Tim Esports Arsenal Bakal Berlaga di PES eFootball Pro League

Arsenal, klub sepak bola asal London, baru saja mengumumkan daftar pemain dari tim esports mereka. Tim tersebut terdiri dari Christopher Maduro Morais dari Portugal, Emiliano Spinelli dari Jerman, dan Alexis Garaud dari Prancis. Dengan Morais sebagai kapten, tiga pemain ini akan ikut serta dalam season 2 dari Pro Evolution Soccer eFootball Pro League yang diadakan oleh Konami. Turnamen ini akan dimulai pada Desember 2019 dan akan terus berlanjut sampai Juli 2020. Selain itu, mereka juga akan ikut serta dalam turnamen 2020 FIFA dan EA Esports ePremier League.

“Sebuah kebanggaan untuk bisa menjadi pemain Arsenal,” kata Morais, dikutip dari Daily Esports. “Sebagai fans berat, ini adalah sesuatu yang telah saya mimpikan sejak saya masih kecil dan saya senang semua kerja keras dan pengorbanan saya selama bertahun-tahun akhirnya terbayar. Bersama rekan satu tim saya, saya bangga bisa mewakili Arsenal dalam langkah pertamanya untuk ikut serta dalam eFootball.”

Tim esports Arsenal ini ditangani oleh Esports Gaming League, platform turnamen esports. Tugas Esports Gaming League adalah membuat roster untuk tim esports Arsenal, mulai dari mencari pemain esports yang berbakat, melakukan wawancara pada para pemain, sampai proses penandatanganan kontrak.

Arsenal jadi rekan resmi Konami dalam PES. | Sumber: Twitter
Arsenal jadi rekan resmi Konami dalam PES. | Sumber: Twitter

“Kami senang bisa bekerja sama dengan Arsenal FC, yang mencoba untuk masuk ke ranah esports bersama EGL dan mendukung ekosistem esports,” kata Managing Director, EGL, Glen Elliott. “Kami tidak sabar untuk melihat apa yang akan dapat dilakukan oleh tim esports Arsenal dengan bantuan dari EGL.”

Sebelum ini, Arsenal telah menjalin kerja sama dengan Konami, developer dari PES. Tahun ini, perjanjian itu diperpanjang sampai tiga tahun ke depan. Baik pemain maupun stadion Arsenal ditonjolkan dalam eFootball PES 2020. Tak hanya itu, game tersebut juga memiliki edisi eksklusif Arsenal. Sementara itu, Konami akan mendapatkan akses ke tim dan pemain legendaris klub sepak bola tersebut.

Arsenal bukan klub sepak bola pertama yang mencoba masuk ke ranah esports. Sebelum ini, klub sepak bola Italia, Juventus mengumumkan bahwa mereka akan memercayakan tim esports FIFA mereka pada Astralis. Organisasi esports asal Denmark itu juga memiliki tim esports FIFA sendiri, yaitu Future FC. Beberapa klub sepak bola yang ikut aktif dalam PES eFootball Pro League antara lain Barcelona, Schalke 04, AS Monaco, Manchester United, dan lain sebagainya.

Sumber header: Esports Insider

Piala Presiden Esports 2020 dan Keseriusan Pemerintah Membangun Ekosistem Esports

Selasa (1 Oktober 2019), Dialog Media membahas pengembangan ekosistem esports telah diselenggarakan. Acara ini diselenggarakan oleh kolaborasi Kantor Staff Presiden (KSP), Kementrian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA), Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), dan Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMENKOMINFO).

Dalam acara ini, hadir sebagai pembicara yaitu Sekretaris KEMENPORA, Gatot S. Dewa Broto, Ketua Panitia Piala Presiden Esports 2020, Giring Ganesha, Founder dan CEO BOOM Esports, Gary Ongko Putera, dan pemain Free Fire dari tim Island of God (IOG) Fickri Aulia.

Topik utama yang jadi pembahasan dalam dialog ini adalah membangun ekosistem esports.  Dengan semakin besarnya ekosistem ini, pemerintah memang sudah semakin banyak terlibat mendukung perkembangannya. Salah satunya adalah Piala Presiden Esports 2019, yang mempertandingkan game Mobile Legends dan dimenangkan oleh Onic Esports.

Sumber: PR Megapro Communications
Sumber: PR Megapro Communications

Dalam acara Dialog Media ini, Gatot S. Dewa Broto mewakili KEMENPORA mengatakan ingin dapat lebih mendukung perkembangan esports di Indonesia. “Kami mulai menyusun regulasi-regulasi untuk mendukung pengembangan esports, termasuk sosialisasi, dan sebagainya. Serta yang tidak kalah penting adalah mendukung pelaksanaan event-event kompetisi esports”. Gatot mengatakan.

Untuk mencapai hal ini, penyelenggaraan Piala Presiden Esports juga menjadi salah satu jalan badan pemerintahan untuk mendukung perkembangan ekosistem esports. Lebih lanjut membahas soal ekosistem, Giring Ganesha juga menyampaikan pendapat yang serupa. Ia menambahkan soal urgensi pengembangan ekosistem esports. Salah satu alasannya adalah, karena esports punya nilai prestasi dan ekonomi jika dikembangkan menjadi industri.

“Semua harus dimulai dengan membangun ekosistem terlebih dahulu. Harus ada kompetisi-kompetisi berjenjang yang menjadi jalur karir bagi atlet yang berprestasi.” Giring menjelaskan. “Penyelenggaraan Piala Presiden Esports 2020 mendatang menjadi bukti konkret bahwa pemerintah serius mengembangkan esports.” Giring menambahkan.

Terkait Piala Presiden Esports, Giring Ganesha selaku Ketua Panitia Piala Presiden Esports 2020 juga memberikan sedikit cuplikan informasi. Dalam sesi pemaparannya, ada beberapa poin informasi seputar Piala Presiden Esports 2020.

Giring Ganesha mengatakan bahwa kick-off Piala Presiden Esports akan diadakan pada 13 Oktober 2019 mendatang dengan babak Grand Final di tahun 2020 mendatang. Game yang akan dipertandingkan adalah Free Fire, Pro Evolution Soccer, dan satu game buatan developer lokal Indonesia. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa Piala Presiden Esports 2020 ini sedikit berbeda dengan tahun lalu, karena kompetisi tahun ini akan ada pada tingkat Asia Tenggara.

