Cara Menghasilkan Uang dari NFT, Begini Syaratnya!

Akhir-akhir ini, NFT atau non-fungible token menarik perhatian masyarakat luas. NFT adalah adalah aset digital di jaringan blockchain merepresentasikan beragam barang unik, mulai dari yang berwujud hingga tak berwujud.

NFT menjadi platform baru untuk media koleksi digital, yang dapat jadi sarana pendukung seniman dalam memasarkan karyanya sebagai aset NFT, dengan tawaran imbalan yang besar. Imbalan besar itu berasal dari investor yang bersedia untuk membayar aset NFT tersebut.

Sebelumnya, jagat dunia maya sempat dihebohkan oleh Ghozali, pria asal Indonesia yang berhasil meraup keuntungan miliaran rupiah dari hasil menjual foto selfienya, yang dijadikan aset NFT.

Apakah Anda berminat mengikuti jejak Ghozali dalam meraup keuntungan dari menjual NFT? Jika tertarik, ada ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menghasilkan uang dari menjual NFT. Berikut penjelasannya!

Syarat Agar Bisa Meraup Keuntungan dari NFT (Non-Fungible Token)

Tak hanya bermodal perangkat seperti PC atau ponsel saja, dalam upaya meraup keuntungan dari NFT atau non-fungible token dapat dilakukan dengan melakukan langkah-langkah berikut ini:

  • Buat Akun di Marketplace NFT

Marketplace NFT merupakan tempat pemain melakukan jual beli aset NFT. Ada pun beberapa marketplace NFT yang dapat menjadi pilihan, di antaranya adalah Rarible atau Axie Infinity, atau yang paling besar di pasar internasional seperti OpenSea.

Perlu diketahui, setiap marketplace NFT akan menawarkan spesialisasi jenis aset digital yang bisa dijual dengan NFT. Sehingga, pemain dapat memilih marketplace mana yang paling tepat. Setelahnya, pastikan sudah memiliki akun di marketplace itu, sebelum mulai bertansaksi.

  • Miliki Dompel Digital Kripto

Setelah menentukan marketplace NFT mana yang akan digunakan, lanjut dengan menautkan dompet digital kripto atau cryptocurrency yang mendukung marketplace tersebut. Salah satu platform yang dapat digunakan untuk membuat dompet digital ini adalah MetaMask.

Dompet digital kripto berfungsi untuk menukarkan uang resmi dengan uang kripto agar bisa melakukan transaksi NFT. Caranya, seperti dengan menggunakan dompet MetaMask sebagai dompet kripto untuk disambungkan dengan marketplace OpenSea.

  • Punya Karya Unik

Syarat paling utama dalam menjual aset NFT, tentu dengan memiliki karya yang dapat dijadikan aset. Karyanya dapat berupa apa saja, misalnya gambar, video, foto, dan lain sebagainya.

Kurang lebih, langkah menjual aset NFT ini sama dengan menjual barang di marketplace pada umumnya, seperti Tokopedia, Shopee, Lazada dan semacamnya. Hal yang membedakan adalah dari segi transaksi, NFT menggunakan mata uang kripto dan hanya tersedia di marketplace khusus.

  • Unggah Karya

Langkah terakhir, yakni dengan mengunggah karya digital yang telah dibuat ke marketplace NFT. Berilah informasi detail terkait nama aset, batas waktu lelang, hingga mata uang kripto yang dapat digunakan untuk membayar. Paling penting, sematkan tarif untuk karya tersebut.

Setelah selesai, marketplace NFT itu akan menghitung biaya jaringan blockchain ethereum atau gas fees, saat mencatat proses transaksi. Ada pun biaya jaringan itu jumlahnya terbilang variatif, tergantung seberapa sibuk jaringan saat itu.

Demikian, serangkaian langkah dalam menghasilkan uang dari NFT atau non-fungible token. Jika tertarik, silahkan mencoba!

