Riset JustWatch: Netflix dan Disney+ Jadi Platform SVOD Paling Laris Sepanjang Q1 2023

Maraknya layanan Subscription Video on Demand (SVOD) telah mengubah perilaku konsumen di Indonesia. Kini pengguna dapat mengakses berbagai konten di berbagai genre, memungkinkan mereka menjelajahi acara, film, dan dokumenter baru dari seluruh dunia.

Beberapa platform SVOD besar yang beroperasi di Indonesia adalah Netflix, iFlix, Disney+ Hotstar, Vidio, HBO Go, Prime Video, WeTV, hingga Viu. Platform-platform ini bersaing untuk menangkap permintaan konten SVOD yang terus meningkat di kalangan konsumen Indonesia.

Baru-baru ini JustWatch, merilis laporan SVOD untuk kuartal pertama tahun 2023, memberikan wawasan tentang layanan streaming yang terus berkembang. Laporan ini menawarkan pemahaman mendalam tentang tren, preferensi, dan dinamika pasar platform SVOD, menyoroti kebiasaan streaming pemirsa di seluruh dunia.

Persaingan Netflix dan Disney+ Hotstar

Secara umum laporan JustWatch menampilkan lanskap layanan streaming, memeriksa kehadiran pasar, konten, dan keterlibatan pengguna dari berbagai penyedia SVOD. Dengan basis data ekstensif di lebih dari 70 negara, JustWatch menganalisis data dari jutaan pengguna untuk menawarkan pemahaman mendalam tentang industri streaming.

Di Indonesia sendiri tercatat, saat ini ada 7 layanan SVOD yang paling banyak diakses oleh pengguna dan secara khusus diamati secara detail antara lain Netflix, Disney+hotstar, iFlix (+ WeTV), Viu, Vidio, Prime video dan HBO Go.

Dalam laporan tersebut terungkap, market share untuk Indonesia di kuartal I tahun 2023, Netflix dan Disney+hostar masih menjadi platform SVOD terbanyak yang diakses oleh pengguna di Indonesia sebanyak 22%. Disusul oleh iFlix sebanyak 16%, Viu 12%, Vidio platform lokal sebanyak 10%, kemudian Prime Video dari Amazon sebanyak 9%, dan yang terakhir adalah HBO Go sebanyak 6%.

Dari laporan tersebut juga terungkap Netflix, iflix, dan Viu menunjukkan pertumbuhan positif dengan masing-masing pertumbuhan hingga +1%. Sementara itu Prime Video dan Disney+hotstar masih berjuang untuk mengikuti pasar, dengan penurunan market share masing-masing sebesar -1%.

Dengan memahami variasi regional dan pola keterlibatan pengguna, penyedia dapat menyesuaikan penawaran mereka untuk memenuhi permintaan pasar tertentu dan memaksimalkan basis pelanggan mereka.

Sementara di laporan JustWatch tahun 2022 lalu tercatat, Disney+ Hotstar mendominasi pasar OTT dengan persentase pangsa pasarnya mencapai 23%. Kemudian, secara berurutan disusul Netflix (21%), iflix (15%), Viu (12%), Vidio (10%), Prime Video (9%), HBO GO (7%), dan lainnya (3%). Vidio kembali menjadi satu-satunya platform OTT lokal, dengan angka dua digit melesat dari tahun sebelumnya.

Strategi SVOD menjangkau pengguna

Dalam laporan yang dirilis oleh Media Partners Asia terungkap, pertumbuhan pendapatan Netflix pada tahun 2023 berasal dari pasar Australia yang menguntungkan namun tersaturasi, di mana kinerja Netflix secara bertahap akan didukung oleh pertumbuhan iklan. Sementara itu tingkat pertumbuhan Netflix yang kuat di Jepang dan Korea Selatan, telah menghasilkan pendapatan per pengguna yang tinggi, didukung dengan keuntungan materi dan kontribusi dari negara India, Indonesia, Filipina, dan Thailand.

Pada Februari 2023, perusahaan juga mengumumkan penyesuaian harga di Asia Tenggara. Hal ini diklaim dapat menambah jumlah pengguna di Asia Tenggara, dan dapat bersaing dengan platform SVOD lainnya.

Semantara itu Vidio sebagai satu-satunya platform SVOD lokal yang masuk dalam laporan JustWatch, berambisi dapat mendorong pertumbuhan dan memperkuat posisinya sebagai OTT lokal terkemuka. Menurut laporan dari Media Partner Asia, pada kuartal I 2022, Vidio menjadi platform OTT posisi teratas berdasarkan pengguna aktif bulanan (monthly active user/MAU) dan total durasi menit streaming (minute streamed). Perusahaan terus menambah katalog kontennya di bidang olahraga dan diklaim sebagai terlengkap di Indonesia.

