HTC Ungkap Wujud Final Vive Cosmos dengan Enam Kamera dan Display Beresolusi Amat Tinggi

Januari lalu, HTC menyingkap teaser dari VR headset generasi terbarunya, Vive Cosmos. HTC kala itu tidak berbicara banyak mengenai Cosmos, namun ternyata apa yang mereka tunjukkan saat itu juga bukan merupakan wujud final dari perangkat tersebut.

Gambar di atas adalah wujud finalnya, dan perbedaannya cukup signifikan dibandingkan yang HTC pamerkan di event CES 2019. Bukannya mengemas empat kamera, versi finalnya ini justru mengusung total enam kamera; dua di depan, dua di kiri dan kanan, dan dua terakhir menghadap ke atas dan bawah.

HTC belum menjelaskan apa manfaat dari dua kamera ekstra tersebut, tapi saya menduga ada pengaruhnya terhadap kinerja inside-out tracking Cosmos, kemungkinan supaya cakupannya bisa lebih luas lagi. Inside-out tracking juga berarti Cosmos sama sekali tak membutuhkan bantuan sensor eksternal untuk bisa berfungsi secara maksimal.

HTC Vive Cosmos

Juga sangat berbeda adalah pelat bagian depan yang berlubang-lubang, kemungkinan dimaksudkan sebagai ventilasi udara agar wajah pengguna bisa terasa tetap sejuk. Pelat depannya ini juga dapat dilepas-pasang, dan HTC pun telah merancang Cosmos agar dapat dilipat ke atas sehingga pengguna dapat keluar dari realita buatan tanpa harus sepenuhnya melepas perangkat dari kepala.

HTC tidak lupa membagikan sedikit detail teknis mengenai Cosmos: display LCD-nya mengemas resolusi total 2880 x 1700 pixel, bahkan lebih tinggi lagi ketimbang Vive Pro. Display-nya ini juga mendukung refresh rate 90 fps, dan HTC mengklaim efek screen-door yang dihasilkan menurun drastis jika dibandingkan VR headset generasi sebelumnya.

Yang masih misterius adalah kapan perangkat ini bakal dipasarkan dan berapa banderol harganya. Namun kalau melihat video pengumumannya dengan teks “The Time Has Come” di bagian awal, saya menduga kita tak perlu menunggu terlalu lama lagi sebelum HTC meluncurkannya secara resmi.

Sumber: Engadget.

Lini Produk Baru Acer ConceptD Ditujukan Khusus untuk Para Kreator Konten

Di kalangan kreator konten, Acer bukanlah nama brand pertama yang mereka ingat. Kebanyakan bakal lebih teringat dengan Apple, namun itu tak mencegah Acer untuk menyiapkan lini produk baru yang ditujukan secara khusus buat para kreator konten.

Namanya Acer ConceptD, dan tidak tanggung-tanggung, jumlah produknya memang sebanyak yang ada pada gambar di atas. Tema yang ingin diangkat Acer pada dasarnya tidak jauh-jauh dari “performa” dan “estetika”.

Acer ConceptD Notebook

Acer ConceptD 9 / Acer
Acer ConceptD 9 / Acer

Seperti yang bisa Anda lihat, ada tiga model laptop yang berbeda di lini Acer ConceptD. Yang pertama dan yang paling diunggulkan adalah Acer ConceptD 9, dengan layar masifnya yang duduk di atas engsel unik sehingga dapat diubah-ubah posisinya sesuai kebutuhan.

Layarnya yang kompatibel dengan stylus Wacom ini merupakan panel IPS 17,3 inci dengan resolusi 4K. Tingkat kecerahan maksimumnya mencapai 400 nit, dan dukungan 100% spektrum warna Adobe RGB serta sertifikasi dari Pantone sudah menjadi penawaran standarnya.

Performanya pun tidak main-main, berbekal prosesor Intel Core i9 generasi ke-9, lengkap beserta GPU Nvidia GeForce RTX 2080, RAM DDR4 32 GB, dan SSD tipe NVMe berkapasitas maksimum 1 TB. Konektivitasnya pun melimpah, mencakup port Thunderbolt 3, HDMI 2.0, DisplayPort 1.3, 2x USB 3.1, serta Killer Ethernet E3000.

