[TanyaBangwin] Apa yang Bisa Dilakukan dengan Social Media untuk Manajemen Artis

TanyaBangwin adalah kolom di Trenologi yang dijalankan bekerja sama dengan Abang Edwin SA, seorang social media consultant dan online business advisor. Untuk kolom kali ini akan dibahas seputar bagaimana penggunaan media sosial untuk band atau manajemen artis. Selamat membaca.

Pertanyaan:

Hi Bang Win,

Saya kebetulan bekerja sebagai manager untuk beberapa band indie baru. Selama ini saya menggunakan social media untuk memberikan informasi tentang gigs band-band yang saya handle. Nah pertanyaan saya selain untuk ngasih informasi atau pengumuman pada fans, apalagi ya yang bisa dilakukan dengan social media channel agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal? Thanks ya Bang Win

Luki M

Jawaban:

Hi Luki,

Senang akhirnya ada pertanyaan yang berkaitan dengan musik juga ke kolom ini. Ok, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa social media as a tools punya karakteristik yang berbeda dengan media-media lainnya. Dengan social media, informasi bisa sangat cepat tersebar dan terus tersebar sampai informasi tersebut kehilangan relevansinya. Kebetulan Luki sudah menggunakan social media untuk menyebarkan informasi, awal yang tepat menurut saya. Sekarang apa lagi yang bisa kita lakukan untuk kepentingan artis atau musisi? Mari kita bahas satu per satu.

Yang membuat seorang artis atau sebuah band itu bisa dikenal, diapresiasi dan bahkan hidup mendapatkan penghasilan adalah fans mereka, oleh karena itu jika kita berbicara mengenai social media, maka hal utama yang harus diperhatikan adalah bagaimana social media bisa berfungsi sebagai wadah agar si artis atau band bisa terkoneksi dengan para fans mereka.

Social media tidak hanya membuat artis dan fans terkoneksi, tapi social media juga membuat kedua belah pihak bisa berkomunikasi, ngobrol, sharing dan hal-hal yang sifatnya interaksi. Kedekatan yang dihasilkan akan membuat fans jadi semakin loyal terhadap artis kesayangan mereka.

Dalam konteks bisnis pun social media bisa membuat pekerjaan manager jadi lebih mudah. bayangkan jika ada pihak yang ingin mengundang si artis untuk manggung, dengan hanya mengunjungi website resmi mereka maka kedua belah pihak akan mudah terhubungkan. Artis pun bisa menggunakan social media untuk menjual merchandise, tiket pertunjukkan, dan lain sebagainya lewat social media atau menggunakan social media sebagai penyampai pesan.

Begitu kira-kira secara garis besar gambaran bagaimana social media bisa berperan dalam membantu manajemen artis dalam menjalankan pekerjaannya. Jika ingin tahu lebih dalam, silahkan kita diskusikan di bagian comment di bawah.

Salam,

Bangwin

Catatan:

Bagi yang ingin bertanya tentang hal-hal yang kaitannya dengan social media, community management dan online business pada kolom [TanyaBangwin] ini, silahkan mengirimkan pertanyaannya ke tanyabangwin[at]gmail[dot]com.

Jangan lupa menyertakan akun Twitter/FB nya sehingga bisa di mention ketika kolom ini terbit. Usahakan pertanyaan yang diberikan bisa memicu penjelasan yang berbentuk artikel (salah satu ketentuan agar pertanyaannya bisa terpilih nantinya).

Sumber gambar header: Anna Omelchenko/Shutterstock.

Happier, Media Sosial untuk Berbagi Kebahagiaan dan Hal-hal Positif

Jika Anda termasuk orang yang bosan dengan berbagai keluh kesah yang diungkapkan di media sosial mainstream seperti Facebook atau Twitter, barangkali Happier adalah media sosial yang tepat untuk Anda. Media sosial yang satu ini punya satu peraturan unik: penggunanya hanya boleh mempublikasikan hal-hal yang membahagiakan dan positif.

Ide Happier didasari dari penelitian yang menyatakan bahwa orang-orang yang menulis hal-hal positif mengenai hari mereka akan merasa lebih bahagia. Happier juga pendukung kuat teori bahwa “kebahagiaan itu menular“. Dalam teori ini dikatakan jika seseorang memiliki teman yang bersikap positif, orang tersebut memiliki peluang 15% untuk menjadi bersikap positif juga.

