Microsoft Resmi Jadi Pemilik Bethesda, Beberapa Game Baru Nantinya Bakal Dijadikan Penawaran Eksklusif

September 2020 lalu, industri gaming sempat dibuat geger oleh rencana Microsoft untuk mengakuisisi induk perusahaan Bethesda, ZeniMax Media, dengan dana sebesar $7,5 miliar. Usai mendapatkan persetujuan dari United States Securities and Exchange Commission dan European Union Commission selaku badan yang mengawasi baru-baru ini, akuisisi tersebut akhirnya resmi selesai.

Microsoft mengumumkan kabarnya lewat blog resmi Xbox, menyambut kedatangan total delapan studio di bawah naungan ZeniMax Media ke keluarga besar Xbox Game Studios. Sebagai pengingat, delapan studio yang dimaksud adalah Bethesda Game Studios, id Software, ZeniMax Online Studios, Arkane, MachineGames, Tango Gameworks, Alpha Dog, dan Roundhouse Studios.

Tentu saja ini berarti Microsoft sekarang memiliki akses langsung ke sederet franchise game populer milik ZeniMax, di antaranya The Elder Scrolls, Fallout, Doom, Dishonored, Wolfenstein, The Evil Within, dan masih banyak lagi. Jadi tidak heran apabila Microsoft rela mengucurkan dana dengan nilai setara 108 triliun rupiah.

Satu catatan penting yang perlu digarisbawahi dari pengumuman ini adalah terkait rencana ke depan Microsoft. Dalam blog post-nya, Phil Spencer selaku orang nomor satu di divisi Xbox menyebutkan bahwa ke depannya akan ada sejumlah judul baru garapan Bethesda yang hanya akan dirilis secara eksklusif di platform Xbox dan PC.

Kata “baru” semestinya merujuk pada gamegame yang memang belum pernah diumumkan sama sekali. Namun di saat yang sama, judul-judul blockbuster yang sudah diumumkan, macam Starfield atau The Elder Scrolls 6, juga sama sekali belum ada kejelasan, sehingga menurut saya masih ada kemungkinan keduanya nanti bakal dijadikan penawaran eksklusif.

Rencana ini jelas kontras dengan yang disampaikan oleh Phil pada bulan Oktober 2020, yang pada dasarnya bisa diartikan bahwa Microsoft tidak punya niatan menjadikan game bikinan Bethesda eksklusif untuk platform Xbox. Namun seperti yang kita tahu, Xbox sekarang bukan cuma console saja, melainkan juga layanan cloud gaming (Xbox Game Pass) yang dapat diakses dari banyak perangkat.

Jadi seandainya nanti Starfield dan The Elder Scrolls 6 benar-benar dijadikan eksklusif, Microsoft menurut saya masih tetap bisa menjangkau banyak konsumen lewat Xbox Game Pass. Konsumen dari kubu kompetitor (Sony) pun tidak perlu berkecil hati, sebab mereka hanya perlu menyiapkan biaya berlangganan Xbox Game Pass — yang tentu jauh lebih terjangkau ketimbang harus membeli console Xbox — agar bisa ikut memainkannya.

Sumber: Xbox.

Kontras Strategi Bisnis Tencent dan Microsoft

Tencent dan Microsoft tetap aktif dan malah agresif dalam melakukan akuisisi atau menanamkan modal di perusahaan-perusahaan game meski di kondisi pandemi. Keduanya sama-sama raksasa namun, jika Tencent raksasa dari timur, Microsoft adalah raksasa dari barat. Menariknya lagi, kedua perusahaan raksasa itu memiliki strategi yang jauh berbeda.

 

Investasi Tencent Sepanjang 2020

Tencent merupakan investor yang agresif. Hal ini sudah menjadi rahasia umum. Di tengah pandemi sekalipun, Tencent tidak berhenti berinvestasi. Pada 2020, Tencent ikut serta dalam 170 ronde pendanaan, menurut database milik startup Tiongkok, ITJuzi. Secara total, Tencent telah berinvestasi di 800 perusahaan. Lebih dari 70 perusahaan yang dimodali oleh Tencent telah menjadi perusahaan publik dan lebih dari 160 perusahaan memiliki valuasi melewati US$100 juta, menurut laporan TechCrunch.

Sebagai konglomerasi, Tencent memiliki bisnis di berbagai bidang, termasuk game. Di dunia game, Tencent berhasil menjadi publisher game terbesar di dunia dengan mengakuisisi atau membeli saham dari perusahaan-perusahaan game besar. Dua perusahaan yang masuk dalam portofolio investasi Tencent antara lain Riot Games, developer League of Legends dan Epic Games, developer Fortnite.

Sepanjang 2020, Tencent telah menanamkan investasi di 31 perusahaan game. Sebagian besar investasi ini melibatkan perusahaan Tiongkok. Berdasarkan data Niko Partners, 23 dari 31 perusahaan game yang mendapatkan kucuran dana dari Tencent merupakan perusahaan Tiongkok. Meskipun begitu, Tencent juga mendukung sejumlah perusahaan game dari Barat, seperti Roblox.

Daftar investasi Tencent sepanjang 2020. | Sumber: Niko Partners
Daftar investasi Tencent sepanjang 2020. | Sumber: Niko Partners

Seperti yang bisa Anda lihat pada tabel di atas, jenis investasi yang Tencent lakukan sepanjang tahun 2020 beragam, mulai dari akuisisi, merger, sampai pembelian saham, baik saham minoritas maupun mayoritas. Selain itu, mereka juga ikut dalam beberapa ronde pendanaan yang diadakan oleh sejumlah perusahaan game. Jumlah transaksi di dunia game yang Tencent lakukan pada 2020 naik hingga 3 kali lipat jika dibandingkan dengan total investasi yang mereka buat pada 2019 dan naik 4 kali lipat jika dibandingkan dengan jumlah transaksi mereka pada 2017.

Besar uang yang Tencent keluarkan untuk setiap transaksi pada 2020 juga beragam. Misalnya, mereka mengeluarkan lebih dari US$70 ribu untuk mendapatkan 31,25% saham FanPass. Sementara untuk mendorong merger antara dua platform streaming game terbesar di Tiongkok, Huya dan DouYu, Tencent rela menanamkan investasi lagi sebesar US$810 juta di Huya. Transaksi terbesar Tencent pada 2020 adalah ketika mereka membeli Leyou Technology seharga US$1,5 miliar.

“Soal Merger & Acquisition (M&A), Tencent cenderung konservatif. Biasanya, mereka menanamkan modal di perusahaan-perusahaan game yang sudah terbukti sukses atau berhasil merilis game populer,” kata Niko Partners dalam laporan mereka. “Sementara pada 2020, mereka lebih proaktif dalam menanamkan investasi di segmen gaming.”

Memang, dari portofolio investasi Tencent, terlihat bahwa mereka punya kecenderungan untuk membeli saham dari perusahaan-perusahaan game besar, seperti Riot Games. Namun, pada 2020, mereka mulai menunjukkan ketertarikan untuk memberikan modal pada perusahaan game yang lebih kecil. Mereka juga mulai menanamkan investasi ketika perusahaan masih muda. Walau dikenal dengan game-game mobile seperti PUBG Mobile dan Arena of Valor, Tencent juga mulai memberikan modal untuk perusahaan-perusahaan yang berpengalaman dalam membuat game untuk konsol dan PC.

PUBG Mobile jadi salah satu game populer dari Tencent.
PUBG Mobile jadi salah satu game populer dari Tencent.

Menurut Niko Partners, salah satu alasan mengapa Tencent mengubah strategi investasi mereka adalah karena semakin ketatnya persaingan di industri game Tiongkok. Pasalnya, para saingan Tencent — seperti ByteDance dan Alibaba — juga mulai semakin memerhatikan industri game. Pada awal 2020, ByteDance, pemilik TikTok, dikabarkan akan membuat divisi gaming yang akan fokus untuk membuat game bagi para gamer hardcore, lapor GamesIndustry.

Hal lain yang mendorong Tencent untuk mengubah strategi investasi mereka adalah kesuksesan MiHoYo dengan Genshin Impact dan Lilith Games dengan AFK Arena. Kedua game itu menawarkan sesuatu yang sama sekali berbeda dari game-game Tencent. Meskipun begitu, Niko menyebutkan, posisi Tencent sebagai perusahaan game nomor satu tidak akan tergantikan dalam waktu dekat. Hanya saja, mereka tidak boleh lengah jika mereka ingin agar game-game mereka tetap menjadi game favorit di kalangan gamer.

 

Microsoft Akuisisi Zenimax

Tencent bukan satu-satunya perusahaan yang aktif berinvestasi pada 2020. Microsoft juga masih melakukan akuisisi di tengah pandemi. Hanya saja, strategi Microsoft bertolak belakang dengan strategi Tencent. Jika Tencent lebih memilih untuk menyebar modal di puluhan perusahaan game, Microsoft justru fokus pada satu transaksi, yaitu akuisisi ZeniMax Media. Untuk itu, mereka bahkan rela mengeluarkan US$7,5 miliar.

ZeniMax dikenal sebagai perusahaan induk dari Bethesda. Namun, mereka juga membawahi sejumlah game studio lain, yaitu:

  • Alpha Dog – Wraithborne, Montrocity: Rampage
  • Arkane Studios – Dishonored, Prey, Deathloop
  • Bethesda Game Studio – The Elder Scrolls, Fallout, Starfield
  • id Software – Doom, Quake, Rage
  • MachineGames – Wolfenstein
  • Rondhouse Studios
  • Tango Gameworks – The Evil Within, Ghostwire: Tokyo
  • ZeniMax Online Studios – The Elder Scrolls Online, Fallout 76

“Dengan mengakuisisi Bethesda, kami menggandakan kapasitas kami untuk membuat konten gaming,” kata CEO Microsoft, Satya Nadella, seperti dikutip dari Bloomberg. Pertanyaannya, bagaimana akuisisi ZeniMax akan memengaruhi strategi tim Xbox?

Microsoft bakal memasukkan game-game Bethesda ke Xbox Game Pass.
Microsoft bakal memasukkan game-game Bethesda ke Xbox Game Pass.

Seperti yang disebutkan oleh The Verge, game eksklusif menjadi salah satu taktik Sony untuk mendorong penjualan PlayStation. Mereka mengakuisisi developer mumpuni untuk membuat game berbasis franchise, seperti Spider-Man dan Horizon Zero Dawn. Selain itu, mereka juga menjalin hubungan baik dengan perusahaan-perusahaan game Jepang, seperti From Software dan Square Enix. Dengan begitu, mereka bisa menjamin bahwa game-game buatan developer itu — seperti Final Fantasy atau Demon’s Souls — akan diluncurkan untuk PlayStation terlebih dulu.

Namun, sejak meluncurkan Xbox Game Pass pada 2017, Microsoft tampaknya tak lagi terlalu tertarik untuk merilis game eksklusif di Xbox. Pasalnya, game-game yang masuk dalam katalog Xbox Game Pass bisa dimainkan melalui PC berbasis Windows atau bahkan Android melalui xCloud. Dengan mengakuisisi ZeniMax, Microsoft akan bisa memasukkan game-game buatan Bethesda dan studio-studio lain di bawah ZeniMax.

“Bethesda mengambil langkah berani ketika mereka merilis seri The Elder Scrolls untuk Xbox pertama. Tak hanya itu, mereka juga mendukung Xbox Game Pass sejak awal peluncurannya. Dengan begitu, game-game mereka bisa dimainkan oleh banyak orang di berbagai perangkat. Mereka juga sangat memerhatikan teknologi gaming baru, seperti cloud streaming,” kata Xbox Head, Phil Spencer. Lebih lanjut dia menyebutkan, mereka akan memasukkan game-game legendaris Bethesda ke Xbox Game Pass untuk konsol dan PC.

Sengketa Kian Memanas, Pemilik Game Fallout Kini Tuduh Oculus VR Mencuri Teknologi Mereka

Sengketa antara ZeniMax Media dan Oculus VR dimulai di tahun 2014. Saat itu, sang pemilik franchise game-game populer seperti Fallout dan The Elder Scrolls mengajukan gugatan pada perusahaan punya Facebook itu dengan alasan mereka ‘mengumbar’ hasil pengembangan serta teknologi VR ZeniMax. Dan memasuki paruh kedua tahun ini, perselisihan jadi kian memanas.

Berdasarkan diungkapnya pengajuan tuntutan minggu lalu, ZeniMax diketahui mengubah gugatan mereka, kini secara terang-terangan menuduh CEO Brendan Iribe dan CTO John Carmack telah mencuri kekayaan intelektual mereka. Sederhananya, perusahaan hiburan Amerika itu menuding bahwa sebagian teknologi ZeniMax diambil buat menciptakan headset Oculus Rift.

“Selama bertahun-tahun, ZeniMax mencurahkan puluhan juta dolar untuk melakukan riset dan pengembangan, termasuk penelitian di bidang virtual reality dan teknologi immersive,” tulis ZeniMax. “Di tahun 2011 dan 2012, John Carmack selaku programer ahli dan berpengalaman yang bekerja untuk ZeniMax sebagai technical director anak perusahaan kami, id Software, melakukan experimen mengenai VR di kantor ZeniMax, di atas komputer milik ZeniMax, dan menggunakan sumber daya ZeniMax.”

“Bukannya mematuhi kontrak, Carmack malah menyalin ribuan dokumen dari komputer ZeniMax di hari-hari terakhir ia bekerja,” Ungkap tim penggugat. “Dia tidak pernah mengembalikan file-file tersebut ketika masa kerjanya berakhir. Sebagai tambahan, setelah kontrak kerja Carmack dihentikan, ia kembali dan mengambil tool pengembangan VR kepunyaan ZeniMax.”

Tuduhan pada founder Oculus VR tak kalah pedas. Menurut Zenimax, Brendan Iribe sudah memberikan informasi yang keliru pada pers, mengungkapkan kisah ‘fantastis’ bagaimana Palmer Luckey – seorang inventor jenius – membangun teknologi VR di dalam garasi rumah. ZeniMax yakin cerita ini ialah rekayasa, karena Luckey bukanlah pakarnya, tidak terlatih, tidak mempunyai sumber daya, dan tidak tahu cara mengomersialkan produk virtual reality.

Namun dakwaan tersebut berbeda dari perjalanan John Carmack di ranah virtual reality. Eksperimen terhadap VR dahulu ia lakukan berbekal unit personal viewer Sony HMZ, dan sempat merasa skeptis pada kapabilitasnya untuk gaming. Carmack bertemu Luckey secara online, dan sesudah mulai mengenalnya, sang programer legendaris itu meminta Luckey mengirimkan unit prototype hardware Rift, dan melihat banyak terobosan di sana.

Via GameSpot, juru bicara Oculus VR menyatakan, “Keluhan yang diajukan oleh ZeniMax ini berat sebelah, dan hanya mewakilkan interpretasi mereka saja. Kami yakin gugatan tersebut tidak memiliki dasar, dan akan menjawab semuanya secara hukum di pengadilan.”

Sumber: GameSpot dan Polygon.