Acer ConceptD 7 / Acer
Acer ConceptD 7 / Acer

Di bawahnya ada ConceptD 7 dan ConceptD 5. Keduanya sama-sama mengemas layar 4K 15,6 inci, tapi tanpa engsel unik seperti milik kakaknya. Kendati demikian, dukungan 100% spektrum warna Adobe RGB serta sertifikasi Pantone masih menjadi salah satu keunggulannya.

Yang membedakan di antara keduanya adalah spesifikasi. ConceptD 7 mengusung prosesor Intel Core i7 generasi ke-9, GPU RTX 2080 atau 2060, RAM 32 GB dan storage hingga 1 TB. ConceptD 5 di sisi lain mengemas prosesor Intel Core i7 atau Core i5 generasi ke-8, GPU Radeon RX Vega M, RAM 16 GB, dan storage sampai 1 TB.

Acer ConceptD 5 / Acer
Acer ConceptD 5 / Acer

Yang akan dipasarkan lebih dulu mulai April ini adalah ConceptD 7 dan ConceptD 5, masing-masing dengan banderol mulai $2.299 dan $1.699. ConceptD 9 bakal menyusul di bulan Juni dengan harga mulai $4.999.

Acer ConceptD Desktop

Acer ConceptD 900 / Acer
Acer ConceptD 900 / Acer

Di ranah desktop, Acer rupanya juga tidak mau main-main. Buktinya bisa kita lihat dari Acer ConceptD 900 yang berwarna hitam legam, yang di dalamnya telah bernaung sepasang prosesor Intel Xeon Gold 6148, lengkap beserta GPU Nvidia Quadro RTX 6000, 12 slot RAM DDR4 dengan kapasitas maksimum 192 GB, dan SSD 1TB beserta sepasang HDD 4 TB – masih ada ruang untuk ekspansi jika dibutuhkan.

Acer ConceptD 500 / Acer
Acer ConceptD 500 / Acer

Bagi yang mendambakan nilai estetika ekstra dan tidak terlalu memprioritaskan performa, ada ConceptD 500 yang bagian atas casing-nya berlapis kayu serta dilengkapi sebuah Qi wireless charger. Kalau boleh jujur, desain ConceptD 500 ini jauh lebih cantik ketimbang desktop apapun yang pernah Apple buat.

Terkait harga, jangan terkejut melihat banderol ConceptD 900: varian termurahnya dihargai $19.999 ketika dipasarkan mulai bulan Mei nanti. ConceptD 500 di sisi lain masih lebih masuk akal dengan banderol mulai $1.699 saat dipasarkan pada bulan Juni.

Acer ConceptD Monitor dan VR Headset

Acer ConceptD CM7321K / Acer
Acer ConceptD CM7321K / Acer

Menemani dua desktop tersebut adalah dua monitor. Yang pertama adalah CM721K dengan layar 4K 32 inci, disusul oleh CP7271K P dengan layar 4K 27 inci 144 Hz. Keduanya sama-sama mendukung HDR1000 (tingkat kecerahan 1.000 nit), serta 99% spektrum warna Adobe RGB.

Acer ConceptD CP7271K P / Acer
Acer ConceptD CP7271K P / Acer

Keduanya punya sedikit perbedaan dari segi konektivitas, tapi yang pasti semua yang esensial sudah tersedia, macam Thunderbolt 3, HDMI 2.0 dan DisplayPort 1.4, hanya berbeda di jumlahnya saja. Keduanya pun sama-sama ditenagai sepasang speaker, serta memiliki pengaturan posisi yang cukup fleksibel.

Acer ConceptD OJO Windows Mixed Reality Headset / Acer
Acer ConceptD OJO Windows Mixed Reality Headset / Acer

Terakhir, ada Acer ConceptD OJO Windows Mixed Reality. VR headset ini dibekali sepasang display 2,89 inci, dengan resolusi 4320 x 2160 pixel per mata, dan refresh rate 90 Hz. Bobotnya berkisar 550 gram, tapi itu belum termasuk kabelnya.

