Pendaftaran EVO 2019 Ditutup, Organizer Wacanakan Perubahan Distribusi Hadiah

Ajang kompetisi fighting game terbesar di dunia EVO 2019 semakin mendekat. Dengan sisa waktu kurang dari sebulan, panitia EVO hari ini baru saja menutup registrasi turnamen. Berikutnya tinggal menunggu waktu saja sampai hari-H acara, yaitu tanggal 2 – 4 Agustus di Mandalay Bay, Las Vegas.

EVO 2019 mempertandingkan sembilan game dari berbagai developer. Ketika daftar game ini diumumkan, ada sebagian komunitas yang kecewa karena Super Smash Bros. Melee tidak muncul. Padahal game itu telah menjadi judul utama selama enam tahun terakhir, bahkan salah satu cabang dengan jumlah partisipan paling ramai. Tapi keputusan EVO untuk meninggalkan Super Smash Bros. Melee dapat dimengerti. Selain memang usianya sudah sangat tua, juga telah ada pengganti yang layak yaitu Super Smash Bros. Ultimate.

Seiring pendaftaran turnamen ditutup, CEO EVO Joey “MrWiz” Cuellar menunjukkan jumlah partisipan total untuk semua semua game yang dipertandingkan. Ternyata Super Smash Bros. Ultimate berhasil menjadi game dengan partisipan terbanyak, bahkan menurut Cuellar, EVO 2019 juga merupakan turnamen Smash terbesar yang pernah ada sepanjang sejarah. Berikut ini jumlah partisipannya:

  • Super Smash Bros. Ultimate – 3.492
  • Street Fighter V: Arcade Edition – 1.929
  • Tekken 7 – 1.885
  • Samurai Shodown – 1.719
  • Mortal Kombat 11 – 1.567
  • Under Night In-Birth Exe: Late[st] – 1.156
  • Dragon Ball FighterZ – 1.191
  • Soulcalibur VI – 742
  • BlazBlue: Cross Tag Battle – 640

Angka di atas menunjukkan bahwa kepopuleran Super Smash Bros. Ultimate tidak hanya terjadi di kalangan gamer kasual, tapi juga gamer serius dan profesional. Di bulan April lalu Nintendo mengabarkan bahwa judul ini telah terjual 13,81 juta kopi di seluruh dunia, mengalahkan total penjualan console Wii U sepanjang masa.

Super Smash Bros. Ultimate - Screenshot
Super Smash Bros. Ultimate | Sumber: Nintendo

Ini juga menunjukkan bahwa para fans Super Smash Bros. kompetitif akhirnya bisa bersatu setelah sekian lama terpecah (Smash Melee vs. Smash modern). Tampaknya keputusan Masahiro Sakurai membuat Super Smash Bros. Ultimate dapat dinikmati untuk kasual sekaligus esports adalah keputusan yang sangat tepat.

Di samping menutup pendaftaran, ada satu isu lagi yang diangkat Cuellar berkaitan teknis EVO nanti, yaitu distribusi hadiah. Sudah jadi tradisi EVO sejak tahun 2002 bahwa juara 1 di EVO berhak membawa pulang sebagian besar uang hadiah (60%). Namun organizer EVO ingin melakukan perubahan dengan menurunkan jumlah hadiah juara 1 dan 2, tapi menaikkan hadiah peringkat-peringkat di bawahnya (sampai Top 8).

Lewat Twitter, Cuellar membuka polling untuk menentukan sistem mana yang sebaiknya digunakan. Saat artikel ini ditulis polling tersebut telah diikuti 16.682 orang, dengan 92% suara mendukung sistem distribusi hadiah baru. Jadi kemungkinan besar perubahan ini benar-benar akan diterapkan.

Selain pilihan yang ditawarkan Cuellar, banyak juga penggemar yang memberi masukan lain tentang distribusi ini. Misalnya memberikan hadiah tidak hanya untuk Top 8 namun hingga Top 32, atau setidaknya memberikan semacam cendera mata agar mereka punya kenang-kenangan untuk dibawa pulang. Ada juga usulan yang nyeleneh seperti “winner takes all”. Mana pilihan yang nantinya diambil Cuellar dan para panitia EVO, kita tunggu saja di tanggal 2 Agustus nanti.

Sumber: EventHubs, Joey Cuellar

Perjuangan Brolylegs Sebagai Atlet Street Fighter Profesional dengan Difabilitas

Salah satu kelebihan esports dibandingkan dengan olahraga konvensional adalah asas egaliter yang dikandungnya. Di sini, setiap pemain boleh bertanding dengan siapa saja, asal punya skill untuk membawanya jadi juara. Orang dengan kebutuhan khusus atau difabilitas pun bisa berkompetisi sejajar dengan para atlet profesional lainnya. Esports memberi ruang di mana hanya kerja keras dan kemauan kuat yang menjadi penentu kesuksesan seseorang.

Di dunia Street Fighter pun ada kisah-kisah seperti itu. Contohnya seperti Brolylegs, atlet Street Fighter difabel yang dikenal sebagai salah satu pemain Chun-Li terbaik di dunia. Tergabung dengan tim AbleGamers, pria 31 tahun ini punya ambisi besar yang tak terkungkung oleh kondisi fisiknya. Seperti apa karier Brolylegs dan bagaimana perjuangannya meraih ambisi tersebut?

Grand Master yang jarang bertanding

Brolylegs yang memiliki nama asli Michael Begum ini lahir dengan kondisi arthrogryposis multiplex congenita (AMC). Otot-otot tangan dan kakinya tidak berkembang, sehingga tidak dapat digunakan dengan sempurna. Dalam kasus Brolylegs, kondisinya tergolong parah sehingga jangankan berjalan, memegang controller dengan kedua tangan pun ia tidak bisa. Untuk bermain Street Fighter, Brolylegs harus menekan tombol-tombol dengan menggunakan mulutnya.

Brolylegs - Photo 1
Michael “Brolylegs” Begum | Sumber: Capcom

Brolylegs sudah bermain Street Fighter cukup lama, dan namanya mulai mencuat ketika ia tercatat sebagai pemain top global Chun-Li di Street Fighter IV. Ketika beralih ke Street Fighter V pun ia tampil mengagumkan, dan kini menyandang peringkat Grand Master di Capcom Fighters Network. Namun meski berbekal keahlian mumpuni, ada satu kendala besar yang membuat kariernya sebagai atlet profesional sulit dijalani: menghadiri turnamen.

Memiliki kondisi AMC artinya Brolylegs tidak bisa melakukan banyak hal sendirian. Ia perlu bantuan dari adiknya, Jonathan Begum, yang selalu setia menemani ke mana pun. “Perjuangannya adalah perjuangan saya. Saya memberinya makan. Saya mengganti pakaiannya. Saya menggendongnya. Kami melakukan semuanya bersama. Saya melakukan ini karena saya menyayanginya dan dia adalah manusia terbaik yang saya kenal. Terkadang dia merasa menjadi beban dan saya tidak ingin dia berpikiran seperti itu,” cerita Jonathan dalam wawancara dengan Capcom.

Bepergian dengan kendaraan umum seperti bus atau pesawat adalah kegiatan yang sulit bagi Brolylegs. Pernah suatu hari ia terjebak di salah satu terminal Texas selama 12 jam karena di sana tidak ada bus dengan fasilitas lift. Ia bisa menghabiskan waktu hingga 40 jam di jalan untuk menghadiri EVO, karena tempat tinggalnya di Brownsville, Texas, berjarak kurang lebih 2.500 kilometer dari venue EVO di Mandalay Bay. Sementara ia tidak bisa naik pesawat dengan kursi roda khusus yang digunakannya sehari-hari.

