RideVR Adalah VR Headset All-in-One yang Dirancang Khusus untuk Dipakai Bersama Roller Coaster

Semenjak Samsung merilis Gear VR pertama kali di tahun 2014, VR headset sudah menjadi pelengkap wahana roller coaster di berbagai taman hiburan di dunia. Padahal, jelas sekali perangkat tersebut sebenarnya tidak dimaksudkan untuk itu.

Itulah mengapa VR Coaster, pionir wahana roller coaster berbasis VR headset, memutuskan untuk mengembangkan perangkatnya sendiri yang benar-benar didesain dari awal untuk dipakai bersama roller coaster. Mereka bekerja sama dengan Sensics, salah satu pencetus proyek OSVR yang sudah cukup berpengalaman.

Buah kolaborasi mereka adalah RideVR. Perangkat ini merupakan VR headset bertipe all-in-one, yang artinya semua komponen pengolah yang dibutuhkan telah tertanam di dalam perangkat. Namun yang membedakannya dari headset tipe standalone macam Oculus Go adalah desain dua bagiannya.

RideVR

Unit display RideVR dapat dicopot dari strap-nya, sehingga petugas dapat membantu pengunjung wahana memakai strap-nya terlebih dulu selagi mengantre. Baru ketika mereka sudah siap naik, unit display-nya dipasangkan. Cara seperti ini dipercaya dapat menghemat waktu secara signifikan.

Masing-masing unit RideVR juga dilengkapi masker wajah hypo-allergenic yang dapat dilepas-pasang dan dicuci demi alasan kebersihan. Juga unik adalah unit baterai yang terpisah, sehingga petugas wahana bebas memilih untuk menggunakan kabel power atau mengecas unit baterainya ketika perangkat sedang dipakai.

Rincian spesifikasi yang diberikan masih minim. RideVR mengusung display beresolusi 2880 x 1600 pixel yang diyakini mampu mengeliminasi efek screen door. VR Coaster tidak lupa akan aspek krusial lainnya, yakni manajemen panas, sehingga RideVR bisa terus beroperasi tanpa overheating.

Perangkat ini rencananya bakal dipamerkan oleh Sensics di ajang CES tahun depan. Sejumlah taman hiburan juga bakal mengoperasikannya mulai awal tahun 2018.

Sumber: Road to VR dan PR Newswire.

Kompatibel dengan SteamVR, Pimax Ibarat HTC Vive Versi 8K

Premis utama virtual reality adalah memberikan sensasi sedang berada di sebuah realita baru kepada penggunanya. Namun bagaimana sensasinya bisa maksimal apabila apa yang tampak di mata masih kelihatan pixelated dan sudut pandangnya sempit? Dua permasalahan umum VR inilah yang menjadi acuan utama pabrikan asal Tiongkok bernama Pimax dalam merancang VR headset-nya.

Tidak tanggung-tanggung, Pimax menanamkan sepasang layar 4K ke dalam headset-nya, memberikan total resolusi 8K yang pastinya akan terlihat sangat tajam. Tidak hanya itu, penggunaan dua layar sekaligus juga mampu menyajikan sudut pandang yang lebih luas dari mayoritas VR headset lain, tepatnya seluas 200 derajat, atau sangat mendekati sudut pandang mata manusia sebenarnya di angka 220 derajat.

Yang membuat Pimax lebih menarik adalah integrasi sistem tracking Lighthouse besutan Valve. Dengan begitu, Pimax sejatinya bisa disebut sebagai HTC Vive versi 8K, dan pengembangnya memang menjanjikan kompatibilitas dengan platform SteamVR.

Pimax 8K VR Headset

Namun yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, seheboh apa spesifikasi minimum PC yang dibutuhkan untuk bisa menenagai display 8K ini? Pimax bilang kalau GeForce GTX 1070 saja sebenarnya sudah cukup, sebab mereka turut menerapkan teknik khusus bernama Brainwarp.

