Pendapat Beberapa Sosok FPS Indonesia Terhadap Valorant

Pekan lalu, gamers di seluruh dunia dimeriahkan dengan kehadiran salah satu FPS terbaru besutan Riot Games, Valorant. Secara sekilas, Valorant terlihat biasa saja, seperti CS:GO, namun memiliki karakter dengan skill khusus layaknya Overwatch. Namun nama besar Riot Games mungkin bisa dibilang menjadi salah satu daya tarik terhadap game ini. Apalagi saat proses pengembangan, Riot Games juga mempromosikan server 128 tick-rate yang katanya banyak diinginkan oleh pemain game FPS kompetitif lainnya.

Satu pekan berlalu, banyak gamers di Indonesia juga segera mencoba game yang satu ini, tak terkecuali sosok-sosok yang bisa dibilang sudah cukup veteran di komunitas FPS Indonesia. Kira-kira apa pendapat mereka terhadap Valorant? Dalam artikel ini saya menanyakan pendapat tiga sosok, Antonius Wilson (Wooswa), Wibi Irbawanto (8Ken), dan perwakilan pemain Team Scrypt yang merupakan tim Rainbow Six: Siege profesional asal Indonesia. Berikut pendapat mereka:

Antonius Wilson a.k.a Wooswa

“Menurut gue game ini berpotensi untuk jadi besar.” Ucap sosok yang terkenal sebagai seorang shoutcaster CS:GO dan PUBG Mobile. “Tapi gue sendiri nggak mengerti, kenapa orang-orang mengatakan bahwa game ini akan membuat CS:GO mati. Karena menurut gue, ini adalah dua game yang sangat berbeda. CS:GO sudah menjadi game klasik yang sulit untuk dijatuhkan, apalagi kalau sampai mereka jadi merilis CS:GO dengan menggunakan engine Source yang baru. Yang seharusnya khawatir adalah Overwatch, karena gue rasa mereka yang akan kena dampak paling besar jika Valorant berhasil menjadi populer.”

Wooswa sendiri tidak hanya menjadi seorang shoutcaster. Belakangan ia juga sedang rajin melakukan livestream via channel Youtube miliknya, dan memainkan Valorant. Jadi tak heran jika ia sedikit banyak paham dengan seluk beluk Valorant secara gameplay. Maka dari itu saya juga menanyakan pendapat dirinya soal kesiapan Valorant untuk menjadi esports dari segi balancing Agents, Map, dan aspek lainnya.

“Masih butuh waktu bagi game ini untuk menjadi esports. Jelas, penyelenggara event bakalan sangat senang dengan game ini, karena spesifikasi hardware yang dibutuhkan relatif ringan dan mudah sekali untuk membuat custom room. Dibanding dengan CS:GO, yang secara spesifikasi lumayan berat, terutama untuk kebutuhan esports, dan juga kerumitan teknis jika ingin membuat turnamen.” Ucapnya membahas kesiapan Valorant menjadi esports dari segi teknis.

“Tapi, masih ada beberapa hero yang harus di-nerf atau buff, beberapa titik map harus di-revamp, beberapa hal dari sistem ekonomi juga harus ada yang dimodifikasi lagi. Kenapa? Karena masa iya elo bisa melihat informasi ekonomi musuh dari scoreboard? Gue rasa itu terlalu mudah, dan mengurangi tingkat kompetitif dari game ini.” tukas Wilson membahas soal kesiapan Valorant untuk esports dari sudut pandang balancing Map dan Agents.

Rixx dan Tolji dari Team Scrypt

Pembaca setia Hybrid mungkin tak asing lagi dengan nama Team Scrypt. Merupakan salah satu tim Indonesia yang bertanding di R6S: ESL Pro League musim lalu, mereka ternyata juga tidak kelewatan mencoba Valorant. Untuk membahas FPS terbaru dari Riot Games ini, Team Scrypt diwakili oleh Richard Nixon Latief (Nixx) dan Reinaldo Gilbert (Tolji).

