MyPulau, Social Networking berbentuk Pulau

mypulau 5Apa yang diidamkan sebuah provider telekomunikasi selain sebuah komunitas pengguna yang saling berinteraksi menggunakan provider mereka, belum lagi, dengan tingkat persaingan industri telekomunikasi yang sangat ketat membuat perpindahan user hampir tidak bisa dicegah.

Dengan bantuan internet, komunitas menjadi lebih masif lagi, dan tribes baru bermunculan.  Salah satunya adalah MyPulau. MyPulau merupakan salah satu pemain lain dalam social networking berbasis internet yang menggabungkan user dari Telkomsel dengan para internet maniacs.

Continue reading MyPulau, Social Networking berbentuk Pulau

Email Sehat Dengan Boxbe

Email kini telah berubah seperti kartu nama, bahkan bagi beberapa orang email justru sudah menggantikan fungsi kartu nama. Untuk alamat kontak dan segala macam proses hubungan profesional maupun pribadi, kini menggunakan alamat email. Ada kalanya tanpa sadar anda membagikan alamat email pada orang yang tidak perlu atau bahkan alamat email ada disalin dan digunakan oleh orang lain sebagai target promosi alias sales, atau bisa juga karena tidak pandai mengatur fungsi email di social networking yang berakhir dengan bertumpuk notification mengisi email anda dengan indahnya. 🙂

Kini ada salah satu fasilitas dari sekian banyak untuk membuat inbox email anda lebih sehat. Layanan itu bernama Boxbe yang berguna untuk membuat inbox email anda tidak penuh seperti TPA (tempat pembuangan sampah akhir).

Continue reading Email Sehat Dengan Boxbe

Plaxo Mulai Saingi LinkedIn

Plaxo, layanan address book yang niche ini rupanya belakangan ini sedang sibuk dengan fase pengembangan lanjut dari fitur-fitur jejaring sosial di situs tersebut. Fitur-fitur seperti life-streaming dan integrasi dengan Facebook sedang dalam pengembangan tahap akhir dan segera dapat dinikmati oleh para penggunannya. Namun rupanya tim Plaxo tidak ingin berhenti sampai di situs, melainkan terus mengembangkan sayap ke arah jejaring bisnis (business networking).

Baru-baru ini Plaxo meluncurkan kanal My Career di situsnya dengan salah satu fitur kunci yaitu Company Navingator. Melalui Company Navigator ini anda mampu mencari pengguna lain di Plaxo yang berada dalam lingkup perusahaan. Fitur ini tentu saja langsung mengingatkan saya dengan fitur yang sudah ada sejak lama di situs jejaring sosial untuk kalangan professional, LinkedIn. Dan sepertinya pembandingan antara Plaxo dan LinkedIn tidak terhindarkan lagi.

John McCrea, vice president of marketing Plaxo, menyatakan bahwa saat ini Plaxo sedang dalam tahapan awal dari pengembangan jejaring sosial unik yang diusung oleh Plaxo. Dan dengan bantuan dari situs jejaring sosial yang lebih besar (Facebook), Plaxo mendapatkan kemudahan untuk me-rekrut pengguna baru mengikuti alur jejaring sosial pengguna Plaxo di Facebook.

Sedikit Cerita di Belakang Adandu

Tadi malam saya bertemu dengan Gardenia Putri, sang founder dari Adandu untuk sekedar makan malam sambil sharing mengenai situs social network yang didirikannya sejak tahun 2008 lalu. Bersama dengan Toni (online marketing wizard) dan Edo (social media guru), kami berdiskusi mengenai banyak hal dan kami mendapatkan cerita banyak mengenai Adandu.

Ide untuk pembuatan Adandu bermula dari Putri yang berumur 24 tahun yang ingin memulai sebuah bisnis online. Tadinya dia ingin membuat sebuah bisnis online dengan model iklan baris, itu kenapa situs tersebut dinamakan Adandu (Ad and you), namun dalam prosesnya terjadi pergantian haluan untuk konsep dasar dari bisnis online tersebut menjadi sebuah social networking yang saat itu memang sedang trend… setidaknya untuk orang Indonesia.

