Melihat Viewership Esports Wild Rift dari SEA Icon Series: Preseason

Setelah membuka fase beta regional sejak tanggal 18 September 2020 lalu, League of Legends: Wild Rift (atau Wild Rift) kini telah banyak berkembang. Berbagai fitur dan champion baru ditambahkan, serta berbagai perbaikan dilakukan di sana dan sini demi membuat para pemain tetap nyaman.

Lalu bagaimana perkembangan dari sisi esports-nya? Wild Rift Pentaboom Showdown bisa dibilang sebagai inisiatif esports pertama dari Riot Games atas Wild Rift, walau pertandingannya dilakukan antar para influencer. Setelahnya lalu ada Wild Rift SEA Icon Series: Preseason yang bisa dikatakan sebagai turnamen esports pertama yang mempertandingkan tim profesional di Wild Rift.

Walaupun usia game dan esports-nya yang masih sangat muda belia, tetapi kita semua tetap penasaran dengan performa viewership dari Wild Rift Icon Series. Mencoba menilik lebih lanjut, berikut penjabarannya dengan mengutip data-data milik Esports Charts.

Wild Rift SEA Icon Series 2021: Preseason
Sumber Gambar – Esports Charts Blog

Wild Rift SEA Icon Series 2021: Preseason diadakan di 7 negara asia pasifik yaitu Singapura, Filipina,Indonesia, Thailand, Taiwan, Malaysia, dan Vietnam. Dari 7 negara tersebut, Icon Series Singapore berhasil mencatatkan jumlah penonton dan total watch hours terbanyak.

Icon Series Singapore mencatatkan 21 ribu lebih peak viewers dengan 135 ribu lebih total watch hours. Sementara itu pada sisi lain Indonesia tercatat sebagai gelaran Icon Series dengan viewership terendah. Icon Series Indonesia mencatatkan 818 peak viewers dengan 6 ribu lebih total watch hours.

Sebenarnya agak cukup menarik melihat catatan viewership yang ditorehkan oleh masing-masing negara tersebut karena hasilnya yang cenderung kontradiktif. Negara Singapura misalnya. Walaupun Singapura bisa dibilang punya antusiasme tinggi terhadap esports mobile, namun negara tersebut tergolong tidak punya fanbase esports yang besar. Alhasil turnamen esports mobile games di Singapura biasanya jarang mencuat dari angka viewership.

Di sisi lain, Indonesia punya antusiasme tinggi dan fanbase besar terhadap esports game mobile justru mencatatkan angka yang sangat kecil sekali, bahkan mungkin terlalu kecil. Karena Icon Series Indonesia adalah turnamen resmi, saya berpikir akan ada setidaknya ribuan views kalaupun tidak bisa mencapai angka puluhan ribu.

Wild Rift SEA Icon Series 2021: Preseason
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version

Tetapi mungkin memang hal tersebut bisa terjadi karena beberapa faktor, seperti: Mungkin kebanyakan pemain MOBA di Mobile Indonesia sudah terpaku kepada game MOBA lain yang sudah lebih dulu ada di platform mobile. Lalu mungkin juga kurangnya persebaran informasi seputar pertandingan Icon Series yang kurang jadi faktor lain.

Pada salah satu grup media sosial yang tergabung dalam Riot SEA Community, ada beberapa pemain berkomentar bahwa mereka tidak tahu ada pertandingan Icon Series karena informasinya tidak muncul di dalam in-game. Masukan tersebut menurut saya penting juga untuk didengarkan. Game MOBA mobile lain biasanya memberi informasi pop-up seputar pertandingan esports yang sedang berjalan di dalam in-game, sehingga pemain bisa aware dengan kehadiran pertandingan dan meningkatkan jumlah viewers pertandingan.

Selain itu, ada juga beberapa catatan menarik yang tergolong unik dari Wild Rift Icon Series Indonesia. Dari sisi tim dengan catatan total watch hours terbanyak, Bigetron Infinity yang menjadi juara turnamen justru hanya ada di peringkat 3 dalam daftar. Menurut daftar, ONIC Esports adalah tim dengan catatan total watch hours terbesar.

Wild Rift SEA Icon Series 2021: Preseason
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.

Dari sisi pertandingan, pertandingan babak final antara Bigetron Infinity melawan MORPH Team juga tidak masuk ke dalam daftar top 5. Justru pertandingan antara ONIC vs Aerowolf yang mencatatkan diri sebagai pertandingan paling populer sepanjang turnamen dengan 818 peak viewers.

Secara kualitas pertandingan, memang match grand final tergolong one-sided. Bigetron Infinity mendominasi pertandingan sehingga mereka jadi juara setelah menang 4-0 dari seri best-of 7. Pada sisi lain, pertandingan ONIC vs Aerowolf adalah pertandingan pembuka. Tak hanya itu, pertandingan juga berkualitas baik, dengan menampilkan perlawanan sengit antar keduanya sampai ONIC Esports keluar sebagai pemenang dengan skor 2-1 dari seri best-of 3.

Wild Rift SEA Icon Series 2021: Preseason
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.
Wild Rift SEA Icon Series 2021: Preseason
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.

Sementara itu dari sisi statistik viewership secara mendetail, kita bisa melihat sendiri bahwa YouTube masih mendominasi. YouTube menjadi platform dengan peak viewers terbanyak yaitu sejumlah 581 viewers sementara Facebook ada di posisi kedua dengan 239 peak viewers. Dari sisi YouTube, kita juga bisa melihat bahwa tayangan telah mencatatkan 54 ribu lebih total views.

Beberapa dari Anda mungkin akan sedikit murung melihat jumlah penonton Wild Rift Icon Series Indonesia yang terasa kecil sekali. Namun demikian, Icon Series: Preseason sendiri hanyalah permulaan saja. Gelaran Icon Series Indonesia masih akan berlanjut ke Summer Season. Saat ini gelaran kualifikasi sedang diselenggarakan untuk mencari tim-tim terbaik yang akan bertanding di laga final nantinya. Mampukan Wild Rift Indonesia menyaingi perkembangan MOBA mobile lainnya di Indonesia?

PUBG Mobile vs Free Fire: Statistics, Esports Ecosystem, and Their Respective Future

PUBG Mobile and Free Fire are two games that often get compared to each other and one can debate on which of these games are far more superior. However, the metrics in which we rate these games are often very subjective. Therefore, let’s try to be more objective in comparing the two games. In this article, we will use concrete data as well as predict the future of these games and their esports ecosystem.

Without further ado, let’s start discussing these two hottest Battle Royale games in the market.

 

The Surface of PUBG Mobile and Free Fire 

Before discussing the more in-depth aspects of the games, let’s start from the very basic, such as the gameplay of the two games. We already know that the two games are both Battle Royales. But what is Battle Royale and how do you play it?

Battle Royale is a relatively brand-new genre in the gaming world. The concept was first introduced in 2017 and immediately caught the attention of many gamers and developers. In the mobile gaming realm, the two biggest and most popular Battle Royales are PUBG Mobile and Free Fire.

What’s the difference between Battle Royale and other game genres? Competitive games generally use the concept of team vs team of 5 people. This concept applies to MOBA games (Mobile Legends for example) and First-Person Shooter (Point Blank or Counter-Strike). However, Battle Royale is slightly different.

Battle Royale competitive mode pits 14 teams at a single match. Each team usually contains 4 players. The goal is to survive the longest and be the last standing group on the map. Strategies to achieve this objective can vary from hiding passively or playing with full aggression to eliminate teams when they least expect it. In PUBG Mobile and Free Fire, you eliminate teams and their members by shooting them down with weapons scattered around the map.

So, what are the main differences between PUBG Mobile and Free Fire? The difference mostly occurs in the game mechanics. Just like any other shooting game, the player’s ability to aim is of paramount importance.

In Free Fire, the process of aiming and shooting enemies is highly assisted by the game system itself. For example, the crosshair will change color when it is pointing right at an enemy, and the system will sometimes also help you lock on to an enemy (also called aim-assist). The weapon recoil in Free Fire is also relatively predictable, making it easy to hit your targets continuously.

What about PUBG Mobile? The shooting mechanics in PUBG Mobile tends to be more difficult and requires more skill to control. Furthermore, there is far less assistance from the game system provided to the players. For instance, the crosshair color will not change regardless if you are aiming right at an enemy, although it still provides visual feedback (or hit markers) to show that your shot is registered. PUBG also has built-in aim assist systems, but it is far less helpful compared to Free Fire. Moreover, the aim-assist feature in PUBG Mobile can also be turned off, unlike in Free Fire. The weapon recoil in PUBG Mobile also simulates real-world physics and is, therefore, much more erratic.

Due to the difference in the game mechanics, PUBG Mobile and Free Fire tend to attract different player segments. PUBG Mobile tends to be liked by competitive players who like challenges and learning games to a deep level. On the other hand, Free Fire attracts more casual and, sometimes, younger players.

PUBG Mobile and Free Fire also have several differences in visual themes. PUBG Mobile tends to be more realistic and presents a “military” theme in their game. Although they sometimes release colorful skins, the equipment in the game is based on real military weaponry (such as grenades, flashbangs, and various types of firearms that do exist in the real world).

Free Fire has a more colorful or playful visual theme consisting of several futuristic and or fictional equipment. Free Fire actually still has some real-world firearms, but there are also several imaginary weapons. Some examples are the Gloo Wall which allows players to bring up ice walls to survive, characters with special abilities, and futuristic-looking vehicles.

After comparing the game from a basic standpoint, let’s dive into the “in-depth” aspect I mentioned earlier. These are topics such as the esports ecosystem, the growth of the player base, and the revenue generated by both games.

 

The Esports Ecosystem of PUBG Mobile and Free Fire

We have discussed the PUBG Mobile esports ecosystem scheme in an earlier article. What about the Free Fire esports ecosystem? Are there any competitive tournaments in the game? What is the scheme behind their esports sector? Free Fire has four primary competitions in Indonesia. There are the Free Fire Masters League and the Free Fire Indonesia Masters as the two “main cast” of the esports tournaments created by Garena Indonesia, the game developer company. Free Fire Masters League can be interpreted as the Regular Season round of a competitive league, while the Free Fire Indonesia Masters is similar to Playoff rounds.

Apart from these two main competitions, Garena Indonesia also has two other types of tournaments. There is Free Fire The One which is targeted at solo players and Free Fire Royale Combat, a tournament for amateur teams. We can say that Free Fire adopts a mixed system for these two particular competitions.

However, Garena Indonesia implements a closed system for the Free Fire Masters League. The FFML League is classified as a closed system because the selection of teams is incredibly limited. The team that wants to participate in the tournament needs more than just raw skill power. Christian Wihananto, Free Fire Producer from Garena Indonesia, briefly explained the process of entering into FFML at the press conference for the launch of FFML Season 1 held in early January 2020. Chris explained that there are administrative selections and buy-in slots worth IDR 50 million for teams wishing to enter the FFML league.

Skema Esports Free Fire Masters League.
Free Fire Masters League Esports Scheme.

However, there is a slight difference between the closed system applied in the Free Fire Masters League and the Franchise League applied by Mobile Legends: Bang-Bang in the MPL league. The franchise model in the MPL league stipulates 8 teams as permanent participants, without any promotion or relegation systems.

On the other hand, the buy-in slot for the Free Fire Masters League is only valid for a single season. As the league continued to develop into its third season, it introduced FFML Division 2 and included a promotion-relegation system. As a result, FFML Division 2 participants who achieved outstanding performances will have an opportunity to move up to division 1 and vice versa (Division 1 team that performs poorly will get relegated in the following season). Therefore, the FFML league itself cannot be said to be a purely franchise league.

In the interview I conducted, Christian Wihananto mentions that he prefers to call the FFML league a buy-in model. Furthermore, the Free Fire esports scene also includes an open system through the Free Fire Indonesia Masters (FFIM) competition. The FFIM competition brings together the best 12 teams in Indonesia. The 12 teams gathered consist of 6 teams from the Free Fire Masters League and 6 teams from the Play-Ins round.

 

Skema Esports Free Fire Indonesia Masters bagi peserta umum.
Free Fire Indonesia Masters esports scheme for general participants

What about the Free Fire esports business ecosystem? The Free Fire esports ecosystem business model is, in many ways, similar to PUBG Mobile and Mobile Legends: Bang-Bang. The similarities can be observed from the huge role that the developers (Garena Indonesia) play in the Free Fire esports business. FML, FFIM, and even amateur-level tournaments – such as FFRC and FF The One – are all organized by Garena Indonesia themselves.

However, the differences can be seen in the student-level tournaments in the PUBG Mobile and Free Fire scene. In the PUBG Mobile ecosystem, student-level competitions are held by Tencent Games, the game developer, just like all the pro-level tournaments. The tournament is called the PUBG Mobile Campus Championship or PMCC.

Meanwhile, on the other hand, most student tournaments in the Free Fire ecosystem are organized by third parties, some of which even involve government agencies. Some examples are the Dunia Games Campus League (2019) and the IEL University Series (2020).

Furthermore, PUBG Mobile organizes tournaments at the college or the university level whereas Free Fire more often hosts more tournaments at the school level (below university). Apart from the two examples I mentioned above, Free Fire also organized the Student Cup (for high school students) and the Menpora Esports Cup (open to high school and university students). Just like before, these two tournaments are held by third-party organizations.

Sumber Gambar - Piala Menpora Esports Official Website.
Image Source: Piala Menpora Esports Official Website.

I will continue the discussion of the difference between these two games in the next sub-topic. Now let’s take a look at the global presence of the two games in the esports world.

In 2020, both games held online international tournaments. PUBG Mobile held the PUBG Mobile World League from July to August, while Free Fire held the FF Continental Series in November.

The two tournaments equally divide the participants by region to solve several technical problems (such as ping differential) that will occur. PMWL divides the tournament into two regions: East Region (Asia) and West Region (western region). FFCS divides its tournament into three different regions: EMEA (Middle East), Americas, and Asia (SEA).

Even though Free Fire has more competition regions, PUBG Mobile has more country representatives. Quoting from Liquidpedia’s data, there are 31 countries represented through players who are members of the PWML: West Region and 13 countries for the PMWL East Region. Therefore, a total of 44 countries were represented in the PMWL event.

Quoting again from Liquipedia, the number of countries represented in FFCS is much smaller. It is recorded that there are 12 countries represented through the players who are participants in FFCS: Americas, 13 countries in FFCS: EMEA, and 7 countries in FFCS Asia. Therefore, only a total of 32 countries were represented in the FFCS event.

We can also measure the global presence of the two games by counting the number of languages they broadcast in. According to data from the pro features of Esports Charts, PMWL broadcasts in 16 different local languages (excluding English), PMWL East broadcasts in 9 languages, while PMWL West broadcasts in 7 languages.

With regards to Free Fire, FFCS broadcasts in 10 different local languages (excluding English) from the 3 competitive regions (2 languages in FFCS: EMEA, 6 languages in FFCS: Asia, and 2 languages in FFCS: Americas.

Sumber: Esports Charts
FFCS: Asia Viewership Data. Source: Esports Charts
Sumber: Esports Charts
PMWL: East Region viewership data. Source: Esports Charts

What about international viewership? To investigate this matter, we can use data from Esports Charts. According to the data, PUBG Mobile is superior compared to Free Fire in terms of views. However, both their largest fan base is located in Asia. As proof, PMWL: East only managed to record around 1.1 million peak viewers while FFCS: Asia recorded over 2.5 million peak viewers. You can observe the data in detail in the figures above.

 

Player Growth and Revenue Generated by PUBG Mobile and Free Fire

As we mentioned previously, the two games target two different player segments. We can see the evidence on their respective Google Play pages. We can see that PUBG Mobile is rated 16+ while Free Fire only has a minimum age requirement of 12. Therefore, it is not surprising why Free Fire provides much simpler gameplay equipped with colorful and futuristic visual aspects.