Gamenya seru, membawa gue ke nostalgia main Counter-Strike, tapi tentu dengan mempelajari ulang mekanik game dan juga mapnya.” Ucap Rixx. “Seru bakal jadi the next CS:GO tapi fast pace.” Tolji menambahkan.

Sumber: Dokumentasi Pribadi Wibi
Rixx (kiri) dan Tolji (kanan) pemain profesional Rainbow Six: Siege dari Team Scrypt yang ternyata juga turut mencicipi Valorant. Sumber: Dokumentasi Pribadi Wibi

Lebih lanjut, Rixx dan Tolji lalu membahas soal kesiapan Valorant untuk jadi esports. Tolji dengan cukup jelas membahas soal balancing Valorant yang masih harus sedikit di-tweak agar jadi lebih baik. “Menurut gue map Bind itu terlalu susah untuk sisi defender. Alasannya adalah karena opsi rotasi dari B ke A cuma 2, yaitu flank atau lewat Defender Side.” ucap Tolji. “Kalau dari sisi Agents, sejauh ini sudah cukup balance. Cuma kayanya Agents entry (Duelist) agak terlalu banyak.” lanjut Tolji.

Pendapat Rixx soal kesiapan Valorant untuk esports cukup senada dengan Wilson, yaitu soal kehadiran custom map. Selain itu Rixx juga menambahkan “Walau terlihat familiar, tapi menurut gue Valorant itu berhasil membedakan dari FPS esports yang lain. Riot berhasil membuat game ini punya pace yang lebih cepat dan membuat para pemainnya harus gesit mengambil keputusan di tengah pertandingan.” ucapnya.

Wibi Irbawanto a.k.a 8Ken

Sumber: Dokumentasi Pribadi Wibi
Wibi Irbawanto (kiri) a.k.a 8Ken yang tak hanya merupakan sosok shoutcaster, tapi juga merupakan salah satu pemain game genre FPS sejak lama. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Seperti Wilson, Wibi juga adalah seorang shoutcaster yang dulu aktif di skena CS:GO dan sempat menjadi shoutcaster untuk PUBG Mobile Pro League Indonesia Season 1. Sepekan mencoba Valorant, Wibi memberikan pendapatnya yang komperhensif terhadap FPS besutan Riot Games yang satu ini.

Wibi membuka pembahasan terhadap Valorant dari sisi potensi game ini di dalam pasar game FPS yang sudah ada saat ini. “Menurut saya, game ini dibuat untuk menyentuh pasar yang menarik. Valorant dirancang untuk beberapa segmentasi pasar sekaligus, dan salah satu pasar terbesar dari game ini justru adalah orang-orang yang punya sedikit atau bahkan tidak punya pengalaman game FPS sama sekali.” ucap Wibi.

“Untuk itu saya setuju dengan apa yang sempat dikatakan Shroud dalam salah satu sesi streaming yang ia lakukan, bahwa Valorant punya skill-cap yang lebih rendah daripada CS:GO, karena memang game ini dirancang tidak serumit CS:GO. Namun di waktu bersamaan Shroud juga bilang bahwa game ini sangat menyenangkan. Saya juga sangat setuju dengan pendapat tersebut, karena gimmick berupa skill yang berbeda-beda dari masing-masing Agent membuat Valorant jadi lebih berwarna.”

Selain itu, Wibi juga menambahkan bahwa Valorant menyentuh satu titik tengah di dalam persaingan game FPS dengan menyajikan berisikan fitur-fitur terbaik dari FPS lainnya. “Dia punya elemen R6S lewat mekanik Agent, gameplay tactical-shooter ala CS:GO, dan ditambah dengan personalita serta skill masing-masing Agents Valorant yang vibrant ala Overwatch, membuat game ini jadi punya daya tarik sendiri. Walau belum sempurna, tetapi Valorant mengambil aspek terbaik dari FPS yang sudah ada, mengurangi yang buruk, dan menjadikannya suatu game tersendiri.”

