dibuat untuk bermain game namun saya kira kebanyakan orang tidak akan memiliki 2 keyboard, satu khusus untuk bermain dan satu lagi khusus untuk mengetik.

Mengingat ini juga bukan switch dari Cherry MX, saya pun belum bisa berbicara banyak soal durabilitasnya. Untuk keyboard yang menggunakan Blue Switch dari Cherry MX yang pernah saya miliki, saya bisa menggunakan keyboard tersebut lebih dari 3 tahun tanpa masalah — sampai saya bosan sendiri dan ingin ganti. Mungkin, jika saya tidak lupa, saya akan meng-update artikel ini satu tahun setelah saya menggunakannya atau setelah saya menemukan masalah dengan tombol-tombolnya.


View this post on Instagram

A post shared by Yabes Elia (@elia.yabes)

Update 25 Januari 2021: Switch untuk tombol Enter yang ada di keyboard ini sudah tidak berfungsi normal meski belum satu tahun saya gunakan — tanggal pembelian saya 27 Mei 2020. Memang keyboard ini diklaim menawarkan garansi 1 tahun dari tanggal pembelian, saya tidak tahu apakah masalah yang saya alami ini mencakup aturan main garansi dari SteelSeries.

Misalnya pun masih masuk garansi, jujur saja, saya sebenarnya malas mengurus hal-hal semacam ini karena membuang waktu saya. Saya lebih berharap dengan membeli keyboard premium, saya tak perlu dipusingkan dengan masalah peripheral yang rusak.

SteelSeries memberikan klaim bahwa switch Apex 7 ini bisa bertahan sampai dengan 50 juta kali pencetan. Dibandingkan dengan produsen lainnya, switch dari Razer diklaim mampu bertahan sampai dengan 80 juta kali. Sedangkan Logitech malah tidak menyebutkan berapa kali switch-nya bisa bertahan.

Ukuran SteelSeries Apex 7 relatif dengan objek-objek di sekitar. Dokumentasi: Hybrid
Ukuran SteelSeries Apex 7 relatif dengan objek-objek di sekitar. Dokumentasi: Hybrid

Jika boleh jujur, saya sebenarnya sedikit menyesal membeli Apex 7 ini. Bukan karena keyboard ini mengecewakan juga tapi karena Apex Pro dibanderol dengan harga yang tidak jauh berbeda. Saat artikel ini ditulis, Apex Pro dibanderol di kisaran harga Rp3 juta. Jadi, selisih harganya hanyalah Rp400 ribuan antara Apex 7 dan Apex Pro. Selisih harga ini mungkin saja tidak berarti buat orang-orang yang mampu membeli keyboard seharga Rp2,5 juta ke atas.

Memang salah saya juga sih yang kelewatan cek harga SteelSeries Apex Pro. Waktu saya ingin membeli Apex 7 ini, saya justru lebih membandingkan harganya dengan Razer Huntsman Elite (Rp4,5 juta) dan Corsair K95 RGB Platinum XT (Rp3,5 juta). Kedua produk tadi adalah flagship dari Razer dan Corsair. Makanya, awalnya saya kira Apex Pro yang merupakan flagship dari SteelSeries akan berada di kisaran harga yang setara dengan dua produk tadi. Saya baru menyadari setelah membelinya, ternyata saingan terberat produk ini justru datang dari saudaranya sendiri.

Dengan harga Rp400 ribu lebih mahal, Anda bisa mendapatkan Apex Pro yang super canggih karena kecepatan dan kedalaman switch tombolnya bisa disesuaikan dengan selera Anda. OmniPoint Switch yang digunakan di SteelSeries Apex Pro juga diklaim mampu bertahan sampai dengan 100 juta pencetan. Jadi, ada yang mau bayarin Apex 7 saya? Sebelum saya ganti ke Apex Pro? Wkwkwkwkkw… 

Fitur Tambahan SteelSeries Apex 7

SteelSeries Apex 7. Dokumentasi: Hybrid
SteelSeries Apex 7. Dokumentasi: Hybrid

Ini aspek terakhir yang akan saya bahas di review kali ini. Apex 7 memiliki beberapa fitur tambahan yang cukup menarik sebenarnya. Ada USB passthrough port, ada cable routing di bagian bawah keyboard, dan ada juga beberapa tombol untuk fungsi multimedia di bagian kanan atas.