Putri, yang ternyata mantan mahasiswi Moestopo (bukan Binus) kemudian mengajak beberapa temannya untuk mulai membangun situs Adandu ini. Putri yang merupakan otak dari Adandu kemudian mulai mengkonsepkan fitur-fitur dasar dari Adandu seperti Video mashup, chips & karma, dan user leveling. Dibantu oleh 2 orang programmer, akhirnya situs Adandu ini sukses live diatas platform Drupal  dan dengan beberapa plugin untuk video editor (Kaltura).

Saya mempelajari sebuah hal yang menarik dari sistem user leveling milik Adandu ini, dan ini berkaitan dengan karma yang didapatkan seorang user. Jadi ketika user memiliki karma yang tinggi karena rajin beraktivitas (menulis, komentar, create video mashup, dll) maka user bisa memasuki kasta Angel, dan ketika karma yang dimiliki sangat kecil maka user bisa menjadi Devil. Lucunya, baik Angel dan Devil ini tetap diberi reward dengan memiliki kemampuan yang tidak dimiliki user dari tingkatan lainnya. Menarik mengingat Adandu juga memberi reward ke semua user baik aktif maupun tidak, mungkin agak terkesan tidak berguna karena untuk user yang tidak aktif tentu tidak berguna jika diberikan “ability” yang unik, toh kemungkinan besar tidak akan digunakan.

Adandu sendiri merupakan salah satu startup yang beruntung untuk mendapatkan dukungan dari investor lokal. Dengan funding yang cukup dan ruangan kantor di daerah Sudirman tentu menjadi motivasi tersendiri untuk tim Adandu terus mengembangkan Adandu, yang menurut saya masih sangat berpotensi untuk memenangkan pasar pengguna internet lokal.

Pembicaraan-pun masuk ke arah bisnis dari Adandu, yang seperti yang mungkin bisa anda lihat masih mengandalkan sepenuhnya pada advertising (iklan). Adandu sendiri memang masih mengembangkan fitur tambahan untuk kembali mendongkrak revenue mereka selain dari pos advertising. Model bisnis iklan di social network memang sampai saat ini kurang sustainable dan masih sangat tergantung pada traffic dan bukan ke service / produk dan hal ini yang membuat banyak social network agak tersendat pengembangannya karena sibuk melayani advertiser dan bukan melayani user.

Agaknya hal ini juga disadari oleh Putri yang dalam waktu dekat ini akan meluncurkan online store di Adandu. Platform chips & karma sudah disiapkan sejak lama (meskipun masih status beta) dan akan menjadi tulang punggung sistem virtual currency dalam transaksi di Adandu Store ini. Untuk produk yang akan dijual Putri mengaku akan menggaet partner-partner untuk berjualan di Adandu Store, jadi Adandu hanya akan menjadi media saja dan bukan menjadi penjual langsung. Lalu dari mana keuntungan untuk Adandu? Belum saya tanyakan sih, namun ada beberapa pilihan antara men-charge subscription fee (biaya bulanan) untuk toko yang ingin berjualan atau mengambil keuntungan dari selisih antara kurs chips dan rupiah. Untuk saat ini 1 chips berharga Rp. 25,- jadi anda bisa hitung-hitung sendiri lah.

Dibawah ini ada salah satu contoh barang (speaker) yang akan dijual di Adandu Store, dan Putri dengan baik hati memberikannya kepada saya secara cuma-cuma. Ehem.. ehem..