Wibi juga menambahkan soal alasan kenapa Valorant punya potensi populer yang sangat besar, yaitu karena Free to Play. Jika Anda belum tahu atau mungkin baru sadar, hampir kebanyakan game FPS kompetitif yang sudah ada itu berbayar. Overwatch kini dibanderol seharga US$19.99, CS:GO dulu dibanderol seharga Rp215.999, dan Rainbow Six: Siege dibanderol seharga Rp229.000.

Lalu membahas soal esports, Wibi juga punya pendapat yang serupa dengan dua sosok sebelumnya, yaitu penyediaan custom-room yang membuat game ini satu langkah lebih jauh dibanding dengan FPS kompetitif lainnya.

“Dulu Overwatch punya isu IP clash saat ingin bergabung dalam custom-lobby, begitupun dengan Year 1 R6S, apalagi CS:GO yang memaksa penyelenggara turnamen untuk menyewa server sendiri dalam menjalankan custom-lobby. Apex Legends dan Fortnite apalagi, padahal dua game tersebut sempat populer di Indonesia, tapi gara-gara sulit membuat custom-room, game ini jadi meredup. Jadi ini sebenarnya adalah kabar baik untuk para event organizer di Indonesia! Membuat turnamen jadi lebih mudah.”

Dari pembahasan soal custom-room, Wibi lalu melanjutkan pembahasan dari segi balancing. Soal map, satu yang ia keluhkan sebenarnya adalah variasinya yang masih terlalu sedikit. Namun, satu hal yang membuat kemungkinan Valorant semakin besar untuk jadi esports lagi-lagi adalah karena mereka membuat Valorant familiar bagi pemain lama di FPS, lewat sistem 3-way lane yang mereka sajikan. “Memang sistem tersebut pun juga mereka hadirkan dengan beberapa gimmick, seperti map Bind yang punya teleporter dari A ke B dan sebaliknya, atau map Haven yang punya 3 bombsite.”

Lalu soal Agents, Wibi menganggap bahwa Riot Games memang perlu melakukan balancing lebih lanjut terhadap karakter yang ada. “Ini cukup wajar, karena selama open-beta, mereka masih fokus dalam urusan stabilitas server.” ucapnya. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa sedikit banyak meta Valorant sudah terbentuk, yang mana belum bisa dibilang sepenuhnya seimbang.

“Kita sudah bisa melihat bagaimana Sage jadi Agent wajib di game ini karena bisa menghidupkan Agent lain. Sementara itu, di waktu bersamaan ada juga Agent seperti Jett, yang sebenarnya adalah salah satu poster girl bagi Valorant, namun perannya di dalam pertandingan cenderung insignifikan jika dibanding Agent lain.

Sedikit menanggapi dari pendapat sosok-sosok di atas, saya sendiri kuran lebih banyak setuju dengan pendapat mereka. Dan menurut saya, yang membuat Valorant terasa lebih khas adalah kehadiran sosok-sosok Agents. Hal tersebut membuat game tactical FPS kompetitif yang cenderung kaku, jadi lebih segar dengan sajian personalita masing-masing Agents yang datang dari latar budaya yang berbeda-beda.

Jadi bagaimana dengan Anda? Sudah mencicipi Valorant? Bagaimana pendapat Anda akan game ini?

Sepak Terjang DRivals dan Team Scrypt Selama 2019

Tanpa terasa penghujung tahun 2019 sudah di depan mata. Banyak hal terjadi pada dunia esports. Tahun 2019 juga jadi tahun yang dinamik bagi Hybrid.co.id. Sejak lepas dari status ‘beta’ pada Februari 2019 lalu, Wiku Baskoro co-founder Hybrid.co.id sudah mengemukakan alasan atas hadirnya Hyrid di ekosistem esports.