Sumber: PR Megapro Communications
Sumber: PR Megapro Communications

Lebih lanjut membahas soal pemain esports di Indonesia, Gary Ongko juga mengungkap pendapatnya dari sudut pandang pemilik tim. Menurutnya salah satu urgensi pengembangan ekosistem esports adalah dari potensi atlet atau pemainnya.

“Atlet-atlet esports Indonesia punya potensi yang besar untuk bersaing di tingkat internasional. Ini harus terus didukung, kita harus edukasi bahwa esports adalah salah satu peluang untuk kita berprestasi dan unjuk gigi di dunia internasional.” Gary mengatakan.

Kalau bicara prestasi pemain, memang tahun 2019 ini seakan menjadi tahunnya Indonesia. Terakhir kali ada ONIC Esports, yang akhirnya berhasil menjadi tim terbaik se-Asia Tenggara setelah menjadi juara di MSC 2019. Selain dari itu ada juga tim Bigetron Esports. Tim ini mungkin belum sempat menjadi juara dunia, tapi dari napak tilasnya dalam gelaran PMCO SEA 2019 kemarin, Anda dapat melihat bagaimana potensi juara mereka sangatlah besar. Selain itu juga masih banyak tim lokal yang potensial, yang tak terkalahkan di kancah lokal, dan sedang berusaha keras menembus ke tingkat yang lebih tinggi.

Jika bicara soal membangun ekosistem esports, pertandingan dan atlitnya mungkin bisa dibilang sebagai dua hal penting yang menjadi fondasi dari ekosistem ini. Dukungan pemerintah lewat kompetisi seperti Piala Presiden Esports 2020 diharapkan bisa memberi pengertian kepada masyarakat bahwa bermain game juga bisa memberikan dampak positif.

Indonesia Pesta Kemenangan di PES Asia Finals 2019

20-21 April 2019 ini berlangsung sebuah kualifikasi bergengsi untuk esports Pro Evolution Soccer (PES) tingkat Asia, yaitu Final Regional Asia PES League 2019 (PES Asia Finals).

Di kualifikasi yang berlangsung di Tokyo, Jepang, Indonesia sendiri memang mengirimkan 7 pemainnya sekaligus; berkat performa gemilang para pemain tersebut. Rizky Faidan, pro player PES asal Bandung yang memang sedang berada di puncak performanya belakangan, pun lolos ke ajang ini untuk dua kategori; 1vs1 dan Co-Op (3vs3).

Performa gemilang Rizky pun kembali terjadi di PES Asia Finals kali ini. Pasalnya, ia kembali jadi juara di 2 kategori tadi. Rizky menjuarai PES Asia Finals untuk kategori 1vs1 dan 3vs3 (bersama tim WANI).

Di kategori Co-Op (3vs3), tim WANI yang berisikan Rizky FaidanMuchamad Lucky Ma’arif, dan Rio Dwi Septiawan, berhasil melenggang ke babak final untuk berhadapan dengan tim Beginners dari Jepang. Di pertandingan final ini, tim Wani memang cukup mudah mendominasi di awal jalannya pertandingan. Trio pemain Indonesia berhasil memimpin skor dengan 2-0 di akhir babak pertama.

Namun para pemain Jepang nyaris mengejar ketinggalan saat berhasil memanfaatkan kesalahan pemain kita dan mencetak 1 gol. Skor pun berubah jadi 2-1. Untungnya, WANI berhasil melesatkan bola ke gawang untuk yang ketiga kalinya. Skor sementara 3-1. Beginners pun kembali berhasil memanfaatkan peluang setelah kombinasi umpan-umpan cantik mereka dan menjadikan skor 3-2.

Skor 3-2 pun bertahan sampai peluit terakhir dibunyikan dan tim WANI berhasil jadi juara kategori 3vs3 di PES Asia Finals ini.

Tim WANI saat juara kategori 3vs3 PES Asia Finals. Sumber: Liga1PES
Tim WANI saat juara kategori 3vs3 PES Asia Finals. Sumber: Liga1PES

Di kategori 1vs1, Indonesia sebenarnya sudah mengamankan 1 kursi untuk ke World Finals yang rencananya akan digelar bulan Juni 2019 dari babak perempat final. Pasalnya, di babak tersebut, 2 pemain Indonesia (Rizky Faidan dan Akbar Paudie) bertemu untuk memperebutkan slot ke babak semi final dan ada 4 pemain terbaik di Asia Finals ini yang akan langsung mendapat kursi ke jenjang selanjutnya.

Rizky pun mengalahkan Paudie dan melenggang sampai ke babak final. Di babak pamungkas ini, Rizky harus berhadapan dengan Mayageka dari Jepang. Kedua pemain pun bertarung keras dan cukup berimbang. Sampai menit 75, skor pun masih sama 2-2. Namun, lewat serangan balik cepat dari Rizky, ia berhasil mencetak 1 gol dan membuat skor berubah jadi 3-2. Skor 3-2 pun berakhir sampai akhir pertandingan.

Rizky pun berhasil meraih piala keduanya di turnamen ini. Rizky, yang saya hubungi setelah kemenangannya, menyempatkan diri untuk memberikan komentarnya. “Titip salam dan makasih buat semua yang udah dukung aku, tim aliban, zeus, temen temen pes indonesia, sama semua yang udah support lewat IG dan YouTube.” Ujar Rizky.

Dari kemenangan mereka di final tingkat Asia ini, tim WANI dan Rizky Faidan akan kembali lagi berlaga di World Final PES League 2019 melawan tim-tim terbaik dari regional Eropa dan Amerika.

Saya lalu bertanya kepada Valentinus SanusiFounder Liga1PES dan dedengkot komunitas PES Indonesia, tentang peluang Indonesia di World Finals nanti. Menurutnya, Indonesia akan menjadi tim kuda hitam di gelaran kompetitif PES paling bergengsi di dunia.

Rizky Faidan. Sumber: Liga1PES
Rizky Faidan. Sumber: Liga1PES

“Untuk pemain yang lolos saat ini dengan Tim WANI & Rizky, saya yakin Indonesia bakal menjadi “kuda hitam” di WF (World Finals) nanti. Karena bisa lolos & tampil ke WF aja udah menjadi pencapaian yang luar biasa buat Indonesia. Jadi kita akan tampil tanpa beban, tapi yang pasti kita juga punya motivasi sendiri untuk memberi “perlawanan” dan menunjukkan kemampuan pemain-pemain Indonesia melawan dunia, termasuk sang juara bertahan.” Ungkap Valentinus.