Lalu saya pun coba berfantasi mengenai konsep Adandu ke depannya. Jujur, konsep Adandu yang sekarang sudah cukup baik, buktinya sudah ada investor yang berani backing. Namun kesalahan utama dari Adandu adalah memperkenalkan Adandu ke orang / komunitas yang kurang tepat, kenapa? Karena staff Adandu belum tahu sebenarnya dimana keunggulan dari Adandu. Saya melihat Adandu memiliki keunggulan di bidang online video editing, sebuah fitur yang mungkin sudah banyak digunakan di situs-situs luar negeri namun masih belum ada yang cocok dengan pengguna dari Indonesia. Menurut anda itu kurang kuat karena hanya follower dari situs luar negeri? Mungkin.

Coba kita lihat Koprol, sebuah situs yang konsepnya mengadopsi konsep location based social networking dari Brightkite. Namun dengan jeli melihat dan menyesuaikannya dengan pasar lokal mampu membuat Koprol menjadi situs yang populer dan berguna. Atau contoh lain GantiBaju, situs ini mengadopsi konsep User generated design kaos milik Threadless. Namun lagi-lagi dengan detail-detail kecil yang unik dan Indonesia banget, GantiBaju mampu menarik banyak pengguna.

Kalau orang kebanyakan membandingkan Adandu dengan Facebook/Friendster, maka saya membandingkan Adandu dengan YouTube/Vimeo. Komunitas online yang berbasis pada kesukaan akan video publishing. Niche!

Bayangan saya adalah melihat Adandu mampu memasarkan/memperkenalkan produknya ke komunitas-komunitas video publisher baik amatir maupun professional, meskipun sebaiknya yang Amatir dulu saja karena sistem video editing-nya pun masih jauh dibandingkan software video editor yang biasa dipakai video publisher professional. Atau setidaknya Adandu mampu mempersempit target audiencenya ke pasar yang lebih “minoritas” namun tetap memberikan layanan yang baik.

Untuk monetize tentu iklan sudah menjadi pilihan yang sulit, karena dengan pasar yang lebih kecil tentu menjadi kurang menarik bagi advertiser. Namun monetisasi bisa diambil dari model Freemium, berikan layanan basic secara cuma-cuma dan untuk pengguna extreme (berbayar) bisa diberikan banyak fitur tambahan yang tidak dimiliki pengguna free. Saya pikir jika pengemasan dan pengembangan produknya bagus, Adandu akan mampu menarik banyak pengguna berbayar dan menjadi profitable tanpa perlu mengandalkan traffic semata.

Wow, posting ini panjang juga ya. Sudah cukup bagian dari saya. Ayo, bagaimana anda memandang Adandu yang sekarang dan apa fantasi anda untuk Adandu?  Sampaikan pendapat anda di kolom komentar.

ps: Thanks to Putri for having us and thank you for the goodies. ehem lagi..

photo credit: puspa

Adandu, Just Another Social Network?

Mungkin beberapa dari anda sudah pernah mendengar mengenai sebuah website bernama Adandu. Adandu ini memang sempat populer awal tahun 2009 lalu dan menjadi perbincangan di beberapa forum dan situs-situs besar, namun seperti kepopulerannya itu tidak bertahan terlalu lama.

Adandu adalah (lagi-lagi) sebuah situs jejaring sosial lokal yang diluncurkan ke publik 1 Januari 2009 lalu. Bermula dari sebuah riset yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa Bina Nusantara awal tahun 2008, dan dibuka untuk akses para mahasiswa Binus pada Oktober 2008. Didirikan oleh Gardenia Putri, Adandu memiliki konsep sebagai sebuah platform aplikasi komunitas online dengan fitur-fitur sosial cita rasa Indonesia, walau sebenarnya frase ‘platform aplikasi’ terkesan terlalu berat dan sebenarnya tidak tampak di situs ini.

Seperti biasa, ketika situs ini diluncurkan banyak yang menyamakan Adandu sebagai Facebook versi lokal meski sebenarnya sama sekali tidak sama karena Facebook benar-benar merupakan platform aplikasi sedangkan Adandu bukan. Adandu mengklaim bahwa mereka mengusung visi, misi dan fitur-fitur yang berbeda dari situs-situs jejaring sosial yang sudah ada.