Sejak awal, Hybrid tak hanya sekadar ingin menjadi media yang mewartakan perkembangan esports dan gaming, tetapi Hybrid juga ingin agar kehadirannya bisa memberi dampak berarti kepada ekosistem esports dan gaming lokal. Mendukung dan membantu tim, yang merupakan bagian ekosistem esports, ke arah lebih baik menjadi salah satu dari banyak cara Hybrid untuk mewujudkan visi tersebut.

Pada tahun ini, Hybrid mendukung dua tim esports di dua cabang game berbeda. Pertama ada DRivals, yang punya jajaran petarung Tekken 7 papan atas di skena Jakarta dan sekitarnya. Kedua ada Team Scrypt, tim berisikan sekelompok anak muda penuh ambisi mengejar prestasi di skena internasonal Rainbow Six: Siege.

Dalam artikel ini, kami akan sedikit melakukan kilas balik atas perjalan, prestasi dan pencapaian kedua tim tersebut sepanjang tahun 2019 ini.

Renjana berbuah prestasi

Passion, satu kata yang bisa dibilang sebagai bibit perkembangan dunia esports sampai jadi sebesar ini. Walau pada nyatanya passion saja tidak cukup membuat Anda bertahan di esports, namun perasaan mencintai hal yang dilakukan tetap menjadi bahan bakar yang membuat orang tetap punya alasan untuk terus melakukan apa yang ia lakukan.

Begitu juga dengan DRivals dan Team Scrypt. Saya bisa bilang bahwa kedua tim tersebut adalah tim yang sangat ambisius dan punya passion kuat dalam mengarungi kerasnya dunia esports. Banyak pemain mungkin sudah menyerah bertarung dalam dunia kompetisi game seperti Tekken 7 atau Rainbow Six: Siege. Selain kompetisinya yang keras, keuntungan material pada skena dua game tersebut juga bisa dibilang tidak sebesar skena mobile game yang memang belakangan sedang booming di Indonesia.

“Gue cukup yakin bahwa tim Indonesia itu pantas untuk menghadapi dan bisa menang lawan tim-tim hebat tingkat internasional. Karena hal itu gue jadi terus semangat untuk mengejar cita-cita gue, yaitu menjadi tim dan juga pemain Rainbow Six: Siege terbaik di dunia.” ujar Ilham Surya (Sunan), kapten tim Scrypt kepada saya dalam sesi Hybrid Talk yang kami lakukan November 2019 lalu.

Sumber: Facebook pribadi Jovian Cobus
Sumber: Facebook pribadi Jovian Cobus

Jovian (Cobus) kapten tim DRivals juga menceritakan bagaimana passion menjadi bahan bakar utamanya dalam mencapai mimpi jadi juara di skena Tekken. Dalam postingan pribadinya, ia mengatakan, “Sejak awal gue main Tekken pada zaman sekolah, kalah berkali-kali, gue gak pernah menyerah. Sampai akhirnya di tahun ini, gue yakin usaha keras memang tidak akan mengkhianati hasil. Karena pada akhirnya gue berhasil mendapatkan prestasi yang memuaskan setelah perjuangan keras tersebut.”

Tak heran jika ada banyak hal terjadi pada tahun 2019 ini. Mulai dari prestasi, sampai tantangan yang memberi pelajaran positif bagi kedua tim. DRivals mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berawal dari hanya memenangkan kompetisi tingkat grassroot saja, mereka mendapatkan puncak prestasinya saat Anthony (TJ), menjadi runner-up di gelaran IENC Road to SEA Games 2019. Jovian juga mengatakan bahwa kompetisi itu masih jadi salah satu pertandingan Tekken 7 terberat yang mereka jalani. Kompetisi tersebut juga menjadi turning point bagi DRivals yang membuat mereka jadi lebih terorganisir seperti sekarang.

Tahun 2019 dari kacamata kedua tim

Menjadi tahun kebangkitan bagi skena Tekken 7 di Indonesia, 2019 juga berarti banyak bagi DRivals. Pada awalnya tim ini hanyalah satu geng pertemanan di dalam komunitas Tekken. Dimulai dari dua bersaudara Aldo (JackBoostin) dan Aldi (NoDrop), DRivals ternyata menemukan teman-teman sepemikiran di sepanjang perjalanannya, yang membuatnya kini jadi berisikan 21 orang.