Daftarnya mulai dari Piala Dunia FIFA 2022 Qatar, English Premier League, Liga sepak bola Indonesia (Liga 1, Liga 2, dan Liga 3), Liga Champions UEFA dan UEL, NBA, Liga sepakbola Eropa (Serie A, La Liga, Ligue 1), FA Cup, Formula One, Liga bola voli profesional Indonesia (ProLiga), Liga Bola Basket Indonesia (IBL), Women’s Tennis Association (WTA), dan ragam pilihan konten olahraga premium lainnya. Tak hanya itu, Vidio terus aktif merilis konten original hingga tiga judul setiap bulannya.

Aplikasi Lionsgate Play Resmi Meluncur di Indonesia, Tawarkan Konten Premium Hollywood dan Bollywood

Setelah sebelumnya mengumumkan kemitraan strategis, aplikasi video streaming Lionsgate Play hari ini (21/4) meresmikan kehadirannya di Indonesia. Mereka menawarkan beragam konten khas Hollywood yang dimiliki oleh Lionsgate Studio dan Starz, juga konten Bollywood ternama dan sajian orisinal mereka. Sebelum di Indonesia, akhir tahun 2020 lalu Lionsngate Play telah resmi meluncur di India.

Dalam acara temu media, President & Chief Executive Officer STARZ Jeffrey A. Hirsch menyebutkan, besarnya jumlah populasi di Indonesia, koneksi teknologi, dan penetrasi internet yang sudah cukup baik, menjadi alasan ideal bagi mereka sehingga memutuskan untuk menjajakan produknya di sini. Ia juga menegaskan, di Indonesia saat ini hanya ada sekitar 2-4 platform yang juga menawarkan layanan serupa [ditinjau dari konten salah satunya], sehingga masih banyak ruang untuk tumbuh di Indonesia.

Di fase awalnya, mereka masih fokus pada konten Hollywood dan Bollywood saja. Namun ke depannya Lionsgate Play juga berencana untuk menambah konten asal Indonesia. Menurut Managing Director SEA & Networks Rohit Jain, saat pandemi menjadi waktu yang tepat bagi Lionsgate Play untuk berinvestasi kepada konten dan fokus kepada pengalaman pengguna. Untuk itu ke depannya akan ditambah lagi konten menarik untuk pengguna premium Lionsgate Play.

“Sebelumnya kami telah meluncurkan layanan ini di India dan mendapatkan respons yang baik dari pasar. Kami juga telah menemukan blue print atau model bisnis yang tepat saat muncul pertama kali di India. Terutama untuk emerging market di Asia, dengan demikian model tersebut bisa direplikasi di pasar lainnya,” kata Rohit.

Untuk mendukung teknologi yang diterapkan di platform, Lionsgate saat ini telah memiliki Tech Developement Center di dua negara yaitu di Denver Amerika Serikat dan di Timur Tengah. Dengan demikian diharapkan mereka bisa memberikan pengalaman pengguna yang terbaik, didukung dengan tampilan UI/UX yang seasmless dan kemudahan mengakses aplikasi.

Menjalin kemitraan strategis

Dalam acara peluncuran Lionsgate Play Indonesia, turut dihadirkan juga tim lokal yang nantinya bertanggung jawab untuk mengelola Lionsgate Play di Indonesia. Mereka di antaranya adalah Guntur Siboro (Country Manager Indonesia), Karina Mahadi (Content Manager), dan Gene Tamesis Jr (SVP Bizdev & Partnerships).

Untuk mendukung pertumbuhan pengguna Lionsgate Play di Indonesia, telah dijalin kemitraan strategis. Mulai dari dengan operator telekomunikasi seperti Telkomsel hingga Indihome. Untuk memudahkan pilihan pembayaran, Lionsgate Play Indonesia juga telah bermitra dengan Gopay, ShopeePay, hingga Doku.

“Tentunya kami juga menawarkan pilihan pembayaran umum lainnya seperti kartu kredit, kartu debit hingga pembayaran melalui billing carrier (potong pulsa). Sesuai dengan esensi perusahaan, kami akan terus menambah kemitraan dengan pihak yang relevan,” kata Guntur.

Meskipun saat ini paket bundling hingga promosi masih tersedia untuk pengguna Telkomsel, namun ke depannya Lionsgate Play juga akan menambah kemitraan dengan operator telekomunikasi lainnya di Indonesia.

Layanan Lionsgate Play menyediakan dua model berlangganan untuk mengakses aplikasi yaitu Rp35.000 per bulan dan Rp179.000 selama setahun. Pilihan harga ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada konsumen Indonesia untuk menikmati hiburan global terbaik dengan harga terjangkau dan kenyamanan mereka.

“Tujuan dari kemitraan ini tentunya adalah berguna bagi kedua belah pihak. Bagi mitra mereka bisa mendapatkan konten beragam dari kami dan tentunya pilihan yang ideal bagi pelanggan mereka,” imbuh Guntur.