Dengan Brainwarp, Pimax sebenarnya hanya akan me-render gambar 4K untuk salah satu display-nya saja setiap kali, tapi sebanyak 150/180 kali setiap detiknya. Berkat refresh rate 150/180 Hz dan frame rate yang tinggi, apa yang tersaji kepada pengguna bakal terlihat seperti dalam resolusi 8K.

Menurut pengembangnya, Pimax juga mengadopsi desain modular, sehingga pengguna dapat memasangkan berbagai aksesori untuk menambah fungsionalitasnya. Sejumlah fungsionalitas ekstra yang sudah direncanakan meliputi inside-out tracking, eye tracking maupun konektivitas wireless.

Pimax rencananya bakal dipasarkan melalui Kickstarter dalam waktu dekat, namun harganya masih belum dirincikan. Selain versi 8K, akan hadir pula versi lain yang mengemas sepasang panel OLED beresolusi 2560 x 1440 alias 5K.

Sumber: Road to VR.

Google Janjikan Ada 11 Ponsel yang Kompatibel dengan Daydream Sebelum 2018

Sejak diperkenalkan tahun lalu, VR headset Daydream View besutan Google baru kompatibel dengan segelintir perangkat saja. Hal ini boleh dibilang sedikit meresahkan, sebab kecil sekali kemungkinan konsumen mempertimbangkan kompatibilitas dengan Daydream saat hendak membeli smartphone baru.

Pastinya faktor lain seperti desain, display dan performa jauh lebih diprioritaskan oleh konsumen. Pun begitu, mereka yang semisal memutuskan untuk membeli LG G6 bakal sedikit kecewa mengetahui ponsel tersebut tidak kompatibel dengan platform Daydream dan hanya bisa menikmati pengalaman VR yang biasa-biasa saja dengan Cardboard.

Namun berdasarkan keterangan dari CEO Google, Sundar Pichai, saat mengumumkan laporan keuangannya baru-baru ini, dijelaskan bahwa akan ada total 11 ponsel dari pabrikan seperti Samsung, LG, Motorola dan Asus yang kompatibel dengan Daydream pada akhir tahun ini.

Saya kurang paham bagaimana cara Google menghitungnya; apakah deretan perangkat yang terdaftar di situs resmi Daydream ini dihitung enam atau malah sepuluh termasuk varian-variannya (Pixel XL, Moto Z Force, Porsche Design Mate 9, dll)? Saya pribadi lebih condong ke cara menghitung yang pertama, sebab kalau benar sudah ada 10, berarti hanya kurang satu lagi ponsel yang belum diungkap, dan itu bisa dipastikan adalah penerus Google Pixel.

Namun kalau diamati, Sundar juga menyebut LG sebagai salah satu pabrikan yang bakal menawarkan ponsel berlabel “Daydream-ready”. Kemungkinan besar ponsel yang dimaksud adalah suksesor LG V20. Belum lagi ditambah informasi dari juru bicara Motorola yang menjelaskan kalau Moto Z2 Force yang baru saja dirilis juga kompatibel dengan Daydream.

Lebih lanjut, saya kira memutuskan untuk membeli smartphone baru berdasarkan kompatibilitasnya dengan Daydream bakal semakin tidak relevan setelah standalone VR headset dari HTC dan Lenovo dirilis nanti. Harganya memang lebih mahal, tapi saya yakin ini bukan masalah besar untuk konsumen yang budget-nya berlebih dan memprioritaskan kenyamanan serta portabilitas.

Sumber: CNET.

HTC Luncurkan Vive Standalone di Tiongkok

Mei lalu, Google mengumumkan bahwa HTC dan Lenovo sedang sibuk mengembangkan standalone VR headset untuk platform Daydream mereka. HTC tampaknya sudah siap memasarkan headset tersebut, hanya saja baru di Tiongkok dan bukan yang berjalan di atas platform Daydream.

Dari segi desain, headset bernama Vive Standalone ini sangat mirip seperti sketsa yang dipamerkan di event Google I/O kemarin. Namun berhubung yang dituju adalah pasar Tiongkok secara khusus, headset ini datang bersama platform Viveport besutan HTC sendiri.