Video: Tutorial Membuat dan Menjual NFT di Marketplace

Mengenal NFT, Platform Koleksi Digital yang Bisa Beri Keuntungan Besar

Belakangan, jagat media sosial sempat heboh membicarakan NFT atau Non Fungible Token. Aset investasi ini, mulai heboh dibicarakan berkat seorang pria asal Indonesia, Ghozali, yang menjadi milyarder berkat NFT.

Ghozali berhasil meraup keuntungan miliaran rupiah dari hasil menjual karyanya, berkonsep “Ghozali Everyday” yakni berupa foto-foto selfienya setiap hari. Setiap foto selfie tersebut laku terjual di salah satu marketplace NFT terbesar, OpenSea.

Lantas, apa sebenarnya NFT itu? Mengapa sosok Ghozali ini dapat meraup keuntungan sebanyak itu hanya dengan menjual foto selfie? Simak penjelasan berikut ini.

Apa Itu NFT (Non Fungible Token)?

NFT atau Non Fungible Token adalah aset digital di jaringan blockchain yang mempunyai kode identifikasi serta metadata unik atau berbeda satu sama lain. NFT juga bisa diartikan sebagai aset computerized, yang merepresentasikan beragam barang.

Sederhananya, NFT menggunakan teknologi blockchain untuk merekam transaksi digital di dalamnya. NFT sendiri berupa barang unik atau berharga, yang memiliki nilai tukar yang tidak bisa diganti.

Jenis barang unik atau berharga yang dapat dijual sebagai aset NFT sendiri beragam, mulai dari yang berwujud hingga tak berwujud. Di antaranya dapat seperti aset game, gambar, foto, lukisan, video, musik dan lainnya.

NFT menjadi platform baru untuk media koleksi digital, yang dapat jadi sarana pendukung seniman dalam memasarkan karyanya sebagai aset NFT, dengan tawaran imbalan yang besar. Imbalan besar itu berasal dari investor yang bersedia untuk membayar aset NFT tersebut.

Sama dengan instrumen investasi atau aset yang lainnya, NFT juga memiliki nilai lewat mekanisme pasar. Faktor penggerak harga NFT dipengaruhi dari tingkat permintaan dan penawaran NFT tersebut.

Karakteristik NFT (Non Fungible Token)

Adapun karakteristik utama NFT sebagai aset investasi yang menjadikannya unik dan berbeda di antara yang lainnya. Antara lain, sebagai berikut:

  • Aset Digital Unik

Aset digital yang dijadikan sebagai NFT, biasanya unik. Setiap token NFT terbukti unik, sehingga antar setiap NFT tidak ada kesamaan. Selain itu, NFT sendiri sudah terekam di dalam jaringan blockchain, yang punya kode identifikasi dan metadata unik

  • Bersifat Transparan

NFT memiliki sifat transparan, yakni karena kepemilikan, sumber hingga pergerakan NFT dapat dilacak dan dilihat secara real-time pada jaringan blockchain.

  • Tidak Dapat Dipalsukan

Setiap token NFT memungkinkan untuk diauntentikasi, sehingga tidak bisa dipalsukan atau direplikasi. Hal ini karena pada setiap token didukung oleh buku besar (ledger) digital yang tidak bisa diubah dan jaringan terdesentralisasi.

  • Mudah Beradaptasi

NFT dikatakan dapat dengan mudah beradaptasi sebab aset ini mudah berbaur dengan ekosistem digital pada dunia metaverse, yang mendukung penggunaan dan aplikasi NFT. Pemain dapat memperjualbelikan NFT, di berbagai platform marketplace yang mendukung NFT.

Video: Penjelasan tentang NFT dan Cara Menjualnya di NFT Marketplace OpenSea

Rayakan Ultah ke-35 Castlevania, Konami Luncurkan Koleksi NFT Artwork dan Musik Castlevania

Semakin hari semakin banyak perusahaan game besar yang tertarik untuk ikut meramaikan tren NFT. Ubisoft memulainya di bulan Desember 2021, lalu belum lama ini Square Enix mulai memberikan sinyal. Sekarang, giliran Konami yang ingin mencuri perhatian.