Despite targeting different markets, the two games are still undergoing stiff competition. Let’s first observe the player count statistics. Quoting from Invenglobal, which refers to the Business of Apps, PUBG Mobile reached 65 million peak Daily Active Users in 2020.

Sumber: Google Play
Free Fire has a rating of 12+. Source: Google Play
Sumber: Google Play
PUBG Mobile has a rating 16+. Source: Google Play

For Free Fire, we can refer to their SEA’s (Garena’s parent company) financial statements published in August 2020. In the report, it was stated that Free Fire had reached 100 million peak Daily Active Users. The report also mentioned that Free Fire made it to the Top Grossing list in Latin America and Southeast Asia. Furthermore, Free Fire was claimed to be the 3rd most downloaded mobile games globally.

Let’s move the discussion to the revenue generated by each of these two games. Even though PUBG Mobile has a smaller player base, the game developed by Lightspeed & Quantum turns out to be more profitable than Free Fire.

Sumber Data - Sensor Tower.
Source: Sensor Tower.

In December 2020, Sensor Tower reported that PUBG Mobile managed to generate a revenue of US $ 2.6 billion. This figure combines the profit acquired from the global PUBG Mobile game version and the local Chinese version, Peacekeeper Elite. With this total revenue, PUBG Mobile cemented themselves as the highest grossing mobile game, superseding Honor of Kings (Chinese version of AOV), Pokemon GO, and 3 other casual games (Coin Master, Roblox, and Monster Strike).

On the other hand, Free Fire managed to accumulate a revenue of US$ 2.13 billion, according to SuperData. As a result, Free Fire claims the title of the highest grossing free-to-play game in 2020, along with Pokemon GO, Roblox, League of Legends, and so on.

From these statistics, we can conclude that Free Fire and PUBG Mobile have their own respective successes in the Battle Royale genre. Free Fire managed to attract many players through the more casual gameplay and colorful cosmetics. On the flip side, although PUBG Mobile has a smaller player count, they are more likely to attract users that will perform in-app purchases due to the more mature segmentation of players.

With the various successes they have had in 2020, what will be the future of both of these games?

 

The Future of Battle Royale and the Development of PUBG Mobile and Free Fire

Unfortunately, PUBG Mobile might not have the most promising future with regards to its development as the game has experienced a lot of controversies both internationally and locally.

PUBG Mobile is often viewed as a game that inflicts “negative impact” upon its players. The game was blocked in Pakistan for this very reason. It is also blocked in India, though it was for another reason. In the local spectrum, PUBG Mobile has also been labeled haram by the Aceh Ulama Consultative Assembly since last June 2019.

According to Kompas.com, PUBG Mobile got blocked because it was inducing addictive behavior. This exact reasoning is also brought up in the previously mentioned international incidents such as Pakistan. Quoting India.com, the community considered PUBG Mobile to be addictive and had the potential to harm children’s physical and psychological health.

The addiction argument is often used by the community when discussing the impacts of online games. However, game addiction is actually not a very viable argument. You can see why in this Hybrid.co.id article.

Apart from addiction, I feel that the militaristic theme might also be another reason behind the paranoia caused by PUBG Mobile. If you play PUBG Mobile without the skins or cosmetics, the game actually presents you with a somewhat dark, war-filled, and violent world.

PUBG Mobile is also ironically blocked in China, where the game developer company is based, due to the violent content they display. As a result, PUBG Mobile rebranded to Peacekeeper Elite in China and minimized the disturbing content in the game.

Tencent – the game publisher – and Lightspeed & Quantum – as the game developer – may also be aware that their violent content might be the cause of the controversies they received. Therefore, along with its development, PUBG Mobile is also trying to add more color to the PUBG Mobile game. They achieve this by introducing various futuristic-themed cosmetics, which you can see in the recently released Royale Pass Season 18.

pubgm royale pass 18

What about Free Fire? Even though they are both Battle Royales, Free Fire tends to have less controversies. In terms of content, the Free Fire game looks realistic during its release. But over time, Free Fire also continues to develop its content towards the futuristic theme.

Free Fire had collaborated with the Money Heist series from Netflix, soccer player Christiano Ronaldo in presenting the character Chronos, and even the Attack on Titan anime to feature Eren Jaeger into the game. Free Fire had also been blocked by the Indian government, but it was due to the boycott of products made by China as there were some conflict between the two countries.

As a final discussion, what will be the fate of the Battle Royale in the esports realm? Even though the Battle Royale genre did receive criticism as a competitive esports, the rapid development of Free Fire and PUBG Mobile competitions has actually become a proof of some market interest in the genre.

However, along with its development, both PUBG Mobile and Free Fire often make format changes. The current competitive esports state of these two games is far from perfect, considering that they are a relatively new genre. Many changes must be made to make the scene highly competitive.

In the case of PUBG Mobile, for example, there was a discussion on the possibility of using First-Person mode for esports matches. Furthermore, using the First-Person perspective is only one of the aspects that can be improved. There are still other aspects that can also be discussed, such as the tournament formats or for fair point distributions in both games.

Then what about the Battle Royale genre itself? Will the genre die out in the near future?

To answer this matter, I will refer to my discussion about the causality between free games and esports. In the article, we can observe that a healthy esports ecosystem can prolong the lifespan of a particular game. As long as the esports exist in the genre, new players will continue to come, either because they aspire to be a pro or simply attracted from watching the game.

The Battle Royale genre already has the perfect high-action gameplay with a fitting duration. With this notion in mind, we can safely predict that the Battle Royale esports ecosystem is not going anywhere any time soon.

Translated by: Ananto Joyoadikusumo

Rekap MPL ID S7 Week 8 dan PMPL ID S3 Grand Finals: Puncak Bagi Keduanya

Pertandingan MPL (MLBB) dan PMPL (PUBG Mobile) pekan ini telah mencapai puncaknya. MPL mencapai puncak dari babak regular season, sementara PMPL menyajikan pertandingan grand final. Bagaimana panasnya pertandingan MPL dan PMPL di pekan ini? Berikut rekapnya.

Rekap MPL Indonesia Season 7 Week 8

Pertandingan hari pertama dibuka dengan laga Alter Ego melawan AURA Fire. Alter Ego yang sedang turun permainannya belakangan sebenarnya membuka celah bagi AURA Fire. Benar saja, permainan pun jadi berjalan alot. AURA Fire memberi perlawanan terkuatnya, membuat Alter Ego cukup kesulitan. Walaupun begitu, Alter Ego terbukti bermain lebih solid sehingga mereka menang 2-0 dengan game 1 berdurasi 16 menit dan game 2 berdurasi 19 menit lebih.

Pertandingan kedua adalah pertemuan antara ONIC Esports melawan Geek Fam ID. ONIC Esports sedang stabil permainanya belakangan ini, sementara Geek Fam ID masih harus membuktikan lebih lagi. Walaupun begitu, permainan berjalan keras. Terlihat di game pertama saat skor kill masih imbang 9-9 bahkan di menit 16, walau berakhir dengan kemenangan ONIC Esports. Game kedua, ONIC Esports jadi di atas angin sehingga mereka melibas Geek Fam ID dengan cepat dalam 13 menit. ONIC Esports pun mengamankan kemenangan sempurna, 2-0, atas Geek Fam ID.

Hari pertandingan kedua diisi dengan pertemuan menarik juga. Pertandingan pertama adalah EVOS Legends vs Bigetron Alpha. EVOS Legends lebih diunggulkan fans dalam matchup tersebut. Walaupun begitu, Bigetron Alpha masih mencoba membuktikan diri bahwa mereka juga merupakan tim yang tangguh dan tergolong sebagai tim top 4 di MPL Indonesia.

Game 1 berjalan alot, EVOS Legends unggul di awal tapi Bigetron Alpha bertahan dengan kuat dan tenang. Keadaan berbalik, sehingga Bigetron Alpha menang dengan bantuan dorongan Lord di menit 16. EVOS Legends menemukan tempo permainannya di game kedua. Tetapi skenario yang sama lagi-lagi terjadi, Bigetron Alpha bertahan kuat memasuki fase late game. Namun demikian keunggulan EVOS Legends sudah terlampau jauh sehingga mereka bisa amankan game tersebut di menit ke-20 dengan bantuan Lord ke-3. Menerima kekalahan, Bigetron Alpha justru mengamuk di game ketiga dan membungkan game dalam 12 menit saja. Bigetron Alpha pun memenangkan pertandingan dengan skor 2-1 atas EVOS Legends.

Pertandingan antara AURA Fire melawan Genflix Aerowolf juga tak kalah serunya. Dua tim tersebut masih mencoba membuktikan bahwa mereka pantas ada di MPL Indonesia. Apalagi pertandingan tersebut juga jadi penentu apakah Genflix Aerowolf masuk babak playoff atau tidak.

Adu skill dan strategi antar kedua tim benar berjalan sengit. Kedua tim masih bertukar serangan keras bahkan sampai di menit ke-17 pada game 1. Namun AURA Fire yang sedang unggul segera memanfaatkan momentum untuk meratakan base di menit ke-18. Kalah di game pertama, Genflix Aerowolf pun mengamuk dua game berturut-turut. Genflix Aerowolf memenangkan game 2 dalam 16 menit dan game 3 dalam 11 menit. Genflix Aerowolf menang 2-1 atas AURA Fire.

Pertemuan ONIC Esports vs Alter Ego juga diharapkan menjadi pertandingan yang keras. Tetapi ONIC Esports sepertinya masih bertahan di atas angin setelah kemenangan mereka kemarin. Alter Ego sendiri cukup kelimpungan dengan permainan agresif yang diberikan, sehingga ONIC Esports menang game 1 dalam 11 menit. Alter Ego memberi perlawanan keras di game 2, skor kill bahkan cenderung beda tipis yaitu 18-13 di menit 18. Sayangnya Alter Ego tak lagi mampu menahan setelah gempuran Lord dan serangan bertubi-tubi dari punggawa ONIC Esports di menit 24. ONIC Esports pun menang 2-0 atas Alter Ego.

Hari pertandingan terakhir sudah ditunggu-tunggu sejak pekan lalu karena kehadiran el clasico antara EVOS Legends vs RRQ Hoshi. Namun sebelum menuju pertandingan tersebut, ada pertemuan antara Geek Fam ID melawan Genflix Aerowolf.

Genflix Aerowolf masih dalam semangat positif di hari ketiganya. Hal tersebut terlihat di game pertama. Geek Fam ID unggul kuat sejak awal hingga late game. Namun Genflix Aerowolf masih mampu comeback dari keadaan terpuruk dengan memenangkan teamfight paling penting di menit 21 dan berhasil memenangkan game 1. Semangat kemenangan tersebut terbawa, sehingga Genflix Aerowolf bisa mendominasi penuh game ke-2 yang ditutup dengan kemenangan cepat di menit 12. Genflix Aerowolf menang 2-0 atas Geek Fam ID.

Pertandingan babak regular season terakhir ditutup dengan laga el clasico EVOS Legends vs RRQ Hoshi. Jual beli serangan berlangsung sangat keras, pertandingan bahkan masih imbang sampai di menit ke-15 permainan. EVOS Legends sempat memenangkan teamfight pada saat RRQ Hoshi mendapatkan Lord. Namun RRQ Hoshi masih bertahan teguh setelahnya. Alberttt dan kawan-kawan pun melakukan percobaan gempuran kedua di menit 20 dengan bantuan Lord. EVOS Legends yang tak lagi mampu menahan akhirnya harus menyerahkan game 1 ke RRQ Hoshi di menit 21.

Masuk game kedua, line-up hero RRQ Hoshi terlihat menjanjikan dengan kombinasi yang berimbang, sementara EVOS Legends mencoba menggunakan strategi Diggie feeder yang cukup berisiko. EVOS Legends ternyata berhasil membuat RRQ Hoshi kelimpungan. Diggie yang digunakan EVOS Legends efektif mengganggu RRQ Hoshi karena Bruno yang digunakan Alberttt. Gangguan-gangguan yang terjadi ternyata menjadi sebuah bola salju besar yang menghantam RRQ Hoshi. Satu per satu turret RRQ Hoshi runtuh, sampai akhirnya Lord juga diamankan EVOS Legends di menit 10. RRQ Hoshi pun tak lagi mampu menahan gempuran EVOS Legends sampai akhirnya base pun runtuh di menit 11.

EVOS Legends kembali mencoba bermain agresif di game ketiga. Strategi permainan tersebut ternyata berbuah manis. EVOS Legends sudah unggul sejak dari awal-awal permainan. RRQ Hoshi mencoba memberi perlawanan, tetapi Harith dari EVOS.Clover tampil begitu kuat. Apalagi ditambah juga dengan kombinasi Pacquito dari Antimage dan Angela dari REKT yang meluluhlantahkan pertahanan RRQ Hoshi. Sang raja akhirnya tak lagi mampu bertahan dari gempuran EVOS Legends, base pun runtuh di menit 11. EVOS Legends menang 2-1 atas RRQ Hoshi.

Rekap PMPL Indonesia Season 3 Grand Final

Babak grand final PMPL Indonesia Season 3 berjalan selama 3 hari, mulai tanggal 16 hingga 18 April 2021. Babak final tak hanya memperebutkan slot untuk menuju ke PMPL SEA 2021 saja, tetapi juga Peace Elite Asia Invitational 2021. Besarnya pertaruhan di babak final PMPL Indonesia Season 3 ini pun membuat pertandingan jadi berjalan sangat sengit dan tidak terduga selama 3 hari kemarin.

Pertandingan hari pertama menjadi kejutan tersendiri karena GD GIDS yang kembali berhasil memuncaki klasemen. Namun bukan posisinya yang jadi kejutan, melainkan cara GD GIDS mendapatkan puncak klasemen tersebut. Bigetron RA, Geek fam ID, dan Bonafide harus kerja keras mendapat Chicken Dinner demi poin yang besar, GD GIDS malah bisa memuncaki klasemen tanpa satupun Chicken Dinner di hari pertama.

Masuk hari kedua, pertandingan jadi makin sengit dan panas lagi. Salah satu penyebabnya adalah karena peringkat top 4 yang memiliki selisih poin yang tipis-tipis antara GD GIDS, Geek Fam ID, Bigetron RA, dan Victim Sovers. Chicken Dinner pun tergolong terbagi rata hari walaupun cendurung diperoleh oleh tim-tim yang ada di 10 besar saja.

Pertandingan mencapai puncaknya di hari ketiga. Menariknya, pemenang PMPL Indonesia bahkan masih sulit sekali ditebak sampai di hari ketiga. Semua tim berlaga dengan baik, sehingga perbedaan poin menjadi semakin tipis-tipis. Namun dari semua tim, Geek Fam ID dan AURA Esports menjadi tim yang sangat-sangat panas membara di hari tersebut.

Geek Fam ID mungkin cuma berhasil mendapatkan satu kali WWCD saja. Namun demikian, permainannya konsisten dengan placement yang tidak buruk ditambah poin kill yang besar. Pada sisi lain, AURA Fire jadi tim yang paling panas membara hari itu. Mereka mendapatkan 3 kali WWCD, dengan dua WWCD didapatkan secara berturut-turut di ronde 16 dan 17. Poin kill yang mereka dapatkan juga selalu dua digit pada saat WWCD berhasil di dapatkan. Rekornya adalah di ronde 17, yaitu WWCD dengan 19 kill dibukukan.

Bigetron RA pun juga tetap konsisten di hari terakhir. Mereka membuka pertandingan dengan WWCD walau harus terpuruk lumayan buruk di ronde setelahnya. Hasil tersebut membuat klasemen poin menjadi sangat sengit. Geek Fam ID terbilang hampir bisa dipastikan menjadi juara pada ronde 17 dengan 200 poin lebih yang diamankan, sementara Bigetron RA hanya punya sekitar 180an poin saja di peringkat kedua.