Berikut penjelasan yang diberikan oleh Customer Service Adandu ketika saya kontak via email :

Melalui websitenya, Adandu menyajikan fitur-fitur umum, seperti pertemanan, inbox, blog, forum, grup, pungutan suara / poll, upload audio, foto atau video. Namun sebenarnya Adandu memiliki dua fitur utama yang membedakannya dari website-website lainnya, yaitu:

– Chips & Karma (reward system)
– Video Mashup / online video editing.

Chips & Karma adalah sistem peringkat keanggotaan dua dimensi, yang akan membedakan kemampuan dan posisi sosial seorang anggota dengan anggota lainnya. Chips adalah sarana tukar-menukar yang digunakan dalam komunitas Adandu, di mana sejumlah Chips yang dimiliki seseorang dapat ditukarkan dengan promosi atau barang-barang dalam event-event tertentu. Karma mewakili kedudukan sosial seorang anggota, seorang anggota akan memiliki lebih banyak fasilitas dibanding anggota lainnya bila memiliki nilai Karma yang lebih tinggi. Nilai Chips & Karma seorang anggota akan berubah naik atau turun sesuai dengan jenis dan jumlah aktifitas, serta opini anggota-anggota lainnya terhadap orang tersebut.

Video Mashup adalah fitur yang memungkinkan seseorang mengubah, menambah atau menggabungkan komponen-komponen audio-visual ke dalam satu video secara online. Walau masih diperuntukkan untuk pengguna non-profesional, teknologi Video Mashup ini masih terbilang baru di dunia Internet, dan Adandu adalah website pertama di Asia Tenggara yang menawarkan fitur video editing ini bagi penggunanya. Sebelumnya, proses video editing selalu dilakukan secara offline dengan menggunakan program-program khusus yang ter-install di komputer pengguna sebelum video tersebut di-upload ke website tertentu. Dengan fitur Video Mashup, seseorang dapat menggabungkan lagu-lagu, foto-foto dan video-video klip dalam satu video baru, serta mengubah susunan tampilan, durasi, menambah teks, menambah efek-efek khusus atau lainnya. Semuanya ini dilakukan secara online melalui website Adandu tanpa perlu menggunakan program lain, hanya memerlukan web browser saja.

Dari sisi pasar, Adandu membidik komunitas pengguna Internet di Indonesia dan di negara-negara tetangga, yang berusia antara 17 hingga 34. Selain bergantung pada penghasilan dari event-event dan dari sumbangan para donatur, Adandu juga menawarkan lokasi-lokasi iklan dalam websitenya dan akan segera membuka sebuah toko online yang disertai berbagai layanan-layanan terkait yang menarik. Namun di atas segalanya, Adandu akan tetap berusaha meningkatkan kualitas dan menyempurnakan layanan online yang diberikan secara gratis pada para penggunanya.

Dan saya melanjutkan email dengan mengirimkan beberapa pertanyaan yang ternyata dijawab oleh Customer Service dan sayangnya beberapa pertanyaan dari saya tetap tidak terjawab karena hanya sang Putri yang mampu menjawabnya. d’oh.

**** START ****

Apa yang membuat Adandu yakin bisa menggaet pengguna baru, terutama jika hampir semua fitur di Adandu juga ada di Facebook. Memang ada fitur video editing online, namun apa itu itu appealing untuk calon pengguna?