Oh iya, menurut cerita Valentinus, kemenangan Rizky ini mungkin adalah yang pertama kali di dunia. “Belum pernah ada yang juara di regional manapun di 2 kategori berbeda. Bahkan di regional Eropa aja, juara dunia tahun lalu, Ettorito cuma juara regional Eropa di Co-Op. Di 1vs1 nya, ia bukan juaranya.

Bagaimanakah nanti perjuangan kawan-kawan kita di World Finals ya? Apakah kawan-kawan kita nanti berhasil jadi juara dunia? Kita dukung terus saja ya!

Rizky Faidan Juara APL Season 1 Playoffs di Malaysia

Meski termasuk salah satu genre esports yang kurang populer di Indonesia, prestasi para pemain Pro Evolution Soccer 2019 tanah air ternyata malah kian bersinar di tingkat Asia Tenggara.

Setelah sebelumnya menjadi juara di Thailand di gelaran SEA Finals 2019 dan membawa pulang uang hadiah sebesar 50.000 Baht Thailand atau sekitar Rp22 juta, Rizky Faidan kembali menjadi juara PES 2019 tingkat SEA di Malaysia.

Di gelaran Axis Pro Evolution Soccer League (APL) Season 1 ini, Rizky menjadi juara setelah menaklukkan pemain asal Vietnam, Quan Bi. Menurut Valentinus SanusiFounder Liga1PES, di pertandingan tersebut Rizky memang lebih diunggulkan karena keduanya pernah bertemu tahun 2016 dan Rizky menang telak juga.

Lalu bagaimana sebenarnya peta kekuatan para pemain kita di dunia bola PES 2019 tingkat Asia Tenggara, apalagi mengingat Indonesia nanti akan mengirimkan 7 pemainnya di Asia Finals PES League 2019? Valentinus, yang merupakan dedengkot komunitas PES Indonesia ini, mengatakan bahwa Indonesia terhitung ditakuti di Asia Tenggara. Di turnamen ini saja, ada 4 pemain Indonesia yang masuk ke 8 besar (sisanya dari Malaysia dan Vietnam).

Sumber: Liga1PES
Sumber: Liga1PES

Menurut cerita Valentinus, selain Rizky yang cemerlang prestasinya akhir-akhir ini, 3 nama pemain lainnya juga bukan para pemain baru yang tampil di tingkat internasional. Ketiga pemain tersebut adalah Noydhiet yang merupakan juara 1 IGotGame SuperSoccer, Widi yang merupakan wakil Indonesia di Asian Games 2018, dan Sakti yang sempat jadi juara 1 di sebuah kompetisi di Thailand tahun 2018.

“Semoga makin banyak pemain PES yang bisa mengukir prestasi & mengharumkan nama Indonesia di level internasional.” Tutup Valentinus mengakhiri perbincangan kami.

Sumber: Valentinus Sanusi
Noydhiet (kanan) saat jadi juara IGotGames. Sumber: Valentinus Sanusi

Turnamen APL besutan Axis Esports ini sendiri termasuk dalam rangkaian Axis Esports League 2019 untuk sejumlah game yang berbeda mulai dari AoV, Call of Duty, Pro Evolution Soccer, PUBG Mobile, dan Mobile Legends (MLBB) dengan total hadiah sebesar RM235 ribu (Ringgit Malaysia) atau setara dengan Rp819 juta.

Untuk APL-nya, turnamen ini akan dibagi menjadi 3 musim (Maret, Juni, dan September) untuk memilih 24 pemain terbaik (8 pemain setiap musimnya) yang akan melaju ke Grand Final. Selain itu, kualifikasi terakhir (Wildcard) akan digelar untuk mendapatkan 8 pemain lagi; jadi akan ada total 32 pemain yang akan berlaga di Grand Final APL.

Sumber: AxisEsports.gg
Sumber: AxisEsports

7 Pemain Indonesia akan Bertanding di Final Regional Asia PES League 2019

Setelah kemenangan Rizky Faidan asal Bandung di PES SEA Finals 2019, Indonesia kembali akan mengirimkan perwakilannya ke jenjang kompetisi Pro Evolution Soccer yang lebih tinggi, yaitu Final Regional Asia PES League 2019.

Tak tanggung-tanggung, ada 7 pemain asal Indonesia yang akan berlaga di Jepang tanggal 20 dan 21 April 2019 nanti. 7 pemain ini merupakan 2 perwakilan dari kategori 1vs1 dan 2 perwakilan dari kategori CO-OP (3vs3). Jumlahnya memang ganjil karena Rizky Faidan menjadi perwakilan di 1vs1 dan salah satu anggota dari tim CO-OP.

Berikut ini adalah daftarnya lengkapnya:

Kategori 1vs1:

  • Rizky Faidan
  • Akbar Paudie

Kategori CO-OP (3vs3):

  • Tim WANI
    • Rizky Faidan
    • Muchamad Lucky Ma’arif
    • Rio Dwi Septiawan
  • Tim Panglima Perang
    • Yunan Akira
    • Abdul Ghony Triaji
    • Eldy Meyrendy

Rizky Faidan dan Akbar Paudie berhasil mengamankan slot mereka ke Jepang karena prestasi mereka di PES League Online kategori 1vs1. Satu hal yang mungkin perlu diperjelas, slot ini Rizky dapatkan bukan karena kemenangannya di Thailand kemarin. Namun ia sudah mengamankannya bahkan sebelum pertandingannya di sana.

Rizky Faidan saat jadi juara di PES SEA Finals 2019. Sumber: Liga1PES
Rizky Faidan saat jadi juara di PES SEA Finals 2019. Sumber: Liga1PES

Sedangkan tim WANI lolos ke ajang kompetitif PES paling bergengsi se-Asia setelah menempati peringkat pertama PES League Online Championship CO-OP Category Season 1 kawasan Asia (PS4). Di Season 2, tim CO-OP asal Indonesia, Panglima Perang yang berhasil menempati peringkat teratas di kompetisi online yang sama.

PES League 2019 sendiri merupakan kulminasi dari berbagai liga resmi dari KONAMI untuk PES yang dibagi menjadi 2 Season untuk tiga kawasan yang berbeda, Eropa, Amerika, dan Asia. Nantinya, para pemenang final regional masing-masing kawasan (dan pemenang dari tambahan turnamen rekanan KONAMI) akan diadu lagi di ajang PES paling megah di dunia yang bertajuk 2019 PES League World Finals.

