Sony Berencana Hadirkan Kompatibilitas PlayStation VR dengan PC

Di saat Oculus Rift sudah dirilis dan HTC Vive tengah bersiap menyusul dalam waktu dekat, Sony rupanya lebih memilih untuk bersabar dengan merencanakan jadwal perilisan PlayStation VR di bulan Oktober mendatang. Ketiganya memang merupakan bintang virtual reality terbesar tahun ini. Kendati demikian, agak sulit membandingkan apakah PSVR bisa menawarkan pengalaman yang setara dengan Rift atau Vive.

Mengapa begitu? Alasan yang paling utama, target pasarnya berbeda. PSVR ditargetkan untuk pengguna console PS4, sedangkan Rift dan Vive untuk pengguna PC. Namun semua ini bisa berubah seandainya rencana terpendam Sony terealisasikan.

Berbicara kepada Nikkei, petinggi Sony Computer Entertainment, Masayasu Ito, menyebutkan bahwa Sony punya rencana untuk menghadirkan kompatibilitas PSVR dengan PC. Hal ini didasari oleh kemiripan komponen internal PS4 dengan PC, yang berarti kompatibilitas seperti itu pun sangat mungkin dilakukan.

Pun begitu, beliau belum berani memastikan kapan PSVR dapat disandingkan bersama PC. Sejauh ini Sony akan terus berfokus pada pengembangan game untuk PSVR, memastikan fiturnya terus bertambah seiring update dan mencoba bereksperimen dengan genregenre permainan baru untuk virtual reality.

Ditanya mengapa Sony menunda jadwal rilis PSVR dari awal tahun ini menjadi di musim semi, Ito menjelaskan bahwa penyebabnya adalah permintaan konsumen yang lebih besar ketimbang yang diestimasikan. Sony sendiri berencana memasarkan hingga 2 juta unit PSVR tahun ini saja.

Angka ini bisa mencuat lebih tinggi lagi jikalau PSVR benar-benar kompatibel dengan PC nantinya. Pasalnya, ia merupakan alternatif yang lebih terjangkau dari Rift dan Vive. Bukan dari segi banderol harganya saja, tapi spesifikasi PC yang diperlukan pastinya juga tidak sesangar permintaan Rift dan Vive. Pengguna PC yang spesifikasinya kurang mumpuni untuk Rift dan Vive tak perlu mengucurkan dana ekstra untuk upgrade hardware, beli saja PSVR seandainya sudah punya PC dengan spesifikasi yang setara atau di atas PS4.

Sumber: Polygon.

VR Headset Optoma Tak Perlu Kabel untuk Terhubung ke PC

Setelah bertahun-tahun memproduksi proyektor, Optoma mulai keluar dari zona nyamannya dengan menarget ranah virtual reality. Di ajang Game Developers Conference 2016 yang tengah dihelat di kota San Fransisco, mereka memperkenalkan VR headset perdananya.

Dibandingkan Oculus Rift dan HTC Vive, ada sesuatu yang unik dari VR headet besutan Optoma ini: ia tidak memerlukan kabel untuk terhubung ke PC. Koneksinya memanfaatkan sinyal nirkabel yang beroperasi di frekuensi 60 GHz, jauh lebih cepat dibandingkan Wi-Fi.

Hal ini membuat Optoma cukup percaya diri dengan mengklaim bahwa konten yang di-stream oleh VR headset-nya dapat berjalan mulus tanpa lag. Pun demikian, VR headset Optoma masih memerlukan aksesori terpisah berupa transmitter USB guna mengaktifkan fungsi head tracking.

Perihal spesifikasi, headset ini mengemas layar AMOLED 5,46 inci dengan resolusi 1920 x 1080 pixel dan sudut pandang seluas 90 derajat. Optoma mengembangkannya mengikuti standar OSVR yang digagaskan oleh Razer, yang berarti ia bakal kompatibel dengan konten-konten yang dirancang untuk platform tersebut.

Pendekatan yang diambil Optoma ini jelas berbeda dari headset Sulon Q yang juga nirkabel karena mengemas komponen komputer terintegrasi. Ia pun juga tidak sama dengan Samsung Gear VR atau Google Cardboard yang mengandalkan smartphone sebagai pengolah konten.

Sejauh ini belum ada informasi mendetail lebih lanjut mengenainya. Optoma pun sepertinya belum menemukan nama keren untuk headset ini selain Virtual Reality Head Mounted Display. Rencananya headset ini akan dirilis di tahun ini juga, namun belum ada kepastian tentang banderol harganya.

