Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pembentukan Komite Publisher Rights

Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kebebasan Pers mendorong Dewan Pers, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan untuk membentuk Komite Publisher Rights.

Adapun, koalisi ini terdiri dari LBH Pers, SEJUK, AMSI, PPMN, Yayasan Tifa, SAFEnet, FPMJ, ICW, IDA, dan Internews.

Pembentukan komite ini menyusul implementasi Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas (Publisher Rights).

Aturan ini memiliki mandat untuk membentuk komite pengawasan dan pemenuhan pelaksanaan kewajiban perusahaan platform digital; pemberian rekomendasi kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika atas hasil pengawasan; dan pelaksanaan fasilitasi dalam arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa antara perusahaan platform digital dan perusahaan pers.

“Pemberlakuan aturan ini dinilai perlu pengawalan dari berbagai sektor, pemangku kepentingan, serta kelompok masyarakat sipil secara luas. Maka itu, pembentukan komite ini diharapkan dapat berlangsung secara terbuka, partisipatif, dan akuntabel, dengan mengedepankan integritas dalam proses maupun hasilnya,” demikian disampaikan dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial.id.

Berikut rangkuman sejumlah poin utama terkait pembentukan Komite Publisher Rights oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kebebasan Pers:

    1. Dewan Pers dan Tim Panitia Seleksi Komite memastikan seluruh proses seleksi dijalankan partisipatif dan transparan dengan mementingkan hak-hak masyarakat sipil, khususnya hak atas keterbukaan informasi.
    2. Dewan Pers dan Tim Panitia Seleksi Komite harus memprioritaskan calon anggota yang berintegritas dan memiliki keberpihakan terhadap jurnalisme berkualitas, kemerdekaan pers, serta kompensasi yang berkeadilan untuk perusahaan media dan jurnalis dari semua platform digital yang punya presensi signifikan di Indonesia.
    3. Dewan Pers dan Tim Gugus Tugas harus memastikan seluruh penyusunan aturan kerja komite dilaksanakan secara partisipatif dengan melakukan pelibatan aktif para pakar/ahli independen, masyarakat sipil yang memiliki perhatian khusus terhadap isu kemerdekaan pers, jurnalisme berkualitas, dan sektor lain yang bersinggungan.

Sebagaimana diketahui, Perpres Publisher Rights yang disahkan pada akhir Februari 2024 bertujuan untuk mendorong produk jurnalistik berkualitas serta menjamin kompensasi yang berkeadilan dari perusahaan platform digital untuk perusahaan pers.

Publisher Rights mengatur tentang kewajiban platform digital global, seperti Google, Facebook, dan X (sebelumnya Twitter), untuk mendukung jurnalisme berkualitas atas penayangan konten berita dari media lokal dan nasional melalui skema timbal balik yang seimbang.

Salah satu kewajibannya, seperti tertuang dalam Pasal 5, adalah tidak memfasilitasi penyebaran dan/atau tidak melakukan komersialisasi konten Berita yang tidak sesuai dengan Undang-Undang mengenai pers setelah menerima laporan melalui sarana pelaporan yang disediakan oleh Perusahaan Platform Digital.

Atur Hubungan Bisnis Media dan Platform Digital, Perpres “Publisher Rights” Disahkan

Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platfrom Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau Perpres Publisher Rights pada Senin, 19 Februari 2024.

Aturan ini pada dasarnya ingin melindungi media dalam rangka mendukung jurnalisme berkelanjutan. Sebab, platform digital diwajibkan untuk mendukung jurnalisme berkualitas melalui bekerja sama dengan perusahaan pers.

“Peraturan Presiden ini bertujuan mengatur tanggung jawab perusahaan platform digital untuk mendukung jurnalisme berkualitas agar berita yang merupakan karya jurnalistik dihormati dan dihargai kepemilikannya secara adil dan transparan,” tulis Perpres tersebut.

Presiden Jokowi menyampaikan, “Setelah sekian lama, setelah melalui perdebatan panjang akhirnya kemarin saya menandatangani Peraturan Presiden tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau yang kita kenal sebagai Perpres Publisher Rights.”

Menurutnya, beleid tersebut telah melewati tahapan pembahasan panjang dengan diskusi dan beragam pendapat dari ekosistem pers di tanah air. Kemudian menimbangnya serta mengkaji implikasinya.

“Setelah mulai ada titik kesepahaman dan titik temu, ditambah lagi dengan Dewan Pers yang mendesak, terus perwakilan perusahaan pers dan perwakilan asosiasi media juga mendorong terus. Akhirnya kemarin, saya meneken (menandatangani) Perpres tersebut,” tandasnya.

Jokowi menegaskan bahwa Perpres ini mengatur hak-hak penerbit, hubungan bisnis antara perusahaan pers dan platform digital, bukan untuk mengurangi kebebasan pers dengan mengatur konten pers. Pemerintah ingin memastikan keberlanjutan industri media nasional, kerja sama lebih adil antara perusahaan pers dengan platform digital, serta memberikan kerangka umum yang jelas bagi kerja sama itu.