Melepaskan label difabel

Karena kesulitan bepergian, Brolylegs jadi sering melewatkan turnamen. Ia dan Jonathan sekarang lebih memilih melakukan perjalanan dengan mobil pribadi daripada kendaraan umum, tapi itu pun kadang terkendala, misalnya bila mobil mereka mengalami kerusakan. Jadi ketika Brolylegs bisa datang di turnamen, sering kali para pengunjung cukup heboh melihatnya. Apalagi nama Brolylegs sudah sangat terkenal di komunitas fighting game.

Tapi Brolylegs sebenarnya tidak ingin disambut seperti itu. Ia tidak ingin dikenal hanya sebagai ‘orang yang memainkan Street Fighter dengan mulutnya’. Brolylegs lebih ingin dikelan sebagai seorang atlet profesional. “Karena saya tidak selalu hadir (di turnamen), selalu saja muncul pandangan, ‘Oh, itu si pemain difabel.’ ‘Itu orang yang bermain dengan wajahnya.’ Saya tidak ingin lagi ada pembicaraan seperti itu. Bukan berarti saya marah. Fokus saya adalah untuk menunjukkan progres dan menang. Menjadi pemain yang lebih baik… yang terbaik,” paparnya.

https://twitter.com/CapcomFighters/status/1124112749003460608

Brolylegs tidak hanya menonjol dari kondisi fisik dan keahlian bermainnya. Ia juga memiliki kepribadian yang, menurut Jonathan, rendah hati namun agresif. Ia tidak takut tampil di muka umum, berinteraksi dengan audiens, bahkan melakukan trash talk. Menurut Jonathan, andai kakaknya itu tidak difabel pun, ia pasti akan tetap terkenal. “Jika Anda tidak mengenal Brolylegs, Anda akan mengenalnya,” kata Jonathan.

Ajang Street Fighter League Pro-US yang beberapa waktu lalu diluncurkan oleh Capcom jadi kesempatan besar bagi Brolylegs untuk menyelami dunia kompetisi lebih mendalam. Dari 12 nama dalam Draft Pool, ia terpilih jadi salah satu pemain yang direkrut pemain profesional sebagai anggota tim. Ia masuk ke dalam Team Inferno, dengan Victor “Punk” Woodley sebagai kapten. Tim ini menunjukkan performa terbaik di SFL Pro-US Season 1, dan menjadi juara SFL Mid-Season Championship yang digelar di acara CEO 2019 lalu.

Ingin mengembangkan komunitas lokal

Menurut Brolylegs, pelajaran terbesar dari SFL adalah bagaimana para anggota tim saling mendukung. Kebanyakan pemain di liga ini tidak pernah bertemu satu sama lain, dan proses saling mengenal, mempelajari skill tiap anggota, serta merancang strategi bersama adalah kunci yang mengantar mereka meraih prestasi.

Kebersamaan memang sudah lama jadi ciri khas dunia komunitas fighting game. Brolylegs pun, di luar kesibukannya menghadiri dan mempersiapkan diri untuk turnamen, juga aktif sebagai pelatih Street Fighter. Ia banyak melihat bagaimana para pemain lain melakukan latihan, mengeksekusi gerakan, serta bersikap di turnamen, dan semua pengalaman itu ia manfaatkan untuk mendidik murid-muridnya secara individual.

“Rasa gugup adalah hal nomor satu yang ‘membunuh’ banyak pemain, bahkan di level tinggi,” ujar Brolylegs, “Hal itu tidak ada obatnya. Anda harus menemukan sebuah comfort zone. Ketika saya ingin mengalahkan rasa gugup… saya berkata bahwa panggung ini tidak terlalu besar untuk saya. Jika orang di sebelah saya layak tampil di sini, saya juga layak tampil di sini.” Menurutnya, definisi sukses itu tidak selalu harus memenangkan turnamen. Bisa saja sukses itu sekadar ‘tidak kalah dengan skor 0-2’. Dan untuk meraih sukses itu, teknik serta latihan yang dibutuhkan tiap orang bisa berbeda.

Fighting game saat ini sudah jauh lebih populer daripada, misalkan, sepuluh tahun lalu. Tapi sebetulnya komunitas fighting game perlu berkembang lebih banyak lagi. Masih banyak pemain yang ingin belajar tapi kesulitan karena tidak ada mentor yang bisa mengajari mereka dari dekat.

“Saya ingin membantu para pemain yang tidak punya siapa-siapa untuk ditanyai, atau terlalu malu atau takut untuk meminta bantuan. Melihat kemajuan para pemain itu adalah motivasi untuk saya,” cerita Brolylegs, “Ini bukan tentang menjadikan mereka juara, atau the next Justin Wong atau Punk. Ini tentang melihat mereka meraih potensi yang tak mereka sadari ada dalam diri mereka.”

Sumber: Capcom, Michael Martin

Capcom Cup 2019 Akan Dihiasi Rivalitas Para Jawara Amerika dan Jepang

Perhelatan fighting game akbar CEO 2019 telah berakhir. Apa yang menanti ekosistem kompetitif Street Fighter berikutnya? Di bulan Agustus sudah jelas kita akan menyambut datangnya EVO, namun Capcom punya acara lain yang tak kalah meriah. Pada tanggal 13 – 15 Desember nanti kita akan kedatangan turnamen puncak Capcom Pro Tour 2019, yaitu Capcom Cup 2019, dengan lokasi pertarungan di Los Angeles.

Capcom Cup 2019 mempertandingkan 32 pemain Street Fighter terbaik dari seluruh dunia lewat berbagai jalur kualifikasi. Hingga saat ini baru satu orang pemain yang dipastikan tampil, yaitu Gachikun yang merupakan juara Capcom Cup 2018. 26 orang lainnya diambil dari para pemain dengan CPT Point tertinggi di Global Leaderboard, ditambah 4 orang pemenang Regional Finals (dari wilayah NA, EU, LATAM, dan Asia), serta 1 orang pemenang Last Chance Qualifier yang digelar menjelang hari-H Capcom Cup.

Gachikun - Capcom Cup 2018 Champion
Gachikun otomatis lolos ke Capcom Cup 2019 | Sumber: Capcom

North American Regional Finals punya posisi yang unik dibanding Regional Finals lainnya, sebab acara ini masuk dalam kategori Super Premier Event. Artinya meski sifatnya regional, turnamen ini dianggap sebagai kasta tertinggi setara EVO. Dengan format turnamen terbuka (open tournament), penantang bisa datang dari mana saja sehingga persaingan akan sangat berat. Nilai CPT Point yang diberikan pun lebih tinggi dari turnamen regional lainnya. North American Regional Finals akan digelar di HyperX Esports Arena, Las Vegas, pada tanggal 16 – 17 November 2019.

Capcom Cup tahun ini sendiri rupanya juga memiliki keunikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Anda mungkin sudah tahu bahwa selain Capcom Pro Tour, terdapat satu kompetisi resmi lain yang berjalan berbarengan yaitu Street Fighter League (SFL). Liga dengan format 3-lawan-3 ini digelar di dua wilayah: Amerika Serikat dengan nama Street Fighter League Pro-US dan Jepang dengan nama Street Fighter League Pro-Japan.

Para pemenang SFL Pro-US dan SFL Pro-Japan ini akan diadu dalam turnamen berjudul Street Fighter League World Championship. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Capcom akan mempertemukan langsung tim perwakilan Amerika Serikat dan tim perwakilan Jepang untuk menentukan wilayah mana yang mampu menghasilkan talenta Street Fighter terkuat. Pertemuan ini mengingatkan kita pada momen bersejarah di era Street Fighter Alpha 3 dulu, ketika Alex Valle yang merupakan juara Amerika berhadapan dengan Daigo Umehara sang juara Jepang. Apakah hasil yang sama akan terulang, ataukah Amerika dapat membalas kekalahan 21 tahun lalu itu?

Street Fighter League World Championship akan digelar bersamaan dengan Capcom Cup 2019. Bila Anda penggemar Street Fighter, jangan sampai melewatkan momen “ultra weekend” tanggal 13 – 15 Desember nanti, karena momen ini akan menjadi salah satu akhir pekan bersejarah di dunia esports Street Fighter.