Dalam rangka merayakan ulang tahun Castlevania yang ke-35 (yang sebenarnya sudah sejak September 2021 lalu), Konami meluncurkan koleksi NFT yang berisikan artwork beserta musik paling ikonis dari seri game tersebut. Mulai dari box art Castlevania: Circle of the Moon, sampai BGM “Vampire Killer” dari Castlevania orisinal dan adegan-adegan boss fight dengan berbagai macam senjata yang dijalani oleh Simon Belmont, semuanya sedang dilelang sebagai NFT edisi terbatas di OpenSea.

Total ada 14 aset NFT Castlevania yang Konami rilis, namun demi menjaga eksklusivitasnya, masing-masing hanya akan tersedia sebanyak satu unit saja. Tidak heran kalau kemudian banyak yang berani menawar dengan harga tinggi. Sampai artikel ini ditulis, penawaran tertinggi diberikan pada box art Castlevania: Circle of the Moon, dengan nilai 1,1025 ETH, atau kurang lebih setara $3.600 (± 51,5 jutaan rupiah), namun masih ada sisa waktu sebelum pelelangannya berakhir.

Artwork Castlevania: Circle of the Moon versi Jepang yang menjadi NFT termahal sejauh ini / OpenSea

Castlevania 35th Anniversary NFT ini merupakan bagian dari Konami Memorial NFT, sebuah inisiatif untuk menciptakan karya seni NFT menggunakan adegan-adegan dalam game dari berbagai judul permainan besutan Konami dengan tujuan pelestarian. Meski Konami tidak bilang secara eksplisit, ini bisa saja diartikan bahwa Castlevania bukanlah game yang terakhir, sebab masih ada banyak franchise-franchise game populer lain milik Konami yang bisa diberi perlakuan serupa.

Dua contoh yang langsung terpikirkan di benak saya adalah Contra dan Metal Gear, yang kebetulan keduanya sama-sama bakal merayakan ulang tahun yang ke-25 di tahun 2022 ini; Contra di bulan Februari, sementara Metal Gear di bulan Juli.

Berbeda dari yang Ubisoft lakukan, inisiatif NFT dari Konami ini murni hanya merupakan bentuk karya seni. Ubisoft di sisi lain meluncurkan aset NFT yang bisa muncul di dalam salah satu game-nya, dan mereka juga sudah punya rencana untuk mengintegrasikan teknologi blockchain lebih jauh lagi ke portofolionya. Meski demikian, kita tidak perlu terkejut seandainya Konami juga akan mengambil langkah serupa ke depannya.

Sumber: Konami.

NFT Collectors: An Ancient Dream to Directly Support Creators

Before NFT happens, the appreciation form for an artist’s or collector’s work was usually transactional or one-way. For example, purchasing art through a gallery. Collectors rarely have direct access to the artists. In fact, it is often the galleries that try to cut-off on possibilities like this for one reason or another.

NFT offers the two-way connection. Everyone connected to the internet can access NFT collection on various global marketplace platforms. One example, in SuperRare, an ID @colborn is the collector with the largest transaction. He purchased 204 NFT works produced by 17 creators for $166,264, his biggest purchase was worth of $44,226.

In an interview with DailySocial, NFT collectors agreed that ownership and direct support for creators by purchasing their works are NFT’s superior value, which previously did not exist in the physical world. Thus, it is not just any form of investment.

For creators, the NFT also benefits them due to a fair royalty system applies when the work is sold on the secondary market. This had never happened before.

“NFT brings out ownership. In the physical world, every purchase will get a certificate. If it’s lost, it’ll be hard to prove that we are the owner. With NFT, everything is traceable. The future idea for artists and creators in general is the creation of ideal conditions as there has been inequality in the traditional system, where the gallery is bigger than the artist. NFT will set it on the same level, hopefully that’s the case,” Detty Wulandari, a local art and NFT collector said.

