NVIDIA Tawarkan Program Khusus untuk Bantu Pertumbuhan Startup Tahap Awal

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan semakin banyaknya startup yang bermunculan di Indonesia, NVIDIA menghadirkan NVIDIA Inception Program, sebuah inisiatif yang didesain khusus untuk membantu startup tahap awal mempercepat perkembangan bisnis mereka. Program ini memberikan berbagai keuntungan kepada para pendirinya, terutama startup yang fokus pada teknologi terkini seperti AI, pembelajaran mesin, dan solusi berbasis komputasi tinggi.

Melalui program ini, startup bisa mendapatkan akses ke kredit pelatihan gratis dari NVIDIA Deep Learning Institute (DLI). Dengan kredit ini, startup dapat mengembangkan kemampuan teknis tim mereka, terutama dalam bidang AI dan deep learning, yang menjadi fondasi bagi banyak inovasi saat ini. Selain itu, startup juga akan mendapatkan akses ke Software Development Kit (SDK) NVIDIA yang dapat mempercepat pengembangan produk berbasis AI.

Tidak hanya itu, NVIDIA juga menyediakan diskon khusus untuk perangkat keras dan perangkat lunak NVIDIA, termasuk enterprise-grade GPU yang mampu mendukung performa tinggi dan keandalan dalam berbagai aplikasi industri. GPU berkualitas ini sangat penting bagi startup yang ingin meningkatkan kemampuan teknologi mereka, terutama dalam hal pemrosesan data yang kompleks.

NVIDIA juga menawarkan kredit cloud gratis, yang memungkinkan startup untuk menjalankan dan menguji produk mereka di lingkungan cloud tanpa perlu khawatir tentang biaya operasional yang besar. Hal ini menjadi solusi yang sangat menarik bagi startup yang ingin mengoptimalkan sumber daya mereka secara efisien.

Membangun jejaring dengan investor dan pakar teknologi

Selain keuntungan teknis, NVIDIA Inception Program juga membuka peluang bagi startup untuk memperluas jaringan bisnis mereka. Program ini memungkinkan startup untuk terhubung dengan para investor dalam jaringan NVIDIA, sehingga memberikan kesempatan bagi startup untuk mendapatkan pendanaan yang dibutuhkan untuk ekspansi lebih lanjut. Tidak hanya itu, para founder startup akan memiliki akses ke jaringan pakar dan mentor yang dapat membantu mereka menavigasi tantangan di dunia startup yang kompetitif.

Program ini ditujukan khusus untuk startup tahap awal yang memiliki tim developer. NVIDIA mencari startup dengan potensi besar yang siap berkembang dan mengoptimalkan teknologi NVIDIA untuk mempercepat inovasi mereka. Syarat utama bagi para pendaftar adalah startup harus memiliki email dengan domain bisnis sebagai tanda validitas dan profesionalisme startup yang mendaftar.

Bagi para founder startup yang tertarik untuk mempercepat perkembangan bisnis dan memanfaatkan akses ke teknologi kelas dunia, pendaftaran dapat dilakukan melalui petunjuk di tautan berikut: https://dly.social/inception. Silakan daftar sebelum tanggal 19 November 2024.

NVIDIA percaya bahwa kolaborasi dengan startup tahap awal dapat menciptakan ekosistem teknologi yang lebih inovatif dan dinamis. NVIDIA Inception Program adalah salah satu bentuk komitmen NVIDIA untuk mendukung perkembangan startup Indonesia agar siap bersaing secara global.

Dengan berbagai manfaat yang ditawarkan, NVIDIA Inception Program diharapkan dapat menarik minat startup tahap awal di Indonesia untuk ikut serta dan mendapatkan akses ke sumber daya mutakhir. Jangan lewatkan kesempatan ini untuk bergabung dan mempercepat perjalanan bisnis startup Anda dengan dukungan teknologi dari NVIDIA.

Disclsoure:

  • DailySocial.id mendukung Lintasarta dalam mempromosikan program NVIDIA Inception Program di Indonesia
  • Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Startup Finalis Zenith Accelerator Realisasikan Sinergi dengan Mandiri Group

Setelah melalui program intensif selama 4 bulan, Zenith Accelerator batch pertama bentukan Mandiri Capital Indonesia (MCI) mencapai puncak acaranya. Keenam startup finalis Zenith Accelerator diketahui telah mengembangkan sinergi strategis dengan Bank Mandiri.

Zenith Accelerator memiliki tujuan akhir untuk menghasilkan sinergi dan dukungan inisiatif strategis antara startup peserta dengan Mandiri Group. Demikian juga dukungan investasi dari MCI. 

Peserta finalis Zenith Accelerator dibina secara intensif sejak Oktober 2023 setelah mengikuti pembinaan intensif mulai dari sesi mentoring, kreasi sinergi, hingga akselerasi. Keenam finalis startup yang mengikuti Zenith Graduation Day antara lain AI Rudder, Fishlog, Imajin, Lifepack, Praktis, dan Rekosistem.

  1. AI Rudder; pengembang robot berbasis AI untuk mengotomatisasi layanan pelanggan.
  2. Fishlog; pengembang solusi aquaculture untuk industri rantai dingin perikanan.
  3. Imajin; manufacturing hub bagi produsen lokal.
  4. Lifepack; penyedia produk farmasi dan layanan berobat berbasis digital.
  5. Praktis; penyedia solusi rantai pasokan berbasis data untuk brand D2C.
  6. Rekosistem; penyedia solusi pengelolaan sampah dengan teknologi dan metode ramah lingkungan.

“Kami berkomitmen untuk mengakselerasi inovasi dan pertumbuhan berkelanjutan di seluruh ekosistem Mandiri Group. Keberhasilan integrasi keenam startup finalis dengan unit bisnis kami tidak hanya merupakan langkah maju dalam kerja sama strategis, tetapi juga membuktikan adanya peningkatan signifikan dalam efisiensi operasional dan penciptaan nilai tambah bagi Mandiri Group,” kata CEO Mandiri Capital Indonesia Ronald Simorangkir.