Peluang Lionsgate Play di Indonesia

Berbeda dengan pemain lainnya yang lebih dulu telah hadir di Indonesia seperti Disney+Hotstar, pendekatan yang dilakukan oleh mereka adalah secara langsung menawarkan konten orisinal yang beragam asal sineas Indonesia. Netflix sendiri makin agresif menjalin kemitraan strategis dengan sineas lokal, yang tujuannya untuk menambah konten orisinal asal Indonesia.

Namun bagi Lionsgate Play yang selama ini sudah dikenal memiliki konten film asal Hollywood berkualitas yang telah berhasil mendapatkan berbagai penghargaan piala Oscar hingga Golden Globes, diyakini bisa menjadi pemancing bagi pengguna di Indonesia untuk menjadi pelanggan Lionsgate Play.

Selain konten dari perpustakaan milik Lionsgate Studio dan Starz, Lionsgate Play juga telah mengakuisisi konten dari beberapa perusahaan entertainment di mancanegara, seperti dari BBC, Studio Canal dan Summit. Lionsgate Play di Indonesia menargetkan bisa menjangkau jutaan pengguna baru yang mendaftarkan diri menjadi pengguna Lionsgate Play.

“Saat ini Lionsgate telah memiliki sekitar 28 juta pengguna di lebih dari 56 negara. Dengan konten terkurasi tersebut kami berharap bisa memberikan pilihan baru kepada pengguna yang ingin menikmati konten premium,” kata Jeffrey.

Application Information Will Show Up Here

Kemitraan Telko Jadi Strategi Khas Debut OTT Asing, Lionsgate Play Gandeng Telkomsel

Layanan video streaming Lionsgate Play makin memantapkan penetrasinya di Indonesia. Dari rencana awalnya, platform asal Ameria Serika tersebut memang hendak mulai mengudara di Indonesia di penghujung kuartal pertama tahun ini. Guna mendapatkan traksi awal yang baik, mereka mengumumkan telah bekerja sama dengan Telkomsel.

Seperti diketahui, operator seluler pelat merah tersebut mengoperasikan aplikasi MAXstream. Di dalamnya berisi konten agregasi dari berbagai perusahaan video on-demand, baik lokal maupun mancanegara. Kerja sama non-eksklusif di atas juga akan memungkinkan pengguna MAXstream mengakses konten film dan serial yang disuguhkan Lionsgate.

Kepada DailySocial, General Manager Lionsgate Play Indonesia Guntur S. Siboro mengatakan, kerja sama ini diharapkan bisa memperkenalkan layanan video streaming tersebut ke basis pengguna Telkomsel. Terlebih saat ini mereka juga memiliki paket langganan internet khusus yang memberikan layanan tambahan berupa akses ke MAXstream.

“Kolaborasi ini baru permulaan, dengan perkembangan yang lebih menarik lagi dengan Telkomsel yang direncanakan untuk beberapa bulan mendatang,” kata Guntur.

Disney+ Hotstar dalam debut awalnya juga pakai strategi serupa, menggandeng Telkomsel sebagai mitra awal untuk penetrasinya di Indonesia. Saat ini pengguna Telkomsel mendapatkan akses khusus (bahkan gratis) ke aplikasi VOD tersebut. Strategi tersebut tampak berjalan baik, menurut data terbaru Media Partners Asia (MPA), hingga awal tahun ini Disney+ Hotstar sudah memiliki 2,5 juta pelanggan di Indonesia.

Terlepas dari itu, pasar VOD di Indonesia makin menarik. Di tengah gempuran pemain asing, layanan lokal juga terus mempertajam cengkeramannya. Apalagi konglomerasi media MNC Group mulai memboyong unit OTT-nya untuk melantai di bursa Amerika Serikat, artinya terbuka kesempatan yang lebih besar bagi investor global untuk mulai ikut menggarap pasar VOD di Indonesia.

Selain Vision+ dari MNC, ada pemain lokal lainnya yang juga sudah punya basis pengguna cukup signifikan. Salah satunya Vidio, yang merupakan bagian dari konglomerasi media lainnya, EMTEK. Laporan MPA juga mengatakan di awal tahun ini Vidio sudah memiliki sekitar 1,1 juta pelanggan berbayar.

Decacorn Gojek juga mantap dengan bisnis OTT-nya lewat Goplay. Bahkan mereka sudah mulai menggalang pendanaan secara independen untuk mengakselerasi bisnisnya.

Diyakini pasar VOD masih terbuka lebar untuk persaingannya. Menurut hasil riset Brightcove dalam laporan bertajuk “The Future of OTT in Asia”, konten menjadi salah satu penentu ketertarikan pengguna terhadap layanan VOD. Sehingga dengan strategi pendekatan konten yang tepat, suatu layanan bisa saja memenangkan pasar di kemudian hari.