Detty herself was a fan of art, long before NFT exist. Various works of art, paintings and sculptures by artists have adorned all the walls of her house. She started learning about NFT autodidactically since April this year, considering that there were not many Indonesian-friendly literatures at that time. The rooms created by users of the Clubhouse social audio platform also help her understanding NFT better.

Due to her high curiosity, she tried various global NFT marketplace platforms. To date, she has used more than 10 platforms to buy NFT. Those include Nifty Gateway, Rarible, SuperRare, OpenSea, KnownOrigin, Mirror, Kalamint, also objkt has captured her attention.

“The UI and display are very influential, especially for new collectors. I’ve tried everything, and personally like OpenSea, it’s easy to use also for purchasing and reselling. It is like an aggregator, all my NFT collections under Ethereum–even the ones outside of OpenSea can be displayed. Unfortunately, it’s not otherwise.”

Detty is not alone, Irzan Raditya, Kata.ai’s Co-founder and CEO, has been very invested in NFT since August 2021. He personally is a collector of real goods, such as superhero comics published by Marvel & DC Comics, and action figures. He said, there are lots of things about NFT he need to learn, considering the fast pace of innovation in the web3 world.

“Currently I am still learning and exploring several NFT collections with various utilities on the roadmap, ranging from pure PFP (Profile Picture), P2E Game (Play2Earn), DeFi (Decentralized Finance), and several collections that guarantees IRL (In Real Life) utility.”

Moselo’s Co-founder and Commissioner, Richard Fang shared the same reason. As the form of fondness of a creator, purchasing the works is part of the support. Moreover, he believes that NFT will be used as membership access and associated with physical goods as well in the future. “So, the potential is quite extensive,” he said.

Market education is necessary

Irzan also mentioned, the local NFT platform has blown a fresh air to mainstream the NFT in Indonesia. He also emphasized that the platform can help educate the wider community about NFT, both by paving the way for creators and IP owners to trade their work. Also, making it easier for collectors to buy a collection using local payment methods, such as bank transfers and e-wallet.

“Hopefully, the adoption will be broad. Also, the price will be more competitive i order to reduce entry barrier,” Feng added.

KaryaKarsa’s Co-Founder and CTO, Aria Rajasa spoken as an NFT collector. He said, the NFT development in Indonesia is still premature, it’s not really different with the global market.

Therefore, even though there are local platforms, he encourages creators not to limit themselves to the scope of their target market because there are many local creators who are successful in the global market. “Maybe in the next 5-10 years it will be more mainstream,” he said.

Aria uses the OpenSea platform to buy NFT that he considered “speaks to me”.

“Some of my favorite creators have their own style of work that I like and that is the reason why I collect their works. It’s fun being a part of the creator’s tribe.”

Meanwhile, Detty mentioned about the essential of market education. In fact, she still finds many people who misunderstood the jargons used by NFT players using the phrase “auto cuan” and other similar words. “It’s a misunderstanding, it doesn’t mean that people who buy it are definitely rich, or the creators can automatically sell out. Education is very important.”

Detty also expects the current local platform will always prioritize decentralization spirit as promoted by NFT. This means that everyhing is at the same level, unlike the previous concept that suppressed artists/creators. In other words, the rules for commissions and so on need to be as fair as possible and not for one-party only benefit.

“If the marketplace is new but the orientation is purely business-oriented, it will eventually put pressure on artists. It’s such a bummer because it’s not going to be okay in the long run.”

Detty’s statement is true about investing in NFT. An interesting report by Chainalysis shows that there is no guarantee on NFT investment.

OpenSea’s transaction data shows that only 28.5% of NFT bought during minting and then sold on the platform makes a profit. Moreover, buying NFT on the secondary market from other users and reselling it, however, makes a profit 65.1% of the time.