Setiap finalis terungkap telah mengembangkan solusi yang diintegrasikan ke ekosistem Mandiri Group. Pertama, AI Rudder mengintegrasikan teknologi voice assistant untuk mempermudah proses penagihan kredit dan meningkatkan efisiensi kerja agen penagih di Bank Mandiri.

Kedua, Fishlog dan Bank Mandiri menghadirkan skema loan referral yang memungkinkan fasilitas kredit ke mitra di industri perikanan. Ketiga, Imajin dan Bank Mandiri memfasilitasi loan referral yang memungkinkan pinjaman kredit ke mitra manufaktur Imajin serta kredit investasi untuk pembelian mesin.

Keempat, Lifepack mengintegrasi produk KUM Talangan yang memfasilitasi apotek rekanan LifePack untuk memperoleh fasilitas kredit dalam pembelian obat-obatan melalui platform Tetama milik LifePack. Saat ini, terdapat 31 ribu farmasi yang menjadi potensi pendanaan produk KUM Talangan Bank Mandiri.

Kelima, Praktis dan Bank Mandiri menghadirkan skema invoice financing yang mendukung lebih dari 300 brand rekanan Praktis untuk mendapatkan fasilitas kredit. Terakhir, MCI dan Menara Mandiri bersinergi dengan Rekosistem untuk membangun fasilitas daur ulang sampah (waste station) untuk mendukung Bank Mandiri mencapai target Net Zero Emission (NZE) secara operasional.

Adapun, puncak acara Graduation Day turut dihadiri sejumlah pemangku kepentingan, yaitu unit bisnis Mandiri Group, portofolio MCI, BUMN, dan instansi swasta.

“Program-program ini tidak hanya menyiapkan startup untuk menembus pasar
global, melainkan juga telah menghasilkan sejumlah business deal yang signifikan. Kerja sama ini menandai komitmen penuh MCI untuk membangun ekosistem startup yang kondusif, mendorong inovasi dan memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan.” Tutup Chief Investment Officer MCI Dennis Pratistha.

Telkomsel Ventures Cari 6 Startup Baru untuk Program Akselerator TINC Tahun Ini

Telkomsel Ventures, corporate venture capital milik Telkomsel, kembali menggelar program akselerator Telkomsel Innovation Center (TINC) Batch 9. Kali ini mereka gaet akselerator startup dan modal ventura berbasis di Taiwan, AppWorks.

AppWorks telah menjalankan program akseleratornya sejak 2010, merangkul lebih dari 800 startup untuk bekerja sama dengan perusahaan besar, termasuk Taiwan Mobile dan Wistron.

Resep AppWorks direplikasi untuk membantu Telkomsel Ventures mengungkap ide-ide baru dalam ekonomi digital untuk mendukung mitra bisnis dan pelanggannya, sekaligus menciptakan nilai bagi startup lokal dan mendorong pengembangan tingkat selanjutnya bagi industri telekomunikasi Indonesia.

Berikut detail mengenai TINC Batch 9:

  1. Mencari 5 hingga 6 startup tahap awal hingga seri A yang berfokus di Indonesia.
  2. Peserta disyaratkan memiliki proporsi nilai yang jelas buat Telkomsel, dengan menekankan pada solusi untuk konsumer, data (AI, data analitik, dan keamanan siber), SaaS/enterprise, B2B services, dan fintech.
  3. Startup yang sudah memiliki portofolio kerja sama dengan perusahaan lain atau memiliki proof-of-concepts akan lebih disukai.
  4. Akan mendapat akses ke ekosistem Telkomsel, dipasangkan langsung dengan unit bisnis Telkomsel. Selama program berlangsung, kedua belah pihak akan menggali peluang integrasi agar produk dan layanannya dapat masuk ke ekosistem Telkomsel.
  5. Founder akan mendapatkan akses seumur hidup ke ekosistem AppWorks, mencakup lebih dari 1.600 founder dan 100 founder-mentor berpengalaman di seluruh Asia Tenggara. Serta diundang untuk berpartisipasi dalam hari demo regional AppWorks di Taiwan dan Singapura untuk mendapatkan paparan tambahan dari calon investor.
  6. Sepanjang program, para startup akan mengikuti serangkaian kegiatan dan acara yang dirancang untuk meningkatkan kompetensi perusahaan, memperluas jaringan, dan membangun sinergi dengan Telkomsel, antara lain: mentorship dan jam kerja, pendalaman topik, subject sharing, acara komunitas, dan lain-lain.
  7. Batch 9 akan diakhiri dengan acara Demo Day, yang diadakan pada bulan Oktober. Startup yang berpartisipasi akan memperkenalkan perusahaan mereka kepada sekelompok investor terpilih dan mitra bisnis potensial.

“Kami sangat menantikan penemuan dan kemajuan yang akan muncul dari batch ini saat mereka memulai perjalanan transformatif ini. Kami juga berharap dapat melihat startup dalam batch ini dapat menciptakan nilai menarik dan sinergi dengan unit bisnis Telkomsel, membina hubungan yang saling menguntungkan yang mendorong inovasi dan mengangkat industri secara keseluruhan,” kata CEO Telkomsel Ventures Mia Melinda dalam keterangan resmi, Rabu (6/3).

AppWorks didirikan oleh Chairman & Partner Jamie Lin, yang juga merangkap sebagai CEO Taiwan Mobile. Melalui perannya di Taiwan Mobile, Jamie menjabat sebagai Dewan Direksi Bridge Alliance, aliansi seluler terkemuka di Asia Pasifik, di mana Telkomsel juga menjadi anggotanya.

Hasilnya, AppWorks telah membangun kemampuan untuk bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi guna mendukung kebutuhan mereka dalam ekonomi digital, yang berpuncak pada kemitraan perusahaan dengan Telkomsel Ventures untuk TINC.

“Komitmen kami untuk Indonesia dimulai dengan investasi pada tahun 2018 dan sejak itu berkembang menjadi komunitas pendiri dan investor yang berkembang pesat. Babak baru yang menarik bersama Telkomsel Ventures dari grup telekomunikasi terkemuka untuk memberdayakan startup-startup yang menjanjikan demi meningkatkan ekonomi digital Indonesia,” ucap Chairman & Partner AppWorks Jamie Lin.