Di balik headset berpenampilan kece tersebut bernaung chipset Qualcomm Snapdragon 835. Dari sini sebenarnya bisa kita simpulkan kalau kualitas grafik yang disuguhkan tidak akan bisa menyamai Vive standar yang harus selalu tersambung ke PC. Kendati demikian, kata kunci yang menjadi prioritas di sini adalah portabilitas.

Melihat desainnya, saya cukup yakin bentuk dan spesifikasi standalone VR headset untuk platform Daydream yang HTC hendak luncurkan tahun ini bakal sama persis seperti ini. Dua hal yang membedakan headset tersebut tentu saja adalah platform serta teknologi tracking yang digunakan, yakni WorldSense garapan Google sendiri.

Soal harga, sejauh ini belum ada informasi mengenai Vive Standalone maupun versi Daydream yang masih dalam persiapan. Pastinya kedua headset ini bakal dibanderol lebih mahal ketimbang Daydream View, sebab Anda tak perlu lagi menyediakan smartphone untuk bisa menikmatinya.

Sumber: Engadget.

VRHero Adalah VR Headset dengan Display Beresolusi 5K

Virtual reality boleh dibilang masih memasuki tahap awal. Alasannya sederhana: masih banyak yang harus dibenahi dari VR headset yang ada di pasaran saat ini, salah satunya menyangkut resolusi display-nya. Yup, bahkan Oculus Rift maupun HTC Vive pun belum bisa dibilang beresolusi tinggi.

Dari situ sebuah startup asal Republik Ceko bernama VRgineers melihat adanya peluang. Mereka mengembangkan sebuah VR headset yang amat istimewa. Istimewa karena ia mengusung display beresolusi 5120 x 1440 pixel, atau kurang lebih dua kali lipat Rift dan Vive secara horizontal.

Headset bernama VRHero ini ditenagai oleh sepasang panel LCD, akan tetapi nantinya bakal diganti dengan panel OLED. Selain resolusi masif itu, display VRHero turut menawarkan refresh rate 60 – 90 Hz dan sudut pandang seluas 170 derajat. Namun headset ini bukanlah tanpa cacat, dimana framerate yang rendah adalah problem utamanya.

VRHero

Laggy, demikian deskripsi sederhananya, terutama ketika dipakai untuk bermain game berdasarkan pengalaman hands-on UploadVR. Itulah mengapa VRgineers memilih kalangan enterprise sebagai target pasarnya ketimbang para gamer dan konsumen lainnya.

Di sisi lain, resolusi super-tajam ini memang menjanjikan banyak manfaat di bidang industri. Salah satu konten demonya menempatkan pengguna dalam skenario menginspeksi suatu mobil. Di situ hampir semua komponen mobil tampak begitu mendetail, dan kelebihan seperti inilah yang pada akhirnya mampu menggoda pabrikan macam Audi dan BMW untuk menjadi klien VRgineers.

VRHero bukan lagi sekadar prototipe. VRgineers sudah mulai memproduksinya dan bakal segera memasarkannya, tapi seperti yang saya bilang hanya untuk kalangan enterprise saja. Mungkin nanti ketika kartu grafis PC jadi lebih bertenaga lagi dari sekarang barulah VRHero bisa menyapa konsumen secara umum.

Sumber: UploadVR.

GameFace Labs Kembangkan VR Headset yang Kompatibel dengan Platform Daydream, SteamVR dan Oculus

Mana yang Anda pilih: Oculus Rift, HTC Vive atau Google Daydream? Untuk bisa menjawabnya, Anda tak boleh sekadar menilai hardware-nya saja, tapi juga mempertimbangkan platform yang dijalankan beserta ekosistem kontennya. Namun kalau yang Anda pilih ternyata VR headset dari startup bernama GameFace Labs berikut, platform sama sekali tak perlu jadi bahan pertimbangan.