Sumber: PES League
Sumber: PES League

Bisakah kawan-kawan kita mengebarkan sang merah putih di Jepang nanti ketika mereka harus berhadapan dengan lawan-lawan yang lebih tangguh? Apakah Rizky yang masih berusia 16 tahun berhasil menorehkan sejarah gemilangnya kembali setelah kemenangannya di Thailand kemarin?

Mesra dengan Konami, Liga Sepak Bola Jepang Luncurkan Esports Winning Eleven

Liga sepak bola profesional Jepang, atau biasa dikenal dengan sebutan J.League, baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka akan meluncurkan turnamen esports. Tentu saja, sesuai dengan olahraga aslinya, game yang diusung adalah Pro Evolution Soccer, alias Winning Eleven di negeri sakura sana. Turnamen ini melibatkan 40 tim di dua divisi teratas J.League, dengan masing-masing klub mengirim tiga pemain untuk berkompetisi.

J.League bekerja sama langsung dengan developer Pro Evolution Soccer yaitu Konami dalam penyelenggaraan kompetisi esports terbaru ini. Menariknya, game yang digunakan bukanlah Pro Evolution Soccer versi console atau PC, melainkan versi mobile. PES versi mobile sendiri baru saja mendapatkan update di bulan Desember lalu dari PES 2018 ke PES 2019, dan hingga kini telah diunduh lebih dari 150 juta kali di seluruh dunia.

Pro Evolution Soccer 2019
Pro Evolution Soccer 2019 Mobile | Sumber: Konami

Esports telah dinikmati oleh orang-orang dari berbagai generasi, gender, dan baik orang-orang yang memiliki disabilitas ataupun tidak. Ini adalah cara yang berguna untuk menyebarkan daya tarik sepak bola,” demikian ujar ketua J.League, Mitusu Murai, dilansir dari ESPN. Babak kualifikasi turnamen PES 2019 Mobile J.League akan dimulai pada tanggal 22 Maret, kemudian berlanjut di babak final offline di bulan Juli nanti.

Kiprah Jepang di bidang esports Pro Evolution Soccer sebelumnya sudah memiliki rekam jejak yang cukup baik. Dalam pertandingan uji coba yang digelar di Asian Games 2018 lalu, PES menjadi salah satu cabang esports yang dilombakan. Kompetisi ini dimenangkan oleh dua pemain asal Jepang yaitu Naoki Sugimura dan Tsubasa Aihara. Namun saat itu game yang digunakan adalah PES 2018 versi console. Entah mengapa kompetisi esports J.League kali ini pindah ke versi mobile, tapi bisa jadi itu dilakukan karena alasan aksesibilitas.

Pro Evolution Soccer 2019 Mobile
Pro Evolution Soccer 2019 Mobile | Sumber: Google Play

Jepang bukan satu-satunya negara yang memiliki kompetisi Pro Evolution Soccer resmi bersama Konami. Di Eropa, mantan bintang Barcelona Gerard Pique juga mendirikan liga PES dengan nama eFootball.Pro League. Konami juga menggelar esports bertema bisbol dengan game keluaran mereka yaitu Power Pros, bekerja sama langsung dengan liga profesional bisbol Jepang (Nippon Professional Baseball).

Kerja sama Konami dan J.League menunjukkan bahwa dewasa ini olahraga konvensional dan esports adalah dua hal yang memiliki kaitan erat dan dapat tumbuh bersama. Banyak hal yang dapat dipelajari esports dari olahraga konvensional, terutama tentang cara menarik brand non-endemic sebagai sponsor. NBA 2K League tahun lalu telah membuktikan bahwa mereka mampu melakukannya, jadi tidak mustahil esports Pro Evolution Soccer juga bisa melakukan hal serupa.

Sumber: Esports Insider, SportsPro Media, The Asahi Shimbun, ESPN

Learning about Differences, Fighting Spirit, and Limitations from A Disabled Gamer

His face was beaming while waving his hand beneath his chin when my video call was connected with Angga. With his mother that was devoted to stay beside him in a small modest room, Angga did not limp even though he was on a wheelchair.

The conversation between us three was different with the most video call. Angga typed the answers via WhatsApp for the questions I asked through video call because he is also a mute. Angga’s mother, Nurhikmah, sometimes translate Angga’s sighs so it was easier to understand.

The Story of Angga Tribuana Putra

Angga with his mother
Angga with his mother. Source: Angga Zerotoshine

Angga Tribuana Putra is his complete name. He could not speak nor could his legs move. “The doctor said that I have acute polio. So, my spinal nerve is pinched and my voice cord does not work. If I don’t drool, my head grows big,” said Angga. Angga’s mother added that only the fingers on his right hands that could move.

The gamer that likes Pro Evolution Soccer (PES) and Clash Royale explains that he likes to play game because he could get spirit, aside from happiness. For him, game is not just a hobby. He sees game as a medium to achieve something. For Angga, esports is one of the things that could make him face the world with a smile. The thing is, in esports he could develop his talent, use his brain, and exercise his hands.

Angga likes PES because in his opinion that game is the most realistic one. He admitted that he was undergoing a license for PSSI training. Because of that thing he always plays PES because he believes that the strategy in PES can be applied as well in football. “I knew football from PES. I play not to win but to fathom the tactics,” said Angga who wants to be a football coach.

Source: Liga1PES
Source: Liga1PES

For those of his disabled friends Angga asked them to fight against the emotional conflict and stopped asking about the justice of God. For him, people with disability are phenomenal humans that must be able to show the world that they have outstanding class and abilities.

I also managed to talk with the mother through WhatsApp to find out more about Angga’s daily life. On daily basis, Angga always got help from his mother because of his limitations. However, his mother is still grateful because she thinks that Angga possesses a lot of abilities.

His mother says that Angga can use PS3 or PC without any help. To this day, Angga does not go to school. His mother said that there are two reasons for that, one is that they don’t have enough money and that Angga does not want to go to school. “He said, I don’t have to go to school, Mom. I can do it myself,” said his mother copying Angga.

Source: Angga Zerotoshine
Source: Angga Zerotoshine

His mother never expected that Angga can learn to read or use computer by himself. She also said that a lot of people who mocked Angga and degrade him. Even according to his mother, she is the only one who supports him from the family’s side.

His mother hopes that Angga can always be passionate and fight for his dreams and ambition even though he always been underestimated and considered as hallucinating. “I’m relieved. Insya Allah Angga can make me proud. Angga doesn’t want to see mum being sad all the time,” said Nurhikmah copying Angga once more.