Diluncurkan pada 2018, TINC adalah program akselerator korporat Telkomsel. Melalui program akselerator, TINC bekerja sama dengan startup dinamis di Indonesia, memanfaatkan ekosistem, aset, dan keahlian Telkomsel untuk mendorong inovasi. Program bebas biaya dan ekuitas ini dirancang untuk mendukung kolaborasi erat antara Telkomsel dan startup yang sinergis.

TINC Impact Report 2023 / DSInnovate

Terhitung sebanyak 34 startup telah bergabung dalam delapan batch sebelumnya dari total pendaftaran yang masuk lebih dari 1.500 startup. Para peserta ini datang dari 10 vertikal bisnis, di antaranya marketplace, edtech, SaaS & PaaS, IoT, dan lainnya.

Tercatat sebanyak 20 peserta startup sudah memiliki produk matang yang siap dikomersialkan. Kemudian, sebanyak 28 proyek kerja sama dilakukan bersama ekosistem digital Telkomsel dan 9 startup yang memenuhi kualifikasi masuk ke dalam portofolio Telkomsel Ventures (sebelumnya bernama Telkomsel Mitra Inovasi).

Report: Dampak Program Inkubator dan Akselerator untuk Startup Indonesia

Ada sejumlah cara yang dapat dipilih founder untuk memvalidasi dan membesarkan bisnis startup yang didirikan. Salah satu medium yang secara signifikan dapat membantu startup bertumbuh adalah program inkubator dan akselerator. Airbnb, Stripe, Ajaib, eFishery, Fazz, Privy, Xendit adalah sedikit dari ratusan startup tahap akhir yang dulunya merupakan lulusan program inkubator dan akselerator.

Melalui laporan bertajuk “Tinc Impact Report 2023”, Tinc selaku program akselerator startup milik Telkomsel bersama dengan DS/Innovate merangkum tren perkembangan program inkubator dan akselerator di Indonesia. Laporan ini turut melibatkan survei dan wawancara ke stakeholder terkait –termasuk founders, mentors, dan organizers—guna mendapatkan gambaran menyeluruh terkait sejauh mana program tersebut memberikan dampak terhadap founder dan bisnisnya.

Laporan ini terdiri dari 5 pembahasan utama, sebagai berikut:

  1. Tren digitalisasi dan startup di dunia dan Indonesia; mendalami tentang perjalanan penetrasi teknologi digital dalam satu dekade terakhir. Salah satu data yang diungkapkan, bahwa fintech masih menjadi salah satu sektor yang paling menarik dieksplorasi, dibuktikan dengan gelontoran investasi yang cukup besar di sini. Ada lebih dari 250 startup fintech yang sudah menjadi unicorn di dunia, mengumpulkan total pendanaan hampir $40 miliar dalam kurun 2021-2022.
  2. Memahami ekosistem startup builder, program inkubator dan akselerator; mendefinisikan konsep dasar dari program inkubator dan akselerator, juga manfaat dan kurikulum yang diberikan masing-masing sesuai dengan stage-nya.
  3. Perkembangan program inkubator dan akselerator di Indonesia; menjabarkan tentang aneka program inkubator dan askelerator yang telah berjalan di Indonesia, juga dikategorikan berdasarkan sejumlah variabel pembeda, digambarkan pada grafik berikut ini:
  4. Perspektif stakeholder terhadap program inkubator dan akselerator; hasil survei dan wawancara terhadap berbagai pihak yang terlibat langsung dalam program tersebut di Indonesia. Salah satu temuan menariknya adalah 90% founder peserta survei telah memiliki pemahaman terkait program inkubator dan akselerator; 82% di antaranya memiliki rencana untuk bergabung ke salah satu programnya. Kemudian dari sejumlah responden yang pernah mengikuti inkubator/akselerator mengatakan ada tiga hal yang paling dirasakan dampaknya setelah lulus dari program terkait; pertama mendapatkan peningkatan kompetensi (85%), kedua mendapatkan perluasan jaringan (85%), dan ketiga meningkatkan kepercayaan diri (65%).
  5. Proposisi nilai Tinc sebagai program akselerator startup berdampak di Indonesia; membedah tentang program, fasilitas, hingga pembeda yang ditawarkan Tinc kepada para founder. Hingga kini Tinc telah mengakselerasi 34 startup dari 19 vertikal bisnis yang berbeda. Menariknya sudah ada 28 use cases kolaborasi antara startup binaan dengan perusahaan induk, yakni Telkomsel yang tentunya membuka peluang pertumbuhan besar, mengingat perusahaan telekomunikasi ini sudah memiliki basis pengguna dan sub-bisnis yang sangat luas.

Tentu masih banyak data-data dan temuan menarik yang diungkap ke dalam laporan – termasuk hal-hal yang masih perlu ditingkatkan dari inkubator/akselerator hingga program populer yang saat ini banyak diminati oleh founder di Indonesia. Selengkapnya dapat diunduh melalui tautan berikut ini: klik di sini.

Harapannya laporan ini dapat memperluas perspektif para pelaku di ekosistem startup Indonesia tentang program inkubator dan akselerator, sekaligus menjadi bahan untuk mengimprovisasi program-program yang ada sebelumnya sehingga dapat memberikan dampak yang lebih baik dan lebih luas.

Disclosure: DS/Innovate bersama Tinc dari Telkomsel memproduksi laporan ini

Program Akselerator Asal Australia Haymarket HQ Hadir di Indonesia

Program akselerator go-to-market asal Australia, Haymarket HQ, mengumumkan peluncuran “Southeast Asia Tech Immersion Mission” yang didukung penuh oleh Investment NSW. Inisiatif ini bertujuan untuk mendukung perusahaan teknologi dan investor dari Pusat Teknologi Sydney yang tertarik untuk mengeksplorasi dan terhubung dengan ekosistem kawasan ini.