Ini dikarenakan headset yang masih berstatus prototipe ini dapat berjalan di atas tiga platform sekaligus: Oculus, SteamVR dan Daydream. Fleksibilitas semacam ini saya kira mustahil bisa Anda temukan pada headset besutan Oculus atau HTC, yang notabene bersaing secara langsung di ranah VR.

GameFace merasa bahwa apa yang mereka lakukan adalah mencoba mencegah terjadinya fragmentasi di segmen VR. Yang paling dirugikan sejatinya adalah developer indie, yang kerap memiliki keterbatasan dana sehingga tidak dapat mengembangkan konten untuk ketiga platform sekaligus.

GameFace Labs

Lain ceritanya dengan penawaran GameFace. Di sini developer hanya perlu membeli satu perangkat, dan itu saja sudah bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan konten untuk ketiga platform di atas. Hal yang sama juga dapat dinikmati konsumen; satu headset untuk mengonsumsi konten dari ketiga platform VR terbesar saat ini.

Lalu bagaimana sebenarnya cara kerja headset multi-platform ini? Secara default, ia merupakan sebuah standalone VR headset yang menjalankan sistem operasi Android, membuatnya kompatibel dengan konten untuk Cardboard maupun Daydream – meski tidak secara resmi.

Dirinya dibekali chipset Nvidia Tegra generasi terbaru dan sepasang layar beresolusi 2560 x 1440 pixel buatan Samsung, dengan sudut pandang seluas 120 derajat dan refresh rate 90 Hz. Fitur lainnya mencakup 3D tracking berkat integrasi kamera Intel RealSense dan sensor hand tracking rancangan Leap Motion.

GameFace Labs

Namun keistimewaannya akan langsung tampak ketika ia disambungkan dengan PC, dimana ia dapat menjalankan konten SteamVR seperti halnya HTC Vive. GameFace pun turut merancangnya supaya kompatibel dengan sistem tracking Lighthouse garapan Valve, terbukti dari berjejernya sensor di bagian depan headset macam yang terdapat pada Vive.

Kemudian untuk menjalankan konten dari platform Oculus, headset ini dapat mengandalkan bantuan software bernama ReVive. Kontrolnya sendiri bisa menggunakan controller milik Daydream atau Vive, akan tetapi GameFace berencana menyiapkan controller bawaan yang dilengkapi unit baterai, yang bakal menggantikan peran battery pack yang saat ini menyambung via kabel ke prototipe headset.

Kembali menyinggung soal fragmentasi tadi, GameFace memang menarget kalangan developer untuk headset-nya ini, terutama mereka yang berkantong cekak. Nantinya akan ada dua model yang ditawarkan: GF-DD seharga $500 dan GF-LD seharga $700. DD adalah versi Daydream standar, sedangkan LD adalah versi yang dibarengi Lighthouse base station yang kompatibel dengan SteamVR.

Sumber: Engadget.

Prototipe Standalone VR Headset dari Samsung Ini Dibekali Eye Tracking dan Hand Tracking

Apa yang bisa kita harapkan dari VR headset macam Gear VR ke depannya? Selain model standalone (bisa beroperasi sendiri tanpa perlu diselipi smartphone), mungkin eye tracking dan hand tracking juga termasuk dua teratas di wish list kebanyakan orang. Kabar baiknya, Samsung rupanya sudah punya prototipe standalone VR headset untuk menguji kedua teknologi ini.

Dijuluki Exynos VR III, tampak jelas kalau perangkat ini masih berupa prototipe dari wujudnya yang masif serta desain yang terkesan belum selesai. Kabar ini datang dari sebuah perusahaan ahli eye tracking bernama Visual Camp, yang teknologi rancangannya memang digunakan oleh Samsung.

Headset-nya sendiri ditenagai oleh chipset dengan fabrikasi 10 nm, yang mencakup prosesor hexa-core dan GPU Mali G71. Chip grafisnya ini diklaim sanggup menenagai sepasang display WQHD+ (beresolusi sekitar 2560 x 1440 pixel) dalam refresh rate 90 Hz, atau satu display 4K 75 Hz.