That was a piece of story about Angga and his mother, Nurhikmah, about each of their own struggles. Of course it’s a bit inconsiderate to condense one life story in one writings, even a thousand pages. But, I personally believe there are two important things that we can learn from the struggles of Angga and his mother.

Gamer Community Should Be an Inclusive Community

From Angga’s story, game is one activity that can make him passionate to go through life. Game could give him challenges without seeing the limitation of physical aspects. Esports can give him a sense of achievement that maybe unable to present in another area.

Actually, other areas that are more traditional such as art (music, painting, et cetera) can also give challenges and new goals without seeing physical limitations. However game and esports now can become a new life goal for everyone, without exceptions.

Source: Angga Zerotoshine
Source: Angga Zerotoshine

Unfortunately the social network that is very dominant in our daily life as a modern society often sharpen the differences, including in the gamer community.

The fact is, the debate between which MOBA is better, which games that is more valid to be included in sports events such as SEA Games or ASIAN Games, which gaming platform that is more ideal, and any other kinds of debate that do not give positive impact for the development of Indonesian game or esports industry; at least if the debate is limited to the foolishness that often happen in the cyberspace now.

I’ve been included in the gaming industry for 10 years and I got new friends, fellow gamers from different social, culture, economic background. For me, this is how a gamer community should be: a community that does not discriminate about religion, political views, economic class, cultural background, sex, even physical limitations.

Agreed or not, for me true gamers are those who are open to every kind of differences. Why? Because the fact is, game is a culmination between the meeting point of art and technology that is considered to be too distinct for traditional people.

A True Gamer Does Not Easily Complain and Never Stops Fighting

Source: Angga Zerotoshine
Source: Angga Zerotoshine

The reality is, there are a lot of people who think that they are the most miserable ones in this world. Often, us humans tend to see limitations and unfortunate aspects of each of our own lives easier.

I personally believed that a true gamer is supposed to be like Angga. With all his limitations, he never stopped fighting. He does not want to give up and blame the fate. Aside from Angga, I think we can learn about the diligence and perseverance from his mother because she always tries to provide the best for Angga.

Apart from the fact if Angga can reach his dreams or not later, I think we can think about that some other time. The more important thing here, for me, is how we don’t use our limitations to stop fighting. The fact is, true gamers should be the ones who are attracted to find new or hard challenges.

Source: Angga Zerotoshine
Source: Angga Zerotoshine

No matter if it’s single player or multi player, we enjoy the process of playing games because there are challenges and goals that we want to finish—except if you are playing Pou or My Little Pony on Android or iOS (which means that you enter the wrong website).

Finally, there is nothing wrong if we reflect from Angga and his mother. There is a big chance that we are luckier than Angga because our limitations are mostly about social and economic order (it’s also not that as bad as what you imagine if you still have access to internet). So, be grateful and keep fighting…


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian.

Belajar Tentang Perbedaan, Daya Juang, dan Keterbatasan dari Seorang Gamer Difabel

Wajahnya sumringah sembari melambaikan tangannya di bawah dagu saat video call saya tersambung dengan Angga. Bersama dengan ibunya yang setia berada di sampingnya di sebuah kamar kecil yang sederhana, Angga tak terlihat lesu meski berada di atas kursi roda.

Obrolan kami bertiga kala itu pun sedikit berbeda dengan kebanyakan video call. Angga mengetikkan jawaban lewat Whatsapp dari pertanyaan yang saya lontarkan di video call karena ia juga tuna wicara. Ibu Angga, Nurhikmah, sesekali menerjemahkan desahan suara Angga sehingga lebih mudah dipahami.

Cerita Angga Tribuana Putra

Sumber: Angga Zerotoshine
Angga bersama ibunya. Sumber: Angga Zerotoshine

Angga Tribuana Putra adalah nama lengkapnya. Ia tak bisa berbicara, kedua kakinya pun tak dapat bergerak. “Dokter bilang aku polio akut. Jadi syaraf tulang belakangku terjepit dan pita suaraku ga berfungsi. Dan kalau ga ileran, kepalaku yang besar.” Cerita Angga. Ibunya Angga pun menambahkan bahwa hanya jari tangan kanannya saja yang bisa bergerak.

Gamer yang mengaku suka dengan Pro Evolution Soccer (PES) dan Clash Royale ini menjelaskan bahwa ia suka bermain game karena bisa mendapatkan semangat, selain kesenangan. Baginya, game bukanlah sekadar hobi. Ia melihat game sebagai salah satu sarana untuk mencetak prestasi. Bagi Angga, esports adalah salah satu hal yang bisa membuatnya menghadapi dunia dengan penuh senyuman. Pasalnya, di esports ia bisa mengembangkan bakatnya, menggunakan otak, dan melatih tangannya.

Angga yang menyukai PES karena, menurutnya, game tersebut adalah yang paling realistis ini mengaku sekarang sedang menjalani lisensi untuk kepelatihan PSSI. Karena hal itu jugalah ia selalu setia bermain PES karena ia percaya strategi yang ada di PES bisa juga diterapkan di sepak bola. “Dari PES lah aku mengenal sepak bola. Aku main game bukan untuk menang tapi untuk mendalami taktiknya.” Jawab Angga yang bercita-cita menjadi pelatih sepak bola.

Menariknya, penggemar Manchester United, Christiano Ronaldo, dan Ibrahimovic ini pun berpesan untuk semua gamer untuk tak mudah menyerah dan ia juga berharap ada kompetisi game untuk para difabel.

Sumber: Liga1PES
Sumber: Liga1PES

Sedangkan buat kawan-kawannya yang sesama penyandang disabilitas, Angga pun mengajak untuk terus berjuang melawan gejolak batin dan berhenti mempertanyakan di mana keadilan Tuhan. Baginya, para penyandang disabilitas adalah manusia-manusia fenomenal yang harus mampu menunjukkan pada dunia bahwa mereka punya kelas dan kemampuan yang luar biasa.

Saya pun juga sempat berbincang dengan sang ibu lewat Whatsapp untuk cari tahu lebih jauh tentang kehidupan dan keseharian Angga. Kesehariannya, Angga selalu dibantu oleh ibunya karena keterbatasannya. Namun ibunya masih bersyukur karena merasa Angga punya banyak kelebihan.