Masuk ronde 18, harapan menang Geek Fam ID hampir pupus setelah mereka terkena Too Soon di peringkat 14. AURA Fire yang sedang panas membara juga finish di peringkat yang tak terlalu baik, yaitu peringkat 6 dengan 4 kill. Seakan memanfaatkan momen tersebut, Bigetron RA pun segera merebut WWCD di game tersebut dengan 11 poin kill dibukukan.

Sayang, walau Bigetron RA tampil impresif menutup pertandingan, Geek Fam ID masih tetap menjadi juara PMPL Indonesia Season 3 ini. Bigetron RA dengan segala perjuangannya mendapat peringkat Runner-Up, dan AURA Esports mendapatkan peringkat ke-3.

Dari hasil yang didapatkan tersebut, maka Geek Fam ID dan AURA Essports menjadi dua wakil Indonesia tambahan untuk bertanding di PMPL SEA Championship nantinya. Sementara itu, Geek Fam ID dan Bigetron RA yang ada di peringkat satu dan dua juga mendapat hak bertanding di Peace Elite Asia Invitational yang akan diadakan di Tiongkok pada tanggal 27-29 Mei 2021 mendatang.

Sumber Gambar Utama – MLBB & PUBG Mobile Official YouTube Channel.

Menilik Potensi Ladang Bisnis Platform Turnamen Esports

Di tengah perkembangan esports, kehadiran kompetisi tidak hanya dibutuhkan pemain profesional, tetapi juga para pemain amatir yang baru ingin terjun mencicipi dunia esports. Platform turnamen esports mencoba hadir mengisi ruang kosong tersebut, yaitu turnamen bagi pemain-pemain amatir.

Pertanyaannya, apa benar kehadiran platform turnamen esports jadi angin segar bagi pemain amatir? Bagaimana perkembangan bisnis platform turnamen esports sendiri? Semua hal tersebut akan kita kupas satu per satu. Namun sebelum menuju pembahasan, mari saya antar lebih dulu agar mengenal apa yang dimaksud dengan platform turnamen esports.

 

Platform Turnamen Esports – Berkembang Didorong Teknologi

Sebelum menuju pembahasan, mungkin ada baiknya apabila kita menyamakan persepsi terlebih dahulu soal apa itu platform turnamen esports. Sebenarnya tidak ada seseorang atau suatu badan yang meresmikan definisi platform turnamen esports. Maka dari itu, di sini saya mencoba memberi definisi platform turnamen esports sebagai situs atau aplikasi yang digunakan sebagai wadah berkompetisi oleh para pemain. Dalam situs atau aplikasi tersebut, pemain biasanya bisa mendaftar, bertanding, atau membuat turnamennya sendiri.

Sebagai salah satu contoh salah satu platform esports yang paling berkembang mungkin adalah FACEIT. Aplikasi FACEIT mungkin tidak segitu dikenal di Indonesia, namun bisa dibilang sebagai salah satu aplikasi platform turnamen esports wajib bagi pemain kompetitif CS:GO terutama yang berada di wilayah barat (Amerika Serikat dan Eropa).

Namun memang FACEIT bukan sekadar website biasa. FACEIT tidak hanya menyediakan turnamen, tetapi juga menyediakan server game untuk pemain CS:GO berkompetisi. Ya benar, Anda tidak salah baca, server game sendiri sebagai wadah berkompetisi CS:GO.

Platform Turnamen Esports
Sumber Gambar – Tangkapan Layar

Game CS:GO memang memperkenankan pemainnya untuk membuat dedicated server masing-masing. Karena hal tersebut FACEIT jadi bisa melakukan apa yang jadi salah satu jasa andalannya sebagai sebuah platform turnamen esports. Apalagi FACEIT juga menawarkan beberapa kelebihan dari aspek kompetitif, ketimbang server matchmaking CS:GO. Kelebihan yang mereka tawarkan yaitu server dengan 128 tick-rate yang meminimalisir delay atau lag dan juga sistem anti-cheat sendiri yang dianggap lebih mutakhir oleh komunitas.

Karena hal tersebut, dalam perkembangannya, FACEIT pun menjadi wadah berkompetisi utama bagi para pemain CS:GO. Bahkan, rank pemain di FACEIT tergolong lebih diakui ketimbang rank di game CS:GO itu sendiri. FACEIT bahkan menjadi server pilihan dalam menyelenggarakan turnamen-turnamen CS:GO profesional. Karenanya FACEIT sendiri pun memiliki turnamen CS:GO mereka sendiri yang sudah cukup besar. Salah satunya adalah seperti FACEIT Esports Championship Series Season 8.

Dalam perkembangannya, FACEIT pun bahkan tidak hanya tersedia untuk game CS:GO saja, tetapi juga termasuk game seperti PUBG (PC), Dota 2, ataupun game mobile seperti Brawl Stars dan Clash Royale.

FACEIT mungkin bisa dibilang sebagai contoh platform turnamen esports yang paling ideal. FACEIT saya katakan ideal karena platform tersebut benar-benar mencoba menjadi solusi bagi pemain CS:GO yang sebelumnya kesulitan berkompetisi karena kualitas server Valve yang tergolong belum “esports-ready”.

Selain dari FACEIT ada juga contoh lain dari platform turnamen esports yang fungsinya tergolong lebih sederhana. Challonge.com misalnya, yang fungsinya sederhana dan jelas, yaitu sebagai bracket generator. Walaupun fungsinya tergolong sederhana namun Challonge juga menjadi salah satu platform esports favorit karena fungsinya penting dan dibutuhkan oleh para penyelenggara turnamen.

Dalam praktiknya, walau kerap digunakan penyelenggara turnamen, Challonge malah jarang digunakan oleh pemain. Pemain bisa mendaftar menggunakan medium lain. Setelah mendaftar, penyelenggara biasanya akan membuat sebuah halaman Challonge yang berisi data-data bracket, tangga, serta jam pertandingan. Beberapa penyelenggara turnamen esports lokal di Indonesia juga menggunakan Challonge sebagai sarana membuat dan mengatur bracket kompetisi, bahkan termasuk turnamen sekelas Indonesia Games Championship.

Platform Turnamen Esports
Sumber Gambar – Tangkapan Layar

Lalu selain itu ada juga website seperti Battlefy.com yang fungsinya tergolong masih agak mirip-mirip dengan Challonge. Namun demikian Battlefy mencoba memusatkan segala aktivitasnya di laman website mereka. Pemain bisa langsung mendaftar turnamen di website Battlefy.com tanpa harus repot-repot menggunakan medium lain untuk mendaftar turnamen.

Dalam praktiknya Battlefy masih melibatkan API dari pihak developer game, bahkan juga terlihat bekerja sama dengan developer terkait. Salah satu contohnya terlihat dari turnamen Hearthstone Masters Qualifiers yang menggunakan platform Battlefy sebagai wadah pendaftaran. Pendaftarnya juga bisa langung menyambungkan akun Battle.net mereka ke laman Battlefy untuk mempermudah pendaftaran.

Beberapa contoh di atas adalah platform turnamen esports yang berbasis di luar negeri. Lalu bagaimana dengan di Indonesia sendiri?

 

Platform turnamen esports di Indonesia

Seiring dengan berkembangnya esports di Indonesia, peluang bisnis platform turnamen esports pun tak terlewat digarap oleh para pelaku bisnisnya. Berbarengan dengan perkembangan ekosistem esports, platform turnamen di Indonesia kini sudah semakin menjamur. Beberapa contoh platform turnamen esports lokal adalah seperti Yamisok.com, Metaco.gg, GGWP.id, duniagames.co.id, ESPL.gg, padiplay.com, dan lain sebagainya.

Apabila Anda mungkin sadar, tiga dari total enam platform turnamen esports yang saya sebut sebenarnya lebih dulu dikenal sebagai media berita esports. Tiga platform tersebut adalah Metaco.gg, GGWP.id, dan duniagames.co.id. Pada sisi lain, Yamisok.com sebetulnya juga punya media esports yang tersaji pada domain serta branding yang berbeda yaitu Esports.id.

Dari semua platform turnamen esports yang saya sebut barusan, Yamisok.com bisa dibilang sebagai salah satu yang paling tua usianya. Mengutip dari laman LinkedIn milik Yamisok, disebutkan bahwa Yamisok pertama kali berdiri pada tahun 2017 lalu. Sementara platform lainnnya, sejauh yang saya ingat, baru mulai muncul di sekitar tahun pertengahan 2018 dan setelahnya.

Mencoba menggali lebih jauh seputar perkembangan bisnis platform esports dan penggunaannya di kalangan gamers, saya pun mencoba mewawancara beberapa pihak. Pihak tersebut adalah pelaku bisnis platform turnamen esports, tim esports profesional, dan gamers kompetitif secara umum.

Dari pihak pelaku bisnis platform turnamen esports, saya telah mewawancara ESPL.gg dan Metaco.gg. Lalu sebagai perwakilan tim esports profesional ada Aerowolf Pro Team yang diwakili Wiyanto Yashin atau yang lebih dikenal dengan panggilan “Shin” selaku Head of Esports Aerowolf Pro Team. Lalu untuk mewakili gamers kompetitif secara umum, saya mencoba melakukan survey kecil-kecilan menggunakan Google Form yang disebarkan kepada komunitas gamers.

Pertama-tama dari sisi pelaku bisnis esports, ada Iskandar Ramli selaku CEO dari Metaco.gg. Seperti saya sebut sebelumnya, Metaco.gg pada awalnya berkembang sebagai media esports. Pada laman website-nya, Anda dapat melihat berbagai berita seputar esports beserta berbagai tips dan trik seputar game-game kompetitif. Seiring waktu, Metaco.gg pun mulai menghadirkan turnamen-turnamen esports pada tingkat komunitas sampai akhirnya berkembang menjadi platform esports tersendiri.

Melihat perkembangannya tersebut, hal yang saya cukup penasaran mungkin adalah “kenapa harus platform turnamen esports“. Pertanyaan tersebut muncul juga karena mengingat kehadiran Metaco.gg sebagai platform turnamen esports terbilang cukup baru, yaitu sekitar tahun 2020 lalu.

Platform Turnamen Esports
Iskandar Ramli CEO Metaco.gg

Menjawab hal tersebut, Iskandar Ramli menjawab. “Ide besar platform kami sebenarnya adalah untuk membuat masyarakat lebih tertarik untuk bergabung ke dalam dunia gaming, yang otomatis meningkatkan minat ke esports. Karenanya fokus utama platform Metaco adalah membuat komunitas berisi gamer yang suka bermain dengan sesama gamer. Kami juga yakin bahwa Anda (para gamers) tidak harus jadi pemain kompetitif tingkat tinggi atau mengikuti turnamen prestisius untuk dapat mengikuti dan menikmati video game bersama.”

Dari penjelasan tersebut, kurang dan lebihnya bisa saya tafsirkan bahwa Metaco di sini berusaha menyasar kalangan pemain amatir yang punya semangat kompetisi. Hal tersebut juga ditegaskan kembali saat saya mempertanyakan soal solusi yang ditawarkan Metaco melalui platform turnamen esports-nya.

“Fokus kami adalah membuat lingkungan bermain yang seru dan menghibur sehingga bisa diikuti oleh semua jenis pemain. Perlahan kami mencoba menghilangkan pandangan bahwa esports dan gaming ada dua hal yang berbeda. Kami percaya bahwa game apapun bisa menjadi bagian dari esports dan esports merupakan bagian dari gaming.” Iskandar Ramli menjelaskan.

Menariknya, apa yang jadi visi bagi Metaco ternyata kurang dan lebihnya serupa dengan ESPL.gg. Saya juga bertanya kepada perwakilan ESPL.gg terkait dua pertanyaan tersebut.

Perwakilan ESPL.gg pun menjawab terkait alasannya membangun platform turnamen esports. “ESPL fokus pada level amatir yang memiliki basis pemain leibh besar. Seiring berkembangnya industri esports, maka brand akan memerlukan akses ke market esports amatir.” Jawab sang CEO, Michael Broda.

Lebih lanjut soal solusi, perwakilan ESPL.gg juga mengatakan. “Seperti yang sebelumnya disebutkan, misi ESPL adalah memberi kesempatan kepada pemain amatir untuk menjadi profesional. Maka dari itu ESPL hadir agar pemain tersebut cukup satu kali daftar saja di laman ESPL, maka ia sudah bisa mengikuti berbagai turnamen tanpa harus repot mendaftar ulang lagi melalui medium lainnya. Semua proses pertandingan pun kami sajikan di website, seperti bracket dan informasi lainnya. Selain dari itu, ESPL.gg juga memberikan kesempatan bagi pemain Indonesia bertanding melawan pemain dari negara lain.”

Platform Turnamen Esports
Michael Broda CEO ESPL.gg

Perkara solusi yang ditawarkan ini sebenarnya memang jadi penting bagi perkembangan bisnis platform turnamen esports. Kenapa? Menurut asumsi saya, tanpa solusi yang jelas, kehadiran platform turnamen esports justru bisa jadi malah cuma memberi satu langkah tambahan (yang bisa jadi mempersulit) dibanding mendaftar turnamen esports online pada umumnya.

Pada umumnya, di Indonesia, mendaftar turnamen esports online cukup melihat informasi dari Instagram misalnya, lalu daftar lewat aplikasi chat seperti Whatsapp, mengikuti technical meeting yang juga bisa dilakukan via aplikasi chat, lalu bertanding. Cara umum tersebut tergolong lebih mudah, apalagi juga mengingat aplikasi media sosial dan aplikasi chat sudah jadi bagian dari keseharian kita.

Tanpa solusi yang jelas, seperti yang saya bilang tadi, platform turnamen esports malah bisa jadi cuma menambah kerumitan proses mendaftar turnamen esports. Pemain jadi harus membuka dan mendaftarkan akun di website yang bisa jadi di luar dari kebiasaan mereka sehari-hari untuk ikut turnamen. Belum lagi semisal platform turnamen esports terkait tetap melempar media komunikasinya melalui aplikasi chat yang umum (Whatsapp, Line, Discord misalnya), sehingga malah membuat kehadiran platform tidak efektif dari sisi pengguna.

FACEIT lagi-lagi saya jadikan contoh. Sebagai platform turnamen esports ideal. Kehadiran FACEIT sebagai platform turnamen dan platform matchmaking esports menawarkan solusi jelas berupa server yang lebih baik dan teknologi anti-cheat yang lebih baik. Hal tersebut membuat orang jadi punya alasan yang jelas untuk menggunakan platform tersebut.

Shin dari Aerowolf ternyata juga punya pendapat yang serupa seperti saya. Saya menanyakan kepada Shin soal bagaimana tim esports memanfaatkan platform esports yang ada.

Divisi Wild Rift dari Aerowolf Pro Team.

Shin menjawab, “kalau ditanya apakah tim esports profesional seperti Aerowolf pakai platform turnamen esports atau tidak? Jawabannya tidak. Jujur kalau soal penyebaran informasi turnamen, kami lebih sering mendapatkannya dari media sosial Instagram atau Facebook. Ditambah, media sosial juga tergolong sudah menjadi daily habit dan basic needs di masa kini, sehingga jadi lebih praktis. Biasanya kami membuka platform turnamen esports hanya apabila tim kami harus registrasi melalui platform tersebut sebagai persyaratan.”

Tapi memang, tim esports profesional seperti Aerowolf mungkin bisa dibilang bukan target market dari platform turnamen seperti Metaco.gg atau ESPL.gg. Shin juga setelahnya menjelaskan kenapa tim esports profesional seperti Aerowolf tidak menggunakan platform turnamen esports, sembari menjelaskan salah satu divisi yang masih mengikuti turnamen dari suatu platform turnamen esports.

“Kalau ditanya divisi apa yang masih pakai platform online turnamen esports, saat ini mungkin cuma Wild Rift. Kenapa Wild Rift? Karena skena esport-nya tergolong baru di Indonesia. Ditambah, terakhir kali ada turnamen juga diadakan oleh platform luar negeri seperti ESL. Kalau divisi lainnya, lebih ke arah karena tim-tim kami sudah tergolong sebagai tim yang diakui. Karenanya divisi-divisi tersebut biasanya hanya mengikuti turnamen official atau juga mendapat undangan langsung ke turnamen tertentu.” Jawab Shin.