Di masa kemajuan teknologi yang luar biasa ini, kami sadar bahwa tidak akan pernah ada fitur pamungkas yang dapat menjamin sebuah website menjadi ramai dikunjungi orang. Tapi, terutama jika dibandingkan dengan situs jejaring sosial global, Adandu memiliki tiga kelebihan yang mendasar yaitu:
(a) keuntungan letak geografis; yang memungkinkan pengurus dan komunitas Adandu saling berinteraksi langsung di dunia nyata.
(b) pemahaman latar belakang sosial-budaya; yang memberi kepekaan sosial, sifat adaptif dan fleksibilitas bagi para pengurus Adandu dalam menyesuaikan layanan bagi para anggota.
(c) efisiensi tim kecil dalam menerapkan kreatifitas dan inovasi baru; yang memungkinkan Adandu bergerak lebih lincah dibandingkan website-website lain yang jauh lebih besar dalam mengantisipasi perubahan kebutuhan penggunanya.

Metode dan strategi apa saja yang diterapkan oleh Adandu untuk memperoleh pengguna baru? Iklan kah? Atau pasang poster kan? Atau bagaimana?

Kami memang memasang iklan on-line di beberapa jaringan penyedia iklan, menyebarkan flyer-flyer dan lainnya. Namun seperti yang tertulis di jawaban 1.a di atas, Adandu lebih menekankan interaksi langsung dengan komunitasnya, sehingga timbul penyebaran informasi melalui ‘word of mouth’ dan ‘friend invites friends’.
Dengan fitur online video editing, kenapa tidak menjangkau pasar yang niche saja misalnya para video publisher (amatir dan professional)? Kenapa masih tetap memilih pasar yang general?

Melayani pasar terbatas memang sangat menggiurkan. Namun kita berhadapan dengan fakta bahwa pembuat dan penerbit video amatir maupun profesional saat ini menuntut kualitas video online yang lebih baik, seperti High-Definition Video (HD), sedangkan koneksi Internet yang memadai untuk kualitas video HD di Indonesia masih belum tersedia secara luas. Hal ini menyebabkan tuntutan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan baik, walau sebenarnya aplikasi dan infrastruktur penunjang fitur Audio, Photo, Video dan Video Mashup di Adandu (menggunakan jaringan CDN Limelight Network) telah siap untuk menampung, mengolah dan menampilkan konten-konten rich-media dengan kualitas HD.
Hal inilah yang mendorong kami memilih pasar pengguna umum dan non-profesional.

Dari sisi bisnis, apakah Adandu 100% mengandalkan iklan banner saja? Adakah business model lain yang diterapkan (atau akan diterapkan) oleh Adandu?

Sayang sekali, yang paling kompeten menjawab pertanyaan ini hanyalah Putri sendiri. Maaf.

Sudah berapa jumlah member Adandu sekarang? Dan seberapa aktifkah mereka? Apa saja kegiatan mereka di Adandu?

Adandu masih sangat muda, banyak hal yang harus kami capai sebelum pantas disejajarkan dengan website-website besar lainnya. Tapi, kami sudah sangat gembira melihat prosentase jumlah anggota yang tumbuh sebesar tiga digit per bulan. Dan kami juga senang melihat data Alexa yang menunjukkan rata-rata pengunjung Adandu menghabiskan waktu sekitar 40 menit per hari untuk beraktifitas di website kami.

Kalau melihat data Google Analytics, aktifitas anggota Adandu saat ini lebih banyak terjadi di Forum dan Blog. Pertumbuhan aktifitas upload Photo meningkat pesat sejak bulan Mei 2009, terutama setelah kami membuka kapasitas upload rich-media tak terbatas, dan dengan adanya tren pembuatan video koleksi foto dengan menggunakan Video Mashup.

Apakah Rewarding system (chips dan karma) cukup efektif untuk pengguna agar lebih aktif berkegiatan di Adandu?

Potensi Chips & Karma sebagai katalisator utama aktifitas komunitas kami sangat luar biasa. Di bulan Nopember hingga Desember 2008 lalu, kami mencoba fitur ini pada komunitas mahasiswa Universitas Bina Nusantara dalam sebuah acara yang bernama “Chips Hunting”. Dari acara tersebut kami menyimpulkan bahwa keberadaan fitur Chips & Karma berpengaruh langsung pada berbagai kegiatan yang terjadi di komunitas. Kami juga melihat adanya keterkaitan yang erat antara nilai Chips & Karma, jumlah konten dan dinamika sosial-online di Adandu. Selain itu, konsep Chips & Karma juga dapat diterapkan dalam berbagai aplikasi online lainnya, seperti dalam sistem jajak pendapat, sebagai sarana validasi keanggotaan sebuah grup, sebagai nilai tukar dalam toko online atau lainnya.