Berdasarkan peluang dan potensi yang ditawarkan, ada tiga negara yang akan menjadi fokus utama pada program ini, mencakup Indonesia, Singapura dan Vietnam. Indonesia disebut sebagai salah satu yang utama karena memiliki populasi terbesar di Asia Tenggara serta memiliki sektor teknologi yang tengah berkembang pesat.

Program ini akan diadakan selama 9 hari, menyasar para pendiri dan investor yang ingin menjajaki peluang di Indonesia, Singapura, dan Vietnam. Sekitar 15 delegasi dari Tech Central Sydney akan dipilih untuk mengembangkan pemahaman tentang ekosistem teknologi di Asia Tenggara, meningkatkan akses ke modal dan kesepakatan, koneksi dengan pelanggan, dan jaringan mereka.

CEO Haymarket HQ Duco van Breemen mengungkapkan bahwa Asia Tenggara merupakan rumah bagi kelas menengah dengan pertumbuhan tercepat di dunia, serta konglomerasi dan VC yang signifikan secara global, unicorn teknologi, dan sekumpulan besar talenta teknologi yang telah memberdayakan beberapa perusahaan teknologi Australia saat ini.

“Program ini dirancang untuk memungkinkan delegasi untuk mengeksplorasi dan terhubung dengan ekosistem di kawasan ini, sehingga mereka bisa memanfaatkan kekayaan peluang yang ditawarkannya,” ujar van Breemen.

SEA Tech Immersion Mission juga akan didukung oleh grup investasi swasta Arkblu Capital (investor Wahyoo, Jago, dan Izy di Indonesia) yang berbasis di Tech Central. Grup yang telah memiliki kantor di Sydney dan Jakarta ini menawarkan delegasi akses ke jaringan tepercaya di wilayah tersebut, memperkenalkan mereka ke kontak yang tepat yang memahami nuansa SEA dan tuntutan bisnis Australia.

Bersama dengan diluncurkannya inisiatif ini, Haymarket HQ juga sekaligus mengumumkan peluncuran Program Australia Vietnam Growth (AVG) untuk mendukung organisasi teknologi dan badan industri Australia untuk mengeksplorasi, memvalidasi, dan berekspansi ke Vietnam.

Program tersebut didukung penuh oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) di bawah Program Hibah Keterlibatan Ekonomi Australia Vietnam yang Ditingkatkan (AVEG). Selaras dengan prioritas strategis Australia, program ini berfokus pada ekonomi hijau dan digital dengan tujuan untuk menghasilkan hasil komersial serta membangun gerbang perdagangan dua arah yang berkelanjutan antara kedua negara.

Tidak jauh berbeda dengan Indonesia, Vietnam juga memiliki ekonomi digital yang bertumbuh dengan cepat, didorong oleh perkembangan infrastruktur digital dan ekonomi siber yang kuat. Teknologi digital dimanfaatkan untuk peningkatan infrastruktur industri, menyederhanakan rantai pasokan dan logistik, memberikan peningkatan kota pintar untuk mengurangi limbah, polusi, dan kemacetan lalu lintas, serta membantu bisnis beroperasi lebih efisien.

Melihat kerja sama Haymaker HQ yang dijalin bersama Vietnam, tidak menutup kemungkinan bahwa akan ada inisiatif baru yang bisa dilakukan bersama Indonesia. SEA Tech Immersion Mission sendiri didasarkan pada kerangka kerja Haymarket HQ yang telah dicoba dan diuji yang telah mendukung lebih dari 800 perusahaan untuk berekspansi ke pasar baru di seluruh wilayah APAC.

Ekosistem startup teknologi di Indonesia

Tahun 2022 dianggap banyak orang jadi tahun yang menantang, pasca-pandemi dua tahun lalu yang memberikan efek kejut bagi perekonomian kita. Isu pasar keuangan global, makroekonomi, hingga resesi jadi “momok” yang seakan memberi peringatan bagi ekosistem startup teknologi kita bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

Fenomena “tech winter” yang terjadi dalam skala global ini sangat disayangkan juga memberikan dampak di ekosistem tanah air. Kabar pengurangan pegawai, sampai penutupan bisnis atau pivot, dialami oleh beberapa entitas startup dalam berbagai skala – yang bahkan dialami pula oleh startup-startup berstatus ‘unicorn’.

Meskipun begitu, tidak sedikit startup baru yang hadir menawarkan inovasi dengan nilai tambah dan investor yang terus mengalirkan pendanaan untuk menyokong ekosistem startup teknologi tanah air. Berdasarkan data publik yang dicatat DailySocial.id, di semester ganjil tahun ini setidaknya 73 pendanaan startup diumumkan ke publik (34 transaksi disebutkan nominalnya) dengan nilai $707 juta.

Octopus Terpilih sebagai Peserta Program Akselerator Startup Google Khusus Bidang Circular Economy

Program “Google for Startups Accelerator: Circular Economy” mengumumkan 12 peserta terpilih dalam batch pertama. Octopus, agregator platform daur ulang sampah asal Indonesia, menjadi satu-satunya yang mewakili Indonesia. 11 startup lainnya berasal dari Amerika Serikat, Korea Selatan, India, dan Taiwan.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan Google pada hari ini (7/2), ke-12 startup yang mengikuti program GFS Accelerator menggunakan teknologi untuk menangani berbagai area masalah yang kompleks, mulai dari limbah makanan dan mode busana, hingga daur ulang dan produk yang dapat digunakan kembali (reusable products).

Selama tiga bulan ke depan, mereka semua akan diberikan pelatihan, mentoring, juga insight dari Google serta mentor eksternal untuk membantu mengembangkan proyek yang sedang dikerjakan. Lalu pada hari demo di akhir program, para peserta akan diminta mempresentasikan hal apa saja yang sudah mereka kerjakan.

“Bergabung dengan Google for Startups Accelerator memberikan kesempatan bagi kami untuk belajar lebih banyak dari Google, serta masuk ke jaringan ekosistem yang dapat membantu mengakselerasi Octopus yang tengah berkembang pesat. Salah satu topik yang membuat kami tertarik adalah yang terkait tentang acquiring new customers ataupun new consumers,” ujar Co-Founder & CEO Octopus Indonesia Moehammad Ichsan.