Happier didirikan oleh Nataly Kogan dan berdomisili di Boston. Dalam wawancaranya kepada NY Times, Kogan menyatakan bahwa Happier didesain agar orang bisa berbagi momen-momen kecil yang positif dan membahagiakan. Kogan berargumen bahwa di jejaring sosial yang mainstream, momen-momen kecil ini tampak menjadi terlalu trivial untuk dibagikan. Misalnya saja pada gambar di bawah ini, beberapa pengguna Happier berbagi hal-hal yang namapknya sepele seperti makan malam bersama mertua, menyaksikan pertandingan basket di malam hari, atau panggilan telepon dari ayah, tapi mereka menganggap hal-hal ini adalah hal yang membahagiakan bagi mereka.

Dalam interaksi saya yang hanya sebentar dengan media sosial ini, memang nampaknya sebagian besar pengguna Happier memiliki visi yang serupa dengan Kogan. Sejauh ini saya belum menemui post yang bernada negatif atau keluh kesah. Meskipun menarik untuk disimak bagaimana komunitas pengguna Happier akan bereaksi terhadap post yang berbau negatif.

Diluncurkan mulai Februari tahun ini, Happier sejauh ini sudah menjaring lebih dari 100.000 pengguna yang sudah membagikan lebih dari 1 juta momen kebahagiaan mereka di media sosial tersebut. Saat ini Happier bisa diakses melalui aplikasi untuk iOS dan aplikasi web.

 

Sumber: CNET, NY Times.

[TanyaBangwin] Hal-Hal Dasar yang Perlu Diperhatikan pada Pembuatan Social Media Guidelines

TanyaBangwin adalah kolom terbaru di Trenologi yang dijalankan bekerja sama dengan Abang Edwin SA, seorang social media consultant dan online business advisor. Bangwin juga sempat bekerja di Yahoo! Indonesia sebagai Senior Community & Social Media Manager. Kolom ini akan hadir rutin setiap hari Kamis. 

Continue reading [TanyaBangwin] Hal-Hal Dasar yang Perlu Diperhatikan pada Pembuatan Social Media Guidelines

Facebook dan Google+ Jadi Pilihan Utama untuk “Social Login”

Social login merupakan istilah yang digunaan untuk mendeskripsikan mekanisme login ke sebuah layanan internet menggunakan akun media sosial alih-alih membuat akun khusus untuk layanan tersebut. Meski barangkali tidak terlalu populer penggunaannya bagi kebanyakan orang, bersama Facebook, Google+ ternyata menjadi pilihan utama untuk melakukan social login berdasarkan hasil studi dari sebuah layanan pengelolaan pengguna Janrain.

Sebagai raksasa media sosial, Facebook tentunya menjadi pilihan utama pengguna untuk melakukan social login. Menurut studi Janrain, selama kuartal kedua 2013 lalu 46% pengguna yang melakukan social login menggunakan Facebook sebagai media sosial pilihannya. Bersama Google+ yang dipilih oleh 36% pengguna, kedua media sosial ini menjaring 80% dari seluruh aktivitas social login. Komposisi lengkap mengenai preferensi media sosial untuk social login bisa dilihat di gambar berikut ini.

Berdasarkan waktu, Facebook sendiri dalam tren yang cenderung menurun jika dibandingkan dengan kuartal yang sama pada tahun 2012. Sementara Google+ dalam tren yang cenderung naik pada periode yang sama. Meskipun jika dilihat sejak periode pertama Janrain melakukan studi di kuartal keempat 2009, Facebook meningkat cukup besar dan Google+ justru mengalami penurunan.

Demikian juga berdasarkan kategori, Facebook mendominasi aktivitas social login untuk layanan-layanan di seluruh kategori, mulai dari media, hiburan dan game, musik, brand, hingga business-to-business (B2B). Dari sekian banyak kategori tersebut, yang menurut saya menarik adalah kuatnya LinkedIn digunakan untuk social login di kategori B2B. Selengkapnya mengenai hasil studi Janrain bisa dilihat pada gambar-gambar berikut atau di blog Janrain di tautan ini.

[Infografis] Bagaimana Tren Penggunaan Media Sosial LinkedIn?

Secara statistik, saat ini setiap detiknya dua orang bergabung dengan layanan media sosial LinkedIn. Dengan popularitasnya sebagai jejaring sosial untuk kaum profesional, tentunya menarik untuk diketahui bagaimana tren penggunaan LinkedIn oleh para penggunanya. Situs Power Formula baru-baru ini merilis sebuah infografis yang berusaha memaparkan bagaimana tren penggunaan media sosial LinkedIn ini.

