MIT Ciptakan Aplikasi untuk Menghubungkan dan Mengontrol Perangkat Pintar

Seperti yang kita tahu, tren Internet of Things (IoT) semakin lama semakin menjamur. Setiap objek yang kita jumpai sehari-harinya perlahan berevolusi menjadi perangkat pintar. Pun demikian, kita masih kesulitan dalam hal mengontrolnya, mengingat masing-masing perangkat biasanya didampingi oleh aplikasinya sendiri-sendiri.

Inilah problem yang ingin dipecahkan divisi riset Fluid Interfaces dari Massachusetts Institute of Technology (MIT). Selama tiga tahun mereka mengembangkan sebuah aplikasi berjuluk Reality Editor, yang pada dasarnya merupakan aplikasi untuk mengontrol perangkat IoT atau smart home berbasiskan teknologi augmented reality (AR).

Reality Editor

Aplikasi ini sepintas tampak terinspirasi oleh film Minority Report yang dibintangi oleh Tom Cruise. Tapi bukan tampilannya semata yang membuatnya menarik, tetapi juga fungsinya. Dengan Reality Editor, pengguna dapat menghubungkan perangkat pintar ke yang lain hanya dengan menarik garis saja.

Jadi, semisal Anda menginginkan lampu kamar tidur bisa mati dengan sendirinya saat TV dimatikan, Anda tinggal menarik garis dari lampu ke TV pada aplikasi. Dari situ Anda tinggal memanipulasi fungsi-fungsi yang ingin diterapkan, semuanya melalui tampilan yang sangat mudah dipahami.

Contoh lain misalnya di dalam mobil. Anda ingin mengutak-atik equalizer sistem audio tapi malas mengakses menu demi menu pada layar. Dengan Reality Editor, Anda bisa menghubungkan sistem audio ke sepasang kenop pada dashboard. Dari situ Anda tinggal memilih fungsi apa yang bisa diatur dengan kenop A dan B, seperti misalnya mengatur bass dan treble.

Reality Editor

Potensi yang dimiliki Reality Editor sangat luas, dan aplikasi ini bukan sekedar konsep belaka. Tim pengembangnya telah merilis Reality Editor untuk perangkat iOS. Hanya saja, perangkat IoT atau smart home yang didukung belum ada – Reality Editor memanfaatkan platform open-source bernama Open Hybrid.

Solusinya sejauh ini adalah dengan jalan DIY. Menurut tim pengembangnya, pengguna bisa membuat adaptor untuk perangkat sehingga bisa dikenali oleh aplikasi Reality Editor. Tapi ke depannya, di saat sudah banyak perangkat yang mengusung kompatibilitas Open Hybrid, aplikasi ini bisa dipastikan akan menjadi cukup tenar.

Sumber: Fast Company.

Xandem Siap Mengawasi Seisi Rumah Tanpa Andalkan Kamera

Solusi paling umum yang diterapkan untuk meningkatkan keamanan dalam rumah adalah memasang kamera pengawas. Akan tetapi, sebuah rumah pada umumnya tidak terdiri dari satu ruangan saja, bukan? Dengan demikian, kalau mau benar-benar aman, maka diperlukan sejumlah kamera pengawas yang ditempatkan di sejumlah ruangan.

Lalu apakah tidak ada cara lain untuk mengawasi rumah? Ada, yaitu dengan memanfaatkan teknologi pengenal gerakan, alias motion detector. Tapi sembarang motion detector juga tidak bisa menjamin keamanan secara pasti, malahan terkadang penghuni rumah sendiri disangka seorang maling.

Untuk itu, dibutuhkan teknologi baru yang bisa meningkatkan efektivitas motion detector. Menurut startup bernama Xandem, kuncinya terletak pada pemanfaatan gelombang radio. Melalui Indiegogo, mereka pun memperkenalkan sistem pengawas rumah yang sama sekali tidak mengandalkan kamera bernama Xandem Home.

Xandem Home

Xandem Home pada dasarnya adalah sebuah sensor pembaca gerakan. Namun uniknya, saat dikumpulkan, sensor-sensor ini dapat membentuk sebuah jaringan gelombang radio yang terhubung satu sama lain – seandainya bisa dilihat mata manusia, jaringan gelombang radio ini akan tampak seperti jaring laba-laba.

Lalu ketika ada seseorang yang bergerak mengenai gelombang radio tak terlihat itu, sensor milik Xandem akan segera mengenalinya sekaligus melacak lokasinya. Berkat jaringan yang dibentuk oleh sejumlah Xandem Home yang tersebar di beberapa ruangan, satu lantai rumah bisa dijangkau dengan baik sampai ke sudut-sudut.