Sumber: PC World dan Wareable.

MyDream Swift Siap Mengubah Game Biasa Menjadi Optimal untuk Virtual Reality

Di ajang GDC 2016, Valve akan mendemonstrasikan SteamVR Desktop Theater Mode, yakni sebuah fitur dimana pengguna Oculus Rift atau HTC Vive nantinya bisa memainkan game apa saja yang tersimpan dalam library Steam-nya menggunakan VR headset masing-masing. Namun Valve rupanya tidak sendirian, developer MyDreamVR juga punya ide yang serupa.

Mereka mengumumkan aplikasi MyDream Swift yang punya fungsi sangat mirip, yakni mengubah game non-VR menjadi siap untuk dikonsumsi via sebuah VR headset. Swift terintegrasi dengan Steam, yang berarti semua game yang ada di dalam library dapat dioptimalkan untuk tampilan VR.

Kendati demikian, Swift agak sedikit berbeda karena lebih diprioritaskan untuk gamegame berjenis first-person shooter (FPS) dengan sudut pandang orang pertama. Soal kompatibilitas, Swift telah mendukung game dengan teknologi grafik DX9 maupun DX11, dan performa game dipastikan tidak akan menurun ketika dikonversi menjadi tampilan VR.

MyDream Swift

Hal lain yang unik dari Swift adalah fitur Cinema Mode, yang memungkinkan pengguna untuk meneruskan konten non-Steam (video misalnya) menuju ke VR headset. Jadi ketimbang menonton film memakai monitor, pengguna bisa menikmatinya langsung di depan mata memakai Oculus Rift atau HTC Vive.

Saat ini MyDreamVR telah menerima pre-order Swift seharga $30 lewat situs resminya, dan pengguna dipersilakan mengunduhnya mulai tanggal 28 Maret mendatang. Paket pembeliannya turut mencakup game MyDream VR seharga $20.

Sumber: TechCrunch.

Samsung Gear VR vs. Google Cardboard, Anda Pilih Mana?

Jawaban versi pendek dari pertanyaan di atas sangat mudah: kalau Anda punya smartphone Samsung Galaxy yang kompatibel, pilih Gear VR. Kalau tidak, Cardboard bisa mengobati rasa penasaran Anda terhadap virtual reality.

Namun pada kenyataannya tidak semudah itu. Meski keduanya sama-sama merupakan VR headset untuk mobile dengan cara pemakaian yang sama, Samsung Gear VR dan Google Cardboard mengemas teknologi yang berbeda. Masing-masing tentunya punya kelebihan dan kekurangan tersendiri, dan membahasnya adalah tujuan dari artikel ini.

Google Cardboard

Google Cardboard

Cardboard bisa dianggap sebagai jalan pintas atau cara cepat untuk bisa merasakan pengalaman virtual reality. Harganya murah, mulai dari puluhan sampai ratusan ribu, dan mudah sekali dipesan dari berbagai toko online. Lebih menarik lagi, ia kompatibel dengan banyak perangkat, termasuk iPhone.

Cardboard punya banyak varian, tergantung kreativitas masing-masing perancangnya. Ada yang sangat simpel, ada juga yang dilengkapi strap untuk kepala sekaligus sebuah tombol navigasi. Google bahkan menyediakan panduan lengkap sehingga Anda bisa membuat dan merakit Cardboard versi Anda sendiri.

Google Cardboard

Cardboard didukung oleh segudang konten, dimana secara teori kita tidak bakal kehabisan pilihan. Namun yang menjadi masalah, pengalaman VR terkadang tidak terasa terlalu immersive. Kok bisa? Ada banyak alasan, yang pertama soal desain. Kalau rancangannya rapi, mungkin cahaya dari luar yang ‘bocor’ ke dalam hanya sedikit. Terlepas dari itu, hal ini jelas mengurangi kesan immersive yang diberikan.

Alasan yang kedua perihal kenyamanan. Meski bobotnya ringan, lama-kelamaan pengguna pasti merasa kurang nyaman kalau tangannya harus memegangi terus. Kalaupun Anda memilih varian Cardboard yang dilengkapi strap, absennya bantalan di sekitar lensa bisa membuat mata dan hidung terasa pegal setelah beberapa waktu memakainya.