The advantage of selling NFT basically depends on the existence of the community and word of mouth strategy. Almost all successful NFT projects are fully supported by fans who make reviews on Discord and Twitter as a form of promotion. It occurs because it has been designed that way.

Creators typically start promoting a new project long before the first asset is released, gathering  a dedicated fanbase that helps promote the project from the beginning. Furthermore, he will reward those dedicated followers by adding them to a whitelist which allows them to buy new NFTs at significant lower price than other users during the minting period.

Whitelisting isn’t just a nominal reward — it’s a guarantee of a much better investment return. OpenSea data shows that users who whitelist and then sell their newly minted NFTs earn 75.7% profit, compared to only 20.8% for users who do so without being whitelisted.

In addition, data shows that it is nearly impossible to achieve huge returns for scoring purchases without being whitelisted. The chart below categorizes newly minted NFT sales into buckets based on the ROI achieved by collectors, expressed in multiples of initial investment, with whitelisted collectors buying during printing compared to those who did not whitelist.

NFT Outlook

Detty continued, as she explained previously, in the physical world, the gallery seldom provide communication between collectors and creators. There are even those who cut off the relationship between the collector and the creator, no direct contact. All processes are carried out in secret, some are even anonymous.

However, NFT creates a new habit as collectors and creators can open up and directly communicate with each other, considering the collectors directly purchased from wallets that are connected to creators. “This is very different, NFT collectors are happy to announce the work they’ve bought. This is good for the artist too as it provides communication. For example, when a collector wants to sell it again on the secondary market. Usually, if it is an only piece, there will be a discussion about the selling price. We can ask their opinion to make it more equal.”

Irzan also said that the relationship between the collector or the community of an NFT collection is more than just a buyer, but can be considered as a believer of the creator. For creators who have an eternal royalty system, NFT allows them to have passive income along with selling their collections on the secondary market.

“In a way, NFT is “community-first business.” Everything will be based on the community because they are the creators’ key to success, not just another customer, but also a believer. How creators can work and create value for them. The key is one: make the lives of your community better. Because when a creator can help improve the standard of living of his community, then success will be easier to achieve.”

Irzan said an example, a real example can be seen through the Play-to-Earn (P2E) game Axie Infinity which is based on blockchain and NFT. They help residents in the Philippines earn an income by playing games. As a result, their monthly income is higher than the minimum wage in their country.

The second example, one of the Bored Ape Yacht Club (BAYC) blue chip NFT collections offer an initial price of one NFT with only 0.08 ETH or around $300 when they launched 10,000 collection in April 2021. To date, the asset’s lowest price has skyrocketed to 45 ETH, or about $190,000, increased by 300 times in seven months.

“Eventually, in my opinion, through the rise of NFT, we are arriving at a tectonic shift how blockchain and cryptocurrency technology can reach the wider community, and NFT is not only present as a collection, but also provides opportunities for equitable distribution of people’s living standards in the era of decentralized economy both for creators as well as collectors/communities,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kolektor NFT: Impian Lama Mendukung Kreator Secara Langsung

Sebelum NFT hadir, bentuk menghargai suatu karya seniman atau kolektor biasanya berbentuk transaksional alias satu arah. Bila membeli karya seni lewat suatu galeri misalnya, kolektor jarang sekali mendapat akses untuk berkomunikasi langsung dengan seniman. Bahkan tak jarang galeri berusaha untuk memutus kemungkinan-kemungkinan seperti ini karena satu lain hal.

Koneksi dua arah inilah yang ditawarkan NFT. Seluruh orang yang terhubung dengan internet dapat mengakses koleksi NFT milik kolektor siapapun di berbagai platform marketplace global. Ambil contoh, di SuperRare, saat ini ID bernama @colborn menjadi kolektor dengan transaksi terbesar. Ia membeli 204 karya NFT yang dihasilkan oleh 17 kreator senilai $166,264, pembelian terbesarnya adalah membeli karya seharga $44,226.