Dari 3 fitur tadi, yang berguna buat saya hanyalah tombol volume multimedianya. Saya sudah menggunakan casing dengan 4 port USB di depan dan saya sudah punya banyak cable ties dan velcro untuk merapihkan kabel. Namun demikian, mungkin saja, fitur-fitur tambahan tadi bisa berguna buat Anda.

Selain itu, Apex 7 juga menawarkan layar OLED meski sayangnya tidak secanggih yang saya bayangkan. Jika Anda bermain CS:GO ataupun Dota 2, layar OLED nya bisa digunakan untuk menampilkan beberapa informasi menarik seperti KDA. Anda bisa membaca sendiri hal-hal apa saja yang bisa dilakukan dengan layar OLED tadi di blog resmi dari SteelSeries.

Buat saya pribadi, sayangnya, saya adalah tipe gamer yang lebih suka menyelesaikan singleplayer campaign — saat ini saya sedang bermain XCOM: Chimera Squad, setelah baru saja menyelesaikan Assassin’s Creed Odyssey sampai 100%. Atau, saya juga lebih berharap layar OLED nya bisa menampilkan informasi suhu CPU, GPU atau monitoring jeroan lainnya. Jadinya, saya hanya bisa memanfaatkan layar OLED tadi untuk GIF saja.

Screenshot dari SteelSeries Engine 3.
Screenshot dari SteelSeries Engine 3.

Selain itu, di sini saya juga ingin membahas soal SteelSeries Engine. Buat sebagian besar orang, software dari gaming peripheral mungkin memang tidak diperhatikan. Namun saya suka saja iseng bermain-main dengan fungsi makro. Sayangnya, jika saya membandingkan fungsi makro antara SteelSeries Engine (versi 3.17.8) dan Razer Synapse (versi 3.5.531) — sama-sama update terbaru saat artikel ini ditulis — Razer lebih unggul.

Karena Razer Synapse bisa merekam pergerakan mouse — bukan hanya tombol-tombol yang dipencet. Karena itu, dengan Razer Synapse, saya bisa menetralisir recoil di game FPS. Di luar itu, SteelSeries Engine sebenarnya juga tidak jelek dan sangat lengkap fungsi makronya. Anda bisa merekam tombol mouse di keyboard, mengganti delay antar tombol, dan mengedit sendiri makro yang sudah di-record. Saya berani bertaruh untuk berkata bahwa SteelSeries Engine adalah salah satu yang terbaik soal fungsi makro — meski sayangnya tadi ada satu fitur dari Razer Synapse yang tak ada di sini.

Terakhir, untuk urusan RGB, Apex 7 dan SteelSeries Engine juga cukup komprehensif. Saya saja sungguh kewalahan dengan konfigurasi lampu-lampu yang ada untuk Apex 7 — mengingat juga saya sebenarnya lebih tertarik dengan memainkan fitur makro ketimbang lampu-lampu RGB.

Kesimpulan

SteelSeries Apex 7. Dokumentasi: Hybrid
SteelSeries Apex 7. Dokumentasi: Hybrid

Jadi, apakah Apex 7 ini layak dibeli? Jika saya tidak mengalami masalah dengan keyboard ini, Apex 7 sangat menyenangkan untuk digunakan. Sayangnya, saya salah satu orang yang tidak beruntung. Saingan ketatnya justru datang dari saudaranya sendiri, Apex Pro. Jika selisih harga Rp400 ribu tidak jadi masalah untuk Anda, Apex Pro lebih menggiurkan untuk dibawa pulang. Sedangkan untuk saingannya yang punya banderol harga sedikit lebih murah, mungkin datang dari Corsair K70 RGB MK.2 yang menggunakan switch Cherry MX.

Namun demikian, sentimen di dunia maya untuk Apex 7 lebih positif ketimbang Corsair K70 RGB MK.2. Jika tidak percaya silakan googling SteelSeries Apex 7 problems” dan “Corsair K70 RGB MK.2 problems“. Meski begitu, sentimen ini mungkin juga tidak bisa dijadikan satu-satunya tolak ukur soal durabilitas.

Satu hal yang pasti, saya sangat puas menggunakan Apex 7 ini — meski memang punya beberapa kekurangan dan sedikit menyesal melewatkan Apex Pro…

Spesifikasi SteelSeries Apex 7

Sumber: SteelSeries
Sumber: SteelSeries
Sumber: SteelSeries
Sumber: SteelSeries