Inside-out tracking yang menjadi standar platform Windows Mixed Reality tentu telah tersedia, demikian pula speaker dan mikrofon terintegrasi. Paket penjualannya juga mencakup sepasang motion controller.

Acer berencana memasarkan monitor CM7321K mulai September seharga $2.999, sedangkan CP7271K lebih dulu di bulan Juli seharga $1.999. Yang masih misterius adalah banderol harga sang VR headset.

Sumber: SlashGear.

HP Reverb Adalah Headset Windows Mixed Reality dengan Resolusi Tertinggi Saat Ini

Awal Februari lalu, beredar laporan bahwa HP sedang mengerjakan VR headset baru dengan resolusi yang sangat tinggi. Headset tersebut akhirnya sudah diperkenalkan secara resmi dengan nama HP Reverb, dan apa yang dilaporkan sebelumnya sama sekali tidak meleset.

Keunggulan utama perangkat ini terletak pada panel display-nya, yang menawarkan resolusi 2160 x 2160 pixel per mata, lengkap beserta sudut pandang seluas 114 derajat. Ini berarti Reverb merupakan headset Windows Mixed Reality dengan resolusi tertinggi yang ada sekarang.

HP Reverb

Di samping menjanjikan kualitas visual yang memukau, Reverb juga dirancang untuk menyuguhkan kenyamanan ekstra. Bobotnya termasuk sangat ringan di angka 499 gram, dan ia pun datang bersama headphone terintegrasi yang mendukung spatial audio.

Jika melihat bagian depannya, tampak ada sepasang kamera yang tertanam di ujung kiri dan kanan bawahnya. Menariknya, kamera ini sudah mendukung fitur passthrough milik Windows Mixed Reality, yang berarti pengguna bisa melihat area di sekitarnya (via tampilan dari kamera) tanpa harus melepas headset.

HP Reverb

Juga menarik adalah keputusan HP untuk menawarkan dua versi Reverb yang berbeda: satu versi consumer, dan satu lagi versi untuk kalangan enterprise. Pembedanya cuma di aksesori yang melengkapi headset; versi enterprise-nya dilengkapi dengan face mask berbahan fabric dan kabel 0,6 meter untuk disambungkan ke HP Z VR Backpack PC.

Rencananya, HP bakal memasarkan Reverb mulai akhir April mendatang. Di Amerika Serikat, harganya dipatok $599 untuk versi consumer, dan $649 untuk versi enterprise. Seperti pendahulunya, kedua versi Reverb ini juga dilengkapi sepasang motion controller Bluetooth pada paket penjualannya.

Sumber: The Verge dan HP.

Qualcomm Pamerkan Standalone VR Headset yang Dapat Menyambung ke PC Secara Wireless

Di ajang Game Developers Conference tahun lalu, Qualcomm memamerkan sebuah VR headset tipe standalone yang ditenagai oleh chipset Snapdragon 845, serta mengemas teknologi eye tracking yang terintegrasi. Seperti biasa, perangkat tersebut dimaksudkan untuk menjadi referensi desain bagi pabrikan yang tertarik menggarap produk serupa.

Pada event GDC tahun ini, Qualcomm masih membawa VR headset yang sama, namun yang tidak kita ketahui, mereka telah menambahkan chip wireless 802.11ad yang memungkinkan koneksi nirkabel dengan bandwith sebesar 60 GHz. Untuk apa komponen tersebut? Untuk berkomunikasi dengan PC secara lancar.

Sepintas kedengarannya sepele, namun penambahan chip ini memberikan ‘nyawa’ baru buat VR headset ini. Secara mendasar, ia memang merupakan sebuah standalone VR headset macam Oculus Quest, tapi di saat yang sama, ia juga bisa terhubung ke PC secara nirkabel, sehingga penggunanya dapat menikmati konten-konten di PC secara lebih immersive.

Qualcomm standalone VR headset reference design with Snapdragon 845

Qualcomm mengklaim latency-nya tidak lebih dari 16 milidetik, dan itu sebenarnya sudah bisa dibilang cukup mulus. Namun hal paling menarik dari inisiatif Qualcomm ini adalah bagaimana proses komputasi bakal dibagi antara PC dan VR headset. Ini berarti pengguna tak diwajibkan memiliki PC dengan spesifikasi kelewat perkasa, sebab ada Snapdragon 845 yang siap membantu.