Dalam wawancara bersama DailySocial, para kolektor NFT sepakat bahwa kepemilikan dan memberi dukungan secara langsung kepada kreator dengan membeli karyanya adalah nilai unggul dari NFT, yang sebelumnya tidak hadir di dunia fisik. Jadi, bukan sekadar bentuk investasi semata saja.

Pun bagi kreator, kehadiran NFT juga menguntungkan mereka karena berlaku sistem royalti yang adil ketika karya mereka dijual di pasar sekunder. Penawaran tersebut sebelumnya nihil terjadi.

“Di NFT itu bicara mengenai ownership. Di dunia fisik, setiap beli karya seni dapat sertifikat. Kalau itu sudah hilang, susah carinya untuk sekadar membuktikan bahwa kita ini pemiliknya. Tapi di NFT itu bisa dilacak. Ke depannya yang terbayang buat seniman dan kreator pada umumnya adalah terciptanya kondisi ideal karena selama ini terjadi ketidaksetaraan di sistem tradisional, di mana galeri itu di atas seniman. Tapi di NFT jadi satu level yang sama, mudah-mudahan bisa begitu,” ucap Detty Wulandari, kolektor lokal karya seni dan NFT.

Detty sendiri termasuk penggemar karya seni, jauh sebelum NFT hadir. Berbagai karya seni lukisan dan patung karya seniman telah menghiasi seluruh dinding rumahnya. Ia mulai mempelajari tentang NFT sejak April tahun ini secara autodidak, mengingat saat itu belum banyak literasi yang ramah berbahasa Indonesia. Rooms yang dibuat oleh pengguna platform audio social Clubhouse juga turut membantunya lebih mudah memahami NFT.

Berkat rasa keingintahuannya yang tinggi, berbagai platform marketplace NFT global ia jajal. Terhitung ada lebih dari 10 platform telah ia gunakan untuk membeli NFT. Nama-nama seperti Nifty Gateway, Rarible, SuperRare, OpenSea, KnownOrigin, Mirror, Kalamint, hingga objkt tak luput dari perhatiannya.

“Tampilan dan UI sangat berpengaruh, apalagi buat kolektor baru. Karena semua sudah coba, secara personal suka dan mudah dipakai untuk dibeli dan dijual kembali itu OpenSea. Karena di sana seperti agregator, bisa menampilkan semua NFT koleksi saya yang di bawah Ethereum–di luar OpenSea sekalipun. Tapi kalau sebaliknya tidak bisa.”

Tak hanya Detty, Irzan Raditya, Co-founder dan CEO Kata.ai, juga turut menaruh minatnya terhadap NFT sejak Agustus 2021. Secara personal, ia adalah kolektor barang-barang riil seperti komik-komik superhero terbitan Marvel & DC Comics, hingga action figures. Menurutnya, masih banyak ilmu yang perlu ia pelajari di NFT, mengingat laju inovasi di dunia web3 ini begitu pesat.

“Saat ini saya masih belajar dan sedang mengeksplor beberapa koleksi NFT dengan berbagai macam utility pada roadmap mereka, mulai dari pure PFP (Profile Picture), P2E Game (Play2Earn), DeFi (Decentralized Finance), sampai beberapa koleksi yang menjanjikan IRL (In Real Life) utility.”

Alasan yang sama diutarakan Richard Fang, Co-founder dan Komisaris Moselo. Sebagai bentuk kegemarannya terhadap karya suatu kreator, membeli karyanya adalah bagian dari bentuk dukungan yang ia berikan. Terlebih itu, di masa depan ia meyakini bahwa NFT akan digunakan sebagai akses membership dan dihubungkan dengan barang fisik juga. “Jadi potensinya masih sangat banyak,” katanya.

Edukasi perlu digalakkan

Irzan melanjutkan, kehadiran platform NFT lokal sebenarnya membawa angin segar untuk meng-mainstream-kan NFT di Indonesia. Satu hal yang ia tekankan adalah platform tersebut bisa bantu mengedukasi masyarakat lebih luas mengenai NFT, baik membuka jalan bagi para kreator dan pemilik IP untuk memperjual-belikan karyanya. Serta, mempermudah aksesibilitas bagi para kolektor untuk membeli suatu koleksi dengan metode pembayaran lokal, seperti bank transfer dan e-wallet.