Di luar Asia, nama Lionsgate Play dikenal dengan nama STARZPLAY, demikian pula di negara asalnya Amerika Serikat. Nama Lionsgate Play dipilih untuk negara di Asia, karena nama “Star” sebelumnya telah dimiliki terlebih dulu oleh perusahaan ternama di Asia yang juga merupakan perusahaan media terkemuka.

Application Information Will Show Up Here

Disney+ Hotstar is to Launch in Indonesia per September 5th, 2020

Disney eventually announced its streaming service in Indonesia. With the same brand as its presence in India, “Disney+ Hotstar”, Indonesian users will be able to enjoy the video streaming application per September 5th, 2020.

There is no further information, including subscription fees or specific collaboration with local partners. However, Telkomsel had previously launched a customer survey related to their interests and responses if Disney + rolled in Indonesia and accessible through Telkomsel’s special package.

In contact with Disney Indonesia representatives, the company is yet to reveal any detailed information for the new platform. They only announced a statement made earlier by Disney CEO, Bob Chapek during a 2020’s third-quarter business exposure, mentioning the plan to launch Disney+ Hotstar service in Indonesia (including in 9 countries outside the United States that were targeted market share).

Previously, the company is said to reach 60.5 million Disney+ customers as of August 3, 2020, after reaching 57.5 million customers at the end of the third quarter, in June 2020. The number increased by 6 million customers from the 54.5 million the company reported on 4 May in the second quarter.

Streaming service competition in Indonesia

In a previous article, DailySocial observed the popular streaming platform in Indonesia. Currently there are dozens of applications that provide similar services. The thing is, it’s a matter of content diversification.

5fb50c2050bc4cad1e485434a95da700_video-on-demand-04

Regarding consumer interest in Indonesia, based on our survey, respondent’s preference on choosing streaming services is based on several factors: easy access (87%), lots of contents (81%), promos (54%), and subscription fees (48%).

The presence of Disney+ Hotstar will be quite prominent, seen from the trends and interests of the Indonesian people who are quite enthusiastic about trying the new US-based video streaming platform.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Disney+ Hotstar Bakal Meluncur di Indonesia 5 September 2020

Disney akhirnya mengumumkan rencana kehadiran layanan streaming mereka di Indonesia. Mengusung merek yang sama dengan kehadirannya di India, yakni “Disney+ Hotstar”, pengguna di Indonesia akan bisa mulai menikmati aplikasi video streaming tersebut per 5 September 2020 mendatang.

Belum ada info lain yang disampaikan, termasuk biaya berlangganan atau kerja sama khusus yang digalakkan bersama mitra lokal. Namun, sebelumnya Telkomsel telah meluncurkan survei kepada pelanggan, terkait dengan minat dan respons mereka jika Disney+ meluncur di Indonesia dan bisa diakses melalui paket khusus di Telkomsel.

DailySocial telah menghubungi perwakilan Disney Indonesia, pihaknya masih enggan merinci rencana kehadiran platform baru tersebut. Mereka hanya menyuguhkan pernyataan yang sebelumnya disampaikan CEO Disney Bob Chapek dalam pemaparan bisnis kuartal ketiga 2020, yang mengatakan rencana peluncuran layanan Disney+ Hotstar di Indonesia (termasuk dalam 9 negara di luar Amerika Serikat yang jadi target pangsa pasar).

Sebelumnya, perusahaan mengungkapkan telah mencapai 60,5 juta pelanggan Disney+ per 3 Agustus 2020, setelah mencapai 57,5 ​​juta pelanggan pada akhir kuartal ketiga pada Juni 2020. Jumlah tersebut meningkat 6 juta pelanggan dari 54,5 juta yang dilaporkan perusahaan pada 4 Mei di kuartal kedua.

Perang layanan streaming di Indonesia

Dalam tulisan sebelumnya, DailySocial mencoba mengulas platform streaming populer di Indonesia. Saat ini ada puluhan aplikasi yang suguhkan layanan serupa. Yang menjadi menarik adalah soal diversifikasi konten yang coba diberikan.

5fb50c2050bc4cad1e485434a95da700_video-on-demand-04

Terkait minat konsumen di Indonesia, berdasarkan survei yang kami jalankan, konsiderasi responden memilih layanan streaming didasarkan pada beberapa faktor: kemudahan akses (87%), kelengkapan konten (81%), promo (54%), dan biaya langganan (48%).

Kehadiran Disney+ Hotstar menjadi menarik untuk diikuti, dilihat dari tren serta minat dari masyarakat Indonesia yang cukup antusias mencoba platform video streaming baru yang berasal dari Amerika Serikat.

Team Liquid Lanjutkan Kerja Sama Dengan HUYA hingga 2022

Posisi Team Liquid sebagai salah satu organisasi esports terbesar di seluruh dunia mungkin sudah hampir tidak bisa dipungkiri lagi. Kisah sukses tim ini, salah satunya terjadi karena prestasi yang mereka dapatkan, hampir di semua lini game esports dunia, mulai dari fighting games, MOBA, hingga FPS.