Satu-satunya syarat adalah, PC yang digunakan harus mampu terhubung ke jaringan Wi-Fi 802.11ad. Qualcomm juga telah menyiapkan software khusus yang akan mengatur jalur komunikasi maupun pembagian porsi proses komputasi antara PC dan headset. Game yang dimainkan sendiri tak perlu diubah sama sekali oleh developer-nya masing-masing.

Kapan perangkat seperti ini bakal terwujud? Sejauh ini, satu yang sudah pasti bakal datang dari Pico, yaitu Pico Neo 2, yang dijadwalkan meluncur ke pasaran pada babak kedua tahun ini. Qualcomm tentunya masih punya sejumlah mitra lain, dan salah satunya rupanya adalah HTC, sehingga tidak menutup kemungkinan apabila penawaran dari mereka nantinya adalah Vive Cosmos.

Sumber: CNET dan Qualcomm.

HTC Vive Focus Plus Adalah Standalone VR Headset untuk Kalangan Enterprise

Masih ingat dengan HTC Vive Focus, standalone VR headset yang diumumkan mendekati akhir tahun 2017 lalu? Di atas kertas, perangkat tersebut terdengar sangat berpotensi dan mengusung sejumlah kesamaan seperti HTC Vive Pro, sehingga wajar apabila akhirnya HTC memosisikannya sebagai produk premium.

Meski begitu, ada satu hal yang mengganjal dari Vive Focus. Secara teknis, headset-nya telah mendukung tracking enam sudut gerakan alias 6DoF, akan tetapi controller-nya ternyata cuma dibekali sensor 3DoF. Alhasil, sinergi antar keduanya jadi tidak maksimal.

HTC Vive Focus Plus controllers

Guna membenahi problem tersebut, HTC memutuskan untuk menghadirkan model anyar bernama Vive Focus Plus yang ditujukan secara spesifik untuk kalangan enterprise. Perbedaannya? Yang paling utama adalah sepasang controller 6DoF yang sudah termasuk dalam paket penjualan.

Spesifikasi lainnya nyaris identik dengan Vive Focus orisinal. Kendati demikian, HTC mengklaim telah menyematkan lensa baru pada Vive Focus Plus sehingga kualitas visualnya meningkat cukup signifikan. Lebih lanjut, HTC juga bilang Vive Focus Plus sedikit lebih unggul dalam hal kenyamanan.

HTC Vive Focus Plus

Sebagai produk enterprise, HTC tentunya sudah menyiapkan fitur-fitur khusus seperti Kiosk Mode, Gaze Support, dan yang paling penting, device management tool untuk mengatur deployment perangkat. Terkait kapabilitas 6DoF-nya, HTC juga mengklaim sudah ada sejumlah developer yang mengerjakan aplikasi untuk memaksimalkan potensinya di dunia enterprise, semisal aplikasi simulasi pelatihan medis garapan SimforHealth.

HTC berniat mengumumkan banderol harga beserta jadwal pemasaran Vive Focus Plus di ajang Vive Ecosystem Conference (VEC) pada akhir Maret nanti. Meski produk ini disasarkan ke kalangan enterprise, HTC tidak menutup kemungkinan jika ada konsumen umum yang tertarik membelinya. Pun begitu, faktor harga akan selalu menjadi pertimbangan utama, terlebih karena salah satu rivalnya, Oculus Quest, bakal dipasarkan seharga $400 saja.

Sumber: Road to VR.

VR Headset Varjo VR-1 Andalkan Teknologi Dual Display Demi Menyajikan Visual yang Amat Tajam dan Detail

Dua tahun lalu, sebuah startup ambisius bernama Varjo mengumumkan bahwa mereka sedang mengerjakan VR headset dengan resolusi display setara mata manusia. Sesumbar itu akhirnya terealisasi dalam wujud Varjo VR-1, yang saat ini sudah mulai dipasarkan meski meleset setahun lebih dari estimasi yang dijadwalkan.