Xandem Home

Xandem Home juga datang bersama sebuah unit hub yang bisa disambungkan ke router. Fungsinya adalah menghubungkan seluruh sensor yang tersebar ke cloud, sehingga pengguna dapat memonitor keadaan lewat smartphone-nya. Kehadiran hub ini juga membuka potensi Xandem Home untuk berkomunikasi dengan perangkat smart home, mengotomatisasi sejumlah fungsi berdasarkan keadaan tertentu.

Di Indiegogo, Xandem Home ditawarkan seharga $475 per paket. Masing-masing paketnya mencakup 10 buah sensor pendeteksi gerakan dan satu unit hub. Xandem juga mematok biaya bulanan untuk layanan cloud-nya, tapi para backer di masa kampanye ini akan dibebaskan dari biaya berlangganan selamanya.

Konsep Meja Ini Bisa Menyerap Panas untuk Mengisi Baterai Smartphone

Pernahkah Anda membayangkan bisa mengisi ulang baterai smartphone dengan energi panas? Well, khayalan tersebut bisa terkabul kalau saja konsep besutan Ikea ini benar-benar terealisasikan.

Proyek bernama Heat Harvest ini dikembangkan oleh laboratorium riset Space10 yang dijalankan Ikea. Ide di balik kelahirannya adalah, Anda bisa memanfaatkan energi panas yang ada di dalam rumah menjadi energi listrik.

Mengubah energi panas menjadi listrik memang bukanlah hal baru. Tapi bagaimana kalau itu semua bisa disalurkan hanya dengan sebuah meja? Itulah konsep menarik yang ditawarkan oleh Heat Harvest.

Jadi, saat teknologi ini diaplikasikan ke meja, meja tersebut bisa menyerap panas yang berasal dari berbagai sumber: bisa dari teko air panas atau pitcher berisi kopi, bisa juga dari panci berisi sup yang baru dihangatkan di atas kompor. Selanjutnya, tanpa basa-basi, Anda tinggal menempatkan smartphone di atas meja dan proses charging pun akan berlangsung.

Ikea Heat Harvest

Contoh lain yang tidak kalah menarik adalah laptop. Kalau dirata-rata, sebuah laptop yang tengah digunakan akan mengonsumsi sekitar 40 watt daya listrik sekaligus menghasilkan panas dalam jumlah yang kurang lebih sama. Ketika laptop tersebut ditempatkan di atas meja berteknologi Heat Harvest ini, energi panasnya akan diserap, lalu diubah menjadi energi listrik yang bisa disalurkan ke perangkat lain.

Pengaplikasiannya pun tidak harus berupa meja, bisa juga berupa tatakan kecil yang diletakkan di bawah sebuah set-top box atau perangkat lain yang umumnya menghasilkan panas saat menyala.

Dilihat dari sudut lain, ya, ini memang merupakan salah satu bentuk lain dari teknologi wireless charging. Hal itu juga berarti perangkat yang hendak diisi ulang harus mendukung teknologi tersebut. Tapi seperti yang kita tahu, smartphone generasi terkini rata-rata sudah mengemas teknologi wireless charging.

Yang unik dari Heat Harvest adalah dari mana energi listrik yang disalurkan tersebut berasal. Pada dasarnya pengguna bakal mendapatkan pasokan listrik ekstra tanpa harus membayar uang satu sen pun. Semuanya berasal dari energi panas yang dihasilkan perangkat yang sebelumnya tidak ada artinya sama sekali.

Ikea Heat Harvest

Belum lagi dilihat dari aspek kepraktisannya. Bayangkan, sewaktu sarapan, smartphone yang kita letakkan di atas meja juga akan terisi baterainya. Dan pastinya energi listrik yang disalurkan tidak akan masuk ke dalam tagihan bulanan.

Tentu saja, Heat Harvest sejauh ini baru sekedar konsep – atau paling jauh berupa prototipe – sehingga masih membutuhkan waktu pengembangan lebih lanjut. Tapi kalau semuanya sudah siap, kita pasti bakal menjumpai meja berteknologi Heat Harvest maupun dalam wujud perabot lainnya dijual secara massal di Ikea.

Sumber: Digital Trends.

Microbot Push Ubah Hampir Semua Perangkat yang Dilengkapi Tombol Menjadi Perangkat Pintar

Waktu sudah menunjuk pukul 12 malam. Anda pun bergegas masuk ke dalam kamar untuk beristirahat karena besok pagi harus kembali bekerja. Sesampainya di kamar, Anda langsung rebahan di atas kasur. Eits, lampu lupa dimatikan. Rasanya malas sekali kalau harus beranjak dari kasur hanya untuk mematikan lampu.