Rencana Adandu di masa datang? Penambahan fitur? Berapa target pengguna Adandu akhir tahun 2009 ini?

Kami melihat kemudahan akses dan fungsionalitas konten rich-media secara mobile sebagai arah perjalanan Adandu berikutnya. Kami juga percaya bahwa layanan dalam bahasa daerah akan lebih memberi cita-rasa Indonesia ke website Adandu.
Mengenai target tahun 2009, lebih baik langsung dijawab oleh Putri saja. Maaf.

**** END ****

Ya, begitulah petikan wawancara saya dengan customer service dari Adandu.

Apakah Adandu ini jejaring sosial yang khas? Atau hanya sekedar social network biasa?Sampaikan komentar anda mengenai Adandu (atau customer service-nya) di kolom komentar :p

hat tip : armono

Mantan President Friendster Hengkang

Kent Lindstrom,mantan president Friendster selama 2 tahun hari ini mengumumkan dirinya akan hengkang dari perusahan pelopor jejaring sosial itu untuk bergabung dengan Ooga Labs. Lindstrom akan mengurus local media untuk web startup untuk Ooga Labs yang merupakan inkubator startup berbasis teknologi.

Sebelum hengkang Lindstrom menjabat sebagai Vice President of Corporate Development di Friendster bulan Agustus 2008 kemarin, dan juga pernah menjabat sebagai President dari 2006 sampai 2008. Lindstrom juga yang mengambil keputusan untuk memfokuskan Friendster ke kawasan Asia dimana basis penggunanya masih cukup besar.

James Currier, Co-Founder Ooga Labs menyatakan Lindstrom adalah orang yang sangat ahli di bidang social media, sebuah hal yang sulit ditemukan.

Friendster sendiri merupakan salah satu pelopor situs jejaring sosial di awal tahun 2003, namun kalah telak ketika muncul MySpace dan Facebook. Tahun ini saja Friendster sudah kehilangan 17% traffic di situsnya, menurut ComScore.

YouTube Juga Ikut RealTime

Ketika saya mendengar bahwa YouTube akan ikut masuk ke alam real-time, saya sebenarnya tidak kaget, cuma terkejut saja. YouTube, yang selama ini diklaim sebagai video social-network saya pikir sangatlah lacking di fitur-fitur sosial, meskipun memang ada subscribe, comment, rating, related videos dsb, tapi tetaplah social activity di YouTube sangat minim.

Seperti yang dilaporkan TechCrunch dan VentureBeat, YouTube real-time ini masih dalam tahap uji coba dan menggunakan sistem invitation only, jadi hanya beberapa pengguna saja yang dapat menggunakan YouTube real-time.

Di sistem yang baru ini YouTube menambahkan sebuah toolbar (gambar diatas) yang berisi semua menu-menu dinamis yang selalu mengikuti stream dari teman kita di YouTube. Di toolbar ini akan tampak video-video yang sedang dilihat oleh teman-teman kita, dan juga dari situ bisa langsung men-share video tersebut. Memang sih, fitur real-time baru diimplementasikan di toolbar ini dan sisa halaman di YouTube juga belum ada perubahan berarti selain halaman custom.

Konsep penggunaan toolbar ini memang menarik, dimulai oleh Facebook dengan toolbarnya, lalu Google Connect Bar, lalu Digg dengan Digg-bar, dan sekarang YouTube.

Mzinga + Playboy = Sexy!