Sumber: Capcom

Highlight CEO 2019 – Panggung Termegah, Kembalinya Bonchan, dan All-ROX Final!

Akhir Juni lalu, tepatnya pada tanggal 28 – 30 Juni telah berlangsung salah satu ajang fighting game bergengsi di Amerika Serikat. Bertajuk Community Effort Orlando (CEO) 2019, acara ini mempertandingkan belasan judul fighting game populer, juga mencakup beberapa turnamen yang merupakan bagian dari sirkuit kompetisi resmi. Di antaranya Capcom Pro Tour (Street Fighter V: Arcade Edition), Pro Kompetition Tour (Mortal Kombat 11), Tekken World Tour (Tekken 7), Dragon Ball FighterZ World Tour, Dead or Alive 6 World Championship Stop, dan masih banyak lagi.

Dengan deretan turnamen resmi serta segudang pemain bertalenta kelas dunia, CEO 2019 berhasil menghadirkan hiburan yang benar-benar seru dan megah. Dalam beberapa aspek, acara yang digelar di Daytona, Florida ini bahkan dapat dikatakan lebih baik dari EVO. Seperti apa keseruan CEO 2019? Berikut ini beberapa highlight dan momen menarik di dalamnya.

Panggung termegah sepanjang sejarah

Salah satu daya tarik CEO 2019 yang lain daripada yang lain adalah adanya kerja sama antara pihak CEO dengan promotor gulat profesional All Elite Wrestling (AEW). Anda mungkin bingung, apa hubungan antara fighting game dengan gulat? Sebenarnya meski terdengar aneh, komunitas fighting game terutama di Amerika Serikat punya kaitan yang cukup erat dengan komunitas gulat profesional. Banyak juga atlet gulat yang terang-terangan menunjukkan kecintaan mereka terhadap fighting game, hingga menjadi influencer terkenal di komunitas ini. Atlet gulat Kenny Omega bahkan berperan di salah satu trailer resmi Street Fighter V!

CEO 2019 memiliki sesi acara yang disebut Fyter Fest, di mana para atlet gulat ini tampil dengan berbagai skenario yang lebay dan mengocok perut. Ada adegan di mana mereka beraksi layaknya Ryu dan Ken dari Street Fighter II, bahkan lebih kocak lagi, “pertandingan” antara atlet gulat Michael Nakazawa melawan Alex Jebailey, founder CEO Gaming.

Atraksi gulat Fyter Fest membuat suasana CEO 2019 jadi sangat meriah, tapi lebih dari itu, AEW juga berkontribusi dalam menyiapkan panggung CEO. Hasilnya CEO 2019 menghadirkan panggung termegah dalam sejarah CEO, bahkan Jebailey mengatakan bahwa mereka tidak akan bisa melampauinya.

Pembuktian kembali Bonchan

Di kancah kompetitif Street Fighter, Masato “Bonchan” Takahashi bukanlah orang sembarangan. Pria yang bermain bersama tim Red Bull ini adalah salah satu pemain top tier asal Jepang yang setara dengan nama-nama besar lain seperti Daigo Umehara atau Tokido. Akan tetapi dalam dua tahun terakhir prestasinya sedang mengalami penurunan.

Bonchan di era Street Fighter V terkenal sebagai pemain yang ahli menggunakan Nash. Bahkan setelah Nash terkena banyak nerf pun ia tetap setia. Tapi sebetulnya dulu karakter signature miliknya adalah Sagat. Makan waktu cukup lama memang, tapi akhirnya kini Bonchan bisa kembali menunjukkan tajinya sebagai salah satu yang terhebat di dunia. Setelah memenangkan Versus Masters 2019 di bulan April lalu, Bonchan kini akhirnya memenangkan CPT Premier Event di CEO 2019 dengan karakter Sagat dan Karin.

Peringkat Top 8 Street Fighter V: Arcade Edition:

  • Juara 1. RB|Bonchan (Karin, Sagat)
  • Juara 2. FD|Fujimura (Ibuki)
  • Juara 3. YOG|Machabo (Necalli)
  • Juara 4. CYG|Fuudo (Birdie, R. Mika)
  • Juara 5. NB|DualKevin (Rashid)
  • Juara 5. CYG|Daigo (Guile)
  • Juara 7. FAV|Ryuusei (Urien)
  • Juara 7. Rohto|Tokido (Akuma)

The All-ROX Final

Posisi Top 8 di cabang Tekken 7 diisi oleh nama-nama yang sudah familier, seperti Knee, JDCR, Rangchu, dan Saint. Yang menarik kali ini adalah babak Grand Final yang ternyata sama-sama diisi oleh perwakilan dari tim ROX Dragons, yaitu Knee dan Chanel. Knee tampil mengandalkan karakter Steve, sementara Chanel menjagokan Alisa. Sayangnya Arslan Ash yang beberapa waktu lalu menjuarai Thaiger Uppercut 2019 tidak hadir kali ini.

Tampak sudah terbiasa bertanding bersama, kedua pemain sama-sama menunjukkan pertahanan yang baik dan saling membaca taktik masing-masing. Knee lebih banyak tampil menekan, tapi counterattack Chanel pun tak kalah seramnya. Pada akhirnya Knee-lah yang menunjukkan permainan lebih baik. Ia menjadi juara CEO 2019 setelah mengalahkan Chanel dengan skor 3-1 dan ronde pamungkas yang berakhir Perfect!

Peringkat Top 8 Tekken 7:

  • Juara 1. ROX|Knee (Steve, Geese, Bryan)
  • Juara 2. ROX|Chanel (Alisa, Julia, Eliza)
  • Juara 3. OGN|JDCR (Armor King, Heihachi)
  • Juara 4. Rangchu (Panda, Katarina)
  • Juara 5. NG-Obscure (Alisa, Negan)
  • Juara 5. Kkokkoma (Kazumi, Paul)
  • Juara 7. GG|Saint (JACK-7, Bob, Devil Jin)
  • Juara 7. Talon|Book (Jin)

Aksi Go1 membuka musim baru

Di cabang Dragon Ball FighterZ, CEO 2019 cukup spesial karena menjadi turnamen pembuka dalam Dragon Ball FighterZ World Tour musim 2019/2020. Beberapa waktu lalu Go1 (Goichi Kishida) sempat berkata dalam sebuah wawancara bahwa saat ini komunitas Dragon Ball FighterZ sedang sepi, tapi akan ramai lagi begitu World Tour dimulai. Benar saja, CEO 2019 sukses membuat banyak pemain “turun gunung”.

Kazunoko yang musim lalu menjadi juara World Tour kini muncul kembali, begitu juga dengan nama-nama lain seperti Fenritti, Nakkiel, atau KnowKami. Namun Go1, yang juga belum lama ini menjuarai ajang Combo Breaker 2019, tampil tak tergoyahkan. Ia menjuarai turnamen setelah menumbangkan Fenritti yang merupakan teman setimnya. Ia juga sempat mengalahkan SonicFox di babak Winners Semi-Final, membuat lawannya itu harus puas di peringkat 4.

Peringkat Top 8 Dragon Ball FighterZ:

  • Juara 1. CAG|Go1 (Bardock, Kid Goku, Goku)
  • Juara 2. CAG|Fenritti (Bardock, Cell, Vegeta)
  • Juara 3. FOX|Dekillsage (Teen Gohan, Broly, Goku)
  • Juara 4. FOX|SonicFox (Bardock, Kid Goku, Fused Zamasu)
  • Juara 5. W2W|KnowKami (Android 21, Kid Goku, Goku Black)
  • Juara 5. CAG|Dogura (Kid Buu, Cooler, Goku)
  • Juara 7. VGIA|Shanks (Android 18, Adult Gohan, Goku)
  • Juara 7. BC|Kazunoko (Kid Buu, Adult Gohan, Yamcha)

Kekompakan TEAM JWONG membawa hasil

Beberapa waktu lalu Justin Wong dikabarkan akan mensponsori sejumlah pemain untuk terbang dan bertanding ke CEO 2019 sebagai roster TEAM JWONG. Kegiatan tersebut rupanya membawa hasil. Salah satu anggota TEAM JWONG, yaitu LostSoul sukses menjuarai turnamen di cabang Guilty Gear Xrd REV 2. Sementara dua pemain lainnya, Princess Slim dan Zaferino, berhasil lolos di cabang Street Fighter V: Arcade Edition hingga peringkat Top 32 dan Top 48. Setara dan bahkan melebihi Justin Wong sendiri!