Alasan ketiga adalah seputar kontrol. Tanpa dilengkapi input kontrol, pengguna Cardboard harus bolak-balik melepas-pasang handset jika hendak berganti aplikasi.

Samsung Gear VR

Samsung Gear VR

Berbeda dengan Cardboard, Gear VR memang eksklusif untuk sejumlah perangkat Samsung Galaxy saja, termasuk S7 dan S7 Edge. Hal ini bisa dilihat sebagai kekurangan, tapi juga merupakan suatu kelebihan: karena hanya kompatibel dengan handset kelas atas yang berperforma tinggi, pengalaman VR bisa dipastikan berjalan mulus.

Jumlah konten yang dimiliki Gear VR mungkin masih kalah dibanding Cardboard, karena pengguna hanya terbatas pada konten yang tersedia di Oculus Store saja. Sekali lagi, ini bisa dianggap sebagai suatu keunggulan: semua konten dipastikan akan terasa immersive, dan banyak game dengan grafik berkualitas tinggi yang bisa dimainkan.

Samsung Gear VR

Keunggulan ini didukung oleh desain Gear VR itu sendiri. Ia memang sedikit lebih besar dan lebih berat ketimbang Cardboard, tapi secara keseluruhan lebih nyaman dikenakan. Utamanya berkat kehadiran strap untuk diikatkan ke kepala dan bantalan empuk yang mengitari sepasang lensanya. Tidak kalah penting, pengguna yang berkacamata juga tetap bisa menggunakannya dengan nyaman karena pengaturan fokus lensanya bisa disesuaikan.

Kehadiran sebuah touchpad dan sejumlah tombol kian menyempurnakan pengalaman VR yang ditawarkan. Kontrol yang lengkap ini mengeleminasi kelemahan Cardboard dimana pengguna harus melepas-pasang handset untuk mengakses konten yang berbeda. Di sini pengguna tinggal mengusap touchpad, dan gesture semacam ini bahkan juga bisa digunakan di dalam sejumlah game.

Kesimpulan

Semuanya kembali pada kebutuhan pengguna. Cardboard sepertinya sangat cocok bagi Anda yang ingin berbagi pengalaman VR bersama keluarga atau teman; pasangkan di depan mata, lalu oper ke anggota keluarga lain untuk saling berbagi keasyikan yang ditawarkan teknologi virtual reality.

Harganya yang terjangkau kian mendukung premis tersebut, apalagi ia kompatibel dengan banyak smartphone. Semakin banyaknya jumlah video 360 derajat, baik di YouTube atau Facebook, juga bisa menjadi alasan mengapa Cardboard wajib dimiliki pengguna smartphone.

Akan tetapi kalau yang Anda cari adalah pengalaman virtual reality terbaik dalam wujud yang portable dan nirkabel, Gear VR adalah pilihan terbaik, apalagi kalau smartphone yang Anda pakai adalah Galaxy Note 5, S6, S6 Edge, S6 Edge+, atau malah S7 dan S7 Edge.

Pada dasarnya, tagline “Powered by Oculus” yang diusung Gear VR bukan gimmick semata. Oculus sepertinya benar-benar mengoptimalkan Gear VR semaksimal mungkin, dan itu bisa dilihat dari variasi konten bermutu yang tersedia untuk Gear VR.

Pendiri Oculus: VR Headset Kami Sementara Hanya Kompatibel dengan Windows

Melihat daftar spesifikasi yang dibutuhkan untuk menjalankan Oculus Rift, tampak jelas bahwa sistem operasi yang didukung hanyalah Windows. Tapi benarkah seperti itu? Apa mungkin Oculus lupa mencantumkan Mac OS X dan Linux pada saat itu?

Tidak, Oculus sama sekali tidak lupa. Berdasarkan penjelasan terbaru dari pendiri Oculus, Palmer Luckey, salah satu VR headset yang paling dinanti tersebut memang hanya akan kompatibel dengan PC bersistem operasi Windows 7 SP1 atau lebih.

Dalam wawancaranya dengan ShackNews, beliau menjelaskan bahwa semuanya kembali pada fakta dimana Apple tidak memprioritaskan kartu grafis kelas atas. Bahkan varian Mac Pro termahal seharga $6.000 yang ditenagai kartu grafis AMD FirePro D700 pun masih belum bisa menyamai spesifikasi yang direkomendasikan, yakni Nvidia GeForce GTX 970.