“Harapannya agar adopsinya lebih banyak lagi ya. Dan mungkin secara harga juga akan lebih murah sehingga entry barrier nya tidak terlalu tinggi,” tambah Richard.

Aria Rajasa, Co-Founder dan CTO KaryaKarsa turut memberikan pendapatnya sebagai kolektor NFT. Menurutnya, perkembangan NFT di Indonesia masih terlalu dini, bahkan kondisi yang sama juga di pasar global.

Oleh karenanya, meski sudah ada platform lokal, ia mendorong kepada kreator agar tidak perlu membatasi diri dengan cakupan target pasarnya karena ada banyak kreator lokal yang sukses berkarya di kancah internasional. “Mungkin dalam 5-10 tahun ke depan bisa lebih mainstream,” ujarnya.

Aria menggunakan platform OpenSea untuk membeli karya NFT yang dianggap “speaks to me”.

“Beberapa kreator yang saya suka punya gaya berkarya tersendiri yang saya suka dan itu menjadi alasan saya untuk mengoleksi karya-karyanya. Serunya adalah menjadi bagian dari tribe kreator tersebut.”

Sementara itu, Detty berujar mengenai pentingnya edukasi pasar. Lantaran, ia masih melihat masih banyak orang yang salah kaprah dengan jargon-jargon yang digunakan pemain NFT dengan frasa “auto cuan” dan kata-kata senada lainnya. “Itu salah kaprah, bukan berarti orang beli sudah pasti kaya, atau kreator jual karyanya langsung laku. Edukasi itu penting banget.”

Detty juga berharap pada platform lokal yang ada saat ini untuk selalu mengedepankan spirit desentralisasi seperti yang diusung oleh NFT. Artinya, semua berada di level yang sama, bukan seperti kondisi dulu yang menekan seniman/kreator. Dengan kata lain, peraturan pembagian komisi dan sebagainya perlu dibuat seadil mungkin dan tidak menguntungkan satu pihak saja.

“Kalau marketplace baru tapi orientasinya pure ke bisnis, itu akhirnya akan menekan seniman. Itu enggak banget karena in the long run enggak bakal oke.”

Pernyataan Detty ini ada benarnya soal investasi di NFT. Laporan yang menarik diungkap oleh Chainalysis menunjukkan bahwa investasi NFT jauh dari kata pasti.

Data transaksi dari OpenSea menunjukkan hanya 28,5% dari NFT yang dibeli selama minting dan kemudian dijual di platform menghasilkan keuntungan. Kemudian, membeli NFT di pasar sekunder dari pengguna lain dan menjualnya kembali, bagaimanapun, menghasilkan keuntungan 65,1% dari waktu.

Keuntungan menjual NFT ini pada dasarnya bergantung pada keberadaan komunitas dan strategi word of mouth. Hampir semua proyek NFT yang sukses didukung penuh penggemar yang membuat ulasan di Discord dan Twitter sebagai bentuk promosinya. Kondisi ini terjadi karena sudah didesain seperti demikian.

Kreator biasanya mulai mempromosikan proyek baru jauh sebelum aset pertama dirilis, mengumpulkan penggemarnya yang berdedikasi yang membantu mempromosikan proyek sejak awal. Kemudian, dia akan memberi penghargaan kepada pengikut yang berdedikasi itu dengan menambahkan mereka ke daftar putih (whitelist) yang memungkinkan mereka untuk membeli NFT baru dengan harga yang jauh lebih rendah daripada pengguna lain selama masa minting.

