Kerja.io Connects Companies to Recruit Indonesian Students in the US for Internship

With the aim to bridge the needs of startups and companies in Indonesia to recruit/provide internship opportunities to Indonesian students studying in the United States, Timothy Sam Wijaya then founded Kerja.io.

The platform officially launched this November and already has around 800 students from more than 150 universities on the waiting list, spread across the United States. Kerja.io has also established strategic partnerships with 40 companies in Indonesia ranging from Ovo, Tokopedia, Bukalapak, to Payfazz.

Timothy revealed to DailySocial that he currently sees most opportunities for internships in companies are still limited to recommendations or a small scope between partners and insiders. There are still many students who find it difficult to get internship opportunities at well-known startups and companies in Indonesia. After doing some testing, Timothy then validated the hypothesis and started building Kerja.io.

“Of all the companies that have had conversations with us, most of them are very enthusiastic about the opportunities we provide to reach more Indonesian talents who study abroad. With our approach, we have a fairly good existence in the best universities with Indonesian communities. with our relationship with PERMIAS Nasional (the Indonesian Student Association in the United States), it allows us to expand our network and reach more than 8 thousand students,” Timothy said.

Within 24 hours of the platform being launched, many Indonesian students from the Ivy League such as UCLA, UC Berkeley, Stanford, MIT immediately registered to join the Kerja.io platform. About the business model and monetization strategy, Timothy emphasized that currently the platform can be accessed for free. Kerja.io has not yet launched a monetization strategy for both users and companies at this time.

Fulfilling the needs of digital talents

Kerja.io
Kerja.io to connect students with companies open for internships

The increasing number of startups in Indonesia is not supported by the number of digital talents with the required skills and abilities. Seeing these opportunities, it is hoped that platforms such as Kerja.io can be an option for Indonesian companies to recruit fresh digital talents, graduates from well-known universities in the United States.

Timothy said, the current enthusiasm of students studying abroad for internships in Indonesia is also increasing, along with the growth of mature startups and the presence of technology companies in Indonesia.

“I see that now is a very good time. The pandemic has caused most students who are continuing their studies in the United States to rethink their plans, and we are seeing more students returning to their homeland after graduation. But not only because of the pandemic, most of them are they are very enthusiastic about the potential offered in this country, “said Timothy.

In particular, Kerja.io claims that most of the users on the platform are young talents who are quite tech-savvy who are then being targeted by many companies and startups in Indonesia.

There are still many targets that Kerja.io wants to achieve, besides focusing on growth, it also wants to add more companies from various industries. Kerja.io also wants to strengthen its position in the United States and strengthen the foundation to be able to expand into other markets.

What Kerja.io wants to highlight is that all people who are part of the team are undergraduate students aged 19-21 years with the exception of Alvin Salim who is a Magistrate student.

“We started our journey by helping companies recruit the best talent and helping students find the job opportunities of their dreams, and we will continue to help them. Kerja.io is a product of the goodwill of a group of students who want to help their peers,” Timothy said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kerja.io Jembatani Perusahaan Rekrut Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat untuk Kerja Magang

Bertujuan untuk menjembatani kebutuhan startup dan perusahaan di Indonesia merekrut/memberikan kesempatan kerja magang kepada mahasiswa Indonesia yang studi di Amerika Serikat, Timothy Sam Wijaya kemudian mendirikan Kerja.io.

Platform resmi meluncur bulan November ini dan telah memiliki sekitar 800 pelajar dari 150 lebih universitas yang masuk dalam daftar tunggu, tersebar di Amerika Serikat. Kerja.io juga telah menjalin kerja sama strategis dengan 40 perusahaan di Indonesia mulai dari Ovo, Tokopedia, Bukalapak, sampai Payfazz.

Kepada DailySocial Timothy mengungkapkan, saat ini dirinya melihat kebanyakan di Indonesia kesempatan untuk kerja magang di perusahaan masih terbatas pada rekomendasi atau ruang lingkup kecil di antara rekanan dan orang dalam saja. Masih banyak pelajar yang kesulitan untuk mendapatkan kesempatan kerja magang di startup dan perusahaan ternama di Indonesia. Setelah melakukan beberapa uji coba, Timothy kemudian memvalidasi hipotesis tersebut dan mulai membangun Kerja.io.

“Dari semua perusahaan yang telah melakukan perbincangan dengan kami kebanyakan sangat antusias dengan peluang yang kami berikan untuk menjangkau lebih banyak talenta Indonesia yang studi di luar negeri. Dengan pendekatan yang kami lakukan yaitu memiliki eksistensi yang cukup baik di universitas terbaik yang memiliki komunitas Indonesia. Didukung dengan relasi kami dengan PERMIAS Nasional (Persatuan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat), memungkinkan kami untuk memperluas jaringan dan menjangkau lebih dari 8 ribu pelajar,” kata Timothy.