Momen IENC Road to SEA Games 2019 menjadi momen yang mendorong mereka untuk lebih serius mengembangkan tim. Ketika itu DRivals mendapat momentum dengan menempatkan dua anggotanya di top 3 kompetisi tingkat nasional. Selain TJ di posisi 2, adik Jovian yaitu Javier (Ayase), juga berhasil mendapatkan peringkat ketiga.

Dari momen tersebut, mereka mulai berusaha mengembangkan sayapnya, memperkenalkan DRivals kepada khalayak lebih banyak. Sejak Agustus, mereka mulai membuat konten streaming dengan berbagai program seperti DRivals Gopay Challenge, DRivals Cup, dan DRivals Team War.

Selain itu, mereka juga giat membuat konten video seputar Tekken. Hybrid turut membantu hal ini dengan menyediakan fasilitas berupa studio bagi DRivals dalam membuat konten talkshow, tutorial, bedah match, dan lain sebagainya.

Jovian bercerita, buah dari usahanya mengenalkan DRivals dan Tekken ke khalayak ramai ternyata berhasil menarik perhatian yang cukup positif. Saat ini, channel Youtube DRivals on Air sudah punya 600 subscribers. Bukan angka yang besar kalau dibanding JessNoLimit, tapi itu adalah jumlah yang cukup besar bagi channel Youtube dengan konten Tekken 7 berbahasa Indonesia.

Dokumentasi Hybrid - Ajie Zata
Dokumentasi Hybrid – Ajie Zata

Usaha mereka memperkenalkan DRivals ke komunitas juga terbukti berhasil menarik perhatian. Jumlah anggota mereka bertambah dengan cukup signifikan. Apalagi kehadiran Hybrid Dojo sebagai ajang temu komunitas Tekken 7, juga mempermudah DRivals untuk bertemu kawan baru dan petarung potensial untuk direkrut ke dalam tim.

Berkat itu, DRivals yang awalnya hanya beranggotakan 9 orang saja, kini berkembang jadi punya 2 sub-divisi. Kini mereka punya sub-divisi bernama DRivals X, berisikan 9 orang pemain berusia muda yang punya penuh potensi. Sub-divisi kedua mereka adalah wadah bagi pecinta Tekken perempuan untuk berkomunitas dan berlatih tanding yang bernama DRivals Girls. Saat ini, sub-divisi perempuan DRivals baru memiliki 3 orang anggota saja.

Setelah cukup menguasai skena kompetisi di sekitar Jabodetabek, tahun 2019 juga jadi momentum DRivals menjajal kemampuannya pada pertandingan yang ada di luar Indonesia. Sampai saat ini, ada dua pemain DRivals yang sudah berangkat ke luar negeri, yaitu TJ yang bertanding pada REV Major 2019, dan Retardo yang mengikuti Last Chance Qualifier TWT 2019.

Bukan hanya bagi DRivals, tahun 2019 juga jadi tahun yang penting untuk Team Scrypt. Ajie Zata (WildLotus) manajer Team Scrypt mengatakan bahwa tahun 2019 adalah tahun kompetitif kedua bagi mereka. Walau mungkin tidak diwarnai prestasi-prestasi gemilang, namun mereka menghadapi momen naik turun yang memberi banyak pelajaran bagi proses perkembangan tim. Tantangan pertama yang harus mereka terima adalah menghadapi 2019 dengan tanpa dukungan organisasi esports. Momen ini terjadi tepatnya pada akhir 2018 lalu, ketika Aerowolf akhirnya melepas Sunan dan kawan-kawan, dan memaksa mereka berjalan sendiri dengan nama Team Scrypt.