Menurutnya, ekonomi sirkular adalah hal yang sangat baru di Indonesia, sehingga untuk mendapatkan konsumen atau pengguna aplikasi masih merupakan tantangan terbesar yang kami hadapi saat ini. Dengan bergabung di program ini, ia berharap dapat mempelajari strategi untuk menarik minat pengguna dalam memanfaatkan platform Octopus secara berkelanjutan.

Head of Startup Ecosystem SEA, SAF, and Greater China Region Thye Yeow Bok menambahkan, di Indonesia industri sampah yang dikelola oleh para pemulung atau pekerja informal masih menjadi kunci pengelolaan sampah di negara ini, terutama di daerah pedesaan, sistem pengumpulan sampah secara konvensional belum diterapkan.

Dia memandang, Octopus memberikan solusi yang membuat pengumpulan sampah informal lebih mudah diakses dan efisien. Hal ini memudahkan individu maupun organisasi mendukung upaya daur ulang sampah di Indonesia. “Ini yang membuat kami sangat senang untuk mendukung dan membantu memperluas upaya mereka,” tambah Bok.

Bok melanjutkan, saat ini berbagai perusahaan dan organisasi di seluruh dunia mulai mengambil langkah untuk beralih dari model ekonomi linear, yakni model “ambil, buat, buang”, menuju ekonomi sirkular. Ekonomi sirkular adalah model ekonomi yang memperpanjang masa pakai produk dan bahan baku sehingga dapat meminimalkan limbah dan bisa menghemat penggunaan sumber daya alam yang jumlahnya terbatas.

“Saat ini di Google kami sedang mencari berbagai cara untuk memaksimalkan penggunaan kembali sumber daya di seluruh operasi, produk, dan supply chain kami. Selain itu, kami juga membantu berbagai pihak yang ingin sama-sama melakukannya, dengan mendukung startup yang berupaya membangun ekonomi sirkular.”

Managing Director gTech Sustainability Estee Cheng menambahkan, “Daur ulang berperan penting dalam memajukan ekonomi sirkular. Kini ada makin banyak perusahaan yang memikirkan aspek teknis dan desain produk mereka sejak dini, dan mengintegrasikan aspek kedaurulangan ke dalam produk mereka sejak awal untuk mendukung konsep ekonomi sirkular. Artinya, ketika suatu produk mencapai akhir masa pakainya, produk tersebut dapat diubah menjadi produk baru.”

Sebelumnya, Google mengumumkan GFS Accelerator baru pada Oktober 2022 dalam rangka mendukung startup serta organisasi nonprofit di Amerika Utara dan Asia Pasifik yang berusaha memecahkan tantangan terkait ekonomi sirkular, yang bertujuan meminimalisir sampah, memperpanjang masa pakai produk dan bahan baku, serta membantu meregenerasi sistem alam. Model ekonomi sirkular didasarkan pada prinsip mengurangi, menggunakan kembali, memperbaiki, meremajakan, serta mendaur ulang bahan baku dan produk.

Disebutkan ada ratusan aplikasi yang mendaftar untuk mengikuti program tersebut.

Program akselerator lainnya

Selain Google, sejumlah startup berdampak dari Indonesia juga pernah menjadi peserta dari berbagai program akselerator yang diselenggarakan pihak global. Berikut informasinya:

  1. Perusahaan VC yang berbasis di AS, AgFunder, dan ecosystem-builder yang berbasis di Singapura, GROW, menyelenggarakan AgFunder GROW Impact. Program yang pertama kali diadakan pada 2019 ini, telah mengumpulkan lebih dari $60 juta secara kolektif dari seluruh lulusan startupnya. Startup asal Indonesia, Green Rebel Foods adalah salah satu lulusannya.
  2. Program akselerator NINJA JICA 2022 bermitra dengan ANGIN memilih tiga startup berdampak asal Indonesia yang berhak untuk mengikuti program akselerasi pada November 2022. Ketiga startup tersebut adalah Bell Society, CarbonEthics, dan Surplus. Mereka berhasil lolos setelah melalui proses kurasi dari total 200 startup yang mendaftar.
  3. Grow Impact Accelerator yang kini sudah membuka cohort ke-4 ini, memilih startup Mycotech Lab sebagai salah satu dari 10 startup terpilih dalam cohort ke-3. Tak hanya program mentoring dan akses ke jaringan pasar, peserta juga mendapat dana investasi sebesar $100 ribu.
  4. Sustainable Impact Accelerator yang diselenggarakan oleh Singapore Centre for Social Enterprise, raiSE, dan Quest Ventures, kini sudah membuka cohort ke-2. Peserta yang terpilih juga akan memperoleh dana investasi sebesar $40 ribu. Frea, startup yang didirikan oleh orang Indonesia, adalah salah satu pesertanya pada cohort pertama.

Program “Fight for Access” Jaring Startup Berdampak dari Founder Perempuan

Setelah meluncur di Afrika Selatan, Brazil, dan Inggris, Fight for Access Accelerator Program meresmikan kehadirannya di Indonesia. Program akselerator yang diinisiasi oleh Reckitt dan Health Innovation and Investment Exchange (HIEx), memberikan kesempatan kepada penggiat startup perempuan untuk menjadi katalis inovasi kewirausahaan sosial untuk meningkatkan kualitas kesehatan di Indonesia.

“Fight for Access Accelerator adalah upaya kita mengidentifikasi dan mendukung pegiat startup untuk menciptakan solusi inovatif dengan berbagai pemain di ekosistem kesehatan,” kata CEO HIEx Pradeep Kakkattil.

Untuk merealisasikan program ini, Reckitt dan HIEx turut bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan mitra pengembangan lainnya guna menyelesaikan masalah dan tantangan unik di kawasan Asia Tenggara. Melalui Fight for Access Accelerator, Reckitt dan HIEx menjadikan Sustainable Development Goal (SDG) sebagai fokus utama, yaitu untuk memastikan kehidupan sehat dan mewujudkan kesejahteraan hidup.