Ibunya mengaku bahwa Angga bisa menggunakan PS3 ataupun PC tanpa bantuan dari siapapun. Sampai hari ini, Angga juga tidak sekolah. Ibunya mengaku karena ada dua alasan, yaitu karena memang keterbatasan dana dan memang Angga sendiri tidak mau. “Katanya, ga usah sekolah Ma. Nanti insya Allah Angga bisa sendiri.” Ujar Ibunya menirukan Angga.

Ibunya pun tak menyangka bahwa Angga dapat belajar membaca ataupun menggunakan komputer secara otodidak. Ia juga bercerita bahwa memang tak sedikit orang yang menghina dan memandang Angga sebelah mata. Bahkan menurut penuturan sang ibu, hanya ia lah yang mendukung Angga dari sisi keluarganya.

Sumber:
Sumber: Angga Zerotoshine

Ibunya berharap agar Angga bisa terus semangat dan berjuang demi impian dan cita-citanya meski kerap diremehkan dan dianggap berhalusinasi. Namun demikian, Angga juga mungkin memang istimewa. “Mama tenang. Insya Allah Angga bisa membanggakan Mama satu saat. Angga juga ga mau lihat Mama bersedih terus.” Cerita Nurhikmah kembali menirukan Angga.

Itu tadi secuil cerita Angga dan ibunya, Nurhikmah, tentang perjuangannya masing-masing. Memang tentunya keterlaluan memampatkan satu kisah hidup dalam satu tulisan, bahkan ribuan halaman sekalipun. Namun, saya pribadi percaya ada 2 hal penting yang bisa kita pelajari dari perjuangan Angga dan ibunya tadi.

Komunitas Gamer yang Seharusnya adalah Komunitas Inklusif

Dari cerita Angga, game adalah kegiatan yang bisa membuatnya semangat untuk menjalani hidup. Game mampu memberikannya tantangan-tantangan baru tanpa melihat keterbatasan dari aspek fisik. Esports bisa memberikannya sebuah sense of achievement yang mungkin tak dapat ditawarkan oleh ranah lainnya.

Sebenarnya, ranah lainnya yang lebih tradisional seperti kesenian (musik, seni lukis, dan yang lainnya) juga dapat memberikan tantangan dan tujuan baru tanpa melihat keterbatasan fisik. Namun game dan esports sekarang juga bisa jadi tujuan hidup baru buat semua orang, tanpa terkecuali.

Sumber:
Sumber: Angga Zerotoshine

Sayangnya jejaring sosial yang begitu dominan di kehidupan sehari-hari kita sebagai masyarakat modern tak jarang justru semakin meruncingkan perbedaan, termasuk di komunitas gamer.

Faktanya, perdebatan antara MOBA mana yang lebih baik, game-game mana yang lebih sahih diangkat di event olahraga seperti SEA Games ataupun ASIAN Games, platfom gaming mana yang lebih ideal, dan segala macam perdebatan lainnya tak akan berdampak positif di perkembangan industri game ataupun esports Indonesia; setidaknya jika bentuk perdebatannya masih sebatas kekonyolan yang sering terjadi di dunia maya sekarang ini.

Saya sendiri yang sudah 10 tahun di industri gaming mendapatkan banyak kawan-kawan baru sesama gamer dari latar belakang sosial, budaya, dan ekonomi yang berbeda. Bagi saya pribadi, inilah komunitas gamer yang seharusnya: komunitas yang tak pandang bulu soal agama, pandangan politik, kelas ekonomi, latar belakang budaya, jenis kelamin, apalagi soal keterbatasan fisik.

Silakan setuju atau tidak, namun bagi saya gamer sejati adalah mereka-mereka yang terbuka dengan segala macam perbedaan. Kenapa? Karena faktanya, game sendiri adalah kulminasi antara titik bertemunya seni dan teknologi yang mungkin dianggap terlalu berbeda bagi orang-orang tradisional.

Gamer Sejati tak Mudah Mengeluh dan Tak Berhenti Berjuang

Sumber:
Sumber: Angga Zerotoshine

Nyatanya, banyak orang merasa bahwa merekalah orang paling menderita di muka bumi ini. Tak jarang, kita manusia memang lebih mudah melihat keterbatasan dan ketidakberuntungan hidup kita masing-masing.

Saya pribadi percaya bahwa gamer sejati ya seharusnya seperti Angga. Dengan segala keterbatasannya, ia tak berhenti berjuang. Ia tak mau menyerah dan menyalahkan nasib. Selain Angga, saya kira ibunya pun juga bisa diteladani ketekunan dan ketahanannya karena selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Angga.

Terlepas dari apakah Angga bisa mewujudkan impiannya atau tidak nanti, saya kira itu urusan belakang. Hal yang lebih penting di sini, bagi saya, adalah bagaimana kita tak menjadikan keterbatasan diri sebagai alasan untuk berhenti berjuang. Bahkan faktanya, gamer sejati seharusnya adalah orang-orang yang justru tertarik saat bertemu tantangan baru ataupun yang berat.

Sumber: Angga
Sumber: Angga Zerotoshine

Baik singleplayer ataupun multiplayer, kita menikmati proses bermain game karena ada tantangan dan ada tujuan yang ingin kita selesaikan – kecuali Anda bermain Pou atau My Little Pony di Android ataupun iOS (yang berarti Anda salah masuk website).

Akhirnya, tak ada salahnya juga jika kali ini kita semua berkaca dari Angga dan ibunya. Kemungkinan besar, kita semua lebih beruntung dari Angga karena keterbatasan kita kebanyakan adalah soal tatanan sosial dan ekonomi (itupun juga tak separah yang Anda bayangkan jika Anda masih punya akses internet). Jadi, bersyukurlah dan teruslah berjuang…

Konami Luncurkan PES 2019 Versi Gratis di PC dan Console

Terlepas dari janji Konami untuk memperkaya konten Pro Evolution Soccer 2019, beralihnya lisensi Liga Champions, Liga Eropa, dan UEFA Super League yang mereka pegang selama 10 tahun ke FIFA 19 membuat penggemar setianya kecewa serta menyebabkan merosotnya penjualan sebanyak 42 persen di minggu pertama perilisan dibanding PES 2018. Dalam upaya menggaet lebih banyak pemain, sang publisher menerapkan sebuah strategi menarik.