Setelah melihat pendapat Shin, lalu bagaimana dengan pendapat dari komunitas sendiri? Apakah kehadiran platform turnamen esports benar membantu mereka atau justru malah menyulitkan? Dari survey kecil yang kami lakukan, kami berhasil mendapatkan 15 responden yang menjawab survey tersebut.

Survey Platform Turnamen Esports
Demografi usia pengisi survey. Sumber Gambar – Riset Mandiri Hybrid.co.id
Survey Platform Turnamen Esports
Demografi pendidikan dan game yang dimainkan pengisi survey. Sumber Gambar – Riset Mandiri Hybrid.co.id

Kami memiliki dua pertanyaan seputar pola penggunaan platform turnamen esports, yaitu intensitas mengikuti turnamen esports secara online dan intensitas menggunakan platform turnamen esports unntuk mendaftar pertandingan yang digambarkan melalui skala likert (1-5).

Menariknya, terkait pertanyaan pertama, ada 10 orang yang mengisi di angka 3-5 (sering hingga sangat sering) dalam hal intensitas mengikuti turnamen esports. Namun demikian, hanya 7 orang yang mengisi di angka 3-5 dalam hal intensitas menggunakan platform turnamen esports.

8 orang sisanya mengisi di angka 1-2 (Jarang hingga jarang sekali) dalam hal intensitas menggunakan platform turnamen esports. Hal menarik lainnya lagi adalah, ternyata ada sebanyak 11 orang yang mengisi di angka 3-5 (memudahkan hingga sangat memudahkan) dalam hal tingkat kemudahan menggunakan platform turnamen esports.

Survey Platform Turnamen Esports
Intensitas mengikut turnamen esports secara online dari pengisi survey. Sumber Gambar – Riset Mandiri Hybrid.co.id
Survey Platform Turnamen Esports
Intentsitas penggunaan platform turnamen esports dari pengisi survey. Sumber Gambar – Riset Mandiri Hybrid.co.id
Survey Platform Turnamen Esports
Tingkat kemudahan menggunakan platform turnamen esports dari pengisi survey. Sumber Gambar – Riset Mandiri Hybrid.co.id

Dari survey kecil tersebut, kita bisa melihat gambaran kecil bagaimana platform turnamen esports tergolong belum menjadi sebuah kebiasaan utama para gamer kompetitif. Walau belum jadi sebuah kebiasasan, terlihat juga bahwa kebanyakan pemain tersebut sebenarnya tidak enggan juga untuk mencoba. Beberapa yang mencoba bahkan merasa bahwa platform turnamen esports cukup memudahkan.

Karenanya jadi tidak heran apabila jumlah pengguna platform turnamen esports juga tergolong berkembang perlahan.

Perwakilan ESPL.gg menceritakan bahwa sudah ada sekitar 150.000 pemain terdaftar dari Indonesia. Patut diketahui juga bahwa ESPL.gg adalah platform turnamen esports yang hadir untuk beberapa negara di Amerika Latin (Kolombia, Ekuador, dll), Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, dan sekitarnya), serta Asia Selatan (India,Bangladesh dan sekitarnya). ESPL.gg juga menjelaskan jumlah pendaftar baru harian, yaitu sekitar 200 orang pemain baru yang mendaftar setiap harinya.

Lalu dari sisi Metaco.gg, Iskandar Ramli juga menceritakan bahwa saat ini mereka sudah menjalankan 100 turnamen untuk 13 game yang berbeda. Dari turnamen-turnamen tersebut, total ada sekitar 7000 pemain yang mendaftar untuk ikut. “Saat ini kami sudah menyentuh mayoritas game mobile yang populer di Indonesia dan kami ingin mulai menyebarkan jangkauan ke judul-judul game yang tergolong niche. Kami selalu berusaha meningkatkan jumlah turnamen yang kami adakan setiap bulannya.”

Tetapi memang, di masa ketika esports sedang gencar gaungnya, peminat kompetisi pun mungkin secara otomatis meningkat juga. Pada artikel saya soal alasan orang menonton esports juga dijelaskan, bahwa salah satu alasan menonton esports adalah karena memang orang tersebut juga ikut kompetisinya atau mencoba sarana mencari ilmu agar sang penonton bisa bermain lebih baik. Karenanya, turnamen amatir menjadi krusial untuk pemain, entah yang tujuannya memang serius jadi pemain profesional, sekadar menikmati keseruan kompetisi, atau mungkin berburu uang hadiah.

Maka dari itu mungkin jadi tidak heran juga kalau platform turnamen esports ternyata juga berhasil memenuhi permintaan atas turnamen-turnamen amatir yang punya hadiah cukup besar di kelasnya dan bisa dipastikan keamanannya. Apalagi kedua platform turnamen esports yang jadi narasumber memang juga menyelenggarakan turnamennya sendiri yaitu MAX Series pada Metaco.gg dan ESPL Series pada ESPL.gg.

Hal tersebut juga cukup tergambar dari jawaban terhadap alasan kenapa menggunakan platform turnamen esports. Ada yang mengatakan karena aspek keamanannya, gara-gara turnamen esports yang diadakan oleh platform dianggap turnamen yang hadiahnya sudah jelas dan tidak akan dibawa kabur.

Survey Platform Turnamen Esports
Beberapa pendapat pengisi survey seputar alasan menggunakan platform turnamen esports. Sumber Gambar – Riset Mandiri Hybrid.co.id.

Ada beberapa yang mengatakan alasannya adalah karena platform turnamen esports memang wajib digunakan. Jawaban tersebut menjadi sedikit gambaran bagaimana komunitas gamers butuh turnamen amatir dan platform turnamen esports hadir memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga mereka secara tidak langsung “terpaksa” menggunakan platform demi dapat ikut turnamen amatir. Apalagi ada juga jawaban yang mengatakan bahwa turnamen dari platform esports biasanya punya hadiah besar selain dari turnamen official.

Selain itu, kebanyakan dari para penggunanya juga merasa bahwa platform turnamen esports memang sudah cukup memudahkan mereka untuk ikut turnamen. Ada yang menjawab mudah mendaftarnya, mudah diakses, ada juga yang mengatakan bahwa hanya registrasi awalnya saja yang rumit namun akan mudah untuk ikut turnamen-turnamen berikutnya di platform yang sama.

Dari sisi platform yang paling banyak digunakan, Metaco.gg kebetulan juga menjadi salah satu platform yang paling banyak dipilih, dengan GGWP.id sebagai platform kedua terbanyak. Tapi memang kebanyakan pengisi survey kami adalah pemain game VALORANT dan Wild Rift. Dua platform tersebut tergolong sedang gencar mengadakan turnamen di dua game tersebut, Metaco.gg gencar dari sisi VALORANT lewat gelaran MAX VAALORANT Minor Series dan GGWP.id lewat Wyvern Wild Rift Series.

Platform Turnamen Esports
Sumber Gambar – Riset Mandiri Hybrid.co.id
Platform Turnamen Esports
Sumber Gambar – Riset Mandiri Hybrid.co.id
Survey Platform Turnamen Esports
Beberapa pendapat pengisi survey soal fitur yang perlu ditambahkan di platform turnamen esports. Sumber Gambar – Riset Mandiri Hybrid.co.id
Survey Platform Turnamen Esports
Beberarpa pendapat pengisi survey soal fitur yang membuat platform turnamen esports jadi kurang nyaman digunakan. Sumber Gambar – Riset Mandiri Hybrid.co.id

Lalu dari sisi feedback, kebanyakan jawaban tergolong sama. Walaupun banyak yang merasa bahwa pendaftarannya cukup mudah, namun banyak yang merasa ketentuan dan peraturan yang kadang sulit dimengerti.

Selain itu ada juga yang memberi pendapat dari sisi user-journey. Ada yang merasa bahwa keharusan mendaftar akun untuk masing-masing pemain (biasanya 5) saat mendaftarkan tim ke dalam turnamen terlalu merepotkan. Lebih lengkapnya, Anda bisa melihat rentetan gambar di atas yang berisi pendapat-pendapat pengisi survey terhadap platform turnamen esports.

Setelah kita melihat kondisinya kini, kira-kira bagaimana masa depan dari platform turnamen esports sendiri? Mari kita berlanjut ke sub-topik selanjutnya soal tantangan dan peluang.

 

Tantangan dan Peluang Platform Turnamen Esports

Pertanyaan soal tantangan dan peluang menjadi pertanyaan terakhir di dalam daftar pertanyaan yang saya berikan kepada dua narasumber saya, yaitu Iskandar Ramli selaku CEO Metaco.gg dan perwakilan dari ESPL.gg.

Dalam membicarakan tantangan, Iskandar Ramli bercerita bahwa salah satunya adalah proses menicptakan rasa kepercayaan kepada pemain dan pengguna baru. “Kami selalu bisa menyediakan inisiatif, produk, dan aktivitas baru untuk klien, pemain, dan pengguna yang sudah ada. Tetapi bagi pemain dan pengguna baru, mempercayai produk dan aktivitas kami bukanlah hal yang mudah. Saya rasa hal tersebut adalah penghambat perkembangan Metaco saat ini.”

Platform Turnamen Esports
Tampak depan laman turnamen metaco.gg. Sumber Gambar – Tangkapan Gambar

ESPL.gg juga mengakui permasalahan yang serupa, soal market platform turnamen yang memang masih tergolong muda belia. “Untuk saat ini, market platform turnamen esports tergolong masih ada di tahap earlydevelopment, lalu value propopsition kami terhadap brand juga masih perlu pembuktian, dan juga beberapa judul game yang memang masih belum sebegitu populer.”

Selain dari itu, saya juga penasaran dan menanyakan model monetisasi dari platform turnamen esports tersebut. Metaco.gg dan ESPL.gg mengakui bahwa mereka masih mengandalkan B2B (Business to Business) sebagai arus pemasukan utama dari turnamen-turnamen tersebut.

Iskandar Ramli menjawab, “dalam hal monetisasi, ide dan model kami masih cukup standar. Menurunnya pasar film, TV, dan radio membuat banyak brand mencari medium beriklan alternatif. Saya yakin gaming dan esports akan menjadi entitas penting di masa depan nantinya. Lalu kalau dari sisi B2C (Business to Consumer), saat ini kami belum menekankannya secara signifikan. Untuk saat ini, kami ingin membuat ekosistem yang solid lebih dulu dan fokus pada B2B.”

ESPL.gg juga memiliki jawaban yang kurang lebih serupa. Ditambah lagi, ESPL.gg juga tercatat sebagai partner dari beberapa title game besar seperti Riot Games (Wild Rift dan VALORANT), Moonton (MLBB), Tencent (PUBG Mobile), Garena (Free Fire) dan sebagainya.

“Kebetulan karena kami merupakan official partner dari para publilsher, kami jadi dilarang membuat turnamen berbayar. Makanya kalau bicara monetisasi, biasanya kami lakukan melalui sponsorship, branded tournament, dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan brand selaku sponsor.” tulis perwakilan dari ESPL.gg.

Platform Turnamen Esports
Tampak deman laman espl.gg. Sumber Gambar – Tangkapan Gambar

Terakhir adalah soal potensi dan peluang. Iskandar Ramli selaku CEO Metaco.gg masih percaya dengan potensi 100 juta gamers yang dimiliki Indonesia. “Saya merasa potensi besar yang ada di esports saat ini adalah menciptakan minat ke pemain baru. Menurut berbagai sumber, tahun 2021 ini ada sekitar 100 juta pemain game di Indonesia dan memicu minat esports ke 100 juta orang tersebut akan menjadi tugas yang penting bagi kita semua.” tuturnya.

Lalu dari sisi ESPL.gg, Michael Broda menyampaikan melalui perwakilan ESPL bahwa ada beberapa potensi monetisasi bagi masa depan platform turnamen esports. Beberapa potensi yang disebutkan seperti OTT Channel (seperti YouTube, Twitch, dsb), streaming, dan subscription model. Michael Broda juga menambahkan bahwa perkembangan platform turnamen esports sendiri masih membuka beberapa ruang inovasi. Ruang inovasi yang terbuka menurutnya sendiri adalah seperti pemanfaatan AI, fitur team finders, coaching services, dan marketplatce.

Melihat penjelasan para pelaku bisnis esports dan hasil survey di atas, bisa disimpulkan bahwa platform turrnamen esports memang punya potensi berkembang di masa depan. Apalagi komersialisasi liga esports tingkat profesional tergolong sudah cukup stabil sekarang. Jadi tidak heran apabila kebutuhan turnamen di tingkat amatir pun jadi semakin meningkat.

Namun demikian, saya sendiri cukup setuju seperti apa yang dikatakan oleh Michael Broda dan Iskandar Ramli, bahwa market platform turnamen esports tergolong masih dalam tahap early development. Para penggunanya harus diperkenalkan dengan kemudahan yang bisa dinikmati dengan menggunakan platform turnamen esports.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan memberi inspirasi bagi Anda semua, entah Anda yang sedang ingin membangun bisnis esports atau sekadar ingin tahu perkembangan industri esports.

Sumber Gambar Utama – Dribble Mockup By Ono

5 Pemain PMPL ID Season 3 dengan Catatan Total Headshot Terbanyak Sepanjang Regular Season

Babak Regular Season dari liga PMPL Indonesia telah usai pekan lalu (7-11 April 2021). Pertandingan berakhir dengan sengit, terutama bagi tim yang berada di posisi 4 besar klasemen sementara karena memperebutkan slot langsung ke PMPL SEA nantinya. Bigetron RA dan EVOS Reborn akhirnya mendapatkan slot tersebut, sementara 14 tim sisanya harus berjuang lebih keras lagi demi bisa mendapatkan dua slot tersisa yang akan diperebutkan di PMPL Season 3 Indonesia Finals.

Sebelum menuju ke babak final, mari kita rehat sejenak sambil melihat kembali apa yang telah terjadi selama babak Regular Season. Dari sisi data statistik, ada satu catatan yang menarik untuk di daftar, yaitu catatan total headshot. Catatan data statistik tersebut sedikit banyak dapat menunjukkan seberapa akurat tembakan dari pemain-pemain PMPL Indonesia. Tanpa berlama-lama lagi, berikut adalah daftar 5 pemain PMPL ID dengan catatan total headshot terbanyak, yang dikutip dari data statistik di laman resmi PMPL Indonesia.

 

#5 – Redface (EVOS Reborn)

Sumber Gambar - Instagram @pubgmobile.esports.id
Redface yang juga sempat masuk top 5 terminator. Sumber Gambar – Instagram @pubgmobile.esports.id

Redface memang sudah terlihat cukup menjanjikan sejak PMPL Indonesia musim lalu. Dirinya bahkan juga berhasil menjadi MVP dan meraih gelar terminator di babak Regular Season musim lalu. Musim ini, dirinya kembali mencuat dengan total perolehan headshot terbanyak di peringkat ke-5.

Redface berada di peringkat ke-5 dengan catatan 22 headshot yang ia bukukan. Selain dari itu, secara umum RedFace sendiri memang merupakan pemain yang tajam. Catatan total kill distance-nya juga luar biasa dengan jarak total sejauh 5169 poin. Total kill dan total damage yang ditorehkan juga masih cukup menonjol, dengan 96 kill dan 22 ribu lebih total damage.

Walau catatan statistik Redface cenderung menurun di musim ini, namun masuknya sosok pemain ini ke dalam daftar menjadi sedikit bukti konsistensinya dari musim ke musim.

 

#4 – Luxxy (Bigetron RA)

Sumber Gambar - Instagram @pubgmobile.esports.id
Sumber Gambar – Instagram @pubgmobile.esports.id

Pemain yang satu ini mungkin sudah tidak bisa dipungkiri lagi performa dan kemampuannya. Luxxy merupakan salah satu dari tiga pemain terkuat Bigetron RA yang saya sebut sebagai trio alien (Zuxxy, Luxxy, Ryzen). Dari segi torehan total headshot, Luxxy pun duduk di peringkat 3 dengan total 23 headshot yang ia torehkan.