Justin Wong juga membawa pulang gelar juara, namun bukan di Street Fighter ataupun Guilty Gear. Ia justru menjuarai cabang Samurai Shodown. Saat ini Samurai Shodown memang belum memiliki sirkuit kompetisi resmi. Bila nanti SNK membuka turnamen resmi, bisa saja Justin Wong akan jadi salah satu pemain yang patut diperhitungkan.

Dengan segala hiburan serta pertandingan-pertandingan seru di dalamnya, CEO 2019 memasang benchmark yang cukup tinggi untuk dilampaui oleh kejuaraan dunia EVO 2019. Ide untuk membaurkan penggemar fighting game dengan gulat profesional telah mendapat sambutan baik dari banyak anggota komunitas, dan EVO mungkin harus berinovasi juga agar dapat memberi suguhan tak kalah menarik. Bagaimana EVO akan menjawab tantangan tersebut, kita tunggu saja pada tanggal 2 – 4 Agustus nanti.

Sumber: EventHubs, All Elite Wrestling, Alex Jebailey, Joao Ferreira

Justin Wong Sponsori 5 Pemain Fighting Game ke Turnamen CEO 2019

Kebersamaan dan solidaritas sudah lama jadi bagian tak terpisah dari kultur komunitas fighting game alias FGC. Bukan hal baru juga ada anggota-anggota komunitas yang bahu-membahu membantu kawannya agar bisa memperoleh biaya untuk bertanding di turnamen bergengsi. Para pemain profesional yang sudah sukses pun sering ada yang membiayai perjalanan atau akomodasi para pemain fighting game, terutama yang berasal dari negara sama atau punya potensi besar.

Justin Wong adalah salah satu atlet fighting game profesional yang melestarikan tradisi tersebut. Menyambut kompetisi Community Effort Orlando (CEO) 2019, Wong akan mensponsori lima pemain untuk turut bertanding di sana. Mereka terdiri dari LostSoul (Eli Rabadad), Princess Slim (Jeremiah Amos), Taji256 (Tajh Fletcher), Wazminator (Tasman Stephenson), dan Zaferino (Zaferino Barros).

https://twitter.com/JWonggg/status/1138533287486414849

Bila Anda tidak familier dengan nama-nama di atas itu wajar saja, karena Justin Wong memang memilih pemain-pemain yang belum begitu terkenal di dunia esports. Tapi masing-masing dari mereka memiliki keunikan serta prestasi tersendiri. LostSoul misalnya, sempat menjadi juara 3 di EVO untuk cabang Guilty Gear Xrd. Princess Slim pernah menjadi juara turnamen Red Bull Conquest 2018 regional Philadelphia untuk turnamen Street Fighter V: Arcade Edition. Dan seterusnya, sesuai ciri khas masing-masing. Kelima pemain ini akan bertarung di bawah bendera TEAM JWONG dalam CEO 2019 nanti.

Meski bukan turnamen fighting game terbesar di dunia, CEO juga merupakan salah satu turnamen yang paling prestisius di Amerika Serikat. Kompetisi di dalamnya mencakup Capcom Pro Tour Premier Event, Mortal Kombat Pro Kompetition, Tekken World Tour Master Event, serta Dragon Ball FighterZ World Tour, juga ARCREVO World Tour (Guilty Gear dan BlazBlue).

Di kalangan komunitas fighting game, baik EVO maupun CEO sama-sama menyandang predikat turnamen supermajor, alias turnamen kasta tertinggi. Turnamen ini juga sudah langganan menjadi bagian dari Capcom Pro Tour sejak tahun 2014. Lucunya, meski memiliki nama “Community Effort Orlando”, acara ini tidak digelar di kota Orlando, melainkan di Daytona Beach. Alex Jebaily, founder CEO, memindahkan lokasinya sejak 2018 lalu karena venue yang digunakan di Orlando tidak lagi cukup untuk menampung pengunjung yang tiap tahun kian membludak.

“Saya senang bisa membantu FGC dan berharap akan mengejutkan kalian dengan lineup EVO setelah CEO,” ujar Justin Wong dalam cuitannya di Twitter. Tampaknya Wong juga akan mensponsori pemain lagi di EVO 2019 nanti. Seperti apakah performa TEAM JWONG di ajang CEO 2019? Jangan lupa untuk menyaksikan kompetisinya di tanggal 28 – 30 Juni 2019.

Sumber: EventHubs, Justin Wong, CEO Gaming

Rekap Combo Breaker 2019: Pergulatan Hebat Veteran Fighting Game Dunia

Tanggal 24 – 26 Mei 2019 kemarin adalah tanggal yang sangat spesial bagi para penggemar fighting game, terutama di Amerika Serikat. Dalam dua hari itu, telah digelar sebuah kompetisi fighting game besar-besaran di wilayah Illinois, kompetisi bernama Combo Breaker yang sudah jadi tradisi tahunan sejak 2015. Para penggemar fighting game dari seluruh dunia berkumpul dalam acara yang berlokasi di gedung The Mega Center yang memiliki luas 5,5 km2.

Selama tiga hari, kita dimanjakan dengan lusinan turnamen yang mengusung judul-judul game terkenal dari berbagai era. Tak hanya judul-judul baru seperti Mortal Kombat 11 dan Super Smash Bros. Ultimate, namun juga beragam game populer lawas seperti Capcom vs. SnK 2: Mark of the Millennium 2001 dan Street Fighter III 3rd Strike ada di sini. Combo Breaker 2019 juga menjadi wadah untuk tiga turnamen resmi, yaitu Capcom Pro Tour 2019 (Premier Event), Tekken World Tour 2019 (Master Event), serta Mortal Kombat Pro Kompetition 2019 (Premier Event).

Ada banyak drama dan pertandingan menarik di acara ini, yang mungkin akan terlalu panjang bila kita bahas semua. Berikut ini adalah rekap Combo Breaker 2019 untuk lima cabang game terpopuler yang dimainkan di sana. Simak keseruannya.

Street Fighter V: Arcade Edition

Komunitas Street Fighter V belakangan ini sedang dilanda drama karena Daigo Umehara mulai menggunakan controller baru yang dikenal dengan nama “hitbox”. Sebetulnya hitbox bukanlah controller yang benar-benar baru, namun baru-baru ini saja jadi buah bibir karena Daigo. Kelebihannya adalah controller ini memiliki bentuk seperti arcade stick, tapi tidak menggunakan lever untuk arah, melainkan tombol seluruhnya. Selain memberi kemampuan input lebih cepat, hitbox juga dapat diatur peletakan tombolnya secara custom. Daigo misalnya, menggunakan 3 tombol berbeda sebagai arah atas (Up).

Berhubung Combo Breaker 2019 merupakan bagian dari Capcom Pro Tour, peraturannya pun harus disetujui oleh pihak Capcom. Setelah pertimbangan yang cukup panjang akhirnya Capcom memutuskan untuk melarang penggunaan hitbox karena dinilai “memberikan keuntungan kompetitif”. Mereka mengatakan bahwa peraturan CPT di masa depan bisa saja berubah, tapi untuk sekarang hitbox secara tegas dilarang.

Daigo sendiri tidak masalah dengan pelarangan itu. Tapi karena selama ini ia berlatih menggunakan hitbox, tiba-tiba berganti controller tentu menempatkannya di posisi kurang menguntungkan. Apalagi turnamen ini penuh dengan nama-nama besar. Daigo harus puas di peringkat 17, seri dengan pemain-pemain veteran lain seperti Nemo, Fujimura, Xiao Hai, dan Dogura.