Terhitung di tanggal 13 Desember 2018 kemarin, Konami resmi melepas versi free-to-play dari PES 2019 di PC via Steam, PlayStation 4 dan Xbox One. Lewat ‘Pro Evolution Soccer 2019 Lite’, Anda diperkenankan berpartisipasi dalam kompetisi online, menikmati mode multiplayer kooperatif, bermain secara offline, hingga menciptakan tim impian. Untuk game gratis, penawaran Konami ini terbilang sangat dermawan.

Setelah mengunduhnya, Anda bisa segera mengakses mode pertandingan offline dan pelatihan. Terbuka pula gerbang untuk mengikuti PES League, sebuah medium untuk menguji kemampuan Anda melawan para pemain di seluruh dunia. PES League terbagi lagi dalam beberapa mode dan kejuaraan, misalnya kompetisi satu lawan satu, pertandingan kooperatif tiga versus tiga, serta turnamen-turnamen time limited.

Satu elemen krusial yang turut disuguhkan oleh PES 2019 Lite adalah myClub. Fitur ini mempersilakan kita membuat dan menyusun para pemain legendaris yang ada di sepanjang sejarah sepak bola, misalnya menyandingkan Beckham dengan Maradona, Roladhino, Recoba, Cambiasso, Djorkaeff atau Adriano. Konami berencana untuk menambah lagi sosok-sosok ikonis ini melalui update. myClub ialah jawaban developer atas fitur Ultimate Team di seri FIFA.

PES 2019 Lite 2

PES 2019 Lite mengusung engine serta segala macam teknologi yang ada di versi full-nya. Keunikan masing-masing pesepak bola ditentukan oleh 11 karakteristik, misalnya kelincahan manuver, mengoper tanpa melihat, hingga kemampuan dipping shot. Dari sisi teknis, kedua edisi tidak mempunyai perbedaan aspek visual. Berdasarkan daftar kebutuhan sistem PC yang ada di Steam, baik PES 2019 maupun Lite tetap membutuhkan ruang penyimpanan sebesar 30GB dan komposisi hardware serupa.

PES 2019 Lite 3

Seperti judul-judul free-to-play lain, Pro Evolution Soccer 2019 Lite mengusung sistem in-app purchase. Namun karena Konami belum menjelaskan bagaimana mereka menyajikannya di rilis pers dan saya belum sempat menjajalnya, saya belum mengetahui pasti penerapan microtransaction di sana.

Jika kita berkenan memaklumi tidak diperpanjangnya kesepakatan antara Konami dengan UEFA, PES 2019 tetap merupakan permainan berkualitas. Lihat saja acara-acara gaming yang dilangsungkan di tahun ini seperti Game Critics Awards, Gamescom, Golden Joystick Awards, dan The Game Awards; Pro Evolution Soccer 2019 berhasil masuk ke dalam daftar nominasinya.

Umpan Lambung dari Liga1PES Menggarap Esports PES di Indonesia

Setelah beberapa waktu lalu kami membahas soal dunia persilatan fighting game di Indonesia bersama dengan Advance Guard, kali ini kita kembali membahas tentang satu lagi esports yang juga boleh dibilang minoritas, yaitu Pro Evolution Soccer.

Karena itulah, saya menghubungi Valentinus Sanusi, Founder Liga1PES, untuk berbincang. Liga1PES sendiri merupakan komunitas PES terbesar di Indonesia yang menjadi tempat berkumpulnya para gamer bola besutan KONAMI.

Kondisi Esports PES di Indonesia

Sumber: Liga1PES
Sumber: Liga1PES

Untuk memulai perbincangan, saya pun menanyakan seperti apa kondisi ekosistem esports PES di Indonesia. “Untuk PES atau yang dulu dikenal dengan nama Winning Eleven itu bisa dibilang hampir tiap minggu ada lomba yang diadakan di rental PS (PlayStation) oleh komunitas ataupun pemilik rental.” Jawab Valentinus.

“Kita dari Liga1PES melihat apa yang dilakukan komunitas tadi tidak terwadahi dan terkelola dengan baik. Makanya, sejak tahun 2016, kita di Liga1PES mencoba untuk mengembangkan sistem kompetisi yang sifatnya nasional dan terstruktur bersama dengan rental-rental PS dan komunitas tadi,” tambahnya.

Seperti biasanya, sejak dahulu kala, seri PES selalu dibanding-bandingkan dengan FIFA rilisan EA. Keduanya, sekarang memang boleh dibilang minoritas karena platform mobile yang jadi mayoritas dari segi platform dan MOBA dari sisi genre (yang dibuntuti ketat oleh Battle Royale).

Bagaimana perbandingan kondisi esports antara FIFA dan PES di Indonesia? Sebelum Anda yang fans FIFA protes, lain kali kita akan ambil jawaban dari perwakilan FIFA Indonesia ya.

Valentinus pun bercerita cukup panjang soal ini. Kompetisi Liga1PES sudah memasukin tahunnya yang keempat. Lewat kompetisi ini, komunitas tidak hanya mencari pemain PES terbaik di level nasional namun mereka juga mencoba menyalurkan atau memberikan kesempatan bagi para pemain nasional untuk bertanding lagi di tingkat yang lebih tinggi, seperti di tingkat SEA (Asia Tenggara) ataupun internasional.

Muasalnya, Liga1PES akan membawa pemain terbaik Indonesia untuk bersaing lagi dengan pemain PES terbaik di ajang SEA melawan pemain-pemain dari negara tetangga, seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, Singapura, ataupun Myanmar.

“Jadi secara esports, saya bisa bilang PES jauh lebih unggul dibanding FIFA karena kita sudah memiliki sistem kompetisi skala nasional yang berjalan rutin, terkoneksi dengan kompetisi tingkat regional, dan saat ini juga kita sedang menjajaki kompetisi level internasional bekerja sama dengan komunitas di Eropa dan Amerika.”

Tantangan Esports PES di Indonesia

Satu hal yang menarik dari PES di Indonesia adalah game ini mungkin bisa dibilang game paling laris di jamannya, saat era PS1 dan PS2. Muasalnya, kemungkinan besar, PES merupakan game terlaris di setiap rental yang ada di Indonesia. Sebagian besar gamer, baik PC ataupun console, juga setidaknya pernah memainkan PES atau WE saat itu.

Namun demikian, seiring waktu dan perkembangan teknologi, PES pun meredup popularitasnya digantikan oleh MOBA (Multiplayer Online Battle Arena) yang sekarang masih menjadi esports terlaris. PC dan console pun juga tergerus popularitasnya gara-gara platform Android.

Bagaimananakah Valentinus melihat hal tersebut?