Belum lagi di awal 2019 mereka juga harus menghadapi bongkar pasang roster, seperti Lads dan Kenody yang keluar karena beberapa urusan dan Array yang memutuskan untuk tetap bermain bersama Aerowolf. Akhirnya untuk Pro League 9, mereka bertnding dengan roster berisikan Sunan, Kicked, Evou, Quervo, dan SpeakEasy.

Badai pergantian roster tidak berhenti sampai situ saja. Setelah first-half Pro league 9, SpeakEasy juga keluar, memutuskan untuk gabung dengan Aerowolf. Rixx datang sebagai pengganti. Namun demikian, semangat Team Scrypt untuk menembus skena Internasional tetap tak terhentikan.

Sumber: dokumentasi - Team Scrypt
Sumber: dokumentasi – Team Scrypt

Mereka berusaha mengikuti qualifier kompetisi besar seperti Raleigh Major, ataupun menembus tingkat yang lebih tinggi lewat Pro League. Berkali-kali hampir lolos, namun usaha mereka sepertinya masih belum bisa membuahkan hasil yang manis. Namun demikian, disela itu mereka juga mendapat buah prestasi di kancah lokal lewat gelaran ESL Indonesia Community Cup.

Namun demikian, mereka kembali harus menghadapi tantangan. Ini mungkin adalah tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh Team Scrypt pada tahun 2019. Pada R6 Pro League Season 10, mereka harus menerima satu kejadian yang cukup membuat terpukul. Kejadian tersebut adalah ketika mereka harus berjibaku dengan masalah internal, yang membuat Team Scrypt terdepak dari Pro League dan dipaksa mendaki dari awal lewat Challenger League Season 10.

Sumber: dokumentasi - Team Scrypt
Sumber: dokumentasi – Team Scrypt

Namun, tantangan datang dengan berkah, Array setuju untuk kembali bergabung dengan Team Scrypt. Tolji, pemain muda andalan Team Scrypt akhirnya cukup umur untuk mengikuti kompetisi Pro League. Kedatangan pemain tersebut, Ajie akhirnya memutuskan turun dari dunia kompetitif dan fokus menjadi manajer tim.

Setelah jatuh bangun di Challenger League Season 10, kembali menghadapi bongkar pasang roster, mereka akhirnya berhasil memenangkan kompetisi tersebut yang memberi Team Scrypt hak atas slot ProLeague Season 11 yang dimulai pada Januari 2020 nanti. Selain dari itu, jelang akhir tahun ini Team Scrypt juga mendapat buah prestasi lokal berupa juara pertama di gelaran R6S Road to Hybrid Cup #1.

Tantangan untuk menjadi lebih baik

Terlepas dari semua tantangan yang dihadapi DRivals dan Team Scrypt, tahun 2019 tetap menjadi tahun yang penting dengan berbagai prestasi yang mereka kumpulkan sepanjang tahun ini. Berikut pencapaian DRivals dan Team Scrypt sepanjang tahun 2019.