Tidak heran jika banyak brand ingin bekerja sama dengan organisasi esports asal Belanda ini. Terakhir kali, mereka bekerja sama dengan dua brand, yaitu Marvel Comics untuk rilis merchandise Black Widow, dan kursi gaming Secretlab seraya merayakan ulang tahunnya yang ke-20. Kini yang terbaru, Team Liquid mengumumkan bahwa mereka telah memperpanjang kerja sama dengan platform streaming asal Tiongkok, HUYA, hingga tahun 2022.

Sumber: Team Liquid
Sumber: Team Liquid

Sebagai bagian dari perpanjangan kerja sama ini, wajah-wajah yang baru menjadi bagian dari Team Liquid akan melakukan streaming di HUYA untuk pertama kalinya.

Bagi kalian yang mungkin belum tahu HUYA merupakan salah satu platform streaming terbesar di Tiongkok. Walau terdengar cukup asing, namun HUYA sebenarnya sudah akrab di Indonesia dengan merek yang berbeda, yaitu Nimo TV.

Team Liquid dengan HUYA telah bekerja sama sebelumnya pada bulan Juni tahun lalu, yang berbentuk tayangan livestream para pemain Team Liquid divisi League of Legends, CS:GO, Apex Legends, Hearthstone, dan PUBG. Mengutip Esports Insider, ada 22 pemain dan konten kreator Team Liquid yang terlibat dalam perbaruan kerja sama ini.

Masih dari Esports Insider, lebih lanjut Mike Milanov COO Team Liquid memberikan pandangannya soal perpanjangan kerja sama ini. “HUYA tetap akan menjadi rekan Team Liquid paling penting dalam ekspansi kami ke Tiongkok. HUYA tak hanya membantu kami untuk bernavigasi di pasar streaming yang kompetitif di Tiongkok, tetapi juga membantu kami untuk memberi dampak yang terasa terhadap khalayak baru. Kami tak sabar untuk membuat konten dan pengalaman yang memorable kepada khalayak baru kami lewat kolaborasi ini.”

Sumber: Dean Takahashi - Venture Beat
Mike Milanov, COO Team Liquid, saat diwawancarai Venture Beat di fasilitas esports training center terbaru yang dibuat berkolaborasi dengan Alienware. Sumber: Dean Takahashi – Venture Beat

Ziyang Zhao (Peter) Vice President HUYA juga menambahkan. “Kami sangat senang bisa memperpanjang kerja sama dan melanjutkan kolaborasi kami dengan Team Liquid. Melalui HUYA, Team Liquid bisa terus menyajikan konten mereka kepada fans esports Tiongkok, dan mempertemukan serta mengkomunikasikan dua budaya yang berbeda lewat platform kami.”

Ini bukan pertama kalinya HUYA menggandeng ekosistem esports barat ke dalam sebuah kolaborasi. Sebelumnya mereka juga sudah bekerja sama dengan organisasi esports asal Eropa, Team Secret bulan lalu, dan melakukan kerja sama hak siar LCS dan LEC di pasar Tiongkok melalui platform mereka bulan Januari lalu.

GoPlay and Hooq Optimism with Video on Demand Service in Indonesia

With the rise of Video on Demand (VOD) apps in Indonesia, none of them positioned as the key player. The changing characteristic has forced the VOD service to run without any stable formula.

On this matter, DailySocial through #Selasastartup session trying to dig through the challenges the local and global VOD service players currently facing. The speakers are from GoPlay’s CEO, Edy Sulistyo and Hooq Indonesia’s Country Head, Guntur S. Siboro.

Indonesian unique habit

Goplay and Hooq

During its operation in Indonesia for the past 4 years, Hooq noted the unique habits of the Indonesian people. Starting from the use of internet data quota on smartphones that are very concerned to use the wifi to access various needs on the internet. This, according to Hooq, makes it difficult for them to be able to present services that rely solely on applications.

For this reason, Hooq then formed a strategic partnership with telecommunications operators, broadband services, to the super apps platform. The goal is simple, it’s for Hooq that can be accessed anywhere and anytime.

“The difference that we felt in the past (2016) since Hooq launched until now is, the payment options are still very limited. It’s only available through credit cards like those launched by Netflix. However, with the presence of GoPay, Ovo and other digital wallets make it easier for users to make a purchase,” Guntur said.

From the side of GoPlay, which all businesses are supported by the Gojek ecosystem, this is precisely their strength. With the bundling concept packaged in the form of vouchers, GoPlay tries to take advantage of broad access to Gojek’s complete channel distribution.

These strengths later became attractive offers for content creators to Indonesian filmmakers, to focus on content and entrust other aspects to GoPlay.

“In terms of GoPlay, it is included in the Gojek ecosystem and supports the existing business. One of them is offering related service vouchers, bundling with GoFood to GoSend aiming to invite more people to access local content while promoting content to more users,” Edy added .