Mzinga sebuah startup yang berbasis di Boston mengumumkan telah menjalin kerjasama dengan Playboy. Kerjasama ini berarti Mzinga akan membantu Playboy menangani komponen social media termasuk Public Relations. Meskipun tidak men-disclose rincian perjanjiannya, namun hampir dipastikan bahwa kerjasama ini akan mendongkrak popularitas Mzinga yang selama ini masih berada di bawah Ning, dan hal yang menarik adalah Playboy juga ternyata masih memiliki hubungan PR dengan Ning untuk PlayboyU.

Perjanjian ini nantinya akan mengijinkan Mzinga untuk menerapkan aplikasi social media miliknya di situs Playboy, seperti untuk diskusi, komentar, rating, review dan profile yang memungkinkan pengunjung untuk berinteraksi dengan penulis-penulis di playboy.

Mungkin ada penasaran kenapa saya sering sekali menulis tentang Playboy di DailySocial, Playboy adalah salah satu print media yang secara sukses mengintegrasikan komponen social media dan membangun komunitas online yang sangat kuat. Dan dengan segala keterbukaan mampu menjalankan strategi onlinenya dengan maksimal. *wink*

IniFotoKu : Jejaring Sosial Untuk Fotografer

Satu lagi situs jejaring sosial dengan audience yang niche. IniFotoku.com, sebuah situs yang bermarkas di Bandung ini memiliki misi memperkaya khasanah fotografi di Indonesia dan dunia, sebagai sarana belajar meningkatkan kemampuan di bidang fotografi, dan juga mempererat tali persahabatan di dunia fotografi.

IniFotoku.Com dibuat sebagai sarana menjalin persahabatan, membuka network, serta sarana pembelajaran dalam dunia fotografi.

Di halaman situs ini, anda dapat melihat beberapa thumbnail foto-foto yang diupload oleh para member IniFotoKu, namun untuk browsing lebih lanjut anda terlebih dahulu mendaftar menjadi anggota. Proses pendaftaran member di IniFotoku terbilang agak rumit. Seharusnya proses registrasi menjadi member tidak perlu mengisi daftar panjang form input yang sedikit membuat malas mendaftar. Informasi seperti “Nama ibu” juga saya rasa tidak perlu dicantumkan pada form registrasi. Dan juga berkaitan denga isu Hak Cipta, pada saat registrasi, calon member dihadapkan dengan 3 halaman berisi Syarat dan ketentuan mengenai foto yang diupload dan juga kegiatan yang berlangsung di IniFotoKu.

Namun diluar itu, aktivitas para member IniFotoku terbilang cukup aktif dengan kurang-lebih 5860 member terdaftar, dan mencapai 2.6 juta pageviews (menurut statistik). Sebuah angka yang cukup menarik untuk para advertiser.

Jika anda menjadi member di situs ini, anda bisa mengupload foto (karya sendiri) atau sekedar browsing foto-foto hasil karya member lain dan juga memberikan rating / komentar. Dengan interface yang intuitif menggunakan AJAX di berbagai section, mempermudah pengguna dalam berkegiatan dan sangat user-friendly. Fitur-fitur yang ada pun terbilang cukup lengkap, antara lain dengan fitur komentar, forum, dan juga integrasi (optiona) dengan PicLens. Sayang sekali situs ini belum mendukung pool FLickr, padahal banyak juga fotografer professional (dan amatir) yang berkegiatan di Flickr.

Satu hal yang pasti, IniFotoku memberikan rasa baru baik dalam dunia social networking dan juga dunia online photography. Untuk anda para penggemar fotografi, situs ini layak dipertimbangkan.

Otofriends : Community Gathering

Otofriends. Pertama kali mendengar nama situs ini, yang terbayang mungkin adalah situs yang berbau otomotif karena ada imbuhan ‘OTO’ disana. Namun, setelah dikunjungi ternyata situs ini justru mengusung tema jejaring sosial dengan tagline “Community Gathering, Start From Indonesia”. Continue reading Otofriends : Community Gathering