Deretan Pencapaian Drivals tahun 2019

  • Januari 2019 – MyRepublic FightFest
    • DRivals | TJ – 2nd place
  • Februari 2019 – ExtraXpo CIMB Niaga
    • DRivals | TJ – 2nd place
  • Maret 2019 – ESL Indonesia
    • DRivals | Ayase – 2nd place
  • Mei 2019 – MSI Invitation Gaming Competition
    • DRivals | TJ – 1st place
  • Juli 2019 – IENC Road to SEA Games 2019
    • DRivals | TJ  – 2nd place
    • DRivals | Ayase  – 3rd place
  • Agustus 2019 – Gelar Jepang UI Tekken Competition
    • DRivals | Cobus – 2nd place
  • September 2019 – Hybrid Cup Tekken 7
    • DRivals | TJ – 2nd place
    • DRivals | Pricefield – 3rd place
  • Oktober 2019 – Indonesia Comic Con 2019 Tekken 7 Competition
    • DRivals | Cobus – 2nd place
  • Oktober 2019 – Creator SuperFest 2019 Tekken 7 Competition
    • DRivals | RTM
Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Hybrid Cup Series Play on PC Tekken 7 Team Fight. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono
  • November 2019 – Hybrid Cup Series Play on PC Tekken 7 Team Fight
    • (DRivals On Air) TJ, Cobus, Ayase – 1st place
    • (DRivals NightCook) RTM, PriceField, Zwei – 2nd place
    • (DRivals | Retard Brothers) Jackbosstin, NoDrop, Retardo – 3rd Place
  • Desember 2019 – Asus ROG Tekken 7 Competition
    • DRivals | Cobus – 1st place
    • DRivals | RTM – 3rd place
  • Desember 2019 – Lenovo Legion Tekken 7 competition
    • DRivals | Cobus – 1st place
    • DRivals | TJ – 3rd place
  • Desember 2019 – ExgCon Tekken 7 Tournament by Advanced Guard
    • DRivals | Cobus – 1st place
  • Desember 2019 – Lenovo Legion Legacy Tekken 7 Competition
    • DRivals | Cobus – 2nd place
    • DRivals | NoDrop – 3rd place

Deretan Pencapaian Team Scrypt tahun 2019

  • April 2019 – ESL Pro League Season 9 SEA – 3rd place
  • Agustus 2019 – Raleigh Major Qualifier – 3rd place
  • Agustus 2019 – ESL Indonesia Community Cup – 1st place
  • November 2019 – ESL Challengger League Season 10 SEA – 2nd Place (Qualified to ESL Pro League Season 11)
  • November 2019 – Six Invitational Open Qualifier SEA – 1st place
  • November 2019 – Six Invitational Closed Qualifier SEA – 2nd place

Team Scrypt dan juga DRivals, keduanya siap menyongsong tahun baru 2020 dengan semangat dan pencapaian-pencapaian baru yang ingin dicapai. Ajie bercerita, untuk Team Scrypt, mimpi besar mencapai panggung Six Invitational masih jadi yang utama. Lalu untuk mencapai itu, Ajie melengkapinya dengan mimpi-mimpi yang lebih kecil seperti lolos ke dalam gelaran Major, dan juga mencapai APAC Finals di Pro League season 11.

Sambil mencapai hal tersebut, Team Scrypt juga terus berusaha mempublikasikan R6S ke komunitas dan juga khalayak umum. Selain dengan bantuan Hybrid sebagai rekan media, mereka juga memiliki beberapa channel pribadi milik beberapa pemain. Seperti Kicked dengan channel Youtube miliknya, serta Quervo dan Array dengan channel Twitch miliknya masing-masing.

Sementara bagi DRivals, tujuan mereka di tahun 2020 adalah semakin mengembangkan sayap mereka di skena lokal dan internasional. “Kami ingin bisa menjaring lebih banyak bakat baru di Tekken Indonesia. Selain itu, kami juga ingin bisa lebih memberi pengaruh kepada ekosistem, agar masyarakat bisa lebih mengenal Tekken.” ucap Jovian kepada Hybrid.

Setelah cerita panjang naik turun kedua tim di tahun 2019, mari kita bersiap dan berdoa, agar 2020 nanti juga menjadi tahun yang baik bagi kedua tim dan juga Hybrid. Kami dengan visi untuk memberi dampak kepada ekosistem esports Indonesia, akan tetap mendukung kedua tim tersebut agar mereka bisa menggapai mimpi-mimpinya di tahun 2020 nanti.

Header Image by Hybrid – Ajie Zata

Aerowolf Juarai Kualifikasi Raleigh Major SEA, Tim Indonesia Peringkat 3

28 Juni 2019, Aerowolf akhirnya berhasil menjuarai kualifikasi Raleigh Major regional Asia Tenggara setelah mengalahkan Xavier Esports dari Thailand.