Solusinya? Gunakan saklar pintar macam Belkin WeMo, atau sekalian saja beli bohlam pintar Philips Hue. Tentu saja ini bukan satu-satunya opsi, karena masih ada alternatif lain yang tak kalah menarik. Salah satunya adalah perangkat bernama Microbot Push ini.

Oleh tim pengembangnya yang bermarkas di Korea Selatan, Push dianggap sebagai sebuah jari robotik untuk menekan hampir seluruh tombol yang ada di dalam rumah Anda. Push memiliki misi untuk membawa hampir seluruh perangkat elektronik yang ada di dalam rumah masuk ke ekosistem smart home.

Microbot Push

Secara teori perangkat apapun yang dioperasikan via tombol bisa disulap menjadi perangkat pintar yang terhubung ke dalam jaringan oleh Push. Berkat konektivitas Bluetooth yang diusung Push, perangkat tersebut bisa Anda nyala-matikan menggunakan smartphone.

Jadi, dalam kasus di paragraf awal tadi, Anda bisa menempelkan dua buah Push di saklar lampu dengan isolasi bolak-balik – satu untuk mematikan, dan satu untuk menyalakan. Saat Anda sudah terlanjur rebahan, buka saja aplikasi pendamping Microbot Push di smartphone untuk mematikan lampu tersebut.

Microbot Push

Lalu bagaimana ketika Anda sedang tidak bersama smartphone kepercayaan? Apakah Anda harus melepas Push terlebih dulu lalu menekan tombol saklar secara manual? Tidak, karena permukaan atas Push juga dibekali panel sentuh kapasitif. Letakkan jari Anda di atasnya, maka Push akan langsung menekan tombol saklar, sama seperti ketika Anda menggunakan aplikasinya.

Menemani Microbot Push adalah sebuah hub bernama Prota Box. Hub ini sifatnya opsional, berfungsi untuk menghadirkan fitur otomatisasi pada Push berkat kemampuannya menyambung ke jaringan Wi-Fi. Fitur otomatisasi yang ditawarkan sejatinya mirip seperti yang ditawarkan platform IFTTT, dimana Anda bisa membuat berbagai ‘resep’ seperti “jika saya tiba di rumah, nyalakan lampu ruang tamu,” dan sebagainya.

Prota Box

Sejatinya Microbot Push bisa jadi langkah awal yang ideal untuk merasakan inovasi di era Internet of Things (IoT), apalagi mengingat baterainya bisa bertahan hingga sekitar 6 bulan dalam satu kali charge. Tidak ada salahnya memberikan kemampuan berkomunikasi pada perangkat-perangkat elektronik lawas kalau memang tujuannya baik dan bisa mempermudah aktivitas sehari-hari.

Kalau Anda tertarik, Anda masih harus bersabar sebelum Microbot Push siap untuk dipasarkan. Saat ini pihak pengembangnya baru menerima pesanan lewat laman crowdfunding di Indiegogo. Satu unit Microbot Push dihargai $39. Atau kalau mau yang satu paket, tersedia bundle 3 Microbot Push + 1 Prota Box seharga $199.

Sukses Crowdfunding, Perangkat Home Automation Hub Sentri Siap Dipasarkan

Sentri Home Automation Hub / Sentri

Sekarang ini ada banyak perangkat home automation hub yang dijual di pasaran, tapi hanya sedikit yang punya fisik seelegan Sentri. Buat yang masih bingung apa itu home automation hub, perangkat ini sejatinya berperan sebagai otak dari sebuah rumah pintar, memberikan kontrol yang lengkap atas berbagai perangkat sekaligus.

Saya sendiri tidak menyangka kalau Sentri berawal dari sebuah proyek crowdfunding di Kickstarter. Pasalnya, wujudnya tampak seperti seakan-akan Apple yang mendesain. Di depan, Anda akan disambut oleh layar sentuh 10,1 inci dengan tampilan yang bisa dikustomisasi, sedangkan di belakang ada semacam kickstand sehingga Anda bisa meletakkannya di atas rak buku misalnya.

Namun tentunya tampang saja tidak cukup untuk merebut predikat home automation hub terbaik. Sentri ingin meraih prestasi tersebut dengan bekal seabrek sensor, mulai dari termometer, accelerometer, sensor pendeteksi gerakan, sensor kelembaban sampai sensor pengukur kualitas udara.