“Kami percaya bahwa ketika kami memberdayakan perempuan, kami memberdayakan seluruh keluarga dan masyarakat luas. Hal inilah yang mendorong kami menempatkan pemberdayaan perempuan sebagai inti dari program ini; untuk memastikan bahwa founders perempuan memiliki tempat di mana mereka didengar dan dihargai. Yang terpenting, mereka juga akan dibantu untuk membawa perubahan yang dunia perlukan,” kata Presiden Direktur Reckitt Indonesia Srinivasan Appan.

Investasi ekuitas senilai $25 ribu

Program ini terbuka untuk seluruh startup yang dipimpin oleh perempuan, dengan mendaftar melalui situs resmi yang telah disiapkan. Nantinya akan dipilih 20 pendaftar terbaik berdasarkan empat indikator: dampak, skalabilitas operasional, inovasi, serta keberlanjutan secara finansial. Saat sesi penjurian, peserta diberikan kesempatan untuk mempresentasikan bisnisnya serta peta jalan selama satu tahun.

Setelah melalui proses tersebut 6 startup akan dipilih untuk mengikuti program akselerator. Termasuk di dalamnya akses ke bootcamp, mentoring, serta pendanaan yang ditujukan untuk mengatasi hambatan terhadap pertumbuhan serta mendorong hasil yang positif di sektor kesehatan. Pakar global, termasuk ahli kesehatan dan higienitas Reckitt dari berbagai lini bisnisnya, akan membagikan pengetahuannya mengenai tantangan spesifik yang dihadapi oleh setiap peserta.

Tidak hanya itu, setiap pemenang akan mendapatkan investasi ekuitas sebesar $25 ribu dari Reckitt Fight for Access Fund, setelah melalui due diligence. Dukungan lain yang diberikan kepada cohort Fight for Access adalah, setelah satu tahun, evaluasi dan pengukuran terhadap dampak akan dilakukan untuk menciptakan kesuksesan yang berkelanjutan.

“Sejalan dengan perkembangan pesat teknologi kesehatan, kami berencana memperkenalkan sandbox regulasi inovasi kesehatan sebagai tempat para inovator untuk memberikan feedback yang diperlukan bagi pemerintah dalam merumuskan peraturan tertentu. Sandbox ini juga akan memastikan bahwa setiap solusi tersebut aman dan nyaman digunakan oleh masyarakat,” kata Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan RI Setiaji.

Accelerating Asia Kembali Umumkan Startup Binaan, HealthPro Peserta Terpilih dari Indonesia

Accelerating Asia, pemodal ventura sekaligus program akselerator startup tahap awal kembali mengumumkan 10 startup terpilih untuk Cohort 7. Para peserta berasal dari berbagai negara, mulai dari Asia Selatan (Bangladesh, Pakistan), Asia Tenggara (Filipina, Myanmar, Singapura, Malaysia, Indonesia dan Thailand), hingga Asia Timur (Korea).

Program ini bersifat sektor agnostik, dapat diikuti oleh startup dari berbagai lanskap industri. Para startup terpilih di Cohort 7 ini adalah Cocotel, Hishabee, K-Link, Kooky.io, Safe Truck, Shoplinks, Easy Rice Digital Technology, BizB, Ulisse, dan terakhir HealthPro dari Indonesia.

Dalam rilis resminya General Partner Accelerating Asia Amra Naidoo mengungkapkan, investasi baru tersebut membawa portofolio Accelerating Asia menjadi 60 startup dan telah mengumpulkan total investasi lebih dari $50 juta. Untuk peserta di Cohort 7 sendiri telah mengumpulkan $5,2 juta, sebelum bergabung dengan program akselerator.

Investasi baru di Cohort 7 juga diklaim memiliki daya tarik pasar dan pertumbuhan pendapatan dengan nilai rata-rata GMV lebih dari $46.000 per bulan dan rata-rata pendapatan bulanan lebih dari $13.000.

“Apa yang kami lihat di Cohort 7 adalah semacam inflasi kesuksesan. Sepuluh startup yang kami investasikan memiliki pencapaian yang lebih signifikan dalam pendapatan, akuisisi pengguna, dan metrik lainnya yang biasanya diasosiasikan dengan startup tahap awal.”

Para startup yang lolos dalam Cohort teranyar ini sebelumnya telah melalui proses kurasi ketat. Tercatat ada sekitar 600 startup yang mendaftarkan dalam program.  Jumlah tersebut meningkat hingga 232% sejak batch pertama hingga saat ini.

Sejak tahun 2019, Accelerating Asia telah berinvestasi pada 100 lebih pendiri dari 60 startup, menjadikan mereka sebagai salah satu investor paling aktif di startup tahapan pra-seri A di Asia Tenggara dan Selatan.

Fokus kepada profitabilitas

Menurut Co-founder dan General Partner Craig Bristol Dixon, Accelerating Asia selalu berinvestasi kepada bisnis yang dapat menghasilkan uang secara langsung dan difokuskan kepada rencana keuangan yang cerdas dan pendiri yang dapat memonetisasi celah di pasar dalam jangka pendek.

“Dalam hal investasi kami mengikuti strategi sederhana, yang pertama kami kembali kepada organisasi yang dapat menghasilkan uang dalam iklim ekonomi apa pun, kedua pendiri yang dapat bernavigasi dalam kondisi pasar apapun,” kata Dixon.

Accelerating Asia meluncurkan Fund II pada tahun 2021, Cohort 7 adalah investasi gelombang ketiga untuk Fund II yang akan memberikan modal di seluruh startup pra-seri A di kawasan Asia Tenggara dan Selatan.

“Ketika kami mulai beroperasi beberapa tahun lalu, ide Accelerating Asia masih kepada visi ke depan untuk Asia Pasifik. Sekarang saya senang melihat bahwa itu berjalan dengan baik, lebih banyak startup melakukan scale-up secara cepat. Sebagian besar berkat sistem dukungan yang dapat mereka gunakan,
yang mencakup semuanya, mulai dari acara dan konferensi hingga sindikasi angel investor,” kata Naidoo.