Pemain yang berhasil merangsek hingga ke babak Grand Final adalah “Sang Alpha” dari Amerika, Punk. Ia bertemu dengan sang juara EVO 2018, Problem X alias Benjamin Simon dari Inggris. Grand Final ini adalah pertempuran kontras antara Karin (Punk) yang lincah melawan Abigail (Problem X) yang berbadan raksasa. Anda dapat menonton replay pertandingannya dalam video di atas, pada timestamp 6:27:10.

Dalam pertandingan berformat best-of-5, Problem X berhasil memimpin melibas Punk dengan skor 0-3. Akan tetapi Punk datang dari Winners’ Bracket, sehingga Problem X harus menang 2 set untuk jadi juara. Berbeda dengan EVO 2017 di mana mental Punk jatuh setelah terkena bracket reset, kali ini ia justru tampil semakin tenang. Ia memanfaatkan kecepatan Karin untuk memberi tekanan ofensif yang sangat besar, kemudian menghajar Problem X tanpa balas!

https://twitter.com/richardsuwono/status/1133158655396679680

Menang dengan skor 3-0, Punk pun keluar sebagai juara Combo Breaker 2019. Begitu dominan permainan Punk di set terakhir Grand Final ini sehingga ilustrator terkenal Richard Suwono mengibaratkannya seperti game Sonic the Hedgehog.

Combo Breaker 2019 - SFV Winners
Ki-ka: Machabo, Punk, Problem X; para juara SFV di Combo Breaker 2019 | Sumber: tempusrob/Robert Paul

Peringkat Top 8 Street Fighter V: Arcade Edition:

  • Juara 1. REC|Punk (Karin)
  • Juara 2. Mouz|Problem X (M. Bison, Abigail)
  • Juara 3. YOG|Machabo (Necalli)
  • Juara 4. FD|Haitani (Akuma)
  • Juara 5. RB|Gachikun (Rashid)
  • Juara 5. Liquid|John Takeuchi (Rashid)
  • Juara 7. iDom (Laura)
  • Juara 7. Takamura (Akuma)

Tekken 7

Tekken 7 sama spesialnya dengan Street Fighter V: Arcade Edition, karena kedua game ini sama-sama mengadakan turnamen yang dinaungi oleh sirkuit esports resmi. Combo Breaker 2019 dalam Tekken World Tour termasuk ke dalam turnamen tingkat Master, dengan kata lain merupakan turnamen kasta tertinggi di luar EVO 2019. Sudah jelas bahwa turnamen ini pun akan menarik para “dewa” Tekken dari seluruh dunia, seperti JDCR, Jeondding, Rangchu, dan banyak lagi.

Salah satu pertandingan paling seru terjadi di babak Top 8 Losers’ Bracket, di mana Knee bertemu dengan Rickstah. Knee dalam turnamen ini menggunakan beberapa karakter berbeda, dan di pertandingan yang satu ini ia bermain mengandalkan Bryan. Sementara itu lawannya tampil dengan Akuma, karakter yang tergolong jarang digunakan oleh pemain-pemain di level profesional.

Knee sempat mencuri angka terlebih dulu, namun Rickstah menunjukkan perlawanan yang baik dengan memenangkan game kedua. Di game ketiga, terjadi sebuah adegan yang sangat dramatis. Ketika kedua pemain sama-sama bertarung agresif, bertukar combo hingga sama-sama sekarat, Knee mencoba menutup pertarungan dengan serangan Rage Drive. Namun Rickstah cepat tanggap, ia membalas serangan itu dengan Rage Drive juga.

Sayangnya meski dengan permainan gemilang demikian, Rickstah tetap harus menyerah pada Knee. Knee akhirnya melaju ke babak Grand Final dan berhadapan dengan Anakin, setelah mengalahkan LowHigh, JDCR, serta Rangchu yang merupakan juara Tekken World Tour Finals 2018.

Pertarungan antara Knee dengan Anakin di Grand Final disebut-sebut oleh banyak orang sebagai pertarungan terseru di tahun 2019. Atlet Tekken 7 Indonesia, R-Tech (Christian Samuel) juga merasa bahwa pertarungan ini menarik. “Menurut saya USA di turnamen kali ini banyak memberi kejutan. Dan untuk Grand Final Anakin vs Knee sangat menghibur karena Knee dari loser (bracket) yang akhirnya comeback dan bisa jadi juara. Anakin juga memberikan perlawanan yang bagus,” ujarnya kepada Hybrid.

https://twitter.com/BNEesports/status/1132816148142051328

Di babak Grand Final ini pada awalnya Knee bertarung menggunakan Devil Jin. Tapi kemudian di tengah-tengah ia berganti karakter menjadi Paul. Performa Knee dengan Paul sangat dahsyat, bahkan ada salah satu ronde di mana ia menghabisi Jack-7 milik Anakin dalam waktu 12 detik saja! Paul-lah yang menyelamatkan Knee dari eliminasi, hingga akhirnya melakukan bracket reset dan menjadi juara.

Combo Breaker 2019 - Tekken 7 Winners
Ekspresi Knee (kanan) setelah menang melawan Anakin (kiri) | Sumber: tempusrob/Robert Paul

Peringkat Top 8 Tekken 7:

  • Juara 1. ROX|Knee (Geese, Paul, Devil Jin, Bryan, Steve, Jin)
  • Juara 2. RB|Anakin (Jack-7)
  • Juara 3. Tasty|Rangchu (Panda, Katarina)
  • Juara 4. JDCR (Armor King)
  • Juara 5. ROX|Chanel (Julia, Alisa, Eliza)
  • Juara 5. UYU|LowHigh (Shaheen)
  • Juara 7. Princess Ling (Xiaoyu, Lei)
  • Juara 7. Rickstah (Akuma)

Mortal Kombat 11

Turnamen dalam Mortal Kombat Pro Kompetition hanya terbagi ke dalam dua jenis, yaitu Premier (offline) dan Online. Combo Breaker 2019 ini adalah turnamen Premier pertama sejak Mortal Kombat 11 dirilis pada bulan April lalu. Hebatnya, game ini berhasil menarik jumlah partisipan terbesar di acara Combo Breaker 2019 dengan 750 peserta. Mortal Kombat 11 juga memiliki posisi spesial karena merupakan game yang paling baru dirilis dalam ajang ini, serta memiliki posisi “menu utama” sebagai game terakhir yang dipertandingkan dalam Combo Breaker.

Turnamen Mortal Kombat 11 kali ini dihiasi oleh nama-nama besar, termasuk SonicFox, Semiij, A Foxy Grampa, Big D, dan banyak lagi. Bila kita berbicara tentang Mortal Kombat, tentu nama yang menjadi andalan adalah SonicFox alias Dominique McLean. Tapi ada satu masalah besar. SonicFox terkenal memiliki “kutukan” dalam kariernya: ia sama sekali belum pernah bisa memenangkan turnamen Mortal Kombat di ajang Combo Breaker, entah mengapa.

Tahun lalu, SonicFox baru saja mendapatkan penghargaan Best Esports Player dari acara The Game Awards. Combo Breaker 2019 ini merupakan ajang pembuktian apakah ia benar-benar layak menyandang gelar tersebut, sekaligus mematahkan kutukan yang menghantuinya selama bertahun-tahun. Tapi apakah ia berhasil?

SonicFox berhasil maju hingga babak Grand Final setelah mengalahkan sederet penantang kuat, namun perjalanannya bukan tanpa kesulitan. Pertarungan seru terjadi di babak semifinal Losers’ Bracket, ketika SonicFox berhadapan dengan Semiij. Menjagokan Kitana, Semiij tampil sangat dominan melawan Erron Black milik SonicFox. Ia bahkan nyaris mengeliminasi SonicFox dengan skor memimpin 2-0.