Kewajiban perusahaan platform digital

Perpres ini mendefinisikan layanan platform digital sebagai layanan milik perusahaan platfom digital yang meliputi pengumpulan, pengolahan, pendistribusian, dan penyajian berita secara digital, serta berinteraksi dengan berita yang berfungsi memperantarai layanan penyajian berita yang ditujukan terutama untuk bisnis. Dengan kata lain, platform seperti Google, Facebook, dan X adalah target dari definisi di atas.

Lebih lanjut, Perpres tersebut mewajibkan Google dkk untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:

  • Tidak memfasilitasi penyebaran dan/atau tidak melakukan komersialisasi konten berita yang tidak sesuai dengan UU mengenai pers setelah menerima laporan.
  • Membantu memprioritaskan fasilitasi dan komersialisasi berita yang diproduksi oleh perusahaan pers.
  • Memberikan perlakuan yang adil kepada semua perusahaan pers.
  • Melaksanakan pelatihan dan program yang ditujukan untuk mendukung jurnalisme yang berkualitas.
  • Mendesain algoritas distribusi berita yang mendukung perwujudan jurnalisme berkualitas sesuai dengan nilai demokrasi dsb.
  • Bekerja sama dengan perusahaan pers

Menurut beleid ini, kerja sama yang dimaksud bisa dilakukan dengan empat cara:

  • Lisensi berbayar.
  • Bagi hasil.
  • Berbagi data agregat pengguna berita.
  • Bentuk lain yang disepakati.

“Bagi hasil merupakan pembagian pendapatan atas pemanfaatan berita oleh perusahaan platform digital yang diproduksi perusahaan pers berdasarkan perhitungan nilai keekonomian,” demikian dikutip dari Perpres.

Masa transisi dan pembentukan komite

Beleid ini memiliki masa transisi selama enam bulan. Untuk itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama sejumlah perusahaan pers mengambil langkah proaktif dengan membentuk tim mitigasi. Tujuannya untuk mengantisipasi dan menangani berbagai kemungkinan yang dapat timbul sebelum regulasi tersebut efektif berlaku.

Menkominfo Budi Arie juga meminta agar komite dan proses bisnis yang akan dijalankan dapat terbentuk dalam waktu tersebut. Komite ini terdiri dari perwakilan dari unsur: dewan pers yang tidak mewakili perusahaan pers, Kementerian, dan pakar di bidang layanan platform digital yang tidak terafiliasi dengna perusahaan platform digital dan perusahaan pers.

Tugas komite adalah:

  • Pengawasan dan pemberian fasilitasi pemenuhan pelaksanaan kewajiban perusahaan platform digital.
  • Pemberian rekomendasi kepada Menteri atas hasil pengawasan.
  • Pelaksanaan fasilitasi dalam arbitrase atau alternatif penyelesaan sengketa antara perusahaan platform digital dan perusahaan pers.

Respons industri

Mengutip dari CNBC Indonesia, perwakilan Google Indonesia mengatakan paham dengan keputusan pemerintah mengesahkan Publisher Rights. Selanjutnya, Google akan mempelajari detail aturan tersebut secara mendalam.

“Selama ini kami telah bekerja sama dengan penerbit berita dan pemerintah untuk mendukung dan membangun masa depan ekosistem berita yang berkelanjutan di Indonesia. Sangatlah penting untuk produk kami dapat menyajikan berita dan perspektif yang beragam tanpa prasangka dan bias,” kata perwakilan Google dalam keterangan resminya, Selasa (20/2).

Lebih lanjut, perwakilan Google menegaskan bahwa penerapan peraturan tersebut harus memperhatikan keadilan bagi semua platform.

“Maka, dalam upaya bersama ini, kami selalu menekankan perlunya memastikan masyarakat Indonesia memiliki akses ke sumber berita yang beragam, dan juga perlunya mengupayakan ekosistem berita yang seimbang di Indonesia, yaitu ekosistem yang dapat menghasilkan berita berkualitas untuk semua orang, sekaligus memungkinkan semua penerbit berita, baik besar maupun kecil, untuk berkembang,” tandas Google.

Selain Google, Ketua Dewan Pakar PWI Agus Sudibyo menyampaikan masalah utama dari industri pers di Indonesia bukan defisit kebebasan pers walaupun ada kecenderungan kualitas demokrasi menurun. Melainkan pada disrupsi digital yang menurunkan daya bisnis media.

Sekarang pemasukan iklan dan tingkat keterbacaan media itu menurun. Menurut dia, perpres ini relevan untuk mengatasi permasalahan itu karena substansi utamanya adalah mewajibkan platform digital melayani permintaan negosiasi nilai ekonomi dari media.

“Perpres itu tidak mengatur perusahaan media massa memperoleh berapa dan di negara lain pun sama (hanya mengatur kewajiban negosiasi). Yang diatur adalah kewajiban platform digital melakukan negosiasi. Artinya, perpres terkait publisher rights memperkuat posisi media,” ujar Agus dikutip dari Kompas.id.