Though many Indonesian users prefer content for free but there are some that willing to subscribe and pay, in order to get quality content.

Original content and big data management

data analytics to improve services
data analytics to improve services

One thing that later became a same objective of the two VOD services was to encourage the best works of Indonesian creators and filmmakers. In this case, each of them established a strategic partnership with studios to Indonesian production houses, in order to create interesting original content for users.

GoPlay claims such market condition is what behind their goals as a bridge for viewers for easier access to the local films.

“At least the existence of GoPlay can give filmmakers in Indonesia the option to channel their work using digital services owned by GoPlay. In accordance with Gojek’s commitment to eliminate friction in daily life,” Edy said.

Hooq has introduced the production of 19 new original content consisting of series and films in the four countries in which they operate at the end of 2019. Of the 19 new titles, the largest Hooq original content comes from Indonesia with 14 titles consisting of series, films and stand-up comedy events.

It is not surprising to have a large number of new content slots in Indonesia because the majority of the Hooq market in Southeast Asia comes from Indonesia. That was justified by Thunder.

As a platform that fully utilizes smartphones for accessing content, GoPlay claims to have succeeded in gathering big data which is then processed and can be utilized by partners to filmmakers. By utilizing this data, filmmakers can see what kind of content is a favorite, the ideal duration and what genre or category of film is in demand by various groups. Technology and data analytics processing are the strengths of GoPlay.

Meanwhile, Hooq, which available not only on smartphones but also on broadband and home cable services spreading throughout Indonesia, claims that engagement actually occurs more through the channel. However, in terms of downloads and users, Hooq noted recorded more interaction in the application.

Regarding big data and data analytics, Hooq will also apply it to improve services, Guntur said the plan was included in the company’s roadmap. After proposing the liquidation at the end of last month, currently,  Hooq Indonesia is still waiting for the company’s decision to continue or stop its services in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

 

GoPlay dan Hooq Optimis dengan Perkembangan “Video on Demand” di Indonesia

Meskipun sudah banyak aplikasi Video on Demand (VOD) di Indonesia, namun belum ada yang mampu menjadi pemain utama atau key player. Sifatnya yang kerap berubah, menjadikan layanan VOD tidak bisa dijalankan mengacu kepada formula yang stabil.

Melihat persoalan tersebut, DailySocial melalui sesi #Selasastartup mencoba untuk mengupas tuntas persoalan hingga tantangan yang hingga saat ini masih banyak ditemui pemain layanan VOD lokal hingga asing. Narasumber yang dihadirkan adalah CEO GoPlay Edy Sulistyo dan Country Head Hooq Indonesia Guntur S. Siboro.

Kebiasaan unik masyarakat Indonesia

Selama menjalankan bisnis di Indonesia sejak 4 tahun terakhir, Hooq mencatat kebiasaan unik masyarakat Indonesia. Mulai dari penggunaan kuota data internet di smartphone yang sangat diperhatikan hingga penggunaan wifi untuk mengakses berbagai kebutuhan di internet. Hal tersebut menurut Hooq menyulitkan mereka untuk bisa menghadirkan layanan yang hanya mengandalkan aplikasi.

Dengan alasan itulah Hooq kemudian menjalin kerja sama strategis dengan operator telekomunikasi, layanan broadband, hingga platform super apps. Tujuannya sederhana, agar Hooq bisa diakses di mana saja dan kapan saja.

“Perbedaan yang kami rasakan dulu (2016) sejak Hooq meluncur hingga saat ini adalah, pilihan pembayaran yang masih sangat terbatas jumlahnya. Hanya memanfaatkan kartu kredit saja seperti yang dilancarkan oleh Netflix. Namun kini dengan hadirnya GoPay, Ovo hingga dompet digital lainnya memudahkan pengguna untuk melakukan pembelian,” kata Guntur.

Dari sisi GoPlay yang semua bisnisnya didukung oleh ekosistem Gojek, hal tersebut justru yang menjadi kekuatan mereka. Dengan konsep bundling yang dikemas dalam bentuk voucher, GoPlay mencoba memanfaatkan akses luas hingga distribusi kanal yang lengkap milik Gojek.

Kekuatan tersebut yang kemudian menjadi penawaran menarik kepada konten kreator hingga sineas Indonesia, untuk fokus kepada konten dan mempercayakan aspek lainnya kepada GoPlay.

“Untuk GoPlay sendiri masuk dalam ekosistem di Gojek dan mendukung ekosistem yang ada. Salah satunya adalah penawaran voucher layanan terkait, bundling dengan GoFood hingga GoSend dengan tujuan untuk mengajak lebih banyak orang mengakses konten lokal sekaligus mempromosikan konten ke pengguna yang lebih banyak,” kata Edy.

Meskipun hingga saat ini masih banyak pengguna di Indonesia yang lebih menyukai konten secara gratis, namun mulai banyak pengguna yang memilih untuk berlangganan dan rela membayar, demi mendapatkan konten yang berkualitas.