Selain torehan statistik total headshot, Luxxy juga terbukti merupakan pemain dengan kemampuan agresi yang mengerikan. Dirinya mencatatkan total kill distance dengan jarak 6057 poin. Luxxy juga berhasil mencatatkan total kill sebanyak 10 dengan total damage sebesar 26 ribu lebih.

Catatan data statistik tersebut sedikit banyak menjelaskan bagaimana mengerikannya agresi permainan dari seorang Luxxy di medan pertempuran PUBG Mobile.

 

#3 – Misery (Victim Sovers)

Sumber Gambar - Instagram @pubgmobile.esports.id
Sumber Gambar – Instagram @pubgmobile.esports.id

Victim Sovers mungkin memang bukan tim yang paling menonjol. Namun mereka menunjukkan konsistensinya di sepanjang babak Regular Season PMPL Indonesia Season 3 sehingga berhasil finish di peringkat 7 secara klasemen keseluruhan.

Secara individual, ada sosok Misery yang berhasil masuk ke dalam daftar ini dengan catatan 26 headshots yang ia dapatkan. Misery bisa dibilang sebagai salah satu ujung tombak dari Victim Sovers. Tidak heran apabila catatan data statistiknya tergolong kuat dan bersaing dengan tim-tim papan atas.

Dirinya mencatatkan total kill distance dengan jarak 5656 poin, lebih jauh dari Redface. Kombinasi data statistik tersebut sedikit banyak membuktikan betapa mematikannya pemain ini jika bertarung dari jarak yang jauh. Namun sayang, total kill dan damage yang ditorehkan tergolong cukup standar dengan 84 kill dan 19 ribu lebih damage.

 

#2 – Ryzen (Bigetron RA)

Sumber Gambar - Instagram @pubgmobile.esports.id
Sumber Gambar – Instagram @pubgmobile.esports.id

Jika kemampuan si trio alien Bigetron RA diurutkan, Ryzen mungkin bisa digolongkan sebagai rajanya alien di musim ini. Secara torehan kill, pencapaian Ryzen sudah tidak diragukan lagi dengan mendapatkan gelar terminator di week 2 dan menjadi league terminator.

Namun, memang catatan headshot yang ia dapatkan cenderung masih kalah ketimbang dengan pemain yang ada di peringkat pertama. Dirinya mencatatkan 27 total headshot sepanjang babak Regular Season berjalan. Secara jarak kill, dirinya mencatatkan 6939 total kill distance, lebih jauh dari pemain-pemain yang ada di daftar ini.

Total kill dan total damage yang ditorehkan? Tak usah ditanya lagi. Ryzen mencatatkan total 133 kill dengan total damage sebanyak 23 ribu lebih damage. Dari catatan data statistik tersebut, kita bisa melihat bagaimana Ryzen memang merupakan pemain yang sangat tajam dan mematikan, bahkan mungkin dalam kondisi adu tembak jarak jauh ataupun dekat.

 

#1 – Star (Genesis Dogma Gids)

Sumber Gambar - Instagram @pubgmobile.esports.id
Star (belakang kiri) salah satu pemain yang cukup bersinar dari Genesis Dogma. Sumber Gambar – Instagram @pubgmobile.esports.id

Genesis Dogma Gids mungkin bisa dibilang jadi bintangnya di PMPL Indonesia Season 3 ini. Bagaimana tidak, mereka mengawali perjalanannya di PMPL melalui kualifikasi yang dilakukan lewat PMCO Spring 2021. Di dalam PMPL Indonesia Season 3, Genesis Dogma GIDS secara tidak terduga tampil begitu impresif, bahkan berhasil menyaingi tim papan atas seperti Bigetron RA atau EVOS Reborn.

Secara individual, ada sosok Star yang mencuat. Nama Star sebagai pemain GD GIDS mencuat terutama di pekan ke-3, ketika dirinya berhasil menjadi terminator mingguan. Secara statistik, Star juga ternyata merupakan pemain dengan catatan total headshot terbanyak yaitu sejumlah 29 headshot.

Namun demikian, total kill distance yang dia catatkan cenderung rendah yaitu dengan jarak total sebesar 4299 poin, yang paling kecil di dalam daftar ini. Total kill yang didapatkan pemain ini tergolong impresif, yaitu sebanyak 102 total kill, sama dengan Luxxy. Tapi total damage yang ditoerhkan cenderung kecil yaitu 19 ribu lebih damage. Dari data-data tersebut, kurang dan lebihnya bisa kita simpulkan bahwa seorang Star sebagai sosok pemain yang cenderung lebih mahir dalam pertarungan jarak dekat ataupun menengah.

 

Siapa yang menduga kalau sosok pemain dari Genesis Dogma berhasil mencuat di peringkat satu dari segi catatan total headshot yang didapatkan. Daftar ini kurang lebih memberi gambaran bagaimana PMPL Indonesia masih tetap menyajikan pertarungan yang kompetitif, lewat kehadiran penantang baru yang cakap kemampuannya dan getol keinginan berkompetisinya.

Mengutip dari Liquidpedia, laga final PMPL Indonesia Season 3 akan diselenggarakan pada pekan ini mulai dari tanggal 16 hingga 18 April 2021 mendatang.

Akankah Bigetron RA berhasil merebut kembali takhta juara nasional Indonesia? Atau justru akan ada tim baru yang menyeruak ke permukaan? Siapakah tim yang akan menemani Bigetron RA dan EVOS Reborn di PMPL SEA nanti? Semua pertanyaan tersebut akan terjawab di laga final dari PMPL Indonesia Season 3.

Sumber gambar utama – PUBG Mobile Official

Kabar Esports Dota 2 Dari Jumlah Penonton Singapore Major 2021

ONE Esports Dota 2 Singapore Major 2021 telah usai digelar tanggal 4 April 2021 kemarin. Invictus Gaming asal Tiongkok berhasil menang gemilang melawan Evil Geniuses asal Amerika Serikat dengan skor 3-2. Terlepas dari pertandingannya yang berjalan dengan sangat sengit, satu hal lain yang cukup mengundang rasa penasaran mungkin adalah bagaimana jumlah penonton esports Dota 2 sendiri dari ONE Esports Singapore Major 2021 kemarin.

Pasalnya Dota 2 kerap dianggap sebagai “dead game” walaupun komunitasnya masih cukup hidup, Valve masih aktif mengembangkan game-nya, bahkan masih mewadahi keinginan berkompetisi para pemainnya melalui esports. Sekarang, mari coba kita menilik kondisi esports Dota 2 berdasarkan dari data viewership Singapore Major yang saya ambil dari fitur pro milik Esports Charts.

Mengutip dari blog Esports Charts, mereka mengatakan Dota 2 Singapore Major sebagai salah satu pertandingan Major terbaik di sepanjang perjalanan esports Dota 2. Pernyataan tersebut tidak salah karena Dota 2 Singapore Major 2021 berhasil mencetak beberapa rekor jika dibandingkan dengan turnamen Dota 2 Major sebelumnya.

Sumber Gambar - Esports Charts Pro Version
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version

Secara umum, ONE Esports Dota 2 Singapore Major berhasil mencatatkan 605 ribu lebih peak viewers dengan sekitar 195 ribu lebih average viewers. Dari 105 jam total tayangan mengudara, Dota 2 Singapore Major 2021 berhasil mencatatkan sekitar 20 juta lebih total watch hours.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, ONE Esports Dota 2 Singapore Major 2021 berhasil mencetak rekor apabila dibandingkan dengan turnamen Dota 2 Major sebelumnya. ONE Esports Dota 2 Singapore Major mencetak rekor sebagai turnamen dengan jumlah peak viewers dan total watch hours terbanyak kedua sepanjang sejarah perjalanan turnamen Dota 2 Major diadakan.

Sumber Gambar - Esports Charts Blog.
Sumber Gambar – Esports Charts Blog

Pemegang peringkat pertama masih Kiev Major 2017 yang mencatatkan 842 ribu lebih peak viewers dengan 29 juta lebih total watch hours. Selain itu, Dota 2 Singapore Major 2021 juga mencatatkan rekor sebagai turnamen Dota 2 Major terlama sepanjang sejarah dengan total 105 jam tayangan mengudara. Sebelum Singapore Major 2021, pemegang rekor tayangan terlama adalah EPICENTER XL yang mencatatkan total 94 jam tayangan mengudara.

Lalu bagaimana dengan jumlah penonton esports Dota 2 di Indonesia sendiri? Apabila mengutip dari tulisan blog milik Esports Charts, terlihat bahwa mereka tidak hanya mencatatkan tayangan official saja, tetapi juga termasuk tayangan komunitas. Pasalnya walau PGL selaku penyelenggara Singapore Major 2021 hanya menyediakan tayangan berbahasa Inggris, Russia, Portugis, Spanyol dan Tiongkok saja, namun Esports Charts masih tetap merekam tayangan bahasa lainnya.

Sumber Gambar - Esports Charts Pro Version
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version

Berhubung dua bahasa Inggris dan Rusia memiliki tayangan official, jadi tidak heran kalau keduanya berhasil mencatatkan jumlah penonton paling banyak. Bahasa Inggris mengisi peringkat 1 dengan 303 ribu lebih peak viewers sementara bahasa Rusia mengisi peringkat 2 dengan 177 ribu lebih peak viewers. Apabila dibandingkan dengan catatan peak viewers tersebut, jumlah penonton tayangan pertandingan Singapore Major 2021 berbahasa Indonesia jadi terasa kerdil karena hanya mencatatkan 12 ribu lebih peak viewers saja.

Catatan tersebut bisa jadi tidak sepenuhnya salah. Untuk menelaah lebih jauh, saya menggunakan channel YouTube Ligagame sebagai sampel. Ligagame bisa dibilang sebagai salah satu channel yang getol menayangkan pertandingan-pertandingan Dota 2 dengan shoutcasters bahasa Indonesia. Ligagame pun turut menayangkan pertandingan Dota 2 Singapore Major 2021. Mengutip dari channel YouTube, tayangan babak final Singapore Major 2021 hanya mencatatkan 68 ribu lebih views saja.

Patut diingat bahwa jumlah “views” dengan jumlah “peak viewers” itu berbeda. Peak viewers merupakan catatan jumlah orang paling banyak yang hadir ke dalam stream saat sedang berjalan. Sementara views merupakan total orang yang melihat sebuah video. Melihat dari perbandingan jumlah views dengan jumlah peak viewers tersebut, maka catatan peak viewers tayangan berbahasa Indonesia milik Esports Charts seharusnya tidak meleset terlalu jauh.

Namun demikian, sedikitnya jumlah penonton tersebut juga sebenarnya bukan tanpa alasan. Salah satu alasan yang paling mungkin adalah karena ketidakhadiran tim Indonesia di dalam turnamen tersebut. Harapan tim Indonesia menuju ke Singapore Major 2021 memang sudah kandas, terutama setelah BOOM Esports kesulitan menantang keras tim-tim yang ada di DPC SEA Regional League – Upper Division.

Dalam artikel blog, Esports Charts juga menjelaskan bahwa ketidakhadiran NAVI juga jadi salah satu alasan kenapa jumlah penonton Rusia jadi tidak sebanyak seperti biasanya.

Setelah Dota 2 Singapore Major 2021 selesai, musim kompetisi Dota 2 tahun 2021 akan kembali berlanjut ke babak Regional League Season 2. Berhubung BOOM Esports finish di peringkat 5 dari total 8 tim peserta, Mikoto dan kawan-kawan masih bertahan di Upper Division untuk Season 2 ini. Dengan kembalinya Dreamocel ke dalam line-up, mampukah BOOM Esports menembus sampai ke Dota 2 Major berikutnya nanti?

*Disclosure: Esports Charts adalah Partner dari Hybrid.co.id.

Rekap MPL ID Week 7 dan PMPL ID Week 3: Laga Sengit Penuh Pertaruhan

Liga MPL (MLBB) dan PMPL (PUBG Mobile) sudah mencapai penghujung babak regular season pada pekan lalu. MPL Indonesia sudah masuk pertandingan pekan ke-7 dari total 8 pekan pertandingan babak regular season. PMPL Indonesia juga telah mempertandingkan babak regular season terakhirnya di pekan ke-3 kemarin. Kedua liga tersebut menghadirkan laga-laga sengit, berikut rekapnya.

MPL Indonesia Week 7 – Penuh Laga Sengit

Pertandingan pekan ke-7 dari Mobile Legends Profesional League Indonesia Season 7 menjadi semakin intens lagi. Pasalnya empat tim yang menempati peringkat 4 besar memiliki poin yang tipis-tipis. Karenanya pertandingan juga berjalan sengit di pekan ini. Apalagi babak regular season juga tinggal menyisakan satu pekan lagi yaitu week 8 pada tanggal 16 – 18 April 2021.

Pertemuan Bigetron Alpha vs Alter Ego membuka pertandingan pekan pertama. Bigetron Alpha tampil perkasa di pertandingan ini. Branz dan kawan-kawan bermain apik sejak dari game pertama.

Dominasi mereka dapatkan di fase awal game pertama, momentum keunggulannya juga berhasil dipertahankan. Alter Ego menunjukkan perlawanan terbaiknya sehingga permainan berjalan alot, Bigetron RA memenangkan game pertama di menit ke-22 dengan menggunakan dorongan Lord ke-2.

Performa Bigetron Alpha semakin memuncak di game ke-2. Mereka menampilkan pick hero yang kurang meyakinkan, yaitu Gord untuk Renbo. Namun Renbo menunjukkan permainan yang baik, juga menjadi counter bagi hero-hero bermobilitas tinggi yang diambil Alter Ego. Asa tim Alter Ego tak lagi kuat di game ke-2, Bigetron Alpha pun menyelesaikan permainan di menit 10:37. Bigetron Alpha menang 2-0

Pertemuan kedua antara Geek Fam ID vs AURA Fire juga tak kalah seru. AURA Fire menunjukkan permainan yang kuat game pertama. Mereka cukup unggul di fase early, bahkan hampir mendapat kemenangannya setelah satu kali Lord. Namun permainan FACEHUGGER dan kawan-kawan mulai inkonsisten saat fase late-game. Geek Fam ID memanfaatkan hal tersebut dan merebut kemenangan di game pertama.

Game kedua menunjukkan pola yang cenderung mirip. AURA Fire unggul di awal namun Geek Fam ID tetap konsisten sampai late-game. Frzz dengan Vale terbukti menjadi momok bagi AURA Fire. God1va dan teman-teman AURA Fireyang beberapa kali terculik serangan kejut Vale, sehingga memaksa pasukan rubah api melakukan teamfight dengan komposisi yang pincang. AURA Fire berusaha menahan sekuat tenaga, namun Geek Fam ID akhirnya merebut kemenangan di menit 27:06. Geek Fam ID memenangkan pertandingan dengan skor 2-0.

Pertandingan hari kedua jadi tambah seru lagi. Ada pertemuan Bigetron Alpha vs ONIC Esports, EVOS Legends vs Geek Fam ID, dan RRQ Hoshi vs Alter Ego. Pertandingan sudah panas sejak pertandingan pertama. Pertemuan ONIC Esports melawan Bigetron Alpha begitu panas, yang dibuka dengan kemenangan cepat ONIC Esports pada game pertama.

Dengan mengamankan Granger untuk Branz, Bigetron Alpha berusaha bangkit di game kedua. Bigetron Alpha sebenarnya tak unggul di game tersebut, namun mereka tetap sabar sembari fokus menjalankan serangan kombinasi terhadap ONIC Esports.

Serangan kombinasi itu berbuah manis saat ONIC Esports berusaha mengahancurkan base Bigetron Alpha dengan menggunakan Lord. Walau sudah kehabisan turret terdalam, tapi Bigetron Alpha berhasil amankan wipeout yang segera dikonversi menjadi kemenangan.