Daftar putih bukan hanya hadiah nominal — namun menjadi jaminan hasil investasi yang jauh lebih baik. Data OpenSea menunjukkan bahwa pengguna yang membuat daftar putih dan kemudian menjual NFT yang baru dicetak memperoleh keuntungan 75,7%, dibandingkan hanya 20,8% untuk pengguna yang melakukannya tanpa masuk daftar putih.

Tidak hanya itu, data menunjukkan bahwa hampir tidak mungkin untuk mencapai pengembalian yang terlalu besar untuk mencetak pembelian tanpa masuk daftar putih. Bagan di bawah ini mengelompokkan penjualan NFT yang baru dicetak ke dalam ember berdasarkan ROI yang dicapai kolektor, yang dinyatakan dalam kelipatan investasi awal, dengan kolektor yang masuk daftar putih yang membeli selama pencetakan dibandingkan dengan mereka yang melakukannya tanpa masuk daftar putih.

Outlook NFT

Detty melanjutkan, seperti yang ia ceritakan di bagian awal, di dunia fisik seringkali hubungan antara kolektor dengan kreator tidak disediakan oleh galeri. Bahkan ada yang sampai memutus hubungan antara kolektor dengan kreator jangan sampai ada kontak langsung. Semua proses dilakukan secara sembunyi, bahkan ada yang sampai anonim.

Akan tetapi, dengan kehadiran NFT menimbulkan kebiasaan baru karena kolektor dan kreator dapat saling terbuka dan berhubungan langsung, mengingat kolektor membeli langsung ke wallet yang terhubung dengan kreator. “Ini beda banget, kolektor NFT senang mengumumkan karya yang mereka beli. Ini baik buat senimannya juga karena ada komunikasi. Contoh saat kolektor mau jual lagi di secondary market, kalau karyanya hanya satu piece, biasanya suka ada diskusi soal harga jualnya. Kita bisa minta pendapat ke mereka biar lebih setara.”

Irzan turut menambahkan, hubungan kolektor atau komunitas dari suatu koleksi NFT lebih dari sekadar sebagai pembeli, tapi bisa dianggap sebagai believer dari kreator tersebut. Bagi para kreator yang memiliki sistem royalti yang bersifat kekal, NFT memungkinkan mereka memiliki passive income seiring dengan penjualan koleksi mereka di pasar sekunder.

“Di satu sisi, NFT adalah “community-first business.” Semuanya akan berpijak pada komunitas karena mereka adalah kunci kesuksesan bagi para kreator, tidak hanya memandang komunitas sebagai pelanggan, namun juga believer. Bagaimana para kreator bisa berkarya dan menciptakan value untuk mereka. Kuncinya hanya satu: make the lives of your community better. Karena ketika seorang kreator dapat membantu meningkatkan taraf hidup komunitasnya, maka kesuksesan pun akan lebih mudah dicapai.”

Irzan pun mencontohkan, contoh nyatanya bisa dilihat lewat Play-to-Earn (P2E) game Axie Infinity yang berbasis blockchain dan NFT. Mereka membantu penduduk di Filipina mendapatkan penghasilan dengan cara bermain game. Hasilnya pendapatan mereka dalam sebulan lebih tinggi dari UMR di negaranya.

Contoh kedua, pada salah koleksi NFT blue chip Bored Ape Yacht Club (BAYC) awalnya harga satu NFT nya hanya 0.08 ETH atau berkisar $300 ketika 10.000 koleksi mereka diluncurkan pada bulan April 2021 lalu. Sekarang harga aset terendah sudah meroket menjadi 45 ETH, atau sekitar $190,000 naik 300 kali lipat dalam kurun waktu tujuh bulan.

“Pada akhirnya menurut saya, melalui maraknya tren NFT ini kita sedang tiba di dalam suatu tectonic shift bagaimana teknologi blockchain dan cryptocurrency bisa menyentuh masyarakat luas, dan NFT tidak hanya hadir sebagai koleksi, namun juga memberikan kesempatan pemerataan taraf hidup masyarakat di era decentralized economy baik bagi para kreator dan juga para kolektor/komunitas,” pungkasnya.