Bukan, ini bukan soal Nvidia vs. AMD, tapi memang kartu grafis FirePro D700 itu bukan dirancang untuk kebutuhan gaming, melainkan untuk proses rendering di kalangan pembuat film atau desainer profesional. Oculus bukannya tidak mau mendukung lini perangkat Mac, tapi memang kenyataannya belum ada laptop atau komputer buatan Apple yang ditenagai kartu grafis seperkasa GeForce GTX 970.

Jadi dengan kata lain, sebelum Apple meluncurkan perangkat Mac yang ditenagai kartu grafis kelas atas macam GTX 970, Oculus Rift hanya akan kompatibel dengan platform Windows saja.

Luckey lanjut menjelaskan bahwa tahap pengembangan Oculus untuk platform OS X dan Linux sengaja dihentikan guna berfokus pada Windows. Maksudnya, mereka ingin semuanya berjalan mulus ketika Oculus Rift sudah resmi meluncur ke pasaran nanti, baik dari segi hardware, software maupun konten. Untuk sementara tidak ada rencana kapan Oculus bakal menghadirkan dukungan buat OS X dan Linux.

Sumber: Cult of Mac. Gambar header: Oculus.

McDonald’s dan Coca-Cola Kini Juga Punya Virtual Reality Headset

Masih ingat kalau dulu kita sering merengek ke orang tua minta dibelikan paket Happy Meal di McDonald’s karena ada hadiah action figure Ronald, Hamburglar, Grimace dll yang lucu-lucu? Well, zaman sudah berubah. Paket Happy Meal sekarang hadiahnya virtual reality headset, paling tidak itu yang tengah dialami oleh anak-anak di Swedia.

McD tidak bercanda, mereka belum lama ini meluncurkan kampanye Happy Goggles di negara beribukota Stockholm tersebut. Nama ini sengaja diambil karena hadiah VR headset bukannya tersimpan di dalam kotak Happy Meal, melainkan kotak itu sendirilah yang bisa disulap menjadi sebuah VR headset.

McDonald's Happy Goggles

Kotak Happy Meal khusus ini bisa disobek-sobek, lalu dilipat membentuk sebuah VR headset ala Google Cardboard. Selanjutnya anak-anak tinggal menyelipkan sepasang lensa yang termasuk dalam paket pembelian, lalu sebuah smartphone milik pribadi, dan voila, mereka bisa langsung terjun ke dalam dunia virtual.

McD tak lupa menyertakan sebuah game olahraga ski berbasis VR dengan judul Slope Stars yang bisa diunduh di smartphone. Mengapa ski? Karena kampanye ini sengaja dibuat untuk merayakan liburan musim dingin Sportlov, dimana masyarakat Swedia biasanya banyak menghabiskan waktunya untuk berski.

Namun McDonald’s bukan satu-satunya brand non-teknologi yang ikut meramaikan tren virtual reality. Coca-Cola baru-baru ini juga mengungkap desain kemasan baru yang unik. Unik karena kemasan tersebut bisa dilipat-lipat menjadi VR headset, lagi-lagi menganut konsep Google Cardboard.

VR headset Coca-Cola

Kemasan baru Coca-Cola ini memang belum masuk ke toko-toko maupun pasar swalayan, akan tetapi Coca-Cola tampak cukup serius dalam merancangnya. Terbukti dari tiga desain yang berbeda yang pada akhirnya sama-sama bertujuan untuk memberikan pengalaman virtual reality bagi para konsumen.

Tidak diketahui kapan inisiatif menarik kedua brand makanan dan minuman terpopuler ini bakal merambah konsumen tanah air. Untuk McDonald’s, mereka sepertinya cukup antusias menghadirkan Happy Goggles di luar Swedia, meski tidak ada yang tahu kapan pastinya.

Sumber: Eater dan Adweek.

LG Ungkap 3 Perangkat Menarik di MWC 2016: LG 360 VR, LG 360 CAM dan LG Rolling Bot

LG tampil habis-habisan pada ajang Mobile World Congress tahun ini. Selain memperkenalkan sang bintang utama yakni smartphone semi-modular LG G5, LG tidak lupa memperkenalkan satu per satu ‘teman’ dari smartphone andalannya tersebut.

LG 360 VR

LG 360 VR

Konsep modul eksternal adalah salah satu nilai jual utama LG G5. Namun ternyata smartphone tersebut juga bisa disambungkan dengan sejumlah perangkat terpisah. Yang pertama adalah LG 360 VR.