Merasa bahwa Erron Black sulit melawan Kitana, SonicFox mengganti karakternya ke Jacqui Briggs setelah kehilangan 1 angka. Namun ia masih tetap belum bisa menang dari Semiij. Akhirnya SonicFox mengganti karakter sekali lagi ke Skarlet. Bermain di jarak menengah dengan berbagai serangan tak terduga, SonicFox akhirnya membalikkan kedudukan.

Pertarungan Grand Final Mortal Kombat 11 ini pun tak kalah seru, dengan SonicFox (Jacqui Briggs) melawan Scar (Sonya) yang ia sebut sebagai “teman latihan”. Pertarungan ini terasa menegangkan sebab keduanya sama-sama bermain dengan pertahanan yang kuat. Satu kali serangan masuk saja sudah bisa membuat lawan terkena combo panjang dan terdesak hingga ke ujung arena.

SonicFox dan Scar kejar-mengejar angka, dari skor 1-1 berubah menjadi 2-2. Namun di ronde terakhir SonicFox melakukan beberapa kesalahan yang berdampak fatal. Mulai dari bantingan yang meleset hingga kegagalan menangkis serangan proyektil dari Sonya, SonicFox pun tumbang dalam pertarungan yang menegangkan namun berakhir sedikit antiklimaks.

Combo Breaker 2019 - MK11 Winners
SonicFox (kiri) menerima kekalahan dari Scar (kanan) dengan lapang dada | Sumber: vexanie/Stephanie Lindgren

Peringkat Top 8 Mortal Kombat 11:

  • Juara 1. END|Scar (Sonya, Scorpion)
  • Juara 2. FOX|SonicFox (Jacqui, Erron Black, Skarlet)
  • Juara 3. Noble|Tweedy (Baraka, Geras, Jacqui)
  • Juara 4. Noble|Semiij (Kitana)
  • Juara 5. Dragon (Cetrion)
  • Juara 5. PXP|A Foxy Grampa (Cassie Cage, Kung Lao)
  • Juara 7. Big D (Cetrion, Jade)
  • Juara 7. Deoxys (Geras, Kitana)

Dragon Ball FighterZ

Dragon Ball FighterZ berhasil menjadi salah satu turnamen paling ramai juga di ajang Combo Breaker 2019, meskipun ini bukan turnamen resmi. Sejak Dragon Ball FighterZ World Tour Saga pertama berakhir pada bulan Januari lalu, memang masih belum ada kabar tentang pengadaan sirkuit turnamen resmi lanjutan untuk game ini. Apalagi sempat muncul isu bahwa game ini bermasalah gara-gara lisensi. Singkatnya, esports Dragon Ball FighterZ sedang lesu. Tapi Go1 yang merupakan salah satu atlet terbaik Dragon Ball FighterZ berkata bahwa ini hanya sementara, dan para penggemar pasti akan ramai lagi bila Bandai Namco mengumumkan sirkuit turnamen resmi (Anda dapat menonton wawancaranya di bawah).

Akan tetapi itu semua tidak menyurutkan semangat para pemain yang datang ke Combo Breaker 2019. Turnamen ini tetap didatangi oleh pemain-pemain veteran baik dari dalam maupun luar negeri. Kazunoko yang merupakan juara Dragon Ball FighterZ World Tour 2018/2019 memang tidak hadir, namun masih ada jagoan-jagoan seperti Go1, SonicFox, HookGangGod, Dogura, dan lain-lain.

Rivalitas SonicFox dan Go1 sayangnya tidak terwujud kembali, karena SonicFox harus gugur terlebih dahulu di babak semifinal Losers’ Bracket melawan Shanks. SonicFox memang mengikuti banyak turnamen sekaligus. Ia terhenti di peringkat 4 Dragon Ball FighterZ dan peringkat 2 Mortal Kombat 11, namun berhasil meraih juara di cabang Skullgirls.

Update baru Dragon Ball FighterZ di bulan April lalu membuat keseimbangan gameplay berubah cukup banyak. Beberapa karakter yang mendapat buff besar antara lain Bardock (yang pada dasarnya sudah top tier), Piccolo, Goku SSGSS, serta Goku SSJ. Jadi wajar bila kita melihat banyak kemunculan karakter-karakter ini.

Go1, yang menguasai Winners’ Bracket hingga ke Grand Final, bahkan menggunakan kombinasi Bardock, Goku SSJ, dan Goku GT yang baru saja dirilis sebagai DLC. Sementara itu lawannya adalah HookGangGod yang telah mengalahkan Shanks di Losers’ Final. Timnya terdiri dari Bardock, Piccolo, dan Vegeta SSJ.

Kekuatan tim HookGangGod terletak pada mixup yang sangat bervariasi. Namun Go1 menunjukkan pertahanan yang sangat baik sehingga HookGangGod sulit menyerangnya dengan optimal tanpa menghabiskan meter. Taktik Hellzone Grenade milik Piccolo yang populer pun tidak menunjukkan ketajaman taringnya di sini.

Sebaliknya, Go1 justru sangat kuat ketika terjadi pertarungan satu lawan satu. Goku SSJ dan Goku GT berperan besar dalam melakukan solo damage. Namun HookGangGod berhasil mencuri poin terlebih dahulu. Di sinilah terjadi adegan lucu di mana Go1 membuka buku catatannya di sela-sela pertarungan, dan HookGangGod berusaha mengintip isinya.

“Contekan” Go1 itu rupanya membawa hasil. Setelah kehilangan 1 poin, Go1 terus menekan HookGangGod, mematahkan berbagai serangannya kecuali beberapa combo yang tidak terlalu optimal. Dalam 2 ronde berikutnya bahkan Go1 menang tanpa ada karakter mati sama sekali. Ronde terakhir, HookGangGod menunjukkan perlawan lebih kuat dan berhasil membunuh Goku GT, tapi itu tak cukup untuk menghentikan langkah Go1 ke podium juara.

Combo Breaker 2019 - DBFZ Winners
Go1, juara Dragon Ball FighterZ | Sumber: vexanie|Stephanie Lindgren

Peringkat Top 8 Dragon Ball FighterZ:

  • Juara 1. CO|Go1 (Bardock, Goku GT, Goku SSJ)
  • Juara 2. NRG|HookGangGod (Bardock, Piccolo, Vegeta)
  • Juara 3. VGIA|Shanks (Android 18, Adult Gohan, Goku SSJ)
  • Juara 4. FOX|SonicFox (Bardock, Fused Zamasu, Android 16)
  • Juara 5. EG|NYChrisG (Teen Gohan, Tien, Yamcha)
  • Juara 5. BC|Tachikawa (Kid Buu, Hit, Frieza)
  • Juara 7. BC|ApologyMan (Piccolo, Tien, Goku SSJ | Piccolo, Teen Gohan, Goku SSJ)
  • Juara 7. SubatomicSabers (Vegito, Cell, Gotenks)

Demikianlah rekap singkat tentang beberapa fighting game terpopuler di acara Combo Breaker 2019. Sebetulnya masih banyak lagi game lain yang dipertandingkan, bahkan ada lebih dari 20 turnamen di festival besar ini. Namun akan menjadi terlalu panjang bila ditulis semuanya. Bila Anda tidak sempat mengikuti acaranya dan tertarik menonton lebih banyak, Anda dapat melihat berbagai klip highlight lewat akun Twitter resmi Combo Breaker 2019 di tautan berikut.

Sumber: EventHubs, Capcom, Bandai Namco, Combo Breaker 2019

Daigo Umehara Ingin Unsur “Gambling” Dihilangkan dari Street Fighter

Dengan jumlah penjualan mencapai 3,1 juta kopi serta iklim kompetitif yang masih ramai hingga sekarang, Street Fighter V dapat dibilang termasuk judul yang cukup sukses bagi Capcom. Tapi game ini juga diselimuti oleh segudang kontroversi. Mulai dari praktik DLC yang dirasa terlalu banyak, masalah teknis seperti waktu loading yang lama, hingga unsur gameplay yang dirasa terlalu memanjakan pemula, keluhan penggemar seolah jadi menu sehari-hari media sosial Street Fighter dalam 3 tahun terakhir.