Dari survey yang dilakukan oleh Power Formula terhadap pengguna LinkedIn didapati bahwa sebanyak 15,1% pengguna LinkedIn menggunakan akun berbayar untuk mengakses LinkedIn. Angka ini relatif besar jika dibandingkan dengan layanan media sosial lain seperti Facebook, Twitter atau Google+ yang murni tidak memiliki akun premium.

Pengguna LinkedIn juga cenderung menggunakan LinkedIn untuk keperluan yang sangat berhubungan dengan aktivitas bisnis dan karir. Sebanyak 75,8% responden menyatakan LinkedIn sangat membantu mereka dalam melakukan riset mengenai orang atua perusahaan. Sementara, sebanyak 32,5% menganggap LinkedIn sangat penting dalam mengembangkan jaringan, bisnis, dan menemukan pekerjaan.

Lebih lengkapnya, langsung saja simak infografis dari Power Formula di bawah ini.

 

Sumber: Power Formula via Social Media London.

Twitter Akuisisi Spindle, Aplikasi Local Discovery Berbasis Media Sosial

Spindle, sebuah start up yang membuat aplikasi local discovery berbasis media sosial, kemarin mengumumkan akuisisi oleh Twitter pada blog resminya. Dengan akuisisi tersebut, layanan resmi Spindle akan ditutup dan tim pengembang Spindle akan bekerja untuk Twitter.

Seperti dilansir oleh All Things D, Spindle didirikan oleh beberapa mantan karyawan Microsoft yang memiliki keahlian pada teknologi pencarian. Secara sederhana, Spindle berusaha menjawab pertanyaan, “kejadian menarik apa yang sedang berlangsung di sekitar?”. Dengan tujuan untuk menjawab pertanyaan tersebut, Spindle menampilkan berbagai pembaruan status di media sosial Twitter dan Facebook yang berdekatan dengan lokasi pengguna.

Selain itu, pengguna Spindle juga bisa mempersempit informasi yang ditampilkan berdasarkan kata kunci tertentu. Misalnya saja, pengguna hanya ingin melihat informasi yang berkaitan dengan acara musik, maka Spindle akan menampilkan pembaruan di media sosial yang berkaitan dengan acara musik saja. Pengguna juga bisa berbagi dengan pengguna Spindle yang lain mengenai lokasi atau kejadian menarik di lokasi tertentu dengan aplikasi tersebut.

Setelah proses akuisisi yang dirahasiakan nilainya ini, markas Spindle di Boston akan ditutup dan para pengembangnya akan pindah ke kantor Twitter di San Fransisco. Mengingat layanan Spindle akan ditutup sebagai bagian dari akuisisi ini, besar kemungkinan Twitter akan menyediakan fitur yang mirip dengan fitur-fitur yang saat ini dimiliki oleh Spindle.

 

Sumber: Spindle via All Things D.

TemanTakita(dot)com, Mendekatkan Keluarga Melalui Teknologi

Salah satu kekhawatiran mereka yang memiliki anak di era digital ini barangkali bagaimana cara memperkenalkan anak dengan beragam teknologi yang ada dengan tepat guna. Tentunya tidak ada orang tua yang ingin memiliki hubungan dengan anak seperti yang digambarkan oleh kata-kata guyon, “teknologi, mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat”.

Continue reading TemanTakita(dot)com, Mendekatkan Keluarga Melalui Teknologi

Google Plus Sekarang Merupakan Jejaring Sosial Paling Aktif Nomor Dua Setelah Facebook

Global Web Index merilis laporannya tentang platform sosial dan jumlah pengguna aktifnya di kuartal keempat 2012. Seperti biasa, Facebook mendominasi daftar ini di berbagai sisi, tapi layanan apa yang berada di posisi kedua? Menurut laporan tersebut, Google Plus (Google+) memiliki pengguna aktif paling banyak setelah Facebook, diikuti oleh YouTube dan Twitter. Posisi sepuluh besar berikutnya dikuasai oleh layanan asal Cina, di mana LinkedIn menjadi satu-satunya layanan global di jajaran posisi enam hingga sepuluh.

Continue reading Google Plus Sekarang Merupakan Jejaring Sosial Paling Aktif Nomor Dua Setelah Facebook

Perancis Melarang Penggunaan Istilah ‘Hashtag’

Berkembangnya beraneka produk teknologi informasi salah satunya berakibat pada eksposur yang tinggi terhadap bahasa Inggris. Sebagai bahasa utama pada aplikasi-aplikasi ataupun produk-produk teknologi lain yang banyak digunakan oleh masayarakat global, mau tidak mau istilah-istilah dalam bahasa Inggris yang digunakan oleh beragam teknologi ini semakin lama semakin populer.