Kalau dilihat dari luar, sebenarnya tidak kelihatan ada yang istimewa dari VR-1. Desainnya banyak terinspirasi Oculus Rift, akan tetapi kesamaannya hanya sebatas itu saja. Di dalamnya, ada teknologi Bionic Display yang layak menjadi sorotan utama.

Varjo VR-1

Teknologi ini pada dasarnya melibatkan dua panel display sekaligus. Satu panel AMOLED konvensional beresolusi 1440 x 1600 pixel, lalu satu lagi panel micro-OLED 1920 x 1080 dengan tingkat kepadatan sekitar 3.000 pixel per inci yang diposisikan persis di tengah-tengah pandangan pengguna.

Field of view dari display micro-OLED ini memang terbatas, akan tetapi pada dasarnya selama pengguna VR-1 menghadap ke depan, ia akan melihat visual yang begitu tajam dan detail, dan inilah yang Varjo maksud dengan frasa “resolusi setara mata manusia”.

Pada display Vive Pro, teks nyaris tidak terbaca, tidak demikian pada VR-1 / Varjo
Pada display Vive Pro, teks nyaris tidak terbaca, tidak demikian pada VR-1 / Varjo

Setajam apa visual yang dihasilkan Bionic Display? Coba lihat gambar perbandingan antara display HTC Vive Pro (kiri) dan Varjo VR-1 (kanan) di atas. Jujur perbedaannya sangat jauh, dan ini sangat mengesankan mengingat Vive Pro sendiri merupakan salah satu VR headset dengan resolusi display tertinggi yang ada saat ini.

Tingkat detail sekelas ini tentunya bakal sangat menarik perhatian kalangan profesional, semisal tim desainer pabrikan otomotif yang hendak menggunakannya untuk fase prototyping. Kalangan profesional juga merupakan target pasar yang tepat mengingat VR-1 pastinya membutuhkan PC berspesifikasi dewa untuk menenagainya.

VR-1 sebenarnya juga bisa dipakai untuk gaming, apalagi mengingat secara teknis ia merupakan headset SteamVR, dengan fitur positional tracking yang mengandalkan base station eksternal. Kendati demikian, yang membuatnya kurang pantas adalah harganya.

Varjo membanderol VR-1 seharga $5.995, dengan biaya lisensi layanan tahunan sebesar $995. Bahkan biaya lisensinya saja sudah melebihi mayoritas VR headset, dan ini jelas berada di luar jangkauan konsumen secara umum.

Detail speedometer pun kelihatan jelas pada display VR-1 / Varjo
Detail speedometer pun kelihatan jelas pada display VR-1 / Varjo

Uang bukan masalah? Coba pertimbangkan faktor berikut: karena mengusung display ganda beserta kipas pendingin yang terintegrasi, bobot VR-1 mencapai 905 gram. Itu jelas bukan bobot yang ideal untuk dipakai gaming berlama-lama.

Hal lain yang menarik adalah rencana Varjo untuk meluncurkan aksesori tambahan guna mewujudkan kapabilitas AR pada VR-1. Jadinya nanti pelat bagian depannya akan diganti dengan pelat yang mengemas kamera, sehingga penggunanya jadi bisa melihat area di sekitarnya.

Sumber: Ars Technica.

HP Sedang Siapkan VR Headset Baru dengan Resolusi di Atas Rata-Rata

HP meluncurkan VR headset pertamanya di tahun 2017 bersamaan dengan sejumlah produsen lain. Headset tersebut merupakan bagian dari platform Windows Mixed Reality, dan desain beserta spesifikasinya banyak mengacu pada standar yang ditetapkan Microsoft. Singkat cerita, tidak banyak perbedaan di antara deretan headset Windows Mixed Reality generasi pertama kecuali dari segi estetika.

Untuk VR headset keduanya, HP ingin menciptakan sesuatu yang berbeda. Setahun terakhir ini HP habiskan untuk mengumpulkan saran dan kritik dari para konsumennya guna mengembangkan headset Windows Mixed Reality pamungkas, yang sejauh ini baru dikenal dengan codename “Copper”.

Road to VR cukup beruntung menjadi satu-satunya media yang dipersilakan menjajal prototipenya. Jurnalisnya mengatakan bahwa sepintas Copper tampak sangat mirip dengan Oculus Rift, utamanya berkat strap pada bagian atas kepala, seperti yang bisa kita lihat pada gambar render-nya di atas.