Sejak meluncurkan program mereka sudah banyak startup asal Indonesia yang mengalami pertumbuhan positif. Mulai dari TransTRACK.ID dan Tokban yang merupakan peserta dalam Cohort 6; hingga Karyakarsa yang telah mengumpulkan pendanaan putaran awal senilai $498.000 dari Accelerating Asia, Sketchnote Partners, serta angel investor ternama.

Google Buka Batch Pertama Program Akselerator Khusus Ekonomi Sirkular

Program akselerator Google for Startups Accelerator (GfS Accelerator), kini spesifik mengangkat tema ekonomi sirkular untuk batch pertamanya. Google mencari startup dan organisasi nirlaba di Asia Pasifik dan Amerika Utara yang berupaya menciptakan ekonomi sirkular dan membangun masa depan yang berkelanjutan tanpa pemborosan.

Melalui program tersebut, Google akan memilih organisasi yang menggunakan teknologi untuk mengatasi tantangan sirkular, termasuk dalam aktivitas penggunaan kembali (reuse), isi ulang (refill), daur ulang (recycling), pengomposan, fesyen, makanan, bahan yang aman dan sirkular, dan lingkungan binaan (build environment).

Dalam konferensi pers virtual, Head of Startup Ecosystem, SEA, SAF and Greater China Region Google Thye Yeow Bok menyampaikan bahwa Google mencari 10 hingga 15 startup dalam cohort perdana ini. Tidak ada investasi ekuitas yang diberikan untuk tiap peserta, malah nantinya dalam demo day yang berlangsung pada akhir program, akan difasilitasi bertemu dengan investor potensial.

“Kita tidak mengambil ekuitas dari startup peserta. Justru saat demo day, kita akan beri mereka fasilitas untuk terhubung dengan investor potensial,” kata Bok.

Lebih lanjut, Google for Startups Accelerator menawarkan program virtual selama 10 minggu, mencakup pendampingan dan dukungan teknis dari insinyur Google dan pakar eksternal melalui campuran sesi pembelajaran 1-to-1 dan 1-to-many. Peserta juga akan didampingi Success Manager untuk mendapatkan lebih banyak dukungan khusus untuk organisasi mereka.

Pembukaan peserta berlangsung mulai hari ini (4/10) sampai 14 November mendatang. Sementara, program akan dimulai pada Februari 2023. Informasi lebih lanjut mengenai pendaftaran dapat diakses langsung melalui situs resmi.

Latar belakang Google

Dijelaskan lebih jauh, keputusan Google untuk membuka batch khusus ekonomi sirkular ini karena tiap tahunnya terdeteksi manusia mengonsumsi lebih banyak daripada yang dapat diisi ulang secara alami oleh bumi. Pada tahun ini diprediksi permintaan global akan sumber daya diproyeksikan menjadi 1,75 kali lipat dari yang dapat diregenerasi oleh ekosistem bumi dalam setahun.

Sebagian besar dari sumber daya yang diekstrak dan gunakan akhirnya menjadi limbah dan menambah lebih dari dua miliar ton limbah padat yang dihasilkan setiap tahun.

Model ekonomi linier terbukti membawa banyak kemajuan bagi umat manusia dalam waktu singkat. Namun, model ini juga telah menciptakan kerusakan lingkungan, ketidakadilan, dan kesenjangan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kekurangan sumber daya yang berada di dekat kawasan industri di mana kadar polusi lebih tinggi.

Oleh karenanya, seluruh pihak perlu membangun kembali hubungan dengan sumber daya fisik dengan membuat, memroses, menggunakan, dan mendaur ulang untuk menciptakan ekonomi sirkular yang lebih aman, berkelanjutan, dan lebih adil bagi semua pihak.

Menurut Google, kawasan Asia-Pasifik adalah titik awal yang baik untuk berinovasi dan menciptakan solusi ekonomi sirkular. Kawasan ini adalah wilayah yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Sebanyak 90% dari semua plastik yang terbawa sungai di lautan hanya berasal dari sepuluh sungai, delapan di antaranya berada di APAC. Pada 2040, kawasan Asia diperkirakan akan mendorong 40% dari nilai konsumsi dunia.

Dengan latar belakang ini, banyak ekosistem startup dan inovasi di Asia-Pasifik yang berkembang mewakili peluang dan keinginan untuk menciptakan produk original dan bermanfaat di ruang ekonomi sirkular. Peningkatan minat dalam impact investing di beberapa tahun terakhir, menandakan bahwa para investor menyadari perlunya mendukung solusi keberlanjutan.

Di Google sendiri, dalam implementasi ekonomi sirkular ini telah memberlakukan sejumlah inisiatif yang tertuang dalam produk-produknya. Misalnya, memetakan lokasi drop-off daur ulang di Maps dan Search; membangun model ML untuk mengidentifikasi sampah di jalanan; sumber terbuka dan model ML untuk membantu pusat daur ulang meningkatkan analisis/pengelolaan limbah.

“Masih banyak ruang yang perlu dilakukan. Kami ingin mendukung startup dan non-profit yang yang merupakan inovator di ruang ini,” tutup Managing Director Tech Sustainability Google Estee Cheng.

Program “Founders Hub” dari Microsoft Memiliki Misi Berdayakan Startup Tahap Awal

Pada Maret 2022 lalu, Microsoft resmi meluncurkan inisiatif “Microsoft for Startup Founders Hub”. Platform ini memberikan akses ke panduan teknis yang dipersonalisasi di setiap tahap pengembangan startup. Pendekatan yang digunakan juga telah disesuaikan dengan fase pertumbuhan startup.

Program ini juga memungkinkan founder mendapatkan bimbingan dan mentoring dari para ahli terkait baragam topik bisnis—mulai dari perekrutan untuk strategi go-to-market, serta pengetahuan yang mereka butuhkan untuk maju ke tahap berikutnya.