Di tengah diamnya Capcom terhadap konten Street Fighter V Season 4, gosip tentang dikembangkannya Street Fighter VI pun muncul. Apakah Street Fighter VI dapat memperbaiki semua kekurangan yang ada di Street Fighter V, saat ini kita belum bisa memastikan. Tapi para penggemar berat seri fighting game ini tentu punya ekspektasi tertentu. Termasuk Daigo Umehara, sang atlet esports dan ikon Street Fighter yang melegenda.

Daigo Umehara - NorCal 2019
Daigo melawan Tokido di turnamen NorCal Regionals 2019 | Sumber: Daigo Umehara

Daigo menyampaikan beberapa harapannya terhadap Street Fighter VI dalam siaran live streaming yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh channel YouTube FGC Translated. Hal utama yang disebutkannya adalah bahwa jika kita ingin Street Fighter VI menjadi sebuah esports, maka fitur yang memungkinkan “comeback” secara mudah haruslah dihilangkan.

Bukan berarti Street Fighter VI tidak boleh memiliki faktor comeback sama sekali. Menurut Daigo, bila faktor comeback itu hanya berpengaruh sedikit maka tidak apa-apa. Tapi faktor comeback yang besar membuat Street Fighter jadi memiliki unsur keberuntungan (gambling), dan ini menjadikannya bukan sebuah “olahraga” sungguhan. Contohnya adalah sistem meter Revenge Gauge (Ultra Combo) di Street Fighter IV. Meter seperti ini tidak terisi ketika kita menyerang, tapi justru terisi ketika kita diserang lawan.

Ultra Street Fighter IV
Ultra Street Fighter IV | Sumber: Steam

“Anda mengisi faktor comeback terus-menerus dengan cara terpukul. Ini kan, tidak masuk akal. Ini kebalikan dari olahraga pertarungan pada umumnya,” demikian ujar Daigo. Ia merasa bahwa meter super seperti Critical Art atau V-Trigger seharusnya terisi ketika kita menyerang, sehingga pemain akan mendapat imbalan dari permainan ofensif. Fighting game zaman dulu sudah menggunakan konsep seperti ini, jadi penerapan konsep serupa seharusnya tidak mustahil.

Daigo berkata bahwa fitur-fitur comeback dikembangkan untuk membuat Street Fighter lebih mudah diterima oleh pemain baru. Hal ini wajar, karena ada masa di mana fighting game kurang diminati dan jumlah pemainnya menurun drastis. Tapi sekarang fitur tersebut sudah tidak diperlukan lagi. “Sekarang, banyak pemain muda yang kuat. Dulu mungkin sulit bagi pemain-pemain muda untuk masuk ke dalam komunitas fighting game. Tapi saya rasa sekarang sudah tidak demikian,” kata pria yang dijuluki “The Beast” ini.

Rumor yang beredar di GameFAQs mengatakan bahwa Street Fighter VI dan Marvel vs. Capcom 4 sedang dalam pengembangan untuk console generasi berikutnya. Itu artinya mungkin kita tidak akan mendengar kabar resmi tentang dua game tersebut dalam waktu dekat. Akan tetapi usulan yang diberikan Daigo terdengar bagus dan cocok untuk membuat Street Fighter VI jadi game yang seru untuk dinikmati secara kompetitif. Semoga saja Capcom mengabulkan harapan-harapan tersebut.

Sumber: EventHubs, FGC Translated

NuckleDu Gelar Sayembara untuk Sponsori Pemain Fighting Game Terbang ke EVO

Bila kita berbicara tentang komunitas fighting game, selalu ada satu hal yang menjadi ciri khas menonjol sejak dahulu, yaitu kebersamaan. Fighting game memang sejak dulu selalu bisa menyatukan para pemainnya di level akar rumput, bahkan meskipun mereka sudah menjadi atlet besar atau juara dunia. Mengapa hal ini bisa terjadi, rasanya sulit untuk menjawabnya. Yang jelas memang solidaritas tersebut hingga kini tetap terjaga.

Kebersamaan itu yang membuat lumrah di kalangan penggemar fighting game untuk saling membantu apabila ada kawan hendak berangkat ke turnamen namun terhalang masalah dana. Contohnya seperti dilakukan oleh NuckleDu alias Du Dang, atlet Street Fighter V yang kini tergabung dengan tim Echo Fox. Sejak beberapa tahun lalu, NuckleDu punya kebiasaan untuk mensponsori sejumlah penggemar Street Fighter yang ingin berangkat ke turnamen EVO. Di tahun 2019 pun ia melakukan hal yang sama.

Kali ini NuckleDu akan “menerbangkan” tiga orang dari komunitas fighting game untuk hadir di turnamen EVO 2019. Berhubung NuckleDu merupakan pemain berdarah Vietnam, ia ingin mengikutsertakan pemain Vietnam dalam kegiatannya ini. Supaya adil, NuckleDu akan mengadakan turnamen kecil-kecilan di Vietnam pada tanggal 31 Mei 2019 nanti, dengan bantuan dari panitia Saigon Cup 2019. Juara 1 dan 2 dalam turnamen tersebut berhak pergi ke EVO Las Vegas, dengan tiket pesawat, akomodasi, serta registrasi sepenuhnya ditanggung NuckleDu.

Lalu bagaimana dengan slot ketiga? Untuk ini NuckleDu mengadakan giveaway di Twitter yang bisa diikuti oleh siapa saja. Sama seperti dua slot sebelumnya, seluruh tiket, hotel, dan pendaftaran pun ditanggung. Menariknya adalah NuckleDu tidak memberi syarat apa pun untuk mengikuti giveaway ini kecuali “bila Anda sudah kaya lebih baik beli tiket sendiri”. Bahkan pemenang giveaway tidak harus menghadiri EVO sebagai peserta.

Menurut keterangan yang ia tulis di situs Gleam.io, tujuan diadakannya giveaway ini adalah untuk memberi kontribusi balik kepada komunitas fighting game. Ia tidak membatasi apakah peserta giveaway ini orang yang datang sebagai kompetitor atau hanya sekadar ingin jalan-jalan saja. Cara mengikutinya pun mudah, Anda dapat melakukan berbagai cara untuk mendapatkan entri giveaway, mulai dari mem-follow NuckleDu di Twitter, subscribe channel YouTube NuckleDu, dan masih banyak lagi.

Bagaimana, apakah Anda penggemar Street Fighter yang sudah lama bermimpi bertanding di panggung EVO? Atau hanya sekadar ingin menyaksikan jawara-jawara fighting game beraksi dari dekat? Apa pun tujuannya, Anda punya kesempatan memenangkan giveaway tersebut. Cukup dengan mampir di tautan berikut. Semoga beruntung!

Sumber: NuckleDu

Katsuhiro Harada Masih Ingin Merilis Tekken x Street Fighter, Namun Kondisinya Sulit

Masih ingat dengan Street Fighter x Tekken, fighting game campur-campur yang terbit di tahun 2012 lalu? Ketika pertama kali diumumkan, sebetulnya game tersebut adalah proyek saudara yang seharusnya dirilis bersama dengan satu game lain yaitu Tekken x Street Fighter. Bila Street Fighter x Tekken diproduksi oleh Capcom dan memiliki gameplay menyerupai seri Street Fighter, Tekken x Street Fighter diproduksi oleh Bandai Namco dan memiliki gameplay serupa seri Tekken.

Sayangnya meski Street Fighter x Tekken sudah dirilis, saudaranya hingga kini masih belum dirilis juga. Kabar terakhir, Katsuhiro Harada mengatakan bahwa proyek Tekken x Street Fighter dihentikan sementara dalam kondisi 30% selesai. “Kemunculan Akuma di Tekken 7 terjadi berkat pengalaman dan pengetahuan yang kami dapatkan ketika mengerjakan Tekken x Street Fighter,” kata Harada di sebuah tayangan live stream di akhir 2018 kemarin.

