FunPlus Phoenix Menangkan League of Legends World Championship

FunPlus Phoenix (FPX) keluar sebagai juara League of Legends World Championship setelah mengalahkan G2 Esports di babak final yang diadakan di Accorhotels Arena, Paris, Prancis. Tim asal Tiongkok itu menang telak dengan skor 3-0. Padahal, G2 Esports dijagokan sebagai juara setelah mengalahkan SK Telecom T1 di babak semifinal. Sementara itu, di babak semifinal, FPX mengalahkan Invictus Gaming, yang menjadi juara dari LWC 2018. Meskipun begitu, FPX tak dijagokan sebagai juara karena tim Invictus dianggap telah melemah. Menurut laporan InvenGlobal, FunPlus Phoenix tak hanya menang dari G2 Esports dalam kemampuan individual para pemainnya, FPX juga memiliki strategi yang lebih baik. Tim Tiongkok itu berhasil menekan G2 Esports yang menjuarai League of Legends European Championship sepanjang permainan.

Perjalanan FunPlus Phoenix untuk menjadi juara tak mulus. Dalam League of Legends Pro League Summer 2018, mereka kalah dari JD Gaming. Namun, mereka berhasil menjadi juara dalam LPL Summer 2019. Menurut ESPN, performa FPX pada group stage dari LWC juga tak terlalu mengagumkan. Meskipun begitu, mereka tetap berhasil meraih kemenangan di babak perempat final serta babak semifinal dan melaju ke babak final. Jungler FPX, Gao “Tian” Tian-Liang, menunjukkan kemampuannya dengan menekan Marcin “Jankos” Jankowski dari G2, membuatnya memenangkan gelar MVP. Tian juga memiliki peran penting dalam setiap strategi FPX untuk menekan G2. “Ketika saya di Tiongkok, saya sering membaca komentar di forum komunitas, dan banyak orang yang berkata bahwa Tian bermain seperti pemain ini atau pemain itu,” kata Tian, seperti dikutip dari InvenGlobal. “Saya rasa, saya telah menunjukkan pada dunia gaya bermain saya sendiri.”

Sayangnya, kemenangan FPX diiringi dengan kabar bahwa salah satu pemainnya, Midlaner Kim “Doinb” Tae-sang, berencana untuk pensiun. Memang, sebelum ini, Doinb telah mempertimbangkan untuk mengundurkan diri. “Saya rasa, saya telah membuktikan kemampuan saya,” kata Doinb, menurut laporan Dexerto. “Banyak orang yang berkata bahwa midlaner dengan gaya bermain seperti saya tidak akan bisa memenangkan LWC, tapi saya telah membuktikan bahwa saya bisa menang. Kami telah menunggu selama 40 hari untuk mengatakan ini, dan akhirnya kami bisa mengungkapkannya. Kamilah sang juara!”

Doinb menjelaskan bahwa saat ini, dia masih berjuang untuk pulih dari cederanya. Dia juga mengungkap sedikit rencananya jika dia memang akan pensiun, yaitu menghabiskan lebih banyak waktu bersama istrinya, Li “Umi” Youzi. “Sebelum Worlds, saya berkata pada Umi bahwa saya akan membawanya ke Worlds, tapi saya tidak bilang saya akan bisa menang… Saya ingin berterima kasih padanya karena selalu mendukung saya. Sebelum ini, saya telah mempertimbangkan untuk mengundurkan diri, tapi dia bilang, saya harus lebih percaya pada kemampuan saya sendiri, dan mencoba untuk terakhir kalinya. Saya tidak akan bisa mengangkat tropi ini tanpa dukungannya,” kata pemain asal Korea Selatan ini.

Umi yang selalu mendukung Doinb. | Sumber: MICHAL KONKOL FOR RIOT GAMES via Dexerto
Umi yang selalu mendukung Doinb. | Sumber: MICHAL KONKOL FOR RIOT GAMES via Dexerto

Doinb mengaku, Umi hampir memintanya untuk tak ikut dalam World Championship karena dia masih cedera. Namun, pada akhirnya, Umi justru mendorong Doinb untuk ikut dalam LWC, yang berakhir manis dengan kemenangan FPX. “Dia sangat khawatir, pada awalnya, mengingat kondisi saya. Secara fisik, kondisi saya tidak prima, jadi dia khawatir, tapi dia merasa, sangat sayang jika saya mengundurkan diri sekarang. Saya ingin meminta maaf padanya. Semua orang tahu ini, tapi saya jarang pulang bahkan ketika tim tengah rehat. Dan jika saya pulang, saya terus bermain. Saya ingin meminta maaf pada Umi. Saya akan menghabiskan waktu lebih banyak denganmu nanti. Kita telah menikah, jadi kita bisa hidup bersama sekarang.”

Pembukaan League of Legends World Championship

Dengan valuasi lebih dari US$1 miliar, esports kini tak lagi dipandang sebelah mata. Total hadiah yang diberikan dalam turnamen esports juga bisa menyaingi kompetisi olahraga tradisional. Tampaknya, Riot Games juga ingin menunjukkan bahwa acara pembukaan League of Legends World Championship tak kalah dengan ajang olahraga bergengsi lain, seperti Olimpiade atau Super Bowl. Pada 2017, saat babak final LWC diadakan di Beijing, Riot menggunakan Augmented Reality untuk membuat naga raksasa terbang mengitari di stadion. Sementara pada tahun lalu, mereka mengadakan konser yang menggabungkan penyanyi asli dengan band K-Pop virtual. Tahun ini, Riot menggunakan teknologi hologram yang mereka sebut holonet. Adam Mackasek, Associate Manager of Esports Event, Riot Games, menjelaskan, holonet memiliki bentuk serupa “layar bioskop, tapi ada banyak lubang untuk membuat gambar terlihat seperti 3D.”

Mackasek menjelaskan, mereka mencari inspirasi untuk pembukaan LWC dari berbagai acara olahraga besar. “Kami menonton Super Bowl Halftime Show, dan kami mengamati setiap detailnya: Hei, saya suka cara mereka menyajikan momen ini,” kata Mackasek, pada CNN Business. “Begitu juga dengan Olimpiade. Selama setahun, kami mencoba untuk mengerti bagaimana cara mereka menyajikan konten.” Mackasek mengaku, timnya sempat mempertimbangkan untuk kembali menggunakan teknologi AR seperti yang mereka lakukan pada tahun lalu. Namun, dia mengungkap, mereka selalu ingin menggunakan teknologi baru. “Kami tidak ingin penonton bisa menebak akan apa yang akan mereka saksikan. Menantang bagi kami untuk membuat rencana yang sama sekali baru,” katanya.

Sumber header: MICHAL KONKOL FOR RIOT GAMES via Dexerto

Format League of Legends World Championship Buat Jumlah Penonton Stabil Sepanjang Turnamen

League of Legends World Championship (LWC) adalah turnamen League of Legends paling bergengsi di dunia. Untuk bisa masuk ke turnamen ini, sebuah tim harus menjadi tim terbaik di turnamen regional, sepreti LoL Championship Series (LCS) di Amerika Utara, LoL Champions Korea (LCK), dan LoL European Championship (LEC). LWC memiliki beberapa tahap. Secara keseluruhan, turnamen ini dapat berlangsung selama lebih dari satu bulan. Menariknya, masing-masing tahap dari LWC bisa menarik perhatian penonton dari berbagai belahan dunia, termasuk babak kualifikasi.

Babak Penyisihan

Di LWC, ada 24 tim profesional yang akan bertanding. Namun, LWC akan dimulai dengan babak kualifikasi yang akan mengadu 12 tim dengan peringkat terbawah dari 24 tim. LWC memiliki dua babak penyisihan. Dalam babak penyisihan pertama, 12 tim yang bertanding akan dibagi ke dalam 4 grup. Tiga tim di setiap grup akan bertanding dengan satu sama lain menggunakan format round robin. Pemenang ditentukan dengan sistem best-of-one. Tim dengan nilai terendah akan tereliminasi. Sementara tim di posisi pertama dan kedua dari masing-masing grup akan masuk ke babak kualifikasi kedua. Di sini, tim nomor satu akan bertanding dengan tim yang duduk di posisi nomor dua dari grup yang berbeda. Empat tim yang menang akan masuk ke dalam Group Stage.

Meskipun disebut sebagai babak kualifikasi, jumlah penonton yang tertarik untuk menonton sudah cukup banyak. Babak kualifikasi pertama LWC 2018 diadakan pada 1-4 Oktober. Selama empat hari, total durasi menonton babak penyisihan tersebut di Twitch mencapai 13,56 juta jam. Sementara babak kualifikasi kedua, yang diadakan pada 6-7 Oktober, mendapatkan total durasi menonton 7,37 juta jam. Secara keseluruhan, total durasi video ditonton dari babak penyisihan LWC 2018 mencapai 20,93 juta jam. Channel yang memberikan kontribusi paling besar adalah channel resmi Riot Games yang menggunakan bahasa Inggris. Menariknya, sekarang, channel yang menggunakan bahasa non-Inggris, seperti Prancis, Korae, Spanyol, dan Portugis, juga cukup populer.

Sumber: The Esports Observer
Jumlah Concurrent View sebelum, selama, dan setelah LWC 2018 | Sumber: The Esports Observer

Group Stage

Empat tim yang lolos dari babak kualifikasi dapat melaju ke Group Stage. Di sini, 4 tim tersebut akan disatukan dengan 12 tim yang mendapatkan undangan langsung untuk berlaga di Group Stage. Biasanya, tim-tim yang mendapatkan undangan adalah tim-tim terbaik di liga regional. Enam belas tim ini lalu dibagi ke dalam empat kelompok yang akan diadu dengan format double round robin. Pemenang ditentukan dalam pertandingan best-of-one. Dua tim teratas di setiap grup akan lolos ke Knockout Stage, sementara dua tim terbawah akan tereliminasi.

Mengingat Group Stage memiliki jumlah tim paling banyak, bagian ini juga biasanya memakan waktu paling lama jika dibandingkan dengan bagian lain dari LWC. Inilah alasan mengapa Group Stage juga biasanya mendapatkan total durasi menonton paling tinggi. Group Stage LWC 2018 diadakan pada 10-17 Oktober. Secara total, Riot Games menghasilkan 110 jam konten dengan total waktu tonton sebesar 30,71 juta jam. Selain durasi yang lebih lama, alasan lain mengapa Group Stage mendapatkan penonton paling banyak adalah karena di babak ini, tim-tim yang berlaga adalah tim terbaik dari kawasannya. Menurut The Esports Observer, hal ini akan mendorong para fans League of Legends untuk mendukung tim jagoan yang berasal dari kawasan mereka. Fenomena ini serupa dengan fans kasual sepak bola yang turut menonton Piala Dunia hanya untuk melihat tim negaranya berlaga.

Total durasi video ditonton selama LWC 2018 | Sumber: The Esports Observer
Total durasi video ditonton selama LWC 2018 | Sumber: The Esports Observer

Knockout Stage

Dari 16 tim yang berlaga di Group Stage, hanya 8 yang akan lolos ke Knockout Stage. Di sini, delapan tim yang tersisa akan beradu dengan format single-elimination bracket. Jumlah tim yang lebih sedikit membuat total durasi menonton juga menjadi lebih rendah. Meskipun begitu, jumlah rata-rata penonton di Knockout Stage biasanya lebih tinggi dari Group Stage. Knockout Stage biasanya berlangsung selama beberapa minggu karena Riot Games tak langsung mengadu semua tim dalam akhir pekan yang sama.

Secara keseluruhan, Knockout Stage pada LWC 2018 berhasil mendapatkan total waktu ditonton 9,47 juta jam dengan rata-rata Concurrent Viewer mencapai 118,94 ribu orang. Pada tahun lalu, bagian awal Knockout Stage menarik perhatian paling banyak, dengan total durasi video ditonton tertinggi. Meskipun begitu, babak semi-final memiliki jumlah rata-rata penonton paling banyak. Sementara babak final menjadi babak dengan penonton paling banyak. Di channel resmi Riot Games, babak final LWC 2018 berhasil menarik 575,86 ribu penonton.

Sama seperti turnamen esports besar lainnya, LWC memiliki beberapa bagian yang berbeda-beda. Masing-masing stage biasanya menarik perhatian tipe fans yang berbeda-beda pula, mulai dari fans kasual sampai fans hardcore. Dengan mengetahui tipe fans yang tertarik menonton LWC, Riot Games bisa memanfaatkan hal ini untuk mengadakan kegiatan yang sesuai dengan tipe fans yang menonton turnamen yang mereka adakan.

Sumber header: na.leagueoflegends.com

Riot Pamerkan Fighting Game, Card Game, dan Mobile Game League of Legends

League of Legends pertama kali dirilis pada tahun 2009, dan di bulan Oktober ini, karya Riot Games tersebut akhirnya menginjak ulang tahun yang kesepuluh. Untuk merayakannya, Riot Games mengadakan siaran streaming spesial bernama Riot Pls: 10th Anniversary Edition – League of Legends.

Biasanya, tayangan Riot Pls berisi semacam developer diary di mana Riot mengumumkan perubahan-perubahan baru dalam League of Legends. Namun untuk edisi 10th Anniversary ini, ada beberapa pengumuman yang lebih besar. Apa saja pengumuman itu, simak di bawah.

Mobile game, League of Legends: Wild Rift

Setelah rumor yang cukup lama beredar, akhirnya Riot mengumumkan secara resmi League of Legends versi mobile, dengan judul League of Legends: Wild Rift. Game ini akan dirilis untuk Android, iPhone, dan iPad pada tahun 2020. Riot juga berkata bahwa League of Legends: Wild Rift akan meluncur ke console, tapi mereka tidak memberi tahu kapan dan console apa yang dimaksud.

League of Legends: Wild Rift memiliki tampilan grafis dan gameplay yang kurang lebih sama dengan versi desktop, namun didesain untuk selesai lebih cepat (sekitar 15 – 20 menit). Tidak ada dukungan cross-play antara versi mobile/console dengan desktop, namun keduanya menggunakan akun yang sama. Perbedaan konten (hero atau skin) dan antarmuka juga akan terjadi, namun itu hal yang wajar.

Teamfight Tactics versi mobile

Teamfight Tactics alias TFT pada awalnya dikembangkan karena para developer di Riot Games menyukai Auto Chess dan mereka ingin menciptakan game serupa dengan sentuhan mereka sendiri. Namun ternyata TFT meraih popularitas yang sangat besar, dan kini dijadikan sebuah mode permanen dalam League of Legends. Ke depannya, Riot Games akan terus memberi update yang disebut seasonal set, di mana sejumlah hero, item, dan elemen gameplay lainnya akan dirotasi setiap beberapa bulan sekali.

Pengumuman besar lainnya adalah perilisan TFT sebagai game terpisah untuk platform mobile. Menurut Riot, proyek ini diluncurkan karena tingginya permintaan penggemar. TFT versi mobile akan meluncur untuk Android dan iOS pada tahun 2020, didahului dengan versi beta pada bulan Desember 2019 nanti.

Competitive card game, Legends of Runeterra

Satu lagi judul yang sudah lama menjadi gosip di komunitas League of Legends, adalah Legends of Runeterra. Banyak spekulasi mengenai apa sebenarnya game ini, rumor yang paling kuat adalah bahwa Legends of Runeterra merupakan sebuah MMORPG. Tapi rupanya spekulasi itu salah. Legends of Runeterra adalah game kartu kompetitif dengan latar belakang dunia League of Legends yang disebut Runeterra.

Legends of Runeterra mengambil inspirasi dari berbagai daerah di dunia Runeterra, seperti Demacia, Noxus, Zaun, Shadow Isles, dan lain-lain. Jadi Anda akan menemui hero ataupun elemen-elemen gameplay lain yang berhubungan dengan daerah tersebut. Menariknya, Riot berkata bahwa Anda tidak perlu membayar untuk membuka pack berisi kartu acak dalam game ini, tidak seperti card game kebanyakan.

Legends of Runeterra
Sumber: Riot Games

Fighting game, Project L

Fighting game yang satu ini sudah diungkap oleh Tom Cannon dalam acara EVO 2019 lalu, tapi baru sekarang kita bisa melihat penampakan resminya. Untuk sementara Riot belum memberi judul final, jadi fighting game ini dikenal dengan nama Project L saja.

Riot mengembangkan Project L setelah mereka mengakuisisi Radiant Entertainment, perusahaan yang merupakan developer dari fighting game Rising Thunder. Tom Cannon, selain merupakan salah satu founder EVO, juga merupakan founder Radiant Entertainment. Melalui kicauan di Twitter, Cannon berkata bahwa game ini masih jauh dari rilis, bahkan belum bisa disebut veri alpha, jadi kita masih akan menunggu lama.

Project L
Sumber: Riot Games

Seri animasi, Arcane

Satu lagi produk baru yang diumumkan oleh Riot Games adalah serial animasi berjudul Arcane. Serial ini dibuat dengan target pasar penggemar League of Legends dari usia remaja hingga dewasa, dan akan mengambil inspirasi dari lore League of Legends yang sudah ada selama ini. Akan tetapi belum jelas seperti apa cerita pastinya.

Riot mengembangkan Arcane bersama studio Fortiche Productions, yaitu studio yang juga menangani pembuatan video klip musik K/DA. Mereka juga yang menciptakan trailer untuk Worlds 2018, trailer untuk game Agents of Mayhem, dan banyak lagi. Arcane akan tayang melalui platform streaming, namun belum ada pengumuman pasti platform apa yang dimaksud.

Project A dan Project F yang misterius

Masih ada dua produk lagi yang diungkap oleh Riot Games, namun info untuk keduanya masih cukup minim. Pertama yaitu Project A, sebuah game bergenre tactical shooter kompetitif. Game ini memiliki latar dunia yang lebih realistis, jadi tampaknya tidak akan begitu berhubungan dengan League of Legends. Dengan karakter-karakter yang memiliki kemampuan khusus, bisa dibayangkan bahwa Project A akan menjadi saingan Overwatch.

Project A
Sumber: Riot Games

Kedua yaitu Project F, game yang hanya diungkap sekilas dalam siaran streaming Riot Pls. Menurut laporan Polygon, Riot mendeskripsikan game ini sebagai “proyek yang mengeksplorasi kemungkinan bertualang di dunia Runeterra bersama teman-teman”. Jadi tampaknya Riot ingin menciptakan RPG online, mungkin dengan gaya serupa Diablo. Tapi belum ada info lebih lanjut.

Project F
Sumber: Riot Games

Demikian rentetan pengumuman menarik dari Riot Games dalam perayaan ulang tahun kesepuluh League Legends. Bila semuanya benar-benar terwujud, maka League of Legends akan menjadi IP yang sangat besar, dan bisa menarik penggemar dari pasar genre selain MOBA.

Tentu saja mereka harus menghadapi saingan berat dari judul yang sudah ada, Hearthstone dan Street Fighter misalnya. Valve sudah pernah mencoba ekspansi serupa dengan game Artifact, tapi kita tahu bahwa hasilnya tidak memuaskan. Apakah Riot Games bisa meraih hasil yang lebih baik, atau hanya akan mengulang kesalahan serupa? Kita tunggu saja tanggal mainnya.

Sumber: Riot Games, Polygon, Tom Cannon

AXE Jadi Sponsor League of Legends, Kerja Sama SAP dan Team Liquid Diperluas

AXE menjadi sponsor terbaru dari turnamen esports League of Legends. Perjanjian AXE dengan Riot Games ini akan berlangsung selama lebih dari satu tahun. AXE akan mensponsori beberapa turnamen League of Legends tingkat dunia, seperti Mid-Season Invitational, All-Star Event, dan World Championship. Sayangnya, tidak diketahui besar uang yang dikeluarkan oleh AXE untuk menjadi sponsor atau detail tentang kegiatan yang akan mereka lakukan. Satu hal yang pasti, merek AXE Gaming telah muncul dalam siaran World Championship di Verti Music Hall, Berlin, Jerman.

Ini bukan pertama kalinya AXE memutuskan untuk masuk ke ranah esports. Merek parfum tersebut meluncurkan AXE Gaming pada 2018. Pada April tahun ini, mereka juga menjadi sponsor dari ELEAGUE. “Selama ini, AXE selalu mendukung hobi generasi muda, mulai dari musik, olahraga, dan budaya. Kami senang untuk menjadi rekan dari League of Legends Global Esports,” kata Gaurav Raisinghani, Global Director for AXE, dikutip dari Esports Observer. “Kami berharap kami dapat memberikan sesuatu yang lebih pada komunitas dan mendorong para fans untuk mengejar hobi mereka dan mengambil kesempatan yang ada.”

Seiring dengan bertambahnya fans, esports terus tumbuh sebagai industri. Hadiah turnamen esports kini juga bisa menyaingi kompetisi olahraga tradisional bergengsi. Ini menarik minat para merek non-endemik. Riot Games juga berhasil mendapatkan kerja sama dengan berbagai merek non-endemik, mulai dari perusahaan smartphone seperti OPPO sampai merek fashion mewah seperti Louis Vuitton. Sementara itu, AXE juga aktif untuk masuk ke ranah esports di Indonesia. Mereka baru saja mengumumkan kerja sama mereka dengan EVOS Esports untuk mengadakan Game Battle Royale Free Fire.

Kerja Sama Team Liquid dan SAP Kini Juga Mencakup Divisi League of Legends

Team Liquid dan perusahaan software analitik SAP pertama kali mengumumkan kerja sama pada 2018. Melalui kerja sama ini, SAP akan menjadi sponsor dari Team Liquid selama tiga tahun. Selain itu, SAP juga akan menyediakan analisa dari data permainan divisi Dota 2 Team Liquid dengan tujuan meningkatkan performa tim dan pemain. Sekarang, perjanjian keduanya akan diperluas sehingga mencakup tim League of Legends dari Team Liquid. Kini SAP akan membantu divisi League of Legends Team Liquid untuk memilih champion dalam permainan dan keputusan strategis lainnya. Memang, Dota 2 dan League of Legends memiliki gameplay yang serupa mengingat keduanya memiliki genre yang sama, yaitu Multiplayer Online Battle Arena (MOBA).

Sumber: The Esports Observer
Sumber: The Esports Observer

“Bagi SAP, ini merupakan tantangan baru karena kami harus fokus pada game baru untuk pertama kalinya,” kata SAP Director of Strategic Partnership, Milan Černý, menurut laporan The Esports Observer. “Menggunakan pengalaman dan software analitik kami di Dota 2, kami akan mendukung divisi League of Legends dari Team Liquid untuk menghadapi tantangan terberat — League of Legends World Championship — dan membantu mereka mempertahankan gelar sebagai salah satu tim esports paling sukses di dunia.” Sebelum ini SAP juga bekerja sama dengan penyelenggara turnamen Dota 2, seperti Dota 2 EPICENTER Major, MDL Disneyland Paris Major, dan Kuala Lumpur Major.

Sementara itu, sebelum ini, Team Liquid juga telah menggandeng Newzoo sebagai market intelligence partner. Dalam kerja sama ini, Newzoo akan membantu Team Liquid untuk memahami ekosistem esports dengan lebih dalam dan akurat. Sementara Team Liquid akan membantu Newzoo dengan memberikan data agar riset Newzoo dapat memberikan perkiraan yang lebih tepat. Ini menunjukkan bahwa peran data analitik di ekosistem esports telah menjadi semakin penting, sama seperti industri lain.

OPPO Sponsori Turnamen League of Legends Sampai 2024

OPPO menjadi merek non-endemik terbaru yang masuk ke ranah esports. Riot Games baru saja mengumumkan kerja samanya dengan perusahaan smartphone asal Tiongkok itu. Ini menjadikan OPPO sebagai perusahaan smartphone pertama yang menjadi rekan global Riot Games dalam League of Legends Esports. Tidak tanggung-tanggung, kerja sama kedua perusahaan akan berlangsung hingga 2024. OPPO akan mensponsori tiga turnamen global League of Legends, yaitu Mid-Season Invitational, All-Star Event, dan World Championship. Kerja sama ini akan dimulai pada World Championship 2019, yang akan diadakan di tiga kota mulai 2 Oktober mendatang. Ini menandai pertama kalinya OPPO masuk ke ranah esports.

Tujuan OPPO menjadi sponsor adalah untuk memperkenalkan merek mereka pada fans League of Legends. Ada beberapa hal yang OPPO lakukan untuk mencapai tujuan mereka. Salah satunya adalah menyajikan gelar Most Valuable Player dalam Mid-Season Invitational dan World Championship. Selain itu, OPPO juga akan menampilkan konten behind-the-scene dari World Championship, yang dikemas dengan nama OPPO Cam. Melalui program bernama Welcome to the Rift, OPPO akan menunjukkan tim baru yang berlaga dalam League of Legends World Championship. Terakhir, OPPO akan mengadakan promosi untuk konsumen, memungkinkan mereka memenangkan kesempatan untuk melihat behind-the-scene dari tiga turnamen global Leage of Legends.

Sumber: Dexerto
Sumber: Dexerto

Esports adalah olahraga yang tumbuh dengan sangat cepat pada tingkat global, dan League of Legends telah menjadi gaya hidup bagi generasi muda selama beberapa tahun belakangan,” kata Brian Shen, OPPO Vice President dan President of Global Marketing, seperti dikutip dari situs Nexus League of Legends. “Sebagai merek yang fokus pada konsumen, OPPO terus mencari cara yang tepat untuk terhubung dengan generasi muda, yang menjadi target konsumen kami. Ini adalah langkah yang tepat untuk Riot dan OPPO; kerja sama ini memungkinkan kami untuk memperkuat hubungan kami dengan generasi muda, menemani mereka dalam merayakan setiap kemenangan.”

Dengan semakin banyak merek non-endemik yang masuk ke industri esports, keputusan OPPO untuk mensponsori turnamen League of Legends bukanlah hal yang aneh. Lalu, kenapa League of Legends? Dari semua game esports yang ada, OPPO memilih untuk mensponsori game buatan Riot Games. Tampaknya, salah satu hal yang mendasari OPPO untuk memilih League of Legends adalah popularitas. Game MOBA ini sangat populer di Tiongkok. Turnamen League of Legends Pro League (LPL) yang diadakan di Tiongkok merupakan liga League of Legends terbesar di dunia. Sementara menurut ESC, pada 2018, turnamen League of Legends menjadi turnamen esports yang paling paling lama ditonton dengan durasi waktu tonton mencapai 78,8 juta jam.

Sumber: The Esports Observer
Sumber: The Esports Observer

Tidak hanya turnamen League of Legends yang populer, tapi juga konten game tersebut. Hal ini terlihat dari total durasi waktu tonton di Twitch. Pada semester pertama 2019, League of Legends menjadi game yang kontennya paling lama ditonton dengan durasi waktu tonton mencapai 512,3 juta jam. Angka itu naik jika dibandingkan dengan durasi waktu tonotn pada semester pertama 2018, yang hanya mencapai 435,2 juta jam. Pada semester satu 2018, Fortnite menjadi game paling populer di Twitch, mengalahkan League of Legends yang ada di posisi dua. Hanya saja, popularitas Fortnite menurun pada awal tahun ini. Selain itu, jika dibandingkan dengan Fortnite atau Apex Legends — yang durasi waktu konten ditonton fluktuatif — durasi menonton League of Legends cenderung stabil. League of Legends begitu populer sehingga luxury brand seperti Louis Vuitton pun tertarik untuk bekerja sama dengan Riot Games.

“Komitmen OPPO pada desain dan inovasi adalah landasan dari semua hal yang mereka lakukan dan kami senang dapat membawa semangat mereka ke game dan fanbase global kami,” kata Naz Aletaha, Head of Global Esports Business Development and Partnerships, Rio Games. “Menjadi liga esports pertama yang OPPO sponsori adalah bukti kuat akan popularitas League of Legends.”

Gabungkan LMS dan LST, Riot Bakal Adakan Pacific League Championship Series

Riot meluncurkan League of Legends hampir 10 tahun lalu. Sejak saat itu, telah ada banyak turnamen esports dari game tersebut, seperti League of Legends Pro League (LPL) di Tiongkok, League of Legends Championship Series (LCS) di Amerika Utara, dan League of Legends European Championship (LEC) untuk tim-tim Eropa. Riot juga mengadakan League Master Series (LMS) untuk tim-tim yang berasal dari Hong Kong, Taiwan, dan Macau serta League of Legends Southeast Asia Tour (LST) yang menjadi tempat berlaga tim-tim dari Thailand, Filipina, Indonesia, Malaysia dan Singapura. Mulai tahun depan, Riot berencana untuk meleburkan LMS dan LST menjadi satu dan mengubah nama turnamen tersebut menjadi Pacific League Championship Series (PCS).

Pada tahun ini, Riot masih mengadakan LMS dan LST. Untuk menyelenggarakan dua turnamen tersebut, Riot bekerja sama dengan Garena, platform gaming dan esports dari perusahaan internet Sea. Masing-masing LMS dan LST memiliki delapan tim peserta. Sementara PCS akan mengadu 10 tim, menurut laporan The Esports Observer. Sayangnya, Riot masih belum memberikan informasi lengkap tentang turnamen PCS itu sendiri, seperti sistem kualifikasi yang digunakan atau apakah turnamen tersebut akan memiliki sistem promosi-relegasi. Riot juga baru akan mengumumkan jadwal turnamen pada tahun depan. Tujuan Riot untuk menggabungkan LMS dan LST menjadi PCS adalah untuk memperketat persaingan antara tim yang bertanding.

LST adu tim-tim dari Asia Tenggara | Sumber: situs LST
LST adu tim-tim dari Asia Tenggara | Sumber: situs LST

“Selama beberapa bulan belakangan, Garena dan Riot Games telah mengevaluasi ekosistem esports League of Legends di Asia Tenggara dan kawasan LMS,” kata Riot Games, menurut laporan Dot Esports. “Tujuan kami mengadakan PCS adalah membuat persaingan menjadi semakin ketat dan menyajikan pertandingan yang menarik untuk para fans.” Memang, belakangan, LMS tak lagi sekompetitif dulu. Tim-tim yang berlaga di LMS juga kesulitan untuk bertanding di panggung internasional. Tampaknya, salah satu alasannya adalah kurangnya pemain League of Legends yang mumpuni di kawasan LMS. Dengan menggabungkan LMS dan LST, Riot ingin membuat tim yang ikut serta menjadi semakin kompetitif dan memudahkan tim untuk mencari pemain bertalenat.

“Kami percaya, pembuatan liga baru, yang akan mengadu tim dari Hong Kong, Taiwan, Macau, dan Asia Tenggara dalam satu turnamen, akan membantu para tim untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan meningkatkan persaingan di kawasan tersebut,” kata Riot, seperti dikutip dari Esports Insider. “Pada saat yang sama, ini juga akan meningkatkan jumlah pemain yang bertalenta. Memusatkan ekosistem esports juga akan meningkatkan kesempatan bisnis dan media untuk para tim profesional.”

Sumber header: Dexerto

Louis Vuitton Buat Travel Case untuk Trofi League of Legends World Championship

Riot Games baru saja mengumumkan kerja samanya dengan Louis Vuitton dalam League of Legends World Championship. Sekilas, ini mungkin membuat Anda heran, mengingat Louis Vuitton adalah merek fashion asal Prancis sementara Riot adalah developer game yang juga mengadakan turnamen untuk game buatannya, League of Legends. Namun, sebenarnya ini tidak aneh. Belakangan, memang semakin banyak merek non-endemik (merek yang tidak memiliki kaitan dengan dunia game atau esports secara langsung), yang tertarik untuk mendukung industri esports, mulai dari perusahaan pembuat mobil, makanan, sampai layanan keuangan.

Dengan kerja sama ini, Louis Vuitton akan membuat travel case untuk Summoner’s Cup, piala yang diserahkan untuk pemenang League of Legends World Championship. Sebelum ini, Louis Vuitton memang pernah membuat travel case untuk berbagai trofi kompetisi bergengsi, seperti Rugby World Cup dan FIFA World Cup. Namun, ini pertama kalinya mereka membuat travel case untuk kompetisi esports. League of Legends World Championship adalah turnamen tahunan yang Riot adakan. Riot menyebutkan, turnamen tingkat dunia itu diikuti oleh lebih dari 100 tim esports dan 800 pemain profesional serta ditonton oleh jutaan fans. Tahun ini, turnamen tersebut akan dimulai pada 2 Oktober di Berlin, Jerman. Sementara babak kuartal final dan semi final akan diadakan pada 26 Oktober di Madrid, Spanyol. Babak final akan diadakan di Paris, Prancis pada 10 November. Travel case buatan Louis Vuitton akan dipamerkan di Eiffel Tower selama dua hari sebelum babak final diadakan.

Sumber: VentureBeat
Summoner’s Cup. Sumber: VentureBeat

“Kedua pihak ingin memastikan bahwa kolaborasi ini menarik hati masing-masing target konsumen perusahaan,” kata Naz Aletaha, Head of Global Esports Partnerships and Business Development, Riot Games, menurut laporan The Washington Post. “Esports adalah tahap berikutnya bagi perusahaan yang selama ini terlibat dalam industri olahraga tradisional.” Memang, merek-merek yang selama ini diasosiasikan dengan dunia olahraga juga telah masuk ke esports. Misalnya, merek sportswear Nike yang menjadi sponsor dari League of Legends Pro League (LPL) serta membuat jersey untuk tim yang bertanding turnamen League of Legends di Tiongkok tersebut. Selain itu, Adidas juga mengumumkan kerja sama dengan streamer Fortnite ternama, Tyler “Ninja” Blevins.

Tidak berhenti sampai di situ, Louis Vuitton juga akan mendesain skin untuk karakter League of Legends. Desain skin tersebut akan ditangani langsung oleh Nicolas Ghesquière, Artistic Director of Women’s Collection dari Louis Vuitton. Dia juga akan membuat berbagai digital aset untuk League of Legends. Skin memungkinkan para pemain untuk membuat karakternya tampil beda. Epic Games, pembuat Fortnite, mendapatkan uang hingga jutaan dollar per bulan dengan menjual skin. Sayangnya, saat ini, belum diketahui seperti apa desain dari skin atau travel case untuk trofi League of Legends World Championship buatan Louis Vuitton.

Menurut Aletaha, konvergensi antara dunia game dan fashion bukanlah sesuatu yang aneh. Tahun ini, League of Legends akan berumur 10 tahun. Riot mengklaim, game buatannya itu merupakan “game PC terpopuler di dunia” dengan lebih dari delapan juta orang memainkan game itu setiap harinya. League of Legends juga memiliki turnamen esports di berbagai kawasan. Selain turnamen esports, League of Legends juga memiliki komik. Riot juga sukses menggabungkan game buatannya dengan musik. Tahun lalu, kompetisi dunia League of Legends menampilkan konser K-pop dengan augmented reality sebagai acara pembukaan. “Game memang mulai menjadi gaya hidup,” kata Aletaha. “Kami kini telah menjadi budaya. Tidak heran jika fashion jadi langkah berikutnya.”

Sumber: The Washington Post, VentureBeatThe Verge

Mastercard Jadi Sponsor LCS dan Buat Konten Tentang Komunitas Esports LoL

Mastercard kini menjadi rekan finansial eksklusif untuk League of Legends Chamionship Series, liga LoL tahunan untuk kawasan Amerika Utara. Ini bukan kerja sama pertama yang Mastercard buat dengan Riot. Sebelum ini, perusahaan kartu kredit itu juga telah menjadi sponsor dari beberapa turnamen LoL lain, seperti Mid-Season Invitational, All-Star Event, dan World Championship.

“Kami senang untuk masuk ke ranah esports,” kata Executive Vice President of Marketing and Communications for North America, Mastercard, Cheryl Guerin, seperti dikutip dari The Esports Observer. “Selama ini, Mastercard ikut masuk ke berbagai jenis olahraga karena kami ingin para pemegang kartu kami bisa mengejar hobi mreeka. Kami sadar, apa yang terjadi di esports sangat penting, baik tentang pertumbuhan industri dan kesenangan fans. Kami ingin berinteraksi dengan para penggemar esports  dan itulah awal dari msauknya kami ke ranah ini. Kami melihat interaksi yang sangat aktif , dan kami harap, itu juga akan terjadi kali ini. Kami menghubungkan diri dengan audiens baru dan esports adalah platform yang fantastis.”

Menurut Nielsen, tahun ini, jumlah nilai sponsorship yang diberikan oleh merek non-endemik — mulai dari merek makanan, mobil, hingga layanan finansial — naik 13 persen dari tahun lalu.

Sebagai sponsor, hal paling mendasar yang bisa sebuah perusahaan lakukan adalah memasang logo pada seragam pemain esports atau pada panggung. Namun, Mastercard tidak puas dengan hanya melakukan itu. Dalam kerja sama terbaru ini, Mastercard akan menawarkan layanan ekstra untuk para pemegang kartu, seperti tur backstage, tempat menonton khusus, dan kesempatan bertemu dengan para pemain profesional.

Tidak berhenti sampai di situ, Mastercard bersama Riot juga akan membuat konten eksklusif. Seri yang diberi judul “Together Start Something Priceless” itu akan membahas tentang pemain yang memberikan dampak positif pada komunitas. Orang pertama yang akan dibahas adalah Stephen “Snoopeh” Ellis. Dia adalah mantan pemain profesional yang kini mendukung para pemain profesional lainnya. Pada awalnya, seri ini akan tersedia secara eksklusif untuk kawasan Amerika Utara. Namun, nantinya, video tersebut juga akan tersedia di kawasan lain.

Sumber: Young-Wolff/Riot Games via The Esports Observer
Sumber: Young-Wolff/Riot Games via The Esports Observer

“Mastercard adalah merek yang dikenal di dunia, dan kami jelas ingin ada merek yang dikenal audiens kami. Namun, satu yang paling penting, kami  ingin mendekatkan diri dengan penonton dengan cara yang orisinal dan interaktif,” kata Guerin.

“Dengan membuat konten, yang memang dibuat khusus untuk komunitas esports itu sendiri — konten ini menampilkan berbagai cerita berharga yang kita dengar selama kerja sama kami, dari fans yang memang sangat cinta dengan esports. Menampilkan konten-konten jauh lebih otentik daripada sekadar menampilkan logo kami. Penting bagi kami untuk melakukan ini: kami membuat cerita menggugah tentang esports, dan menginspirasi orang lain yang juga senang dengan esports.”

North American Head of Partnerships and Business Development, Riot Games, Matt Archambault mengatakan bahwa membuat seri video tentang esports akan membantu Mastercard untuk berinteraksi dengan para penggemar esports. Dia menyebutkan, menampilkan logo memang awal yang baik untuk merek non-endemik yang ingin masuk ke ranah esports. Namun, menyajikan konten memungkinkan sponsor untuk dapat memperkenalkan merek mereka pada audiens esports dengan lebih baik.

“Mengembangkan sebuah cerita dan menceritakannya pada komunitas — dua hal itulah yang memberikan nilai lebih pada komunitas,” kata Archambault. “Pada akhirnya, itulah yang coba kami lakukan: memberikan pengalaman dan membuat kerja sama untuk memberikan nilai lebih tidak hanya pada merek itu, tapi juga pada komunitas, dan melakukan sesuatu yang mungkin belum pernah dicoba sebelumnya.”

Merek non-endemik memang kini mulai memasuki ranah esports. Jika melihat ke ranah lokal, di Indonesia pun trennya demikian, salah satunya adalah Go-Pay yang menjadi sponsor dari RRQ.

Riot Games Gandeng Nielsen untuk Penyediaan Data Valuasi Sponsorship Esports

Industri esports adalah industri yang masih terus berkembang pesat. Nilai revenue yang berputar di industri ini diprediksi mencapai US$1,1 miiar di tahun 2019, dan total investasinya secara global telah mencapai angka US$4,5 miliar hanya dalam tahun 2018 saja. Namun masih ada beberapa masalah, salah satunya yaitu kurangnya rekam jejak performa perusahaan (mengingat industrinya pun masih baru) dan masih rendahnya minat para investor untuk menanamkan modal secara jangka panjang.

Untungnya hal itu dalam waktu dekat tampak akan mengalami perubahan. Riot Games, perusahaan raksasa yang kita kenal sebagai pemilik properti intelektual League of Legends, baru-baru ini mengumumkan kerja sama dengan salah satu perusahaan solusi data pasar terpercaya dunia yaitu Nielsen. Kerja sama ini bertujuan untuk mengukur nilai dari kerja sama brand yang terjadi dalam liga ataupun kompetisi League of Legends. Harapannya, data tersebut dapat membantu para brand yang terlibat di industri ini untuk melihat nilai return of investment (ROI) seperti halnya sponsorship di dunia olahraga konvensional.

“Seiring esports terus meraih momentum dengan pengiklan dan pemasar brand, kebutuhan akan verifikasi audiens dan brand exposure oleh pihak ketiga yang independen menjadi penting,” kata Nicole Pike, Managing Director di Nielsen Esports, dalam situs resminya, “Dengan kerja sama ini, kami memiliki kesempatan untuk membantu monetisasi platform Riot Games dan memvalidasi pasar yang sedang tumbuh ini.”

Nielsen sendiri telah terjun ke dunia esports pada tahun 2017 dan telah memiliki layanan sponsorship tracking khusus esports yang bernama Esport24. Ke depannya mereka akan mengukur brand exposure di berbagai kompetisi LoL sepanjang 2019 dan 2020, termasuk North America League of Legends Championship Series (LCS), League of Legends European Championship (LEC), tiga event internasional LoL, serta beberapa liga regional lainnya di Asia.

League of Legends - Rift Rivals
Rift Rivals 2019 mempertemukan tim-tim LCS melawan tim-tim LEC | Sumber: LoL Esports

Untuk mendukung usaha tersebut, Riot Games akan memberikan akses pada Nielsen untuk mengambil data agregat viewership yang mereka miliki. Termasuk memperbolehkan Nielsen mengakses data dari fitur Pro View yang beberapa waktu lalu baru diluncurkan. Metrik-metrik ini kemudian akan tersedia dalam produk Esport24.

“Kepercayaan dan transparansi adalah komponen vital dalam membangun dan menjaga relasi dengan partner brand,” kata Doug Watson, Head of Esports Insights di Riot Games, “Seiring perusahaan-perusahaan besar berinvestasi di turnamen kami, kami ingin membantu mereka melihat nilai exposure mereka dan mengidentifikasi cara terbaik untuk berinteraksi dengan para penggemar setia kami.”

Selama 12 bulan terakhir, League of Legends Esports telah menjalin kerja sama dengan berbagai brand terkemuka, termasuk Mastercard, Dell/Alienware, State Farm, dan Nike. Dengan adanya data valuasi sponsorship yang lebih transparan dan terukur, tidak menutup kemungkinan akan lebih banyak brand yang tertarik berpartisipasi, baik dalam LoL ataupun esports secara umum. Tahun 2019 sejauh ini telah menjadi tahun yang menarik bagi industri esports, dan tampaknya masih akan terus bertambah menarik.

Sumber: Adweek, Nielsen Sports

Riot Games Luncurkan Revenue Sharing League of Legends di Liga Amerika dan Eropa

Sebagai salah satu cabang esports terpopuler di dunia, rasanya tak afdal bila League of Legends tidak memiliki program untuk mensejahterakan para pemainnya. Seperti Dota 2 atau Rainbow Six: Siege yang menyediakan berbagai in-game item hasil kerja sama dengan tim-tim profesional, Riot Games baru-baru ini meluncurkan fitur yang memungkinkan penggemar untuk mendukung tim kesayangan secara langsung.

Fitur pertama adalah Fan Pass, sebuah item yang memberikan misi-misi tertentu pada pemain dengan berbagai imbalan menarik, termasuk emotes, icons, skins, dan sebagainya. Fan Pass ini dijual seharga 980 Riot Points, atau setara US$10. Tersedia di wilayah Brasil, Turki, Amerika Latin, Jepang, dan Oseania, hasil penjualan Fan Pass akan dibagi 50:50 dengan seluruh tim profesional di wilayah-wilayah tersebut.

Fitur baru kedua yaitu Team Pass. Mirip seperti Fan Pass, Team Pass juga memberikan misi dengan berbagai imbalan. Bedanya, imbalan-imbalan Team Pass ini memiliki tema yang berkaitan dengan tim yang dipilih. Setiap pemain hanya boleh membeli satu Team Pass untuk kompetisi LCS (League of Legends Championship Series) dan satu Team Pass untuk kompetisi LEC (League of Legends European Championship). Hasil penjualan Team Pass ini akan dibagi 50:50 dengan tim-tim dalam liga yang bersangkutan.

League of Legends - T1 x G2
Sumber: LoL Esports

Sebetulnya ini bukan pertama kalinya League of Legends menyediakan fitur serupa “Battle Pass” begini, namun biasanya Battle Pass itu hanya berlaku untuk satu turnamen saja. Sebaliknya, Fan Pass dan Team Pass berlaku selama satu musim. Ini merupakan salah satu cara bagi tim-tim profesional untuk mendapatkan penghasilan yang tidak bergantung pada uang hadiah turnamen saja.

“Kami rasa penting, seiring olahraga ini tumbuh, agar liga-liga, tim, dan para pemain saling berbagi dalam kesuksesan bersama,” demikian tulis tim LoL Esports dalam blog resminya. “Kami sangat gembira dengan peluncuran program ini dan akan terus mempelajari sebanyak-banyaknya aspek apa yang paling dihargai oleh penggemar esports seluruh dunia seiring kami melebarkan sayap lebih luas di masa depan!”

Satu fitur lagi yang baru diumumkan adalah fitur unik bernama Pro View. Tersedia untuk kompetisi LEC dan LCS mulai bulan Juni, fitur ini memungkinkan penggemar untuk membeli semacam keanggotaan premium untuk dapat melihat jalannya kompetisi secara lebih mendetail. Contohnya kemampuan mengganti sudut pandang dari kesepuluh pemain yang sedang bertanding, menampilkan pertandingan dalam empat layar sekaligus secara split-screen, dan sebagainya.

Team Liquid
Sumber: LoL Esports

Pro View juga menyediakan fitur untuk menyimpan momen-momen penting turnamen dalam bentuk video, statistik para pemain profesional, hingga fitur sosial untuk berinteraksi dengan sesama pemilik keanggotaan Pro View. Pada awalnya Riot Games hanya menyediakan Pro View dengan caster bahasa Inggris, tapi di masa depan dukungan bahasa lain juga akan diberikan.

Lebih mahal dari dua fitur sebelumnya, Pro View dijual seharga US$14,99 untuk masing-masing liga, atau bundel seharga US$19,99 untuk LEC dan LCS sekaligus. Hasil pembelian Pro View juga akan dibagi dengan tim-tim di liga terkait, namun Riot Games tidak menjelaskan pembagiannya secara detail.

Sumber: The Esports Observer, LoL Esports