Konten original dan pengolahan big data

Penerapan data anlytics untuk meningkatkan layanan
Penerapan data anlytics untuk meningkatkan layanan

Satu hal yang kemudian menjadi tujuan yang serupa dari kedua layanan VOD tersebut adalah, untuk mendorong karya-karya terbaik para konten kreator dan sineas Indonesia. Dalam hal ini masing-masing sengaja menjalin kemitraan strategis dengan studio hingga rumah produksi Indonesia, demi menciptakan konten original menarik untuk pengguna.

GoPlay mengklaim kondisi pasar yang demikian melatarbelakangi tujuan mereka sebagai jembatan penonton agar lebih mudah mengakses film-film produksi dalam negeri.

“Paling tidak dengan hadirnya GoPlay bisa memberikan opsi kepada sineas di Indonesia untuk menampilkan karya mereka memanfaatkan layanan digital yang dimiliki oleh GoPlay. Sesuai dengan komitmen dari Gojek untuk menghilangkan friction in daily life,” kata Edy.

Hooq sendiri akhir tahun 2019 lalu telah memperkenalkan produksi 19 konten orisinal baru yang terdiri dari serial dan film di empat negara tempat mereka beroperasi. Dari 19 judul baru, produksi konten orisinal Hooq terbanyak ada di Indonesia dengan 14 judul yang terdiri dari serial, film, dan acara stand up comedy.

Banyaknya slot konten baru di Indonesia tak mengherankan lantaran pasar Hooq di Asia Tenggara mayoritas berasal dari Indonesia. Hal itu dibenarkan Guntur.

Sebagai platform yang sepenuhnya memanfaatkan smartphone untuk pengguna mengakses konten, GoPlay mengklaim berhasil mengumpulkan big data yang kemudian diolah dan bisa dimanfaatkan oleh mitra hingga sineas. Dengan memanfaatkan data tersebut, para sineas bisa melihat konten seperti apa yang menjadi favorit, durasi yang ideal hingga genre atau kategori film seperti apa yang diminati oleh berbagai kalangan. Teknologi dan pengolahan data analytics menjadi kekuatan GoPlay.

Sementara itu, Hooq yang saat ini bukan hanya bisa dinikmati di smartphone namun juga di layanan broadband dan home cable yang tersebar di Indonesia, mengklaim justru engagement lebih banyak terjadi melalui kanal tersebut. Namun untuk jumlah unduhan dan pengguna, Hooq mencatat lebih banyak terjadi di aplikasi.

Disinggung apakah nantinya Hooq juga bakal menerapkan big data hingga data analytics untuk meningkatkan layanan, Guntur menyebutkan rencana tersebut sudah masuk dalam roadmap perusahaan. Setelah mengajukan opsi likuidasi akhir bulan lalu, saat ini Hooq Indonesia masih menunggu keputusan perusahaan untuk meneruskan atau menghentikan layanan mereka di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Penonton Twitch Meningkat Tajam Seiring Waspada Virus Corona

Seiring dengan penyebaran virus corona yang menjadi momok di seluruh dunia, berbagai aktifitas berkumpul terpaksa harus dibatasi demi mencegah penyebaran COVID-19 lebih luas. Tak heran, banyak LAN event esports yang terpaksa ditunda, atau dibatalkan. Beberapa contohnya seperti OGA Dota Pit Minor, PBWC 2020, IEM Katowice, bahkan termasuk Hybrid Cup Series – Play on PC: Rainbow Six Siege.

Tetapi hal ini juga memberi dampak lain, yang menjadi salah satu kelebihan esports, yaitu presensi online. Kemarin contohnya, tertundanya balapan Formula 1 di Australia membuat pembalap seperti Max Verstappen jadi mengikuti balapan Sim Racing. Selain itu, kejadian ini juga membuat banyak platform online jadi kebanjiran pengguna. Seperti Steam yang mendapatkan hampir 20 juta pemain dalam satu sesi, dan yang baru-baru ini turut kecipratan dampaknya adalah Twitch.

Sumber: blog.twitch.tv
Sumber: blog.twitch.tv

Melakukan perbandingan secara year-to-year, Twitch ternyata mengalami peningkatan jumlah penonton mencapai angka 10%. Peningkatan tersebut menjadi semakin signifikan lagi pada dua pekan belakangan. Mengutip Dot Esports, jumlah penonton Twitch mencapai 239 juta penonton beberapa pekan belakangan yang didorong oleh 9,37 juta jam tayangan stream di dalam platform. Angka tersebut merupakan peningkatan 14% jika dibandingkan dengan rentang waktu yang sama (11 sampai 17 Maret) di tahun 2019 lalu.