Teknologi eye tracking memegang peranan penting dalam implementasi foveated rendering / Visual Camp
Teknologi eye tracking memegang peranan penting dalam implementasi foveated rendering / Visual Camp

Eye tracking, atau istilah lainnya gaze tracking, memungkinkan implementasi teknologi lain bernama foveated rendering. Teknologi ini krusial untuk sebuah standalone VR headset, dimana grafik hanya akan di-render dalam resolusi penuh pada bagian dimana pandangan pengguna tertuju. Alhasil, konsumsi daya dapat ditekan, dan headset juga tidak berisiko overheating.

Selain eye tracking dan foveated rendering, Exynos VR III dilaporkan juga mengusung teknologi hand tracking. Terlepas dari itu, meskipun perangkat ini hanyalah sebatas prototipe, setidaknya kita jadi punya gambaran terkait mobile VR headset di masa yang akan datang.

Sumber: The Verge.

Intel DisplayLink XR Ubah HTC Vive Menjadi Wireless Tanpa Mengorbankan Performa

Konektivitas wireless adalah masa depan virtual reality, seperti telah dibuktikan oleh TPCAST maupun Quark VR. Kalau dua itu belum cukup meyakinkan bagi Anda, coba tengok apa yang Intel demonstrasikan di ajang E3 2017 baru-baru ini: sebuah prototipe perangkat yang dapat menyulap headset HTC Vive menjadi wireless.

Yup, Intel rupanya juga mencoba menyajikan solusi wireless buat Vive. Perangkat bernama Intel DisplayLink XR ini duduk di atas Vive, menyambung langsung ke headset tersebut lewat sejumlah kabel pendek. Fisiknya memang tampak bongsor, tapi ingat ini baru prototipe.

Sumber foto: PC Gamer
Sumber foto: PC Gamer

Yang membuat racikan Intel ini unik dibanding besutan TPCAST maupun Quark VR adalah penggunaan teknologi WiGig yang berbasis standar 802.11ad, sanggup mentransfer data secara wireless dalam level kecepatan gigabit di frekuensi 60 GHz. Hasilnya, latency-nya tidak sampai 7 milidetik, sehingga pengalaman yang didapat persis seperti Vive standar yang tersambung kabel.

Untuk sekarang, DisplayLink XR mengandalkan sebuah transmitter WiGig yang menghuni slot PCIe milik komputer. Meski belum bisa dipastikan kapan, ke depannya Intel berencana untuk mengintegrasikan transmitter ini langsung ke dalam motherboard sehingga DisplayLink XR dapat langsung digunakan begitu dikeluarkan dari boksnya.

Sumber foto: PC Gamer
Sumber foto: PC Gamer

Selain berperforma lebih baik dari TPCAST maupun Quark VR, solusi Intel ini juga lebih praktis karena perangkat hanya perlu tersambung ke headset saja. Ini berbeda dari milik Quark VR yang masih harus tersambung via kabel ke sebuah transmitter kecil yang dapat disimpan dalam saku celana.

Di sini koneksi antara perangkat dan transmitter berlangsung secara wireless. Maka dari itu, DisplayLink XR turut dibekali unit baterainya sendiri yang diestimasikan bisa bertahan selama sekitar dua jam penggunaan.

Sejauh ini sama sekali belum ada bocoran mengenai jadwal rilisnya. Tanda tanya besar juga masih menghantui aspek kompatibilitas; apakah nantinya perangkat ini juga bisa digunakan dengan Oculus Rift atau tidak?

Sumber: PC Gamer dan TechRadar.

VR Headset HTC Link Dirancang Khusus untuk Smartphone HTC U11

Belum lama ini, Google mengabarkan bahwa HTC dan Lenovo sedang mengerjakan standalone VR headset untuk platform Daydream. Namun sebelum itu terealisasi, HTC rupanya punya kejutan lain di segmen virtual reality.