Desain strap seperti ini diyakini lebih nyaman ketimbang rancangan sebelumnya yang hanya melingkari kepala. Menurut HP, peningkatan dalam hal ergonomi memang menjadi salah satu masukan terbanyak dari konsumen, akan tetapi di atasnya masih ada lagi masukan mengenai resolusi.

Itulah mengapa HP menyematkan display yang sangat berkualitas pada Copper, dengan resolusi 2160 x 2160 pixel per mata. Resolusinya ini bahkan jauh di atas Samsung HMD Odyssey+, yang sejauh ini merupakan headset Windows Mixed Reality dengan display paling tajam (resolusi 1440 x 1600 pixel per mata).

Seperti halnya Odyssey+, Copper turut mengunggulkan pengalaman penggunaan yang terbebas dari efek screen door. Bedanya, HP sama sekali tidak memanfaatkan semacam diffuser pada Copper untuk mencapai hal tersebut, sehingga pada akhirnya tidak ada kompromi sama sekali pada ketajaman gambar.

Sayangnya untuk urusan field of view, Copper masih berada di level yang sama seperti Oculus Rift maupun HTC Vive, meski itu sebenarnya bukanlah hal yang buruk apabila dibandingkan dengan Microsoft HoloLens yang lebih terbatas lagi perihal field of view. Terkait dimensinya, HP masih merahasiakannya, akan tetapi Road to VR mendapati Copper cukup ringan ketika sedang dikenakan.

Rencananya, Copper bakal dipasarkan sebagai produk profesional, akan tetapi di saat yang sama HP juga tidak akan membatasi kalangan konsumen yang tertarik. Harganya masih belum diketahui, demikian pula jadwal perilisannya. Semoga saja tahun ini.

Sumber: Road to VR.

HTC Luncurkan Dua VR Headset Baru: Vive Pro Eye dan Cosmos

Event CES 2019 baru saja resmi dimulai, dan kita sudah langsung kedatangan berita besar di ranah virtual reality: HTC menyingkap bukan cuma satu, melainkan dua VR headset anyar sekaligus, yakni HTC Vive Pro Eye dan HTC Cosmos.

Vive Pro Eye, seperti yang bisa kita lihat dari namanya, adalah headset Vive Pro tapi yang sudah diimbuhi dengan fitur eye tracking terintegrasi. Ini berarti perangkat mampu memonitor pergerakan mata sekaligus arah pandangan pengguna, yang pada akhirnya dapat membantu meningkatkan performa VR.

HTC Vive Pro Eye

Penjelasan lebih spesifiknya, perbaikan performa ini diwujudkan berkat teknologi foveated rendering. Teknologi ini memungkinkan perangkat untuk me-render lebih sedikit pixel (hanya pada bagian yang terlihat oleh pengguna saja), dan foveated rendering sendiri tidak mungkin tercapai tanpa ada campur tangan sistem eye tracking.

Sejauh ini HTC masih belum membeberkan spesifikasi lengkap Vive Pro Eye, akan tetapi semestinya tidak berbeda jauh dari Vive Pro, apalagi jika melihat wujud keduanya yang identik. Pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai kuartal kedua 2019, tapi estimasi harganya belum diketahui.

HTC Cosmos / HTC
HTC Cosmos / HTC

Untuk HTC Cosmos, produk ini sejatinya merupakan rival langsung dari Oculus Quest. Keduanya sama-sama merupakan VR headset tipe standalone yang dapat beroperasi secara mandiri. Yang sedikit berbeda, Cosmos rupanya juga bisa ‘meminjam’ tenaga dari PC maupun smartphone ketika diperlukan.

Berbekal sepasang kamera pada bagian depan, kemudian masing-masing satu di sisi kiri dan kanan, Cosmos mampu menawarkan inside-out tracking, yang artinya ia sama sekali tak perlu didampingi kamera maupun sensor eksternal untuk bisa beroperasi sepenuhnya.