Aerowolf sendiri sebenarnya merupakan organisasi esports asal Indonesia namun roster tim R6S (Rainbow Six: Siege) mereka terdiri dari pemain-pemain luar negeri, Tiongkok, Malaysia, Singapura, dan Taiwan. Meski demikian, semua pemain mereka saat ini memang sedang kuliah dan berdomisili di Singapura.

Tim Indonesia yang memang berisikan para pemain Indonesia, Team Scrypt, juga sebenarnya berhasil melangkah sampai Lower Bracket Final. Sayangnya, mereka harus tumbang melawan Xavier. Meski begitu, prestasi dan perjuangan mereka tetap tak bisa dipandang sebelah mata karena mereka bisa finis top 3 di tingkat Asia Tenggara.

Ketiga tim ini, Xavier, Aerowolf, dan Scrypt, juga memang sebenarnya bisa dibilang yang terkuat di peta persilatan R6S Asia Tenggara.

Dengan kemenangan mereka di kualifikasi ini, Aerowolf, tidak bisa langsung masuk ke Raleigh Major. Mereka harus kembali bertanding untuk kualifikasi APAC melawan tim-tim Jepang, Korea Selatan, Australia-Selandia Baru (ANZ).

Berikut ini adalah tim-tim yang akan berlaga di kualifikasi APAC untuk Raleigh Major:

  • Aerowolf (Regional Asia Tenggara)
  • Cloud9 (Regional Korea Selatan)
  • CYCLOPS Athlete Gaming (Regional Jepang)
  • 0RGL3SS/Oddity (Regional ANZ)

Dari 4 tim yang berlaga, hanya ada 1 slot yang diberikan untuk ke ajang utama Raleigh Major. Meski demikian, ada 3 slot tim yang diberikan untuk regional APAC. 2 tim APAC lainnya yang langsung mendapatkan invitation adalah Nora-Rengo (Regional Jepang) dan Fnatic (Regional ANZ).

Menurut Ajie “WildLotus” Zata, pemain dan manajer Team Scrypt, final kualifikasi APAC nanti adalah antara Aerowolf melawan 0RGLESS. Namun Aerowolf yang akan memenangkan pertandingan final tadi. “Aerowolf saat ini memang sedang bagus-bagusnya dan bisa dibilang yang terbaik di Asia Tenggara sekarang. Mereka bahkan sempat mengalahkan telak jagoan Korsel, Cloud9, di Pro League APAC Final.”

Untuk main event Raleigh Major, yang akan digelar di kota Raleigh, Amerika Serikat (tanggal 12-18 Agustus 2019), ada 16 tim yang akan bertanding dengan pembagian sebagai berikut:

  • 1 juara Six Invitational 2019: G2 Esports (EU)
  • 8 finalis Pro League Season IX:
    • Evil Geniuses (NA)
    • DarkZero (NA)
    • Team Empire (EU)
    • LeStream Esport (EU)
    • FaZe Clan (LATAM)
    • Immortals (LATAM)
    • Fnatic (APAC)
    • Nora-Rengo (APAC)
  • 4 tim hasil Open Qualifier:
    • Amerika Utara (TBD)
    • Eropa (TBD)
    • Amerika Latin (TBD)
    • Asia-Pasifik (TBD)
  • 1 juara Allied Esports Vegas Minor (Team Secret)
  • 1 juara DreamHack Valencia (TBD)
  • 1 tim undangan dari negara tuan rumah (TBD)

Raleigh Major sendiri akan menyuguhkan total hadiah sebesar US$500K (sekitar Rp7,2 miliar) dengan pembagian hadiah sebagai berikut:

  • Juara 1: US$200.000
  • Juara 2: US$80.000
  • Juara 3 – 4: US$40.000
  • Juara 5 – 8: US$20.000
  • Juara 9 – 12: US$10.000
  • Juara 13 – 16: US$5.000

Apakah Aerowolf benar-benar bisa juara di kualifikasi APAC dan bertemu dengan 15 tim R6S terbaik dari seluruh penjuru dunia?

Rainbow Six: Siege Raleigh Major
Sumber: Ubisoft