Tak hanya berhenti sampai di situ saja, Sentri juga mengemas kamera HD berkemampuan night vision sehingga ia bisa ditugaskan sebagai kamera pengawas. Mikrofon dan speaker pun turut ditanamkan di dalamnya supaya pengguna bisa memanfaatkannya sebagai sistem intercom untuk memudahkan komunikasi antar keluarga di dalam rumah.

Sentri Home Automation Hub

Keunggulan lain Sentri adalah proses setup awal yang diklaim sangat mudah. Begitu mudahnya, Anda tidak perlu melibatkan smartphone selama proses tersebut. Selanjutnya, Sentri siap disambungkan dengan sejumlah perangkat smart home seperti bohlam Philips Hue, thermostat Nest atau saklar pintar Belkin WeMo.

Dari sini, fitur yang ditawarkan Sentri akan terdengar semakin menarik. Ia dapat memanfaatkan data-data yang dikumpulkan oleh sederet sensornya untuk mengontrol berbagai fungsi perangkat-perangkat smart home di atas secara otomatis. Contoh termudah adalah, menyalakan AC yang tersambung ke sebuah saklar pintar ketika suhu ruangan meningkat melewati batas yang telah ditentukan. Contoh lainnya, bohlam Philips Hue bisa menyala dengan sendirinya saat langit mulai gelap, bukan berdasarkan jadwal.

Kedengarannya sangat menarik bukan? Tentu saja. Akan tetapi sebelum Anda memesannya seharga $299, pastikan bahwa perangkat smart home yang ada di rumah Anda memang kompatibel dengannya. Kalau tidak ada, maka sia-sialah kemampuan home automation yang begitu dibanggakan Sentri – meski Anda tetap bisa memanfaatkannya untuk memonitor ‘kesehatan’ rumah Anda.

Sumber: Digital Trends.

Mantan Desainer Xbox 360 Garap Mesin Pembuat Teh Cerdas, Teforia

Bagi sebagian orang, teh bukan sekedar minuman, melainkan bagian dari budaya yang penuh nilai sejarah. Bahkan di mata para penggemar teh sejati, proses pembuatannya bisa digolongkan sebagai mahakarya seni. Continue reading Mantan Desainer Xbox 360 Garap Mesin Pembuat Teh Cerdas, Teforia

GE Luncurkan Dua Bohlam Pintar Perdananya, GE C-Sleep dan C-Life

Sama seperti Philips, GE bukanlah pemain baru di dunia alat-alat listrik, khususnya komponen pencahayaan alias lampu. Namun di saat Philips sudah cukup lama menuai sukses lewat bohlam pintarnya yang bernama Hue, GE masih belum menunjukkan tanda-tanda rencananya untuk move on ke bidang smart light bulb ini. Continue reading GE Luncurkan Dua Bohlam Pintar Perdananya, GE C-Sleep dan C-Life

Indocomtech 2015 Angkat Tema Internet of Things, Seberapa Siap Indonesia?

Evolusi adalah salah satu sifat dasar teknologi. Ia selalu berubah, dan terkadang realita kontras dari harapan serta asumsi. Belum lama khalayak dihebohkan dengan dugaan bahwa zaman keemasan PC akan segera berakhir. Lalu ternyata pemain di industri ini menyebutnya era PC+, dan sekarang para ahli melihat Internet of Things sebagai tren IT terkini di Indonesia. Continue reading Indocomtech 2015 Angkat Tema Internet of Things, Seberapa Siap Indonesia?

Philips Hue Bridge 2.0 Hadirkan Kompatibilitas dengan Apple HomeKit

Platform smart home kepunyaan Apple, HomeKit, mempunyai sejumlah kelebihan yang terdengar menarik. Pada dasarnya, HomeKit bertugas memudahkan terjadinya komunikasi antara perangkat iOS dengan perangkat smart home. Sayangnya, sejauh ini belum banyak produk yang kompatibel dengannya. Continue reading Philips Hue Bridge 2.0 Hadirkan Kompatibilitas dengan Apple HomeKit

Tak Cuma Pergoki Maling, Kamera Pengawas Logi Circle Juga Abadikan Momen Berkenang di Rumah Anda

Sebuah kamera pengawas umumnya dirancang untuk membantu pengguna mengamankan kediamannya masing-masing. Namun Logitech berpendapat berbeda. Menurut mereka, kamera pengawas juga bisa dimanfaatkan untuk mengabadikan momen-momen berharga di dalam rumah yang terlewatkan oleh kita. Continue reading Tak Cuma Pergoki Maling, Kamera Pengawas Logi Circle Juga Abadikan Momen Berkenang di Rumah Anda