Sayangnya, tidak seperti Vive Pro Eye, Cosmos masih belum memiliki jadwal rilis sama sekali. Kalau melihat Oculus Quest yang dijadwalkan dirilis di musim semi nanti, semestinya Cosmos juga tidak jauh-jauh dari itu.

Sumber: Ars Technica.

Kerja Sama Antara McLaren dan HTC Lahirkan Vive Pro McLaren Limited Edition

Bulan Mei lalu, McLaren menjalin kerja sama dengan HTC sebagai bagian dari upaya mereka mengembangkan program esport-nya, Shadow Project. Kemitraan tersebut secara otomatis menjadikan HTC Vive Pro sebagai perangkat VR resmi untuk kompetisi esport yang diselenggarakan sang produsen supercar asal Inggris.

Salah satu agenda kolaborasi keduanya adalah merilis edisi khusus Vive Pro. Dijuluki Vive Pro McLaren Limited Edition, logo McLaren beserta aksen oranye khasnya tampak kontras pada headset maupun controller-nya. Yang dibundel sejatinya sama persis seperti Vive Pro full kit, tapi dengan imbuhan dua game bertema balap.

Yang pertama adalah rFactor 2 McLaren Edition, game balap karya Studio 397. Yang kedua adalah McLaren Garage VR Experience, yang pada dasarnya merupakan semacam simulator untuk menjadi kru pit stop pada sebuah tim balap. Kedua game ini sebelumnya hanya bisa didapat secara eksklusif oleh pelanggan layanan Viveport.

Sebagai edisi spesial, harganya tentu lebih mahal: $1.549, dibandingkan dengan Vive Pro full kit biasa yang dihargai $1.199.

Dilihat dari perspektif lain, kerja sama antara McLaren dan HTC Vive ini berpotensi memopulerkan tren VR esport yang sejauh ini masih kalah pamor dari esport ‘normal’. Esport tema balapan sudah cukup laris, jadi sekarang waktunya melangkah lebih jauh lagi ke ranah VR.

Sumber: Engadget.

Oculus Go Kedatangan Fitur Casting, Konten Dapat Di-stream ke Smartphone atau Tablet

Dari segi performa, Oculus Go memang tidak semumpuni Oculus Quest yang akan meluncur tahun depan. Namun dengan banderol $200, ia merupakan VR headset yang pantas dibeli semua orang, bahkan termasuk konsumen Oculus Rift seandainya mereka bosan bermain dan hendak bersantai di home theater virtual.

Sebagai perangkat portabel, Oculus Go dapat selalu menemani penggunanya ke mana pun mereka pergi. Terlepas dari itu, tidak ada yang bisa menyangkal fakta bahwa VR headset merupakan gadget yang bersifat privat. Maksudnya, cuma penggunanya sendiri yang bisa menikmati konten yang disajikan.

Itu berarti kita tidak bisa pamer ke orang lain tanpa mempersilakan mereka menggunakannya sendiri. Solusinya, menurut Oculus, adalah fitur Casting yang baru saja mereka rilis versi beta-nya untuk Oculus Go.

Oculus Go Casting

Fitur ini pada dasarnya memungkinkan konten yang tengah tersaji di Oculus Go untuk di-stream ke perangkat mobile. Asalkan smartphone atau tablet-nya terhubung ke jaringan Wi-Fi yang sama seperti Oculus Go, Casting bisa langsung diaktifkan melalui menu Oculus Go.

Ini berarti orang di sekitar kita dapat ikut menyimak apa yang sedang kita mainkan atau tonton di Oculus Go, tanpa perlu meminjam perangkatnya. Jadi semisal pengguna sedang berkunjung ke rumah teman, mereka bisa pamer dan semuanya bisa ikut menyaksikan tanpa harus menggunakan perangkat secara bergantian.

Oculus Go Casting

Kedengarannya sepele memang, tapi fitur ini setidaknya bisa mengurangi kesan bahwa pengguna VR headset adalah manusia-manusia egois yang tidak peduli dengan sekitarnya selagi asyik berada di realita buatan. Sangat disayangkan Casting hanya kompatibel dengan ponsel atau tablet, setidaknya untuk saat ini. Akan lebih menarik lagi jika konten dari Oculus Go juga dapat di-stream ke TV.

Sumber: Oculus.