Street Fighter x Tekken - Screenshot
Street Fighter x Tekken | Sumber: Sony

Lalu apakah Tekken x Street Fighter benar-benar sudah mati? Rupanya tidak. Dalam wawancara dengan Video Game Chronicle baru-baru ini, Harada menyatakan bahwa ia masih ingin merilis Tekken x Street Fighter, tapi ia ragu-ragu menentukan apakah game itu harus diselesaikan.

“Ya, secara emosional saya ingin melakukannya,” kata Harada, “Saya masih ingin merilis game tersebut. Akan tetapi, walaupun saya ingin melanjutkan proyeknya, banyak hal telah berubah sejak tahun 2012. Jadi saya butuh mendapatkan persetujuan dan saya perlu bicara dengan Capcom lagi juga—bisa saja sekarang mereka menolak.”

Tekken x Street Fighter - Ryu 1
Protitipe Ryu di Tekken x Street Fighter | Sumber: EventHubs
Tekken x Street Fighter - Ryu 2
Prototipe Ryu di Tekken x Street Fighter | Sumber: EventHubs

Ada alasan kuat mengapa merilis Tekken x Street Fighter di masa sekarang bukanlah keputusan yang baik dari segi bisnis. Sebetulnya di suatu titik Harada sudah ingin melanjutkan proyeknya, tapi kemudian Capcom merilis Street Fighter V pada tahun 2016. Begitu juga pada waktu berdekatan Bandai Namco pun merilis Tekken 7. Bila kemudian Harada merilis Tekken x Street Fighter, game itu akan bersaing melawan dua judul di atas, dan dapat membuat komunitas penggemar terpecah.

“Jadi saya putuskan untuk menunda perilisan (Tekken x Street Fighter) selama satu atau dua tahun. Setelahnya, Tekken 7 kini sangat berhasil sebagai sebuah service game. Biasanya umur sebuah fighting game sangat singkat—mungkin satu atau dua tahun lalu Anda membuat sekuel. Tapi Tekken 7 sangat sukses sebagai sebuah service game dengan DLC di dalamnya. Itu menjadikan jauh lebih sulit untuk merilis game lain, sementara Tekken 7 masih sangat sukses,” papar Harada.

Proyek kolaborasi antara Bandai Namco dan Capcom memang menarik, apalagi bila kita penggemar Tekken dan Street Fighter sekaligus. Rasanya seru sekali melihat karakter yang tadinya 2D kini tampil di pertarungan 3D, begitu pula sebaliknya. Mungkin nanti ketika hype Tekken 7 sudah mulai menurun, Harada bisa menemukan momentum untuk merilis Tekken x Street Fighter. Saya tak sabar menunggu saat itu tiba.

Sumber: Video Game Chronicle

Capcom Raih Pemasukan Rp13 Triliun, Siap Jadikan Esports Sektor Prioritas

Capcom belakangan ini terlihat seperti sedang berapi-api sekali. Dalam dua tahun terakhir, mereka telah berhasil menelurkan sejumlah game yang kesemuanya selalu laris manis dan mendapat penerimaan baik di pasaran. Lihat saja Monster Hunter: World, Devil May Cry 5, Resident Evil 2, hingga Mega Man 11. CEO Capcom USA, Kiichiro Urata, bahkan dengan bangganya pernah membuat pernyataan bahwa “Capcom telah kembali!” ketika Devil May Cry 5 hendak dirilis.

Dengan jajaran produk yang demikian berkualitas, tak heran bila kemudian kondisi keuangan Capcom pun berada di atas angin. Beberapa waktu lalu Capcom merilis siaran pers berisi laporan keuangan untuk tahun fiskal yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2019. Laporan itu menunjukkan bahwa perusahaan ini telah mencetak rekor pemasukan tahunan tertinggi sepanjang masa selama dua tahun berturut-turut.

Total penjualan yang dicapai Capcom tahun ini mencapai lebih dari 100 miliar Yen, atau setara dengan Rp13 triliun. Angka ini mengalami peningkatan 5,8% dibandingkan tahun fiskal sebelumnya. Menurut Capcom, faktor utama yang mendongkrak pemasukan tersebut adalah bisnis penjualan konten digital, ditambah dengan kesuksesan Resident Evil 2 dan Devil May Cry 5 yang populer secara global.

Monster Hunter: World mencetak rekor tersendiri dengan angka penjualan sebanyak 12 juta unit di seluruh platform, menjadikannya judul game dengan penjualan tertinggi sepanjang sejarah Capcom. Sementara itu divisi bisnis alat-alat hiburan (Amusement Equipment) mengalami penurunan penjualan hingga 56,1%, namun pada akhirnya tetap tertutup oleh pencapaian divisi-divisi lainnya.

Divisi Amusement Equipment ini adalah divisi yang menangani penjualan berbagai mesin hiburan arcade, termasuk di antaranya mesin pachinko dan pachislot. Di tahun fiskal ini Capcom sempat merilis mesin pachislot berbasis Street Fighter V serta Resident Evil, namun penjualannya tidak memuaskan. Penjualan arcade game juga lesu, menurut Capcom karena kurangnya produk baru yang dirilis.

Satu sektor yang mendapat perhatian khusus adalah esports, yang mana masih tumbuh subur secara global dan belakangan ini semakin mendapat perhatian di Jepang. Capcom sadar akan potensi sektor ini dan berkomitmen akan menggandakan usaha untuk menjadikannya sektor prioritas. Saat ini misi mereka adalah meningkatkan jumlah player base di seluruh dunia melalui berbagai liga yang berbasis franchise Street Fighter.

Komitmen tersebut dapat kita lihat dari pembentukan anak perusahaan baru—yang bernama Capcom Media Ventures—untuk menangani bisnis esports dan lisensi media. Beberapa programnya yang akan diluncurkan dalam waktu dekat adalah liga Street Fighter tingkat amatir serta tingkat universitas di Amerika Serikat, serta pembuatan film-film berbasis properti intelektual milik Capcom.

Meskipun esports di Capcom saat ini sedang berjalan dengan baik, sebetulnya masih ada banyak hal di sektor ini yang perlu mendapatkan peningkatan. Satu yang paling terlihat jelas adalah kualitas dari produk game kompetitif buatan Capcom itu sendiri. Street Fighter V: Arcade Edition memang bagus, akan tetapi game ini sempat mengecewakan banyak penggemar karena kurangnya konten. Sekarang pun Street Fighter V: Arcade Edition masih banyak dikritik karena banyaknya transaksi mikro. Apalagi semenjak perilisan karakter Kage, Capcom masih belum mengumumkan update apa-apa lagi.

Marvel vs. Capcom Infinite, yang seharusnya bisa menjadi esports besar seperti prekuelnya, juga kurang sukses di pasaran sebab dianggap sebagai produk yang kurang berkualitas. Sempat beredar rumor bahwa Marvel dan Capcom sedang mengembangkan versi baru dari Marvel vs. Capcom Infinite dengan judul Marvel vs. Capcom 4, namun hingga kini belum ada kabar resmi tentangnya.

Di tahun fiskal berikutnya, Capcom memperkirakan adanya penurunan penjualan sebesar 15 persen. Ini wajar karena sejauh ini memang belum ada judul besar yang dijadwalkan untuk terbit hingga Maret 2020 nanti, walaupun bila Marvel vs. Capcom 4 betul-betul terjadi mungkin hal itu bisa berubah. Usaha Capcom untuk mengembangkan ekosistem esports global adalah teladan yang patut diapresiasi, namun mereka juga tidak boleh lupa bahwa kunci utama untuk mendatangkan player base yang besar adalah kualitas dari produk itu sendiri. Kita tunggu saja bagaimana strategi Capcom berikutnya.

Sumber: Capcom