Tahun lalu, angka viewership Twitch banyak didorong oleh berbagai gelaran esports yang diadakan. Hal ini mengingat pada rentang waktu ini di tahun lalu ada beberapa kompetisi esports seperti pertandingan League of Legends, Overwatch League, dan DreamHack. Tahun ini angka tersebut banyak didapatkan dari para content creator, dengan proporsi penonton terbanyak pada tayangan stream Call of Duty.

Pada rentang waktu 11 sampai 17 Maret di tahun 2020 ini, hanya Channel Beyond the Summit dan Rocket League saja yang masuk ke dalam daftar top 10 Most-Watched channels. Selain dari itu, daftar tersebut dipenuhi oleh para content creator, yang dipimpin oleh Summit1G yang kontennya sudah ditonton selama 3,3 juta jam. Kebetulan, Summit1G juga memang sedang menjadi streamer paling lama ditonton pada tahun lalu, yang kontennya ditonotn selama total 3,1 juta jam. Namun, tahun lalu Summit1G sedang mengikuti tren menayangkan permainan Grand Theft Auto role play.

Mengingat pandemi virus corona mengharuskan masyarakat tetap berada di rumah untuk mengurangi penyebaran virus, sebenarnya hal ini bisa menjadi alternatif yang menarik bagi ekosistem esports. Apalagi mengingat esports dibangun dari budaya online, menjadikan beberapa turnamen dan kompetisi secara online bisa menjadi alternatif yang menarik.

Walau Penonton Mixer Meningkat, Twitch Masih Merajai Pasar

Bisnis streaming memang sedang menjadi buah bibir belakangan. Berkat hal tersebut, Ninja bisa menerima pemasukan tahunan lebih besar dibanding dengan pemain bola liga Inggris. Tak hanya dari sisi para talentanya, platform yang menjadi wadah streamer juga mengalami kenaikan besar di tahun 2019 ini.

Salah satu sorotan yang menarik adalah, peningkatan jumlah hours watched dari platform Mixer. Tahun 2019, Mixer memang terlihat sedang berusaha keras menantang bos besar platform streaming di barat, yaitu Twitch. Terlihat mereka menggunakan strategi agresif, lewat tindakan akuisisi dua talenta streamer paling panas tahun ini, Shroud dan Ninja.

Kehadiran Ninja memang terbukti meningkatkan jumlah streamer dan konten yang disiarkan. Tapi, apakah ini artinya Mixer sudah berhasil menyaingi Twitch? Mengutip data yang dilangsir oleh StreamElements dan Arsenal.gg, ternyata angka total jam ditonton Mixer masih sangat kerdil jika dibandingkan dengan Twitch.

Sumber: StreamElement
Sumber: StreamElement

Mixer hanya menerima proporsi sebesar 3% dari total market share hours watched platform streaming besar di dunia. Twitch sebagai yang terbesar mendapat proporsi 73%, disusul Youtube Gaming sebesar 21%, dan Facebook Gaming yang juga cuma 3%.

Namun demikian semua platform streaming ternyata sedang mengalami pertumbuhan secara year-on-year dari 2018 ke 2019. Walau demikian, Facebook Gaming dan Mixer jadi dua platform stream dengan pertumbuhan terbesar.

Menariknya, angka pertumbuhan total jam ditonton Mixer terbilang lebih kecil jika dibanding Facebook Gaming. Mixer tumbuh 149%, dari 142.223.690 total jam ditonton pada tahun 2018, menjadi 353.777.685 di tahun 2019. Sementara Facebook Gaming tumbuh dengan signifikan 210% dari 114.754.621 jam ditonton di tahun 2018, menjadi 356.242.965 jam ditonton pada tahun 2019.

Sumber: StreamElement
Sumber: StreamElement

StreamElements mengatakan, bahwa pertumbuhan signifikan yang dialami Mixer terjadi karena beberapa hal. Akusisi talenta streamer papan atas adalah satu hal. Namun selain itu peningkatan ini juga melibatkan faktor lain seperti teknologi dengan fitur menarik, pendekatan berlapis dalam membangun komunitas, ditambah dukungan platform terhadap komunitas pihak ketiga yang memungkinkan sang streamer bisa hidup lewat melakukan apa yang dia suka.

Walau menjadi ujung tombak, namun talenta bukanlah segalanya dalam persaingan platform streaming ini. Shroud, yang juga pindah ke Mixer, sempat mengatakan bahwa Mixer punya komunitas yang lebih baik dibanding dengan Twitch. Selain dari itu, Mixer juga hadir dengan fitur-fitur mutakhir yang bisa membuat penontonnya betah. Protokol Faster Than Light contohnya, yang mengutamakan optimasi latency dan kegiatan interaktif dalam proses pengembangan Mixer.

Tahun depan, pertarungan platform streaming sepertinya belum akan berhenti. Pertumbuhannya juga belum, karena penontonnya mungkin akan bertambah seiring dengan semakin majunya teknologi. Pertanyaannya? Akankah ada platform streaming yang mampu menggeser Twitch dari singasananya?

Sumber header: Unpause.Asia