Rupanya bukan hanya negara-negara berkembang yang merasakan sulitnya mempertahankan kulturnya dari gempuran arus globalisasi di era teknologi informasi ini. Baru-baru ini, seperti dikabarkan oleh harian The Mirror, pemerintah Perancis melalui otoritas Académie Française melarang penggunaan istilah ‘hashtag’ yang populer berkat aplikasi social media Twitter. Sebagai gantinya, Académie Française memperkenalkan terminologi dari bahasa Perancis sendiri yakni ‘mot-dièse’ untuk istilah ‘hashtag’. Istilah ‘mot-dièse’, ketika saya coba terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan aplikasi Google Translate, diartikan sebagai ‘kata tajam’.

Académie Française juga menghimbau para guru dan jurnalis di berbagai media untuk menggunakan terminologi ‘mot-dièse’ ke depannya. Ini menambah panjang daftar istilah dalam bahasa Inggris yang sebelumnya juga dilarang dan dihimbau untuk digantikan penggunaannya di media-media di Perancis. Selain istilah-istilah teknologi seperti ’email’ dan ‘blog’, beberapa istilah umum seperti ‘weekend’, ‘low-cost airline’, dan ‘supermodel’ ternyata juga dilarang penggunaannya.

Académie Française juga sudah sejak lama memiliki situs yang berisi rujukan terminologi-terminologi dalam bahasa Inggris serta istilah penggantinya dalam bahasa Perancis. Situs yang diberi nama France Terme ini, saat tulisan ini dibuat, memiliki koleksi 5509 istilah bahasa Inggris yang sudah disubtitusi dengan istilah dalam bahasa Perancis.

Dalam pandangan saya, masalah yang sama pun terjadi di Indonesia. Cukup banyak istilah-istilah teknologi yang sulit dicari padanan katanya dalam bahasa Indonesia, atau jika ada padanan katanya, masih terasa aneh untuk digunakan oleh masyarakat umum. Apakah pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah serupa?

 

Sumber: The Mirror, Gambar: The Verge.

Nielsen dan Twitter akan Merilis Nielsen Twitter TV Rating pada 2013

Apakah Anda termasuk orang yang suka mengomentari acara televisi melalui akun Twitter Anda? Jika ya, maka sepertinya komentar-komentar Anda ini nantinya akan berpengaruh terhadap rating acara televisi tersebut. Perusahaan yang bergerak di bidang analisis pasar, Nielsen, kemarin mengumumkan kerjasama dengan Twitter untuk merilis Nielsen Twitter TV Rating, sebuah sistem yang menyediakan pengukuran terhadap acara televisi berdasarkan percakapan para pengguna Twitter.

Pada press release yang dikeluarkan oleh Nielsen, presiden direktur Steve Hasker menyatakan, “Nielsen Twitter TV Rating adalah sebuah langkah singnifikan untuk industri [televisi]. Sebagai pemimpin dalam bidang pengukuran media, kami mengakui bahwa Twitter adalah sumber yang unggul untuk mendapatkan data real time mengenai engagement [penonton] terhadap [acara] televisi”.

Nielsen Twitter TV Rating nantinya akan melengkapi sistem rating televisi yang saat ini sudah dimiliki oleh Nielsen. Diharapkan dengan sistem ini, stasiun televisi dan pemilik iklan di televisi bisa mendapatkan pengukuran-pengukuran secara real time untuk membantu memahami aktivitas social media para penontonnya yang berkaitan dengan acara televisi.

Sistem rating ini baru akan tersedia di Amerika Serikat saja dan baru bisa diakses mulai September 2013, bersamaan dengan umumnya awal season baru untuk serial televisi di Amerika Serikat. Meski belum dirilis, sistem ini sudah mendapat antusiasme yang cukup baik dari beberapa stasiun televisi di Amerika Serikat seperti CBS dan Fox.

Kira-kira, apakah Nielsen Twitter TV Rating ini akan masuk juga ke Indonesia? Mengingat demografi pengguna Twitter di Indonesia, saya malah membayangkan barangkali nanti sinetron-sinetron akan mengalami penurunan rating yang tajam jika benar-benar terjadi.

 

Gambar: The Review Crew