Masuk game ketiga, Bigetron Alpha menunjukkan draft pick yang kurang meyakinkan dengan Alice, Sylvanna, Roger, Angela, dan Balmond. Benar saja, Bigetron Alpha dilibas habis, sudah kalah skor kill 0-10 di menit ke-7. ONIC Esports tak mau berlama-lama, segera ambil Lord, dan meratakan base Bigetron Alpha di menit ke 10. ONIC Esports menang 2-1.

Pertemuan EVOS Legends melawan Geek Fam ID juga tak kalah menarik, bahkan sejak dari game pertama. EVOS Legends sudah ungguk kill 7-0 di awal game pertama. Namun Geek Fam ID menampilan permainan yang sabar sehingga mereka beberapa kali memenangkan teamfight 5 vs 5, bahkan sampai berhasil mencuri Lord.

Puncak keunggulan Geek Fam terjadi di menit 12, saat mereka sudah berada di mulut base EVOS Legends dan berhasil memorak-porandakan pertahanan AntiMage dan kawan-kawan dengan menggunakan Feathered Airstrike dari Pharsa yang dimainkan Frzz. Geek Fam ID pun amankan game 1.

Sayangnya momentum kemenangan di game pertama tidak dimanfaatkan maksimal oleh mereka. Geek Fam ID bermain berisiko dengan menggunakan line-up tanpa tank di game 2 dan game 3. Alhasil Geek Fam ID pun terlibas cepat di kedua game tersebut, dilibas di menit 10 pada game 2 dan dilibas di menit 12 pada game 3 oleh EVOS Legends. EVOS Legends memenangkan pertandingan dengan skor 2-1.

Pertemuan antara RRQ Hoshi dan Alter Ego juga jadi sesuatu yang ditunggu-tunggu. Pertandingan berjalan imbang pada game pertama, walau Celiboy terus-terusan ditekan oleh ganking dari RRQ Hoshi. Walaupun begitu, RRQ Hoshi menunjukkan permainan yang lebih solid sehingga mereka berhasil memenangkan game pertama setelah wipeout yang didapatkan di menit 17.

Alter Ego tampak seperti kehilangan asa di game kedua dan menunjukkan draft yang kurang meyakinkan lewat percobaan menggunakan Diggie dan Natalia. Pada sisi lain, RRQ Hoshi juga terlihat sedang on-fire, terlihat dari permainan Alberttt yang begitu gemilang sehingga dia mendapatkan savage dengan menggunakan Ling. Pertandingan pun usai setelah Alter Ego ter-wipeout di menit 16. RRQ Hoshi menang 2-0.

RRQ Hoshi tampil lebih dulu di pertandingan hari terakhir menghadapi Genflix Aerowolf. Mental RRQ Hoshi agaknya masih di atas angin hingga hari pertandingan ketiga. RRQ Hoshi pun kembali menunjukkan permainan yang luar biasa saat lawan Genflix Aerowolf, berhasil membungkam sang serigala putih dengan cukup cepat di game pertama. Game kedua pun serupa. Genflix Aerowolf sebenarnya sudah memberikan perlawanan terbaiknya, namun RRQ Hoshi terasa seperti tak tersentuh di game tersebut. Alberttt dan kawan-kawan kembali menyelesaikan game dengan cepat di menit 12.

Pertandingan penutup adalah antara ONIC Esports melawn EVOS Legends. ONIC Esports tampil prima. Walau net-worth cenderung imbang di game pertama, tapi ONIC Esports menang objektif di menit ke-11. Kemenangan dari sisi objektif tersebut dimanfaatkan untuk mengambil Lord. EVOS Legends sempat menahan gelombang serangannya, sehingga ONIC Esports dipaksa mengambil Lord kedua yang akhirnya berhasil meruntuhkan pertahanan EVOS Legends.

Game 2 berjalan alot dengan EVOS Legends tampil lebih dominan namun ONIC Esports juga memberi perlawanan yang kuat. Pertandingan berjalan dengan sengit dengan jual beli serangan yang begitu alot. Namun ONIC Esports tak lagi mampu menahan gelombang serangan setelah EVOS Legends memaksakan kemenangan di menit 19. Game kedua jadi milik EVOS Legends.

ONIC Esports ternyata malah jadi sangar setelah menelan kekalahan di game kedua. Si landak kuning hampir mendominasi total EVOS Legends di game terakhir. Apalagi ditambah juga damage hero Bruno yang dimainkan CW juga sudah tak tertahankan lagi. Dalam satu kali dorongan Lord, ONIC Esports pun berhasil mendapatkan kemenangan di menit ke-11.

PMPL Indonesia Week 3 – Perebutan Kesempatan PMPL SEA yang Sengit

Pertandingan PMPL Indonesia pekan ke-3 merupakan pekan pertandingan terakhir babak Regular Season. Pertandingan pekan ke-3 juga menjadi penentuan tim yang akan melaju langsung ke PMPL tingkat Asia Tenggara. Hanya ada dua slot yang diperebutkan. Karenanya para tim berjuang keras untuk mendapat hal tersebut terutama tim yang berada di empat besar pekan lalu. Sementara tim sisanya fokus memperebutkan slot untuk bertanding di babak final PMPL Indonesia yang akan diselenggarakan tanggal 16 April 2020 mendatang.

Pertandingan pekan ketiga pun jadi berjalan sengit. Babak weekday saja sudah menunjukkan gejolak yang menarik dengan memuncaknya AURA Esports di papan klasemen. Masuk babak Super Weekend, pertandingan jadi semakin menarik lagi. Eagle 365 berhasil mendapatkan WWCD pembuka di pertandingan hari pertama, dilanjut dengan AURA Esports di ronde berikutnya.

Namun demikian sang harimau, EVOS Reborn, tampil memukau setelahnya dengan dua kali Chicken Dinner yang ia dapatkan di ronde 3 dan 4. Bigetron RA yang masih memuncaki klasemen sementara juga tak mau kalah dan merebut peringkat 2 di ronde ke-3.

“Habis Chicken, terbitlah Too Soon”. Peribahasa yang dibuat oleh Riantoro “Pasta” Yogi tersebut ternyata benar kejadian pada EVOS Reborn. Mereka berturut-turut mendapat Too Soon di Ronde 5-8. Namun Mereka kembali konsisten di ronde setelahnya, dengan Bigetron RA yang masih tetap menempel. Pada Ronde 9, ketika EVOS Reborn berhasil mendapat peringkat 2 di kedua ronde tersebut, Bigetron RA menempel di peringkat 3.

Setelah 12 ronde dan dua hari pertandingan Super Weekend, akhirnya total skor yang didapatkan pun keluar. Bigetron RA dan EVOS Reborn berhasil mengisi peringkat 1 dan 2, sehingga kedua tim tersebut mendapat kesempatan bertanding di babak final PMPL Indonesia dan melaju langsung ke PMPL SEA.

Sementara itu 14 tim sisanya yang berada di peringkat 3 sampai 16 mendapat kesempatan untuk melaju ke babak final PMPL Indonesia. Babak final nanti masih akan memperebutkan slot ke PMPL SEA. Dua slot kembali diperebutkan layaknya pada babak Regular Season. Jadi, siapakah tim yang kira-kira akan menemani Bigetron RA dan EVOS Reborn di PMPL SEA nantinya?

Melihat Perkembangan Penggunaan Data Statistik di Esports

Sains dan data statistik mungkin bisa dibilang sudah menjadi sesuatu yang lekat dengan perkembangan industri olahraga. Bahkan, keputusan memisahkan pertandingan olahraga perempuan dengan laki-laki saja didasarkan penelitian saintifik. Lalu apabila kita mencerminkan perkembangan esports dari perkembangan olahraga, pertanyaannya, bagaimana perkembangan “esports science”?

Dalam artikel ini kita tidak akan membahas terlalu jauh, kita akan fokus pada perkembangan data statistik esports terlebih dulu, baik di luar negeri atau lokal Indonesia. Namun sebelum itu, mari saya jelaskan terlebih dahulu kenapa data statistik itu penting bagi perkembangan olahraga.

 

Moneyball: Ketika Data Statistik Membawa Tim Olahraga Lebih Maju Satu Langkah

Dalam industri olahraga, mengumpulkan data statistik permainan untuk mengukur performa pemain sudah umum dilakukan. Setelah dikumpulkan, data statistik tersebut biasanya digunakan untuk berbagai macam hal.

Dari sisi B2C (Business-to-Consumer), data dapat digunakan penonton untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas terhadap kondisi yang terjadi dari suatu pertandingan. Dari sisi B2B (Business-to-Business), data biasanya digunakan oleh tim sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan, seperti aspek apa yang harus diperbaiki dari satu pemain, atau mungkin pertimbangan saat akan membeli pemain baru, dan lain sebagainya.

Karena hal tersebut, data pun jadi penting bagi perkembangan industri olahraga, bahkan berkembang menjadi lini bisnis tersendiri. Istilah atau konsep moneyball mungkin bisa jadi salah satu contoh bagaimana pentingnya data statistik bagi perkembangan industri olahraga.

Konsep moneyball pertama kali datang dari olahraga Baseball, tepatnya dari pendekatan yang dilakukan manajer Oakland Athletic yaitu Billy Beane dalam membangun roster tim yang berbasis data analitik pada awal tahun 2000an. Dalam kisahnya yang tertulis dalam bentuk novel dan dijadikan film, Billy Beane bukan sekadar menggunakan data-data yang umum digunakan. Billy juga mencoba membongkar kebiasaan yang sudah lama terpatri dan mencoba melihat ke perspektif lain dengan menganalisa data-data yang justru tergolong undervalue pada masa itu.

Mitchell Layton/Getty Images/AFP. Diikutip dari Beritasatu.com
Pada masanya, tim baseball biasanya hanya melihat statistik persentase keberhasilan memukul bola saja | Mitchell Layton/Getty Images/AFP. Dikutip dari jakartaglobe.com

Tim baseball pada zaman itu biasanya hanya melihat data-data yang umum saja, contohnya seperti persentase keberhasilan pemain memukul bola. Karenanya pemain dengan statistik di bidang tersebut biasanya punya nilai transfer yang tinggi.

Oakland Atheltic, dengan dana yang tidak seberapa, mencoba menganalisis lebih dalam dan mencari data statistik yang kurang dihargai. Dalam moneyball, data yang jadi contoh adalah keberhasilan pemain mencapai base. Karena kurang dihargai, pemain dengan statistik tersebut cenderung punya nilai transfer yang rendah.

Setelah melalui berbagai analisa yang dilakukan manajemen, akhirnya Oakland Athletic pun mencoba mengambil jalan berisiko dengan analisis tersebut dan berhasil mencapai prestasi luar biasa. Mengutip dari wikipedia, Oakland Athletics diestimasi hanya mengeluarkan dana sebesar US$44 juta untuk gaji pemain. Namun mereka tampil sangat kompetitif dibanding tim yang lebih kuat finansialnya di zaman itu, yaitu New York Yankees yang mengeluarkan dana sebesar US$125 juta untuk gaji pemain di musim yang sama.

Maka dari itu, Moneyball sendiri secara umum sebenarnya bisa dibilang sebagai bentuk pengambilan keputusan yang berbasis kepada data. Tetapi secara khususnya, mencari data yang tergolong undervalue namun berpotensi tinggi di masa depan. Pada perkembangannya, bukan hanya baseball saja yang menggunakan data statistik dalam mengembail keputusan tertentu. Pada video di atas, ada pesepakbola N’Golo Kante sebagai contohnya.

Pada awal masa karirnya, ia bermain untuk klub asal Prancis, FC Caen. Saat bermain di tim tersebut, tidak banyak yang sadar bahwa ia adalah pemain yang berpotensi. Sampai akhirnya datanglah Leicester City melihat potensi Kante dari statistik Tackles per Game, Interceptions per Game, dan Clearance per Game. Leicester City membeli Kante seharga 7,65 juta Poundsterling tahun 2015 dan berhasil menjuarai Barclays Premier League di musim 2015/2016. Pasca kemenangan tersebut, nilai transfer Kante meningkat drastis, sehingga Chelsea merekrut dirinya dengan harga 35 Juta Poundsterling di tahun 2016.

Pengantar di atas memperlihatkan bagaimana data statistik digunakan di industri olahraga. Lalu bagaimana dengan esports?

 

Kabar Data Statistik Esports: Butuh Peran Aktif Pihak Pertama?

Sifat alami esports adalah kompetisi permainan yang disajikan lewat medium digital. Menariknya, walau sifat alami esports adalah permainan digital, perkembangan data statistik sebagai ranah bisnis di esports justru malah bisa dikatakan sebagai ladang baru yang masih hijau.

Namun demikian, ada alasan tersendiri kenapa data statistik di esports masih bisa dikatakan sebagai ranah “blue ocean”. Dari ranah game mobile kompetitif misalnya, Moonton (publisher Mobile Legends: Bang Bang) diwakili oleh Azwin Nugraha selaku PR Manager sempat mengatakan, bahwa alasan perkembangan esports science tergolong pelan salah satunya adalah karena perbedaan prioritas. Lebih lanjut, Azwin juga menjelaskan bahwa Moonton sendiri masih sedang membangun kapabilitas tim mereka untuk dapat memproduksi liga yang lebih berkelas lagi secara pelan-pelan.

Di luar dari apa yang dijelaskan oleh Azwin dari sudut pandang mobile gaming, bisnis data statistik justru tergolong berkembang dengan cukup cepat dari sudut pandang esports game PC terutama di negara-negara barat. Menurut opini saya, setidaknya ada tiga faktor yang mungkin jadi alasan atas perkembangan hal tersebut.

Sumber: MPL Indonesia
Di tengah perkembangan pesat dari esports game mobile, kehadiran data statistik yang detil menjadi salah satu hal yang cukup didamba-damba beberapa pihak. Sumber: MPL Indonesia

Pertama, pengembangan API yang dapat menjembatani sisi teknis pihak pertama (game developer) dengan pihak ketiga (pelaku bisnis data esports) mungkin cenderung lebih mudah di ranah game PC. Kedua, pelaku bisnis data esports dengan game developer yang sama-sama berasal dari negara barat mungkin jadi faktor juga. Ketiga, perkembangan teknologi dan talenta teknis programming negara barat yang lebih maju mungkin bisa jadi faktor juga.

Sebagai bukti kemajuannya, mari coba kita lihat data-data yang disediakan secara bebas oleh pihak ketiga untuk game-game esports PC. Perkenalan pertama saya dengan data statistik esports yang mendalam adalah dari Dotabuff. Seperti namanya, Dotabuff menyediakan data-data statistik seputar game Dota 2. Datanya tidak hanya tersedia untuk profesional saja, tetapi pemain casual juga bisa menikmati statistik permainannya sendiri hanya dengan menghubungkan Dotabuff dengan akun Steam saja.

Data yang tersedia dalam Dotabuff juga cukup mendalam, mulai dari yang standar seperti pick-rate atau win-rate, sampai yang tergolong advanced seperti jumlah damage yang dihasilkan terhadap tower dan bangunan lainnya. Dotabuff bahkan juga menyediakan data combat log (apa yang terjadi di menit berapa) yang mungkin bisa digunakan tim dalam mengevaluasi permainannya.

Selain Dotabuff di Dota 2, game-game esports lain yang ada di ranah PC juga hampir rata-rata memiliki data statistik permainan yang disediakan oleh pihak ketiga. OP.gg di skena League of Legends misalnya, yang menyediakan data-data seputar meta permainan mulai dari sekadar win-rate champion sampai win-rate berdasarkan build skill, item, serta rune dari sebuah champion.

Sumber Gambar - Dotabuff
Dotabuff memberi data yang cukup detil dan bisa diakses oleh semua orang, salah satu contohnya adalah combat log seperti di atas. Sumber Gambar – Dotabuff

VALORANT dan CS:GO juga punya beberapa penyedia data yang serupa. Dari sisi VALORANT, Thespike.gg adalah salah satu contohnya. Thespike.gg sendiri cenderung fokus menyediakan data-data statistik pemain-pemain profesional. Seperti pihak ketiga lainnya, data-data statistik yang disediakan cukup beragam mulai dari data sederhana seperti win-rate atau KDA, sampai data yang cukup mendalam seperti angka persentase area yang sering jadi target (kepala, badan, dan kaki). CS:GO juga punya csgostats.gg yang menyediakan data yang kurang lebih serupa.

Seperti yang saya sebut sebelumnya, kehadiran API yang sifatnya terbuka jadi salah satu alasan perkembangan penyedia data statistik di esports game PC. Dalam hal Dota 2 dan CS:GO, Valve selaku developer kedua game tersebut memang memperkenankan penggunanya untuk menggunakan API milik Steam untuk dapat mengakses data-data digital terkait permainan tersebut.

Lalu dari sisi VALORANT serta League of Legends, Riot Games sendiri juga memang menyediakan dan memperkenankan komunitas untuk mengakses API tersebut untuk membuat produk data statistiknya masing-masing. Dalam hal League of Legends, Riot Games bahkan juga menyertakan daftar ketentuan yang harus dipenuhi oleh pengembang pihak ketiga apabila ingin memonetisasi data-data yang mereka dapatkan dari API tersebut.

Bagiamana dengan mobile games? Sejauh ini, API yang dapat diakses sepertinya masih belum umum untuk game mobile. Karena penasaran, saya pun mencoba melakukan googling terhadap keyword terkait API dari game mobile kompetitif yang populer di Indonesia. Hasilnya pun nihil. Alih-alih memberi kata “API” sebagai keyword suggestion, game mobile malah memberi saya keyword suggestion berupa “APK Download”.

Dalam konteks Mobile Legends: Bang Bang, Moonton sendiri memang sempat mengatakan bahwa mereka masih sedang mengembangkan API secara internal. Hal tersebut diungkap oleh Azwin pada saat diwawancara Hybrid.co.id ketika membahas kerja sama Moonton dengan JOIDATA.

Sumbar Gambar - Tangkapan Gambar Pribadi
Walaupun data-datanya tak tersedia di luar game, tetapi game seperti PUBG Mobile tetap mencatat statistik permainan walau sifatnya personal dan hanya tersedia di dalam in-game. Sumbar Gambar – Tangkapan Gambar Pribadi
Sumbar Gambar - Tangkapan Gambar Pribadi
Beberapa data statistik yang ditunjukkan di dalam game Mobile Legends: Bang-Bang. Sumbar Gambar – Tangkapan Gambar Pribadi

API sebagai sarana berbagi data statistik memang belum marak digunakan di ranah game mobile kompetitif, tetapi bukan berarti game mobile tidak menyediakan data-data statistik permainan. Dari sisi esports MLBB, data statistik pemain MPL dan MDL tersedia di masing-masing laman resminya. Begitupun dengan esports PUBG Mobile yang juga menyediakan catatan data statistik pemain sepanjang PMPL Indonesia berjalan di website resminya.

Walaupun tersedia, namun data statistik yang ada di laman-laman resmi tersebut cenderung hanya data yang umum saja. Data statistik di laman MPL Indonesia misalnya, hanya menyediakan data yang umum digunakan seperti torehan KDA ataupun torehan total damage yang diberikan. PUBG Mobile pun sama, hanya menyediakan data KDA dengan tambahan Total Survive Time dan Max Kill Distance. Di luar dari esports, pemain juga bisa melihat data statistik permainannya sendiri melalui profil in-game masing-masing. Jadi, walaupun belum ada API dari pihak eksternal, namun data statistik sebenarnya sudah ada di ranah game mobile kompetitif walau lingkupnya masih tergolong sempit.

 

Data Statistik di Lingkup Esports Lokal

Setelah membahas soal moneyball di olahraga dan mencoba melihat ketersediaan data statistik di ranah esports (game mobile ataupun PC), satu hal yang membuat penasaran mungkin adalah kisah moneyball di dalam ranah esports, terutama esports lokal. Untuk itu saya pun berbincang dengan Pratama “Yota” Indraputra selaku analis tim Bigetron Alpha (divisi MLBB Bigetron Esports).

Berbicara dengan Yota, saya membincangkan soal bagaimana data statistik dapat membantu mendongkrak performa sebuah tim esports. Mengawali pembicaraan, Yota pun mengutarakan pendapatnya soal manfaat data statistik bagi sebuah tim.

“Sebetulnya ada banyak potensi yang bisa datang dari data, tergantung tim tersebut mau menggali sedalam apa. Tindakan mengambil keputusan saat drafting atau menggali hero baru yang berpotensi sebagai meta sebenarnya bisa dianalisis menggunakan statistik. Tetapi tentunya tidak semua data punya relevansi yang setara. Karenanya, tugas bagi tim adalah untuk mengambil dan menganalisa data yang diperlukan saja.”

Setelah itu, saya juga mempertanyakan soal ketersediaan data statistik permainan serta cara tim mendapatkan data-data tersebut. Yota pun memberi cerita pengalamannya.

Sumber Gambar - Instagram Bigetron Esports.
Yota yang kiniSumber Gambar – Instagram Bigetron Esports.

“Kalau menurut gue data statistik esports itu sudah cukup tapi masih kurang. Dalam ranah MLBB misalnya, kita enggak bisa melihat statistik creep score atau jumlah last-hit. Karena data tersebut enggak ada, kita jadi sulit mendata siapa pemain yang unggul dari segi CS dan seberapa besar pengaruh CS terhadap kekuatan laning ataupun timing mendapatkan item tertentu. Kalau mau, kita sebenarnya bisa saja mengakalinya dan mendapatkan data tersebut. Tetapi saya rasa akan makan waktu terlalu banyak untuk mendapat data tersebut. Maka dari itu sekarang cukup melihat statistik gold saja.”

Dalam hal mendapatkan data, Yota menjelaskan bahwa hampir semua data direkap secara manual. Tapi memang, seperti yang saya katakan tadi, walaupun MPL menyediakan data statistik di laman resminya, namun data tersebut tergolong terlalu sederhana untuk bisa digunakan sebagai sarana analisa performa tim. Karenanya jadi tidak heran apabila seorang analis seperti Yota lebih memilih merekap semua data secara manual yang bisa didapatkan melalui post-match statistics yang muncul di dalam game.

Lebih lanjut Yota juga menjelaskan soal beberapa data yang jadi andalan bagi pembelajaran tim. Yota mengatakan bahwa data statistik yang kerap kali digunakan adalah data soal pick & ban, data seputar pola pergerakan, torehan damage, gold, serta objektif yang didapatkan.

Bagaimana dengan data statistik lain? “Kalau dari pengalaman gue pribadi, ada statistik yang namanya adalah damage per gold ratio. Statistik tersebut memperkenankan kita untuk mengetahui seberapa efektif pemain memberikan damage dengan gold yang didapat. Lalu apabila dari MOBA secara umum, ada juga data yang bernama jungle proximity yang fungsinya untuk mengetahui lane yang diprioritaskan seorang jungle untuk di gank pada fase early game. Namun demikian, data tersebut enggak gue gunakan di MLBB karena sifat alami gameplay MLBB yang lebih cair.”

Di atas tadi kita membahas bagaimana penggunaan data statistik dari sudut pandang analis. Lalu bagaimana penggunaan data statistik dari sudut pandang manajemen tim esports? Aldean Tegar Gemilang selaku Head of Esports di EVOS Esports juga turut menyampaikan pendapat serta pengalamannya.

Dalam hal perspektifnya terhadap data statistik, Aldean mengatakan bahwa bagi dirinya, data statistik adalah filter pertama sebelum berlanjut ke proses-proses selanjutnya. Ia pun menjelaskan hal tersebut sembari menjawab soal ketersediaan data statistik di esports game-game mobile yang populer di Indonesia.

“Kalau ditanya apakah data pemain bisa diakses bebas, jawabannya tidak. Kalau soal rekrutmen pemain, sebetulnya ada banyak cara, bisa scouting atau open recruitment. Kalau scouting, EVOS Esports biasanya memanfaatkan analis untuk mencari data pemain terkait, yang mana datanya datang dari in-game profile. Kalau misal metode perekrutannya adalah open recruitment, data statistik biasanya kami jadikan sebagai proses penyaringan awal.” Jawab Aldean.

Sumber Gambar - YouTube Channel
Aldean Tegar Gemilang, Head of Esports dari EVOS Esports. Sumber Gambar – YouTube Channel Jonathan Liandi (Emperor).

Lebih lanjut, Aldean juga kembali menegaskan posisi dirinya dalam melihat data statistik dalam proses perekrutan. “Menurut saya data statistik ini penting, tapi tetap hanya sebagai lapisan awal untuk menilai pemain. Masih banyak sekali faktor major dan minor yang perlu dilihat untuk menilai seberapa besar value (skill atau dampak-nya ke tim) seorang pemain.” Tutur Aldean.

Ia pun lalu juga menceritakan bagaimana perekrutan pemain kadang justru sulit apabila hanya berdasarkan data statistik saja. “Kalau berdasarkan pengalaman saya, hal tersebut terjadi terutama saat mencari pemain-pemain dengan role support. Pemain support biasanya punya data statistik yang cenderung kurang pasti (bias). Beberapa poin-poin penting pemain role support itu justru baru terlihat saat trial dilakukan secara offline.”

Terakhir, ia juga sedikit pandangannya soal jumlah ketersediaan data statistik di game-game esports sejauh ini. “Seperti tadi saya bilang, data statistik ini sebenarnya memang penting. Namun sayangnya ketersediaannya tergolong belum cukup untuk kebanyakan game mobile. Kalau dibandingkan dengan game seperti Dota 2 atau LoL, menurut saya masih cukup jauh. Salah satu alasan pendapat saya tersebut adalah karena game-game tersebut sudah punya wadah yang mempermudah melihat data statistik, salah satu contohnya adalah Dotabuff.” Jawab Aldean.

Pembeberan di atas adalah jawaban dari perspektif manajemen tim esports. Lalu bagaimana dengan usaha Moonton sendiri? Dalam menyediakan data statistik game untuk esports MLLB, usaha terakhir Moonton yang terlihat adalah kerja sama mereka dengan JOIDATA pada bulan Februari 2021 kemarin.

Pada kesempatan tersebut, Azwin Nugraha selaku PR Manager Moonton juga sempat menjelaskan bahwa kerja sama tersebut akan berfokus kepada data statistik game, termasuk usaha Moonton untuk menyediakan API agar pihak eksternal dapat mengakses data-data statistik game tersebut.

Karena penasaran, saya pun mempertanyakan bagaimana proses pengerjaan API tersebut demi ketersediaan data statistik untuk esports MLBB. Azwin pun mengatakan “Saat ini kerja sama mendalam masih terus dilakukan, kami masih menimbang beberapa kemungkinan yang nantinya berpengaruh terhadap penggunaan data tersebut.”

Di luar dari API, sebenarnya saya juga cukup penasaran, bagaimana semisal ada pihak ketiga yang mampu mengekstrak data statistik tersebut dengan menggunakan VOD pertandingan MPL saja? Hal tersebut sebenarnya bisa saja terjadi. Kalau dari sisi olahraga sepak bola, kita bisa melihat contohnya melalui Signality.

Signality mengembangkan semacam program AI dalam bentuk Computer Vision yang mampu mengenali gerakan-gerakan yang dilakukan oleh pemain bola. Dalam praktiknya, Signality bisa mengekstrak data statistik sepak bola hanya bermodalkan rekaman pertandingan saja.

Teorinya, kalau teknologi computer vision mampu mengenali gerakan manusia, maka kemungkinan besar teknologi tersebut mampu atau mungkin lebih fasih mengenali pergerakan di dalam video game. Lalu bagaimana sikap Moonton apabila misalnya ada sebuah startup yang mampu menciptakan teknologi tersebut untuk game esports MLBB?

Azwin pun merespon. “Tidak ada batasan bagi seseorang untuk berinovasi, apalagi jika inovasi yang dihasilkan dapat memberi manfaat dan turut berkontribusi dalam perkembangan esports. Kalau terkait izin, menurut saya berinovasi tidak memerlukan izin. Namun demikian, bagaimana inovasi tersebut digunakan nantinya adalah sesuatu hal yang perlu diperhatikan dan ditelaah lebih jauh.”

 

Kehadiran data statistik yang lebih lengkap dan mendetil tentunya adalah sesuatu yang baik bagi perkembangan esports. Dari sisi olahraga, kita bisa melihat sendiri bagaimana data statistik bahkan bisa membantu sebuah tim berkembang dari yang awalnya kurang kompetitif menjadi lebih kuat di dalam liga. Selain itu dari sisi penonton, data statistik juga bisa membuat tontonan esports jadi semakin seru untuk diikuti.

Jadi seberapa penting kehadiran data statistik bagi perkembangan esports? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya pun meminjam jawaban dari Yota.

“Intinya statistik ini menurut gue seperti suplemen saja, bukan kewajiban atau keharusan dan tidak menjamin kemenangan juga. Tetapi, ibarat tubuh manusia, meminum suplemen kesehatan tentu akan membuat tubuh jadi lebih kuat dan lebih siap melawan penyakit ataupun cidera.” Tutupnya.

Daftar Turnamen Esports Terpopuler Bulan Maret 2021

Tak terasa tahun 2021 ternyata sudah memasuki bulan ke-4. Bulan lalu Hybrid.co.id sudah merangkum daftar turnamen esports terpopuler. Lalu, kira-kira siapa yang masih bertahan di daftar bulan Maret 2021?

Singkatnya, bulan Maret 2021 menjadi bulannya esports Free Fire Amerika Latin. Tanpa berlama-lama lagi, berikut daftar turnamen esports terpopuler bulan Maret 2021 yang dirangkum dengan menggunakan fitur pro dari Esports Charts.

 

#5 – PUBG Mobile Pro League Indonesia 2021 – Season 3

Sumber Gambar - Esports Charts Pro Version.
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.

PUBG Mobile Pro League Indonesia 2021 Season 3 baru saja dimulai tanggal 24 Maret 2021 kemarin. Masuknya PMPL ID ke dalam daftar sedikit banyak jadi bukti bagaimana liga esports PUBG Mobile paling bergengsi di Indonesia ini ditunggu-tunggu para penggemarnya. PMPL ID Season 3 berhasil mencatatkan 532 ribu lebih peak viewers dengan 13 juta lebih total watch hours.

Pertandingan dengan puncak keseruan tersebut adalah pertandingan pekan pertama hari kedua. Pertandingan hari itu memang berjalan cukup sengit.

Pertandingan tersebut merupakan fase Weekdays yang menjadi seleksi untuk pertandingan sesungguhnya di fase Super Weekend, persaingan tim terasa ketat hari itu. Salah satu bukti persaingan ketat yang terjadi adalah dari WWCD yang didapatkan oleh tim berbeda-beda setiap rondenya. Ditambah lagi hari itu juga jadi momen WWCD perdana bagi Bigetron RA, tim PUBG Mobile Indonesia yang sejauh ini masih jadi favorit banyak orang.

Dengan catatan tersebut, PMPL Indonesia 2021 Season 3 menempati peringkat 5 dari daftar turnamen esports terpopuler bulan Maret 2021.

 

#4 – LEC Spring 2021 (League of Legends)

Sumber Gambar - Esports Charts Pro Version.
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.

Pada peringkat 4 ada liga League of Legends Eropa, yaitu LEC. Sejauh ini LEC memang selalu berhasil menyajikan pertandingan berkualitas dan penuh aksi yang dianggap jadi gaya main khas esports LoL Eropa.

Pada bulan Maret 2021 kemarin, pertandingan LEC Spring 2021 telah memasuki babak Playoff. Keseruan babak Playoff pun berhasil mencatatkan 640 ribu lebih peak viewers. Selain itu, turnamen tersebut juga telah mencatatkan 38 juta total watch hours yang dicatat sejak dari babak Regular Season.

Pertandingan yang membuat LEC Spring 2021 masuk ke dalam daftar ini adalah pertandingan antara G2 Esports melawan Schalke 04. Pertandingan yang terlaksana di hari kedua babak Playoff tersebut memang berlangsung dengan sangat seru dan sengit.

Kedua tim saling berbalas kemenangan, ditambah aksi-aksi unik G2 Esports di pertandingan tersebut yang salah satunya adalah menggunakan Seraphine (Champion Mage) sebagai Attack Damage Carry atau ADC. Secara keseluruhan, pertandingan tersebut masuk di peringkat 2 dari 5 pertandingan LEC terpopuler.

Pertandingan dengan catatan peak viewers terbesar adalah antara G2 Esports vs MAD Lions. Namun demikian pertandingan tersebut terlaksana di tanggal 3 April 2021 kemarin. Secara keseluruhan, tayangan pertandingan berbahasa Inggris menjadi tayangan LEC terpopuler dengan catatan 440 ribu viewers lebih .

 

#3 – Liga Brasileira de Free Fire 2021 Series A Stage 1

Sumber Gambar - Esports Charts Pro Version.
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.

Tingkat popularitas Free Fire di Brazil mungkin bisa dibilang mirip seperti MLBB di Indonesia. Maksudnya mirip, tayangan bahasa lokal punya jumlah penonton yang bersaing dengan liga-liga internasional yang ditayangkan dengan bahasa Inggris.

Hal tersebut kembali terbukti dengan masuknya Liga Brasileira de Free Fire 2021 Series A Stage 1 ke peringkat 3 dari 5 daftar turnamen esports terpopuler bulan Maret 2021.

LBFF 2021 berhasil mencatatkan 827 ribu lebih peak viewers dan mencatatkan 14 juta lebih total watch hours. Pertandingan yang jadi daya tarik penggemar esports Free Fire di Brazil tersebut adalah pertandingan ronde 9 dari babak final LBFF 2021 yang terselenggara tanggal 20 Maret 2021 kemarin.

Pertandingan ronde terakhir memang berjalan cukup sengit. FX, LOUD, dan Cruizero, tiga besar klasemen sementara saling bersaing ketat mendapatkan Booyah di ronde 9. Persaingan berlangsung sampai titik darah penghabisan, sehingga FX finish di peringkat 4, LOUD di peringkat 3, dan Cruizero yang mendapat Booyah.

Dari sisi jumlah penonton berdasarkan bahasa, hampir seluruh penonton LBFF datang dari tayangan berbahasa Portugis yang merupakan bahasa lokal Brazil. Karenanya seperti apa yang saya katakan di awal, LBFF bisa dibilang sebagai liga berbahasa lokal dengan jumlah fanbase yang kuat.

 

#2 – MPL Indonesia Season 7 (Mobile Legends: Bang-Bang)

Sumber Gambar - Esports Charts Pro Version.
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.

MPL Indonesia masih bertengger kuat di dalam daftar turnamen esports terpopuler bulanan walau peringkatnya turun dari peringkat 1 di daftar bulan Februari 2021 lalu, menjadi peringkat 2 di daftar bulan Maret 2021.

Peringkatnya memang menurun, tetapi jumlah penonton MPL ID Season 7 meningkat apabila dibandingkan dengan bulan lalu. Dari segi jumlah penonton berdasarkan bahasa, masuknya MPL Indonesia Season 7 ke dalam daftar bulan ini juga masih disebabkan oleh fanbase lokal Indonesia.

MPL Indonesia Season 7 berhasil mencatatkan 1,1 juta lebih peak viewers. Secara keseluruhan, liga esports game Mobile Legends: Bang-Bang yang berjalan sejak bulan Februari ini telah mencatatkan 27 juta total watch hours.

Bulan lalu kita melihat pertandingan antara RRQ Hoshi vs Alter Ego yang membuat MPL Indonesia jadi masuk ke dalam daftar. Bulan ini pertandingan El Clasico antara RRQ Hoshi vs EVOS Legends yang membuat liga MPL Indonesia kembali berjaya.

Menariknya pertandingan tersebut sebenarnya tidak sengit seperti pertandingan antara RRQ Hoshi vs Alter Ego yang melejit di bulan Februari 2021 kemarin. Pertandingan antara RRQ Hoshi vs EVOS Legends di week 3 day 2 MPL Indonesia tersebut didominasi kuat oleh EVOS Legends.

Dalam pertandingan tersebut, EVOS Legends berhasil memenangkan pertandingan dengan skor 2-0 dalam durasi 10 menit lebih di game 1 dan 14 menit lebih di game 2. Sementara itu dari segi jumlah penonton berdasarkan bahasa, mengutip dari data fitur pro milik Esports Charts , jumlah penonton tayangan berbahasa Indonesia jumlahnya masih mendominasi secara mutlak (sekitar 90% lebih dari keseluruhan peak veiewers).

 

#1 – Free Fire League Latinoamerica 2021 Opening

Sumber Gambar - Esports Charts Pro Version.
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.

Bulan Maret 2021 ini sepertinya menjadi bulannya bagi turnamen Free Fire. Lagi-lagi pertandingan esports Free Fire lokal Amerika Latin masuk ke dalam daftar, kali ini bahkan sebagai pemuncak daftar turnamen esports terpopuler.

Turnamen tersebut adalah Free Fire League Latinoamerica 2021 Opening. Berbeda dengan LBFF yang hanya mempertandingkan tim asal Brazil, FFLA mempertandingkan tim-tim seantero Amerika Latin, termasuk dari negara Mexico, Ekuador, Kolombia, dan sekitarnya.

FFLA berhasil mencatatkan 1,4 juta lebih peak viewers pada tanggal 21 Maret 2021 kemarin, pada saat laga Grand Final berjalan. Turnamen yang terselenggara selama 9 pekan sejak dari 16 Januari 2021 kemarin tersebut telah mencatatkan sebanyak 6,3 juta lebih total watch hours secara keseluruhan. Secara keseluruhan, laga final FFLA berhasil secara konsisten menarik minat menonton para penggemarnya.

Hal tersebut terlihat dari daftar 5 tayangan FFLA terpopuler yang seluruhnya diisi oleh pertandingan-pertandingan babak Grand Finals yang terselenggara pada 21 Maret 2021. Lima tayangan tersebut juga selalu mencatatkan angka peak viewers diatas 1 juta.

Mengutip Liquidpedia, FFLA hanya menyajikan tayangan bahasa Spanyol saja. Karenanya penonton tentu saja terpusat kepada tayangan berbahasa Spanyol saja tanpa ada pembanding lainnya.

*Disclosure: Esports Charts adalah Partner dari Hybrid.co.id.

Perlukah Sistem Poin Esports PUBG Mobile Diganti dengan yang Baru?

Sepanjang kurang lebih 2 tahun belakangan, sistem poin telah disepakati sebagai format standar kompetisi game bergenre Battle Royale terutama PUBG (PC) dan PUBG Mobile. Dalam sistem poin, Chicken Dinner tidak secara pasti menentukan kemenangan tim.

Sebagai gantinya, setiap tim yang mencapai posisi tertentu akan diganjar sejumlah poin sesuai dengan pencapaiannya (semakin tinggi peringkat semakin besar poin dan sebaliknya). Selain Chicken Dinner, perolehan Kill juga jadi hal lain yang diganjar poin. Dalam satu kondisi, poin perolehan Kill bahkan bisa menyalip poin dari tim Chicken Dinner yang didapatkan tim.

Dalam sistem poin, tim bertanding selama belasan ronde untuk mengumpulkan poin. Tim dengan akumulasi poin terbanyak akan dianggap sebagai pemenang. Hybrid.co.id sempat membahas lengkap soal ragam format kompetisi esports Indonesia, sistem tersebut adalah salah satunya yang kami sebut sebagai “Battle Royale System.”

Pertanyaan tersebut tidak muncul secara ajaib di kepala saya. Pertanyaan tersebut muncul karena beberapa waktu lalu skena esports PUBG PC memunculkan wacana perubahan sistem.

Mengutip dari laman resminya, Krafton ingin menghilangkan sistem poin dan mengubahnya jadi hanya menghitung total perolehan Chicken Dinner yang didapat saja. Apabila jadi diubah, maka tim peringkat 2, 3, atau di bawahnya tidak akan mendapat apapun. Perolehan Kill juga tidak akan terlalu dianggap, kecuali sebagai sarana penentu peringkat saat terjadi tiebreaker (ketika tim yang punya total perolehan Chicken Dinner sama).

Sistem poin yang diterapkan pada esports PUBG Mobile kini. Walaupun game PUBG Mobile secara umum menekankan Chicken Dinner sebagai sebagai momentum kemenangan, namun skena esportsnya cenderung lebih menghadiahi tim yang bermain agresif dan mendapat banyak kill. Sumber Gambar - Liquidpedia
Sistem poin yang diterapkan pada esports PUBG Mobile kini. Walaupun game PUBG Mobile secara umum menekankan Chicken Dinner sebagai sebagai momentum kemenangan, namun skena esports-nya cenderung lebih menghadiahi tim yang bermain agresif dan mendapat banyak kill. Sumber Gambar – Liquidpedia

Masih dari laman resmi PUBG (PC), penjelasan Krafton atas rencana perubahan tersebut adalah demikian. “Kami ingin Chicken Dinner bisa lebih berarti lagi. Kami berpikir demikian karena tim yang menang tidak selalu jelas dengan sistem saat ini mengingat penghitungan skor yang rumit. Dengan sistem yang baru, kami ingin memastikan pemenang pertandingan jadi lebih jelas setelah pertandingan selesai. Kami juga berpikir bahwa momen seru menonton pertandingan esports PUBG seharusnya adalah ketika suatu pertandingan selesai, bukan pada saat scoreboard muncul.” Lebih lanjut Krafton menjelaskan bahwa mereka membuka diskusi dengan komunitas terkait perubahan yang mereka usulkan tersebut.

Krafton sudah mencoba menerapkan sistem tersebut pada PUBG Global Invitational.S 2021. Turnamen tersebut mepertandingkan sebagian fase turnamen dengan cara tersebut, tepatnya pada babak Weekly Survival. Babak tersebut mirip dengan babak Weekdays pada PMPL Indonesia.

Bedanya seleksi dilakukan berdasarkan Chicken Dinner yang didapatkan. Dari total 32 tim yang diundang, 16 tim akan tanding di setiap ronde sementara 16 tim lainnya menunggu giliran.

Pemenang Chicken Dinner di satu ronde akan langsung melaju ke babak Weekly Finals (Semacam Super Weekend) dan tidak perlu bertanding lagi di babak Weekly Survival. Untuk menggantikan tim yang lolos, satu dari 16 tim yang ada di daftar tunggu akan ikut bertanding di ronde berikutnya babak Weekly Survival.

Penerapan tersebut ternyata terbukti membuat esports PUBG jadi menarik lagi. Mengutip data Esports Charts. PUBG Global Invitational.S 2021 berhasil mencatatkan 25 juta lebih total hours watch, walau jumlah peak viewers-nya hanya 200 ribu, masih kalah dari PUBG Global Invitational 2018 yang mencatatkan 700 ribu lebih peak viewers. Masih dari Esports Charts, catatan 25 juta lebih total watch hours tersebut adalah rekor tertinggi sepanjang sejarah esports PUBG PC.

Sumber Gambar - Esports Charts.
Sumber Gambar – Esports Charts.

Lalu, apabila sistem tersebut diterapkan di esports PUBG Mobile, kira-kira akan bagaimana dampaknya? Apakah sistem tersebut cocok atau tidak? Redaksi Hybrid.co.id menanyakan pendapat Agus “JuniorJr” Suharwan, sosok analis di tayangan pertandingan PMPL Indonesia. Membuka pembahasan, Agus mengatakan bahwa dirinya tidak setuju apabila benar ada sistem seperti demikian. Namun, Agus sendiri mengakui disparasi poin pada sistem sekarang cenderung kurang adil.

“Gue kurang setuju semisal hanya tim yang mendapat WWCD yang dihitung menang. Menurut gue, esports Battle Royale itu bukan soal bertahan hidup di satu game saja, tetapi konsistensi tim dari satu pertandingan ke pertandingan lain juga seharusnya menjadi tolak ukur.” Ucapnya memberi pendapat.

Terkait sistem poin saat ini, Agus juga menambahkan. “Sistem poin saat ini mungkin tergolong kurang fair sih, terutama antara tim yang dapat peringkat paling atas dengan tim yang dapat peringkat paling bawah. Kalau boleh jujur, gue tetap setuju dengan sistem poin, tapi sistem poin seperti PUBG di Korea. Maksudnya sistem poin seperti PUBG Korea adalah poin baru diberikan kepada tim yang mendapat 4 besar, dengan pembagian berupa 3 poin untuk WWCD, 2 poin untuk peringkat 3, dan 1 poin untuk peringkat 3 dan 4.” Ujar Agus menjelaskan.

Menutup pembahasan, redaksi Hybrid.co.id juga bertanya soal bagaimana perubahan sistem akan berdampak kepada kualitas pertandingan?

“Menurut gue tergantung region juga mungkin sih. Kalau membicarakan PUBG Mobile di Indonesia, sistem yang hanya menghitung WWCD mungkin jadi enggak seru. Kenapa? Karena seperti yang kita ketahui, Bigetron RA adalah tim yang paling dominan untuk mendapatkan Chicken Dinner. Karena hal tersebut, dampaknya bisa jadi pertandingan akan kurang seru, penonton bisa jadi bosan karena merasa ‘paling juga Bigetron RA yang dapat Chicken Dinner.’ Jadi kalau menurut gue, sistem poin sebetulnya sudah oke. Tetapi memang tetap diperbaiki sistem poinnya agar tim papan bawah punya kesempatan untuk menyaingi tim papan atas.” jawab Agus.

Agus "JuniorJr", sosok yang sempat melatih tim Elite8 yang kini aktif sebagai analis di tayangan pertandingan PMPL ID Season 3. Sumber Gambar - AgusJr.
Agus “JuniorJr”, sosok yang sempat melatih tim Elite8 yang kini aktif sebagai analis di tayangan pertandingan PMPL ID Season 3. Sumber Gambar – AgusJr.

Dari pembahasan di atas, satu hal yang tidak bisa dipungkiri memang adalah posisi esports game Battle Royale yang masih tetap tergolong sebagai satu konsep baru. Karena konsepnya masih baru, maka penyelenggara turnamen juga sebenarnya harus lebih memikirkan lagi cara terbaik dan paling kompetitif untuk menentukan juara di dalam turnamen esports game Battle Royale seperti PUBG Mobile atau PUBG (PC).

Namun kembali lagi, perlu diubah atau tidak tetap tergantung dari tujuan penyelenggara turnamen (dalam konteks PUBG Mobile adalah Tencent). Dari sisi komersil sebuah liga esports, melihat perkembangan jumlah penonton esports PUBG Mobile, perubahan sistem yang drastis malah bisa jadi menghentikan atau malah merusak perkembangannya.

Tapi di luar dari itu, saya sebenarnya cukup setuju dengan pendapat Agus, yaitu untuk memikirkan kembali pembagian poin yang tepat agar tim papan bawah punya kesempatan lebih dalam menyaingi tim papan atas.

Pendapat Krafton pun tidak ada salahnya, bahwa keseruan rangkaian pertandingan PUBG (baik PC ataupun Mobile) seharusnya lebih menekankan kepada momen Chicken Dinner tim ketimbang pada saat scoreboard terpampang.

Bagaimana dengan pendapat Anda sekalian? Apakah esports PUBG Mobile perlu mengganti sistem poin dengan sistem baru? Atau mungkin sekadar mengubah sistem poin menjadi lebih imbang lagi?

Sumber Gambar Utama – PUBG Mobile Official.