Kejutan itu adalah HTC Link, sebuah VR headset baru yang secara spesifik dirancang untuk disandingkan dengan smartphone HTC U11. Uniknya, Link punya sepasang display sendiri, masing-masing merupakan panel LCD berukuran 3,6 inci dengan resolusi 1080 x 1200 pixel, field of view seluas 110 derajat, dan refresh rate 90 Hz.

Karena dibekali layar sendiri, Link tidak punya ruang untuk menggotong U11. Jadi bukannya menyelipkan ponsel ke dalam Link, pengguna justru menyambungkan keduanya via kabel USB-C.

Paket penjualan HTC Link di Jepang / HTC
Paket penjualan HTC Link di Jepang / HTC

Unik juga dari Link adalah kapabilitas tracking 6DOF, alias six degrees of freedom secara menyeluruh – pertama kalinya untuk VR headset berbasis smartphone. Link turut didampingi oleh sepasang controller macam PlayStation Move, dan tracking-nya mengandalkan sensor eksternal (kamera) seperti cara kerja PSVR.

Kabar buruknya, perangkat ini hanya akan tersedia secara eksklusif di Jepang saja, dan HTC sudah mengonfirmasi bahwa mereka tak punya rencana untuk memboyongnya ke negara lain. Entah alasan pastinya kenapa, padahal saya yakin bakal ada banyak otaku yang tertarik mengingat HTC sudah menyiapkan konten hasil kolaborasinya bersama kreator anime Ghost in the Shell.

HTC Link datang bersama sepasang controller macam PlayStation Move / HTC
HTC Link datang bersama sepasang controller macam PlayStation Move / HTC

Penting juga untuk diperhatikan adalah perangkat ini sama sekali tak mengusung label “Vive”, dan ini berbeda dari standalone VR headset yang HTC tengah siapkan itu tadi – yang nantinya akan termasuk dalam lini Vive.

Sumber: UploadVR dan The Verge.

HTC dan Lenovo Sedang Kembangkan VR Headset Standalone untuk Platform Google Daydream

Platform Daydream dan headset Daydream View merupakan bukti keseriusan Google dalam memajukan ranah virtual reality. Daydream View sendiri barulah awal dari visi besar Google untuk VR, seperti yang mereka tunjukkan pada ajang Google I/O tahun ini.

Dalam konferensi developer tahunan itu, Google mengumumkan bahwa produk selanjutnya untuk platform Daydream adalah VR headset bersifat standalone. Sekadar mengingatkan, standalone berarti headset tersebut sama sekali tidak perlu disambungkan ke PC ataupun dijejali smartphone; cukup pasangkan di kepala, maka Anda sudah langsung masuk ke realita maya.

Istimewanya, headset ini bakal mengusung sistem tracking luar-dalam, mirip seperti headset Windows Mixed Reality besutan Acer dan HP. Sederhananya, sistem ini memungkinkan perangkat untuk membaca pergerakan pengguna tanpa perlu mengandalkan perangkat terpisah seperti HTC Vive atau Oculus Rift.

Untuk mewujudkannya, Google mengadaptasikan teknologi augmented reality besutannya sendiri, Tango, menjadi sebuah sistem tracking VR yang mereka sebut dengan istilah WorldSense. WorldSense menjanjikan pengalaman bergerak yang sangat alami dalam VR, seperti yang bisa Anda lihat pada video di bawah ini.

Saat ini Google sudah punya prototipe VR headset standalone ini, dan mereka pun juga telah bekerja sama dengan Qualcomm untuk menciptakan desain blueprint yang bisa dijadikan referensi oleh pabrikan yang tertarik. Sejauh ini sudah ada dua yang berminat, yakni HTC dan Lenovo.

Baik HTC dan Lenovo dikabarkan siap merilis VR headset standalone-nya masing-masing dalam beberapa bulan mendatang. Harganya diperkirakan berada di kisaran $600 – $700, sekelas dengan HTC Vive maupun Oculus Rift.

Sumber: The Verge dan Google.