Sumber: Liga1PES
Sumber: Liga1PES

“Saya rasa hal ini tidak berlaku di PES saja sih. Esports sendiri memang industri baru yang pertumbuhannya sangat luar biasa yang sayangnya masih didominasi oleh platform PC dan mobile.

Ia juga menambahkan banyak faktor yang berpengaruh terhadap popularitas PES yang menurun. Namun satu hal yang tak dapat dipungkiri, menurut Valentinus, adalah pasar mobile yang lebih besar ketimbang console. 

“Mayoritas penduduk Indonesia punya ponsel dan bisa akses game-nya tanpa ribet bawa-bawa TV seperti kita di konsol. Faktor ini yang saya rasa buat MOBA lebih cepat dan bahkan sangat cepat pertumbuhannya karena aksesnya yang sangat mudah.”

Lebih jauh menjelaskan, Valentinus juga percaya bahwa ada faktor pembajakan yang begitu kental di Indonesia yang membuat pihak publisher atau developer game console seolah ogah melirik dan mengeluarkan dana untuk pasar Indonesia.

Itu tadi kondisi yang spesifik dengan kondisi di Indonesia, bagaimana dengan di luar sana? Apakah PES juga bisa dibilang kurang laris di luar sana?

Valentinus pun mengatakan, “kalau di luar sendiri bukan dibilang kurang laris sih, hehehe… Namun memang kalah exposure saja.” Ia juga kembali mengatakan bahwa pasar console memang lebih segmented ketimbang PC ataupun mobile.

“Ibaratnya penggemar RPG sedunia juga lebih besar dari penggemar MOBA tapi perbandingan ini bukan apple-to-apple, seperti halnya membandingkan MOBA dengan PES.”

Valentinus juga percaya bahwa PES sebenarnya punya potensi pasar yang lebih besar dibandingkan genre lainnya. Pasalnya, PES merupakan genre olahraga dan sepak bola juga merupakan cabang olahraga favorit di Indonesia dan dunia.

Maka dari itu, ia pun berargumen bahwa lebih mudah untuk mengajak masyarakat awam untuk nonton esports bola dari genre lainnya. Hal ini juga terbukti dengan perkembangan pesat esports PES di dunia olahraga di negara-negara Eropa dan Asia. Klub-klub bola besar sudah mulai merekrut para pemain PES untuk menjadi wakil klubnya.

“Kancah esports PES di Thailand bahkan juga sudah didukung pemerintah dan KONAMI juga akan menggelar liga esports untuk klub-klub sepak bola Thailand. Dengan perkembangan ini, saya rasa exposure gabungan antara sepak bola dan esports game bola bakal jadi kombinasi yang luar biasa banget di tahun-tahun mendatang.”

Sumber: Liga1PES
Sumber: Liga1PES

Dukungan Berbagai Pihak ke Komunitas PES

Meski memang nyatanya bisa dibilang kurang exposure di Indonesia, komunitas PES di Indonesia sudah mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak.

Liga1PES yang memiliki visi untuk menjadikan gamer PES sebagai teladan masyarakat dan komunitas gamer sendiri dengan menjadi wadah bagi komunitas untuk bermain PES secara positif dan meraih prestasi baik di dalam ataupun luar negeri ini, menurut pengakuan Valentinus, telah mendapatkan dukungan dari True Digital Plus Indonesia, Telkom Group dan sejumlah partner lokal.

Sumber: Liga1PES
Sumber: Liga1PES

Mereka juga punya hubungan dekat langsung dengan KONAMI. Liga1PES juga mengantongi lisensi (endorsement dan validasi) resmi dari KONAMI untuk turnamen mereka. Misalnya saja salah satunya adalah PES League Asia 2v2 di awal tahun ini (2018). Liga1PES bersama-sama dengan KONAMI menyelenggarakan kualifikasi di 7 kota dan juga online. Mereka juga berhasil membawa pemain-pemain Indonesia untuk bertanding di Bangkok, Thailand. Saat itu, Indonesia berhasil meraih posisi Runner-Up karena kalah dari Jepang di partai final.

Menyoal Asian Games 2018, Liga1PES juga turut andil di sana. Mereka didukung KONAMI untuk menyelenggarakan PES Party menjelang Asian Games kemarin. Liga1PES sendiri juga menjadi organizer untuk kualifikasi mencari wakil Indonesia di Asian Games 2018.

Valentinus juga mengatakan bahwa mereka bisa memberikan feedback langsung ke pihak KONAMI, baik dalam aspek game itu sendiri ataupun untuk urusan komunitas, esports, ataupun pemasaran mereka. Sebaliknya, KONAMI juga bisa mengakses perkembangan komunitas PES Indonesia melalui Liga1PES.

“Tentunya, dengan hubungan ini, kita sangat mengharapkan ada aksi konkrit yang bisa kita realisasikan di komunitas. Hanya saja, untuk setiap kebijakan atau program yang berhubungan dengan KONAMI selalu membutuhkan proses yang panjang dan tidak mudah.” Tutupnya.

Itu tadi obrolan singkat saya dengan Valentinus tentang komunitas PES Indonesia dan Liga1PES.

Valentinus Sanusi. Dokumentasi: Valentinus
Valentinus Sanusi. Dokumentasi: Valentinus

Di satu sisi, mungkin memang benar apa yang dikatakannya tadi soal sepak bola yang mudah diterima banyak orang. Namun demikian, di sisi lainnya, game bola juga sebenarnya tidak hanya PES. FIFA besutan EA selalu menjadi rival beratnya.

Lain kali, saya akan mengajak perwakilan dari komunitas FIFA untuk mendengarkan pendapatnya. Namun satu hal yang pasti, pertarungannya sebenarnya bukan hanya pada komunitasnya. Andil KONAMI dan EA sendiri juga nantinya akan sangat berpengaruh besar atas perkembangan esports-nya, termasuk di Indonesia.

Saya pribadi inginnya dua-duanya sama besarnya dan sama populernya, bahkan dibanding MOBA sekalipun. Makanya, saya sengaja bawa-bawa nama FIFA di sini karena harapannya KONAMI seharusnya tambah panas jika EA yang lebih dulu investasi besar-besaran di Indonesia – demikian juga sebaliknya. Hahaha…

Terima kasih buat Valentinus yang sudah menuangkan waktu dan ceritanya di sini. Semoga komunitas PES dan Liga1PES semakin kuat ke depannya ya!