Dalam waktu 24 jam sejak platform diluncurkan, pelajar Indonesia yang berasal dari Ivy League seperti UCLA, UC Berkeley, Stanford, MIT banyak yang langsung mendaftarkan diri bergabung dalam platform Kerja.io. Disinggung seperti apa model bisnis dan strategi monetisasi yang diterapkan, Timothy menegaskan saat ini platform bisa diakses secara gratis. Kerja.io belum melancarkan strategi monetisasi baik untuk pengguna maupun untuk perusahaan saat ini.

Memenuhi kebutuhan talenta digital

Kerja.io
Kerja.io hubungkan mahasiswa dengan perusahaan yang membuka lowongan magang

Makin bertambahnya jumlah startup di tanah air, tidak didukung dengan jumlah talenta digital dengan skill dan kemampuan yang dibutuhkan. Melihat peluang tersebut, diharapkan platform seperti Kerja.io bisa menjadi pilihan bagi perusahaan Indonesia untuk merekrut talenta digital segar, lulusan universitas ternama di Amerika Serikat.

Menurut Timothy, antusiasme dari para pelajar yang belajar di luar negeri saat ini untuk kerja magang di tanah air juga makin bertambah, seiring dengan makin besarnya pertumbuhan startup dan kehadiran perusahaan teknologi di Indonesia.

“Saya melihat saat ini merupakan waktu yang sangat tepat. Pandemi telah menyebabkan sebagian besar pelajar yang melanjutkan studi di Amerika Serikat untuk memikirkan kembali rencana mereka, dan kami melihat mulai banyak pelajar kembali ke tanah air setelah lulus. Namun tidak hanya karena pandemi, kebanyakan dari mereka sangat antusias dengan potensi yang ditawarkan di tanah air,” kata Timothy.

Secara khusus Kerja.io mengklaim kebanyakan pengguna di platform adalah talenta muda yang terbilang sangat tech-savvy yang kemudian banyak diincar oleh perusahaan dan startup di Indonesia.

Masih banyak target yang ingin dicapai oleh Kerja.io, selain fokus kepada pertumbuhan juga ingin menambah lebih banyak perusahaan dari berbagai industri. Kerja.io juga ingin memperkuat posisi mereka di Amerika Serikat dan memperkuat fondasi untuk bisa melakukan ekspansi ke pasar yang lainnya.

Yang kemudian ingin di garisbawahi oleh Kerja.io adalah, semua orang yang tergabung dalam tim adalah mereka mahasiswa sarjana yang masih berusia 19-21 tahun dengan pengecualian Alvin Salim yang merupakan merupakan mahasiswa Magister (Masters student).

“Kami memulai perjalanan kami dengan membantu perusahaan melakukan perekrutan talenta terbaik dan membantu pelajar mendapatkan kesempatan kerja magang impian mereka, dan kami akan terus membantu mereka. Kerja.io merupakan produk dari niat baik sekelompok mahasiswa yang ingin membantu rekan-rekan mereka,” kata Timothy.

Schoters Accommodates Student’s Requirements to Pursue Education Abroad

In an objective to help high school/vocational graduates and professionals who want to pursue a higher-level education, Radyum Ikono (CEO) and Muhammad Aziz (COO) created Schoters. Operating since January 2019, this edutech platform is formed as a marketplace accommodating users to get access to education abroad.

“I see many Indonesians from high school students to professionals who want to study abroad to get a better-quality education. However, there is limited access to information and preparation. We then created Schoters as a platform that provides end-to-end solutions for everyone who wants to study abroad in various countries,” Ikono said.

Schoters platform offers some features, such as campus registration consulting and scholarships, TOEFL / IELTS preparation, test preparation such as SAT / GRE / GMAT, document translation services, other foreign language courses (German, Japanese, Korean, Arabic), installment assistance, and tuition payment. Schoters intends to solve any problems faced by prospective students. In addition to being accessible through the website, Schoters also provides an application on the Android platform.

“Schoters’ business model is a marketplace that involves partners with expertise in specific services. Schoters takes fees from each transaction made by students to these partners,” Ikono said.

Available for everyone

Regarding the key features that distinguish Schoters with previous platforms, Ikono highlighted some companies engaged in similar business sectors tend to reach only the upper middle segment. Therefore, it is perceived that studying abroad is expensive and only affordable for certain classes.

“At Schoters, we present an affordable alternative preparation service, that anyone can make their dream of studying abroad come true. In addition, unlike Schoters which already full online, some other companies are still opening and outreach conventional offline-based classes (with branches in big cities),” Ikono said.

To date, Schoters has more than 200 thousand active users throughout Indonesia. They noted many students from outside the city who are yet to have access by other service providers.

“The fun thing is when they took part in the Schoters program and finally managed to go abroad for Bachelor, Master, or Doctoral degree. Schoters currently has helped students get hundreds of admissions on campus and scholarships in more than 15 countries. Starting from Japan, United Kingdom (UK), Australia, New Zealand, Korea, China, Russia, the Netherlands, Switzerland, Thailand, Malaysia and so on,” Ikono added.

In the near future, the company plans to raise Pre-Series A fund. During the Covid-19 pandemic, it is quite affecting the course of the company’s business. However, Schoters claims to solve it with a special strategy.

“Using the right marketing strategy, the team managed to make a turnaround, which is uniquely attract many students to come and study at Schoters for more productive time during work and study at home. It s enough said, there is no significant negative impact from The Covid-19 pandemic to our business,” Ikono said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Schoters Jembatani Kebutuhan Pelajar Lanjutkan Pendidikan ke Luar Negeri

Bertujuan untuk membantu siswa lulusan SMA/K dan profesional yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, Radyum Ikono (CEO) dan Muhammad Aziz (COO) kemudian mendirikan Schoters. Beroperasi sejak Januari 2019, platform edutech ini berbentuk marketplace yang memberikan kemudahan kepada penggunanya untuk mendapatkan akses pendidikan di luar negeri.

“Saya melihat bahwa begitu banyak warga Indonesia dari pelajar SMA hingga profesional yang ingin kuliah ke luar negeri untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Namun demikian, akses terhadap informasi dan persiapannya sangat terbatas. Kami kemudian mendirikan Schoters sebagai platform yang memberikan end-to-end solution untuk siapa pun yang ingin study abroad ke negara manapun,” kata Ikono.

Fitur-fitur yang ditawarkan pada platform Schoters adalah konsultasi pendaftaran kampus dan beasiswa, persiapan TOEFL/IELTS, persiapan tes seperti SAT/GRE/GMAT, layanan penerjemahan dokumen, kursus bahasa asing lainnya (Jerman, Jepang, Korea, Arab), hingga bantuan cicilan pembayaran uang kuliah. Schoters ingin agar masalah apapun yang dihadapi oleh calon siswa dapat dibantu untuk diatasi. Selain bisa diakses melalui situs web, Schoters memiliki aplikasi untuk platform Android.

“Model bisnis Schoters adalah marketplace yang melibatkan mitra yang memiliki keahlian dalam jasa-jasa yang spesifik. Schoters mengambil fee dari setiap transaksi yang dilakukan oleh siswa terhadap mitra tersebut,” kata Ikono.

Menjangkau seluruh kalangan

Disinggung apa yang membedakan Schoters dengan layanan serupa yang sudah hadir lebih dulu, Ikono menegaskan beberapa perusahaan pada sektor study abroad lainnya cenderung hanya menyentuh segmen menengah ke atas. Sehingga dipersepsikan bahwa kuliah ke luar negeri itu mahal dan hanya terjangkau untuk kalangan tertentu.

“Di Schoters, kami menyajikan alternatif layanan persiapan yang terjangkau, sehingga siapa pun bisa mewujudkan mimpinya untuk kuliah ke luar negeri. Selain itu, berbeda dengan Schoters yang sudah full online, beberapa perusahaan lain di sektor study abroad masih membuka kelas dan outreach konvensional berbasis offline (dengan cabang-cabang di kota besar),” kata Ikono.

Hingga saat ini Schoters telah memiliki lebih dari 200 ribu pengguna aktif, yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia. Schoters mencatat, banyak para siswa berasal dari kota-kota yang umumnya tidak dijangkau oleh penyedia layanan lainnya.

“Yang menyenangkan juga adalah ketika mereka mengikuti program Schoters dan akhirnya berhasil berangkat ke luar negeri untuk jenjang S1, S2 maupun S3. Saat ini Schoters telah membantu siswa mendapatkan ratusan acceptance pada kampus dan beasiswa di lebih dari 15 negara. Mulai dari Jepang, United Kingdom (UK), Australia, New Zealand, Korea, Tiongkok, Rusia, Belanda, Swiss, Thailand, Malaysia dan lain sebagainya,” kata Ikono.

Dalam waktu dekat, perusahaan berencana melakukan penggalangan dana untuk tahapan Pra- Seri A. Selama pandemi virus Covid-19 berlangsung saat ini, cukup mempengaruhi jalannya bisnis perusahaan. Namun Schoters mengklaim telah mengakalinya dengan strategi khusus.

“Dengan strategi marketing yang tepat, tim berhasil melakukan turnaround, yang justru uniknya banyak siswa yang datang dan ingin belajar di Schoters karena ingin mengisi waktu produktif selama masa bekerja dan belajar di rumah. Dapat dikatakan bahwa secara bisnis, tidak ada dampak negatif yang signifikan dari pandemi Covid-19 ini,” kata Ikono.

Application Information Will Show Up Here