Menurut laporan Startup Ranking, Indonesia menjadi salah satu dari 10 negara dengan jumlah perusahaan rintisan atau startup terbanyak di dunia pada 2022. Tercatat, ada sekitar 2346 startup yang dirintis di negeri ini. Jumlah ini menempatkan Indonesia di posisi kelima dalam daftar tersebut, di bawah AS (71.405), India (6.258), dan Kanada (3.332).

Microsoft menyadari kebutuhan untuk mengubah gagasan menjadi solusi yang nyata, berdampak, dan berkelanjutan. Oleh karena itu, dukungan yang diberikan kepada startup pun dimulai dengan pendekatan kolaboratif agar bisa mengakomodasi perusahaan rintisan dari berbagai latar belakang.

“Kami berharap Microsoft for Startup Founders Hub menjadi solusi untuk perusahaan rintisan anak bangsa agar semakin terberdayakan, selaras dengan misi dan upaya kami untuk #BerdayakanIndonesia,” ujar Country Lead Azure GTM Microsoft Indonesia, Fiki Setiyono.

Fiki juga menambahkan bahwa program ini dapat dimanfaatkan oleh semua orang dan siapa pun dengan ide yang layak mendapatkan solusi untuk berinovasi dan terus tumbuh. Mulai dari fase ideation menjadi prototype, kemudian pada fase develop dengan membangun minimum viable product, kemudian bertumbuh dan siap merilis merilis produk ke pasar atau mulai mendapatkan pelanggan hingga ke tahap scale.

Salah satu manfaat yang ditawarkan dari program ini adalah membantu startup berkembang dengan kecepatannya sendiri hingga mendapatkan kredit Azure hingga $150.000 dengan berbagai fase atau tahapan. Tidak hanya itu, program ini juga bisa membantu meningkatkan developer velocity, mengakselerasi produktivitas tim dengan Microsoft 365 dan Microsoft Teams, serta produk-produk Microsoft lain yang bisa membantu mengembangkan bisnis.

Portofolio Founders Hub

Salah satu perusahaan rintisan yang menjadi bagian dalam ekosistem startup Microsoft adalah Opsigo. Perusahaan ini menghadirkan platform terintegrasi untuk mendigitalisasi industri travel dan pariwisata. Kelahiran Opsigo terinspirasi dari kurangnya kemampuan sistem global untuk mengakomodasi keunikan proses bisnis yang ada di negara-negara Asia Tenggara.

Data yang dipaparkan oleh tim Opsigo menunjukkan bahwa sekitar 80% dari konsumen agen travel merupakan konsumen korporasi yang membeli tiket dan voucher hotel untuk keperluan perjalanan dinas mereka. Melihat peluang dari sektor korporasi yang lebih mulus, Opsigo mulai mengembangkan Opsicorp, sebuah platform pengelolaan perjalanan dinas untuk korporasi.

Melalui platform ini, korporasi dapat merencanakan perjalanan, melakukan penerbitan tiket atau voucher hotel secara otomatis, dan memastikan perjalanan dinas tersebut sesuai dengan kebijakan perjalanan perusahaan. Teknologi unggul Opsicorp juga memungkinkan integrasi dengan berbagai platform internal perusahaan, termasuk sistem ERP dan keuangan.

Selain itu, korporasi dapat melihat data pola perjalanan dinas untuk mencari peluang efisiensi yang dapat dilakukan. Alhasil, korporasi diharapkan dapat mempersingkat waktu dan menekan biaya perjalanan hingga 20-30%, seraya menjamin kepatuhan pada kebijakan perjalanan dinas perusahaan. Sejumlah korporasi yang telah menggunakan layanan Opsicorp, antara lain Avrist, Kanmo Retail, Pegadaian, Pertamina, Sritex, dan masih banyak lagi.

CEO Opsigo Edward Nelson Jusuf mengungkapkan bahwa produk atau layanan yang diberikan Opsigo sangat berkaitan dengan transaksi keuangan. Maka dari itu, perusahaan harus dapat menjamin keamanan data dan sistem layanan. Salah satu alasan perusahaan bergabung dengan ekosistem Microsoft adalah sistem keamanan yang premium meyakinkan perusahaan tetap aman, sehingga  mencegah menimbulkan kerugian untuk nasabah ataupun perusahaan.

“Selain itu, pelanggan Opsigo, baik itu dari BUMN maupun korporasi, secara umum juga memanfaatkan ekosistem Microsoft seperti Azure, sehingga sistem Opsigo mudah terintegrasi dengan sistem mereka,” ungkapnya dalam diskusi virtual “Empowering Indonesian Startups for Digital Indonesia” pada hari Kamis (22/09).

Selain itu, Microsoft juga mewadahi dan membekali upskilling platform seperti Alkademi. Berawal dari komunitas digital di Bandung, Alkademi menyediakan berbagai pelatihan teknologi bagi anak muda di daerah suburban sebagai upaya menjawab kebutuhan akan sembilan juta talenta digital Indonesia pada tahun 2030. Kini, sekitar 2.000 siswa telah mendapatkan manfaat dari kelas-kelas yang ditawarkan Alkademi.

Sejak didirikan, Alkademi memanfaatkan Microsoft Azure sebagai basis dari Learning Management System (LMS) mereka. Familiaritas dan keandalan yang Alkademi rasakan dalam ekosistem Microsoft mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam Microsoft for Startups Founders Hub, sekaligus menjadi yang pertama dari Indonesia pada awal tahun 2022. Dalam program tersebut, Alkademi mendapatkan akses infrastruktur teknologi Microsoft, wadah networking dan mentorship, serta go-to assistance dari ahli Microsoft global.

Pada dasarnya, program-program inkubator dan akselerator yang ada saat ini menawarkan kemudahan bagi founder dalam melakukan eskalasi bisnis.  Berdasarkan hasil riset yang dilakukan DailySocial.id, per tahun 2021, ada sekitar 17 program inkubator dan/atau akselerator yang masih aktif membuka batch untuk startup baru. Beberapa di antaranya yang aktif menjaring termasuk program akselerator Surge dari Sequoia Southeast Asia dan India, Founder Institute, dan Y Combinator.