[Manic Monday] Menghindari Digital Hanya Untuk Digital

Kumpul-kumpul diskusi kelompok Musik, Kewirausahaan dan Teknologi yang kedua sukses terlaksana hari Sabtu lalu, menampilkan beberapa diskusi yang menarik, yang digawangi oleh beberapa pembicara yang piawai di bidangnya. Oon sempat bercerita soal pembuatan aplikasi mobile untuk musik, kemudian Arian menjelaskan potensi bisnis yang datang dari music merchandising. Bangwin, yang sudah belasan tahun berkecimpung di digital communities, menceritakan beberapa hal yang sebaiknya dilakukan dalam mengelola komunitas fans, dan Ricky Andrey membagikan sesuatu yang menarik: melihat band sebagai startup dari sisi legal.
Continue reading [Manic Monday] Menghindari Digital Hanya Untuk Digital

[Manic Monday] Memberdayakan Musik Dengan Data

Beberapa tahun lalu, jaman saya masih kuliah, saya memiliki sebuah USB thumb drive. Saat itu masih sangat baru dan belum banyak orang memilikinya, sampai saya perlu membawa CD installer drivernya ke mana-mana. Thumb drive tersebut sanggup memuat data sebesar 64 MB, lebih besar dari satu kotak disket yang dahulu selalu saya bawa ke mana-mana, dan pastinya tidak rentan terhadap jamur. Dan hari ini, sepertinya thumb drive ukuran tersebut bahkan sudah tidak dijual; muatan memori 1GB saja biasanya sudah jadi hadiah bonus dan tidak dijual.

(null)

[Manic Monday] Empowering Music With Data

Several years ago, when I was still in University, I owned a USB thumb drive. It was still relatively new then and not many people owned one, to the point that I had to carry around the installer CD everywhere. That thumb drive was capable of storing a whopping 64 MB, much larger than the box of floppy disks that I carried everywhere, and was most certainly less prone to fungi. Today, a thumb drive with such capacity is probably not for sale anymore; even 1GB drives are usually given away as bonuses.

Continue reading [Manic Monday] