Sekelumit Cerita Startup Daerah: Dampak Pandemi dan Pentingnya Merantau Ke Jakarta

Pandemi memberikan efek berbeda bagi setiap startup. Ada yang mendulang keuntungan, ada juga yang kehabisan bahan bakar hingga akhirnya harus menutup layanannya. Saya mencoba menggali cerita dengan lima startup yang berdomisili di luar Jabodetabek tentang bagaimana bisnis mereka terdampak pandemi, dan urgensi memasuki Jabodetabek sebagai pusat ekosistem startup di Indonesia.

SimpliDots, startup asal Medan yang menyediakan solusi berbasis cloud untuk pengelolaan distributor dan retailer, mengaku meski terdampak mereka tetap bisa menjalankan operasi dengan melakukan beberapa penyesuaian operasional, termasuk kebijakan work from home.

CEO SimpliDots Jowan Kosasih menceritakan, bisnis mereka mengalami peningkatan. Salah satu penyebabnya adalah peningkatan jumlah pengusaha yang mulai melek terhadap implementasi teknologi digital.

“Pertama, sejak pandemi melanda, kami menyusun beberapa skenario dari yang terbaik sampai yang terburuk, dan bagaimana kita tetap bisa berekspansi tapi juga tetap menjaga runway minimal 18 bulan selama pandemi ini. Kedua, kami melakukan evaluasi dan penyesuaian untuk produk kita, dan mencari peluang baru dengan adanya perubahan perilaku karena pandemi ini. Ketiga, tim kami yang sebelumnya agak skeptis terhadap kerja remote, sekarang menyadari bahwa bekerja secara remote juga banyak dampak positifnya,” cerita Jowan. 

Sementara itu dari segi bisnis, banyak yang cenderung wait and see. SimpliDots juga menjadi lebih hati-hati dalam hal spending. Menurut Jowan, fund raising relatif lebih sulit sekarang ini.

Selain itu juga karena pandemi ini pengembangan tim field sales jadi terhambat karena kita tidak bisa melakukan travel dan tidak bisa berjumpa langsung dengan client,” imbuh Jowan. 

Sementara itu, startup asal Yogyakarta, Mitra Sejahtera Membangun Bangsa (MSMB), cukup merasakan dampak pandemi dan mulai mencoba membuka lini bisnis baru. Startup yang menawarkan solusi IoT untuk pertanian dan perikanan ini praktis tidak melakukan pemasangan sensor di lokasi-lokasi baru.

Beberapa kegiatan untuk proyek di daerah dengan kementerian dan lembaga juga terhenti, pelatihan penggunaan teknolgi dan aplikasi dengan penyuluh pertanian, petugas lapangan dan petani pun harus disesuaikan dan diselenggarakan secara online.

“Baru mulai kembali minggu ini dengan Bank Indonesia kami memasang dua sensor di Tegal dan Nganjuk untuk klaster bawang merah dan bawang putih, dan akan ada 8 lokasi baru lagi yang akan menjadi lokasi tujuan pemasangan sensor,” terang Chief Marketing Officer MSMB Ari Aji Cahyono.

Kendati demikian, melalui produk RiTxMarket, MSMB berusaha membuka perluang baru dengan menjual komoditas hasil tani. RiTxMarket yang semula hanya disiapkan untuk konsumen B2B mulai dibuka untuk pengguna rumahan sehingga bisa menjangkau lebih banyak pengguna.

“Jadi, kami menyuplai kebutuhan bahan baku untuk rumah makan, catering, dan sebagainya. Namun, karena pandemi, mulai pertengahan Maret kami juga menyasar hingga konsumen rumah tangga. Meski hanya beroperasi di wilayah Yogyakarta, ternyata permintaan cukup tinggi untuk penjualan paket-paket sayuran dan komoditas lainnya. Bahkan, kami pun jadi memperluas wilayah dan membuka cabang di Solo untuk komoditas buah-buahan,” jelas Ari.

Situasi pandemi juga membawa efek positif bagi bisnis Tumbasin. Startup yang bermarkas di Semarang itu mengklaim berhasil mendapatkan pertumbuhan bisnis yang cukup signifikan dengan 1000 pengguna harian dengan 14.000 pengguna aktif.

Startup yang mulai dirintis sejak tahun 2017 ini memang sejak awal berfokus pada menghubungkan pengguna dengan pasar tradisional. Di tengah himbauan jaga jarak dan pembatasan kerumunan model bisnis Tumbasin mulai menemukan potensi pengguna yang cukup besar.

“‌Sejak pandemi kami mengalami pertumbuhan hingga 6 kali lipat,” jelas Co-founder Tumbasin Muhammad.

Kondisi saat ini juga tak menghalangi startup Surabaya Riliv untuk terus berinovasi. Co-founder Riliv Audrey Maximillian Herli menceritakan bahwa mereka meluncurkan Riliv Hening, sebuah layanan meditasi online yang diharapkan mampu mencegah stres dan membuat pengguna lebih mindful.

Sementara itu, model bisnis (Software as a Services) SaaS berbasis chatbot membawa Botika mendapatkan peningkatkan permintaan. Startup yang lahir di Yogyakarta ini mengklaim mendapatkan permintaan yang semakin naik dan berlipat setelah pandemi, karena digitalisasi perusahaan juga semakin lazim.

Botika saat ini tengah fokus pada pengembangan teknologi kecerdasan buatan yang diaplikasikan pada komunikasi antara manusia dan mesin, baik secara tekstual maupun suara, terutama untuk Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan bahasa lainnya.

“Setelah meluncurkan smart speaker Bahasa Indonesia pertama bersama Widya, Botika dalam waktu dekat akan meluncurkan produk voicebot yang terhubung dengan saluran telepon, sehingga perusahaan dapat menerima dan melakukan panggilan suara melalui telepon secara otomatis untuk keperluan customer service, informasi, reminder dan penagihan,” terang Erikuncoro.

Pentingnya merantau ke Jabodetabek

Foto Jakarta / Pixabay
Foto Jakarta / Pixabay

Dalam sebuah laporan yang diterbitkan Startup Gnome, Jakarta dinobatkan sebagai kota dengan ekosistem terbaik, hanyak kalah dari Mumbai, India. Jakarta beserta kota-kota yang berada di sekitarnya, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi menjadi episentrum ekosistem startup di Indonesia.

Dua startup berbasis SaaS di luar Jabodetabek yang saya hubungi, SimpliDots dan Botika, sepakat bahwa semua tergantung produk dan model bisnis. “Merantau” ke kota besar di Jabodetabek merupakan salah satu bagian dari strategi bisnis, tapi juga harus diperhitungkan dengan matang.

“Pada dasarnya, bisnis model SaaS  terbagi dua yaitu low touch (tidak membutuhkan banyak service dan support) dan high touch (sebaliknya). Untuk yang low touch sebenarnya tidak terlalu membutuhkan kantor fisik yang dekat dengan clients sepanjang users bisa self sign-up, self on-boarding dengan mudah.[…] Perusahaan juga sebenarnya masih cenderung untuk lebih memilih provider yang lebih dekat karena lebih mudah apabila memerlukan on-site support. Ekspansi ke Jakarta tentunya juga sangat penting bagi kami atas dasar beberapa pertimbangan tersebut,” jelas Jowan.

Sementara itu Co-Founder & CMO Botika Erikuncoro menjelaskan bahwa ekspansi ke Jabodetabek itu tergantung produk dan target pasarnya. Botika, misalnya, banyak memiliki potensi pengguna di Jakarta. Mau tidak mau mereka harus hadir di Jakarta meski tidak sepenuhnya. Mereka membuka kantor di Cohive Menara Prima sejak tahun 2019.

“Dan kalau melihat Botika, kami tidak memindahkan semua tim ke Jakarta walaupun klien kami sebagian besar berada di sana. Cukup beberapa [anggota] tim business development dan marketing aja yang berada di sana untuk kemudahan koordinasi dan komunikasi dengan klien,” papar Erikuncoro.

Kondisi tak jauh berbeda dialami MSMB dan juga Tumbasin. Meski kantor pusat dan operasionalnya ada di Yogyakarta, perusahaan tetap hadir di Jakarta dalam wujud tim marketing dan business development.

“Tak bisa dipungkiri, karena pusat pemerintahan, lembaga dan sektor swasta lainnya kebanyakan berpusat di Jakarta, dan mereka adalah client kami. Untuk itulah kenapa perlu kami menempatkan tim di Jakarta,” jelas Ari.

Sementara Tumbasin akhirnya memutuskan masuk ke Jakarta untuk menjemput pengguna yang lebih banyak. Hadir ke pasar tradisional Jakarta adalah keputusan yang diambil setelah apa yang mereka lakukan di Semarang diterima dengan baik oleh pengguna. Tumbasin juga membuka kantor operasional di lokasi yang dekat dengan tiap-tiap pasar. Saat ini mereka berharap menggalang dana baru untuk memperkuat operasionalnya di 10 kota.

“Kami sudah melakukan ekspansi ke Jabodetabek. Sudah [hadir di] 10 pasar tradisional untuk wilayah Jabodetabek. Kuncinya di kepuasan pelanggan yang kami jaga. Market Jabodetabek [memiliki] populasi penduduk sangat besar dengan penduduk yang bermacam-macam. Harapannya paling tidak Tumbasin bisa menyelesaikan masalah 10% total rumah tangga yang ada di Jabodetabek untuk memudahkan belanja di pasar tradisional,” terang Fuad.

Maxi berpendapat serupa. Menurutnya, secara operasional dan pengembangan produk startup tidak harus berada di Jabodetabek, namun dalam rangka untuk melakukan pemasaran, networking, dan business development, berada di Jabodetabek akan lebih memudahkan karena banyak partner dan klien yang berada di sana.

Di mana pun memulainya, Jakarta atau Jabodetabek pasti akan menjadi masuk dalam radar. Pusat perekonomian, masyarakat yang mayoritas melek teknologi, dan akses ke banyak perusahaan tentu menjadi godaan startup untuk hadir di sana.

Solusi SimpliDOTS Siap Bantu Perusahaan Distributor

Transformasi digital selalu mencari peluang bagi bisnis digital. Membantu para konsumen yang sebelumnya menggunakan cara-cara konvensional beralih ke penggunaan teknologi merupakan tujuan utama. Hal tersebut tampaknya yang sedang dilakukan SimpliDOTS, sebuah layanan berbasis cloud yang menyasar pengguna distributor dengan menawarkan solusi pengelolaan distributor mulai dari pembelian, penjualan, hutang piutang, monitoring posisi karyawan hingga Business Intelligence yang membantu membaca data-data yang ada di perusahaan.

Fitur-fitur yang ada di SimpliDOTS meliputi fitur Distribution Management yang diklaim bisa membantu bisnis mengelola mulai dari pemesanan, pengantaran sampai dengan penagihan yang dapat diakses melalui smartphone. Lengkap dengan kapabilitas sistem dashboard yang bisa membantu meringankan kinerja admin. Teknologi ini disiapkan untuk sales, driver dan kolektor dalam melayani pelanggan.

Selanjutnya adalah fitur Finance Management, sistem distribusi yang meliputi fitur hutang piutang, penagihan yang bisa dilakukan melalui aplikasi mobile dan juga pembayaran.

Fitur lainnya juga ada Inventory Management, sebuah fitur yang menyediakan pengelolaan stok barang dengan fitur-fitur seperti alokasi stok, mendukung pengelolaan lebih dari satu gudang canvassing system, stok produk yang bisa disimpan multi unit, dan juga kemampuan melihat pergerakan stok dengan detail dan akurat. Ada juga sistem Tracking and Route Management yang mampu mengelola rute kunjungan, pemantauan atau monitoring dari salesman maupun driver, termasuk menganalisisnya.

CEO SimpliDOTS Jowan Kosasih kepada DailySocial menjelaskan mereka secara spesifik menyasar perusahaan distributor.

“Target pengguna kita adalah perusahaan distributor yang memiliki banyak salesman, produk dan pelanggan terutama yang masih memakai cara manual atau sistem yang belum berbasis cloud. SimpliDOTS adalah layanan B2B jadi market kita lebih targetted ke perusahaan-perusahaan distributor, dan juga karena perusahaan distributor sendiri tahu bagaimana susahnya untuk menangani perusahaan tanpa sistem yang bagus. Jadi ini adalah niche market, yang artinya kita lebih mudah untuk masuk,” terang Jowan.

SimpliDOTS pertama kali dibangun pertengahan tahun 2016 dan mulai diluncurkan pada awal tahun 2017. Di usianya yang belum genap satu tahun ini SimpliDOTS sudah memiliki 9 perusahaan distributor yang berlokasi di Sumatera Utara, di wilayah tempat SimpliDOTS berasal. Untuk itu ekspansi ke pulau Jawa menjadi salah satu target SimpliDOTS dalam satu-dua tahun ke depan.

“Target kami untuk satu-dua tahun ke depan adalah, ekspansi terutama ke pulau Sumatera dan Jawa, membentuk tim Sales dan Support, fitur-fitur yang ada akan terus di-improve dan juga menambah fitur-fitur baru seperti accounting, sales target gamification, voice ordering, predictive analysis, dan kapabilitas machine learning, “ tutup Jowan.

GnB Accelerator Gelar “Demo Day” Batch Ketiga

Setelah menjalankan program selama tiga bulan mulai dari September hingga November 2017, enam startup terpilih program akselerator GnB batch 3 telah mengakhiri masa mentorship mereka dengan menggelar acara “Demo Day”. Kepada media hari ini Program Manager GnB Accelerator Kentaro Hashimoto mengungkapkan merasa senang dengan hasil dari pelatihan secara intensif yang dilakukan kepada startup terpilih Indonesia.

“Saya merasa senang akhirnya program ini sudah berakhir dan menghargai partisipasi semua tim startup dari batch 3,” kata Kentaro.

Membuka pendaftaran batch 4

Disinggung tentang tendensi fokus ke startup tertentu dalam program akselerator batch 4 yang saat ini pendaftarannya sudah dibuka, SEA Regional Manager Fenox VC Retno Dewati menegaskan, secara khusus program GnB Accelerator tidak pernah fokus dan hanya memilih bidang startup tertentu dan terus membuka kesempatan kepada startup yang telah memiliki tim yang solid dan tentunya bisnis model yang baik.

“Sejak awal fokus kita dari GnB Accelerator adalah mencetak startup yang berkualitas. Meskipun saat ini bidang fintech hingga SaaS makin populer, namun kami tidak berniat untuk hanya fokus kepada startup di bidang tertentu saja,” kata Retno.

Selama program akselerator berlangsung, setiap startup mendapatkan investasi sebesar US$50 ribu (sekitar Rp666 juta), fasilitas co-working space, dan bimbingan dari para mentor yang berpengalaman di bidangnya.

Membantu startup di daerah mendapatkan edukasi dan networking

Dalam kesempatan tersebut, beberapa CEO dari enam startup yang masuk dalam program akselerator batch 3 ini mengungkapkan suka duka dan harapannya selama mengikuti program mentorship selama tiga bulan. Salah satu manfaat terbesar yang didapatkan oleh mereka adalah pengenalan lebih jauh tentang dunia startup, networking dengan pihak yang tepat hingga cara tepat melakukan scale up.

Menurut CEO SimpliDots Jowan Kosasih, pendiri startup asal Medan yang selama ini kesulitan mendapatkan pelatihan hingga networking dengan komunitas yang tepat menyambut baik program akselerator GnB ini.

“Mengikuti program ini membantu kami, startup di luar Jakarta yang telah memiliki traksi dan jumlah pelanggan, untuk mengetahui lebih jauh mengembangkan bisnis dan mempercepat pertumbuhan,” kata Jowan.

Layanan agritech hingga marketing platform

Pada batch ini, startup terpilih datang dari beragam model bisnis, seperti outdoor branding platform, healthcare platform, educational service, agriculture technology platform, bars and restaurants marketing platform dan distribution management service. Berikut enam startup lulusan Program GnB Accelerator batch 3:

1. Sticar: merupakan aplikasi yang menghubungkan pengemudi dengan perusahaan yang mau memasang iklan di mobilnya. Lokasi pengemudi dapat terlacak melalui sistem mereka, sehingga iklan dapat dengan mudah diukur dan menjangka daerah sulit dijangkau papan reklame. Pengemudi pun dapat menambah penghasilan tambahan dari tiap kilometer yang ditempuh.

2. SimpliDots: merupakan startup yang mempermudah pengelolaan distribusi data. Dengan sistem ini, perusahaan distributor dapat mengelola aktivitas inti mulai dari pemesanan dan proses jual beli, manajemem persediaan, hingga data mining dan visualisasi data.

3. Sistem Akademik (SIKAD): merupakan sistem administrasi berbasis cloud yang berfungsi sebagai pangkalan data digital sekolah. Beberapa fungsi utama dari perangkat lunak ini, diantaranya untuk pengarsipan dan pencetakan rapor, perekaman sistem belajar mengajar yang dapat diakses dari kepala sekolah hingga orang tua murid, pengarsipan administrasi tata usaha, dan lainnya. SIKAD sudah terintegrasi dengan Dinas Pendidikan sehingga makin memudahkan hubungan antara institusi pendidikan dan badan pemerintah yang menaunginya.

4. PanenID: merupakan platform yang menjual produk pertanian secara langsung ke pengguna, dalam hal ini jaringan hotel, restoran, dan katering (horeca). Mengusung konsep fair trade, PanenID merombak aliran supply chain dengan cara memotong jalur distribusi. Alhasil, produk pertanian dapat dibeli dengan harga yang stabil, serta berkualitas terbaik. Petani dapat memanfaatkan platform PanenID untuk perencanaan panen, menentukan komoditas yang dibutuhkan pasar, serta waktu terbaik untuk panen.

5. MedikaApp: merupakan aplikasi yang menawarkan pemesanan rumah sakit atau dokter secara online. Fitur yang dihadirkan antara lain pencarian dokter berdasarkan spesialisasi, nama, lokasi terdekat dari pengguna, hingga informasi terkini seputar dunia kesehatan dan kecantikan. MedikaApp sudah bermitra dengan 70 rumah sakit di Jabodetabek.

6. Plomo: merupakan aplikasi yang menawarkan deals dan promotion bar/restoran kepada pengguna. Kehadiran Plomo diharapkan dapat memudahkan promosi jadi lebih strategis dan terarah. Plomo sudah bermitra dengan enam bar dan restoran berlokasi di Senopati, Jakarta. Yang membedakan Plomo dengan lainnya, mereka hanya fokus pada promosi yang memberikan minuman atau makanan gratis untuk pengguna.

GnB Accelerator Batch Ketiga Umumkan Enam Startup Terpilih

Program GnB Accelerator mengumumkan enam startup terpilih menjadi peserta batch ketiga dan berhak mengikuti program selama tiga bulan mulai dari September hingga November 2017. Keenam startup startup tersebut ialah Sticar, SimpliDots, Sistem Akademik (SIKAD), MedikaApp, PanenID, dan Plomo.

Selama program berlangsung, setiap startup akan mendapat investasi sebesar US$50 ribu (sekitar Rp666 juta), fasilitas co-working space, dan bimbingan dari para mentor yang berpengalaman di bidangnya.

“Kami bangga dan bersemangat untuk ketiga kali memulai program GnB Accelerator. [..] Dengan dukungan ekosistem korporasi global yang kami miliki, mereka memiliki kesempatan untuk bertemu dengan jaringan investor dan perusahaan multinasional di beberapa negara,” ujar Program Manager GnB Accelerator Kentaro Hashimoto, Selasa (5/9).

Menjelang program berakhir, seluruh peserta akan mengikuti demo day untuk mempresentasikan produk mereka di hadapan calon investor. Mereka berkesempatan untuk melakukan penggalangan pendanaan. Setelah program selesai, peserta masih dapat meminta arahan dari GnB Accelerator, sebab perkembangannya yang masih terus dipantau.

Untuk mengenal lebih dalam mengenai keenam startup tersebut, berikut rangkumannya:

1. Sticar: merupakan aplikasi yang menghubungkan pengemudi dengan perusahaan yang mau memasang iklan di mobilnya. Lokasi pengemudi dapat terlacak melalui sistem mereka, sehingga iklan dapat dengan mudah diukur dan menjangka daerah sulit dijangkau papan reklame. Pengemudi pun dapat menambah penghasilan tambahan dari tiap kilometer yang dia tempuh.

2. SimpliDots: merupakan startup yang mempermudah pengelolaan distribusi yang canggih. Dengan sistem ini, perusahaan distributor dapat mengelola aktivitas inti mulai dari pemesanan dan proses jual beli, manajemem persediaan, hingga data mining dan visualisasi data.

3. Sistem Akademik (SIKAD): merupakan sistem administrasi berbasis cloud yang berfungsi sebagai pangkalan data digital sekolah. Beberapa fungsi utama dari perangkat lunak ini, diantaranya untuk pengarsipan dan pencetakan rapor, perekaman sistem belajar mengajar yang dapat diakses dari kepala sekolah hingga orang tua murid, pengarsipan administrasi tata usaha, dan lainnya. SIKAD sudah terintegrasi dengan Dinas Pendidikan sehingga makin memudahkan hubungan antara institusi pendidikan dan badan pemerintah yang menaunginya.

4. PanenID: merupakan platform yang menjual produk pertanian secara langsung ke pengguna, dalam hal ini jaringan hotel, restoran, dan katering (horeca). Mengusung konsep fair trade, PanenID merombak aliran supply chain dengan cara memotong jalur distribusi. Alhasil, produk pertanian dapat dibeli dengan harga yang stabil, serta berkualitas terbaik. Petani dapat memanfaatkan platform PanenID untuk perencanaan panen, menentukan komoditas yang dibutuhkan pasar, serta waktu terbaik untuk panen.

5. MedikaApp: merupakan aplikasi yang menawarkan pemesanan rumah sakit atau dokter secara online. Fitur yang dihadirkan antara lain pencarian dokter berdasarkan spesialisasi, nama, lokasi terdekat dari pengguna, hingga informasi terkini seputar dunia kesehatan dan kecantikan. MedikaApp sudah bermitra dengan 70 rumah sakit di Jabodetabek.

6. Plomo: merupakan aplikasi yang menawarkan deals dan promotion bar/restoran kepada pengguna. Kehadiran Plomo diharapkan dapat memudahkan promosi jadi lebih strategis dan terarah. Plomo sudah bermitra dengan enam bar dan restoran berlokasi di Senopati, Jakarta. Yang membedakan Plomo dengan lainnya, mereka hanya fokus pada promosi yang memberikan minuman atau makanan gratis untuk pengguna.