Melihat namanya, kita sudah bisa menebak bahwa ia merupakan sebuah virtual reality headset macam Google Cardboard atau Samsung Gear VR. Kendati demikian, cara kerjanya benar-benar berbeda. Ketimbang menyelipkan smartphone ke bagian depannya, pengguna menyambungkannya ke LG G5 via kabel USB-C.

Hal ini pun menjadikan dimensi LG 360 VR begitu ringkas, dengan bobot tak lebih dari 118 gram. Di dalamnya tertanam sepasang panel layar IPS yang dapat menyimulasikan tampilan sebuah TV berukuran 130 inci. Layar ini sendiri masing-masing punya ukuran 1,88 inci dan resolusi 960 x 720, sanggup menampilkan konten dengan kerapatan pixel 639 ppi.

Saat disambungkan ke LG G5, perangkat ini dapat menampilkan semua konten yang kompatibel dengan Google Cardboard. Tapi kalau Anda mau yang lebih orisinil, Anda juga bisa menikmati foto atau video 360 derajat yang diambil oleh ‘teman’ keduanya, yakni LG 360 CAM.

LG 360 CAM

LG 360 CAM

Sesuai namanya, perangkat ini merupakan kamera dengan kemampuan mengambil gambar atau video 360 derajat. Meski ukurannya kecil, ia mengemas sepasang sensor 13 megapixel dan lensa yang masing-masing memiliki sudut pandang 200 derajat. Digabungkan semuanya, 360 CAM dapat merekam video 360 derajat dengan resolusi 2K.

Selain video, LG turut memperhatikan faktor audio. 360 CAM dilengkapi tiga mikrofon sekaligus, memungkinkannya untuk merekam audio dalam konfigurasi surround 5.1 channel. Semua foto dan videonya akan disimpan dalam memori internal 4 GB (atau kartu microSD), atau pengguna juga bisa mengunggahnya ke Google Street View maupun YouTube 360.

Tidak seperti LG 360 VR yang hanya bisa digunakan bersama LG G5, konten video yang direkam LG 360 CAM masih bisa dinikmati di perangkat lain yang mendukung pemutaran video 360 derajat.

LG Rolling Bot

LG Rolling Bot

‘Teman’ terakhir LG G5 adalah LG Rolling Bot. Yup, ini merupakan robot berbentuk bola yang dapat merekam foto atau video dengan kamera 8 megapixel-nya. LG merancang perangkat ini untuk dijadikan sebagai sistem pengawas di dalam rumah, memonitor keadaan di dalam rumah sekaligus menjadi remote control untuk perangkat smart home yang kompatibel.

Caranya bergerak cukup mirip seperti robot BB-8 dari film Star Wars: The Force Awakens – meski tidak ada bagian yang berputar. Tapi kalau BB-8 lahir untuk menemani sang pilot X-Wing Poe Dameron, LG Rolling Bot ditakdirkan untuk menemani LG G5 berkat kemampuannya meneruskan video rekaman secara real-time. Tak cuma itu, pengguna juga bisa memakai LG G5 untuk mengontrol pergerakan Rolling Bot ini.

Sayangnya sejauh ini LG belum mengungkapkan banderol harga dari masing-masing perangkat di atas. Semoga saja ketiganya termasuk dari lima perangkat yang dirumorkan bakal hadir di Indonesia pada bulan April atau Mei bersamaan dengan LG G5.

Sumber: LG, Engadget dan Android Central.

Jadwal Rilis HTC Vive Mundur Jadi Tahun Depan

Kabar kurang mengenakkan datang dari HTC dan Valve. VR headset hasil kolaborasinya, HTC Vive, tidak jadi dirilis pada akhir tahun ini, seperti yang sudah dijanjikan. Dengan alasan keterbatasan kapasitas produksi, versi retail HTC Vive baru akan meluncur pada kuartal pertama tahun 2016. Continue reading Jadwal Rilis HTC Vive Mundur Jadi Tahun Depan

Mattel View-Master, Reinkarnasi Mainan Anak Klasik dalam Wujud VR Headset

Apa jadinya ketika produsen mainan ‘diracuni’ oleh inovasi teknologi besutan Google? Jawabannya adalah, reinkarnasi mainan legendaris dengan elemen digital yang istimewa, yakni virtual reality (VR). Begitulah kira-kira apa yang tengah dikembangkan oleh Mattel dan Google. Continue reading Mattel View-Master, Reinkarnasi Mainan Anak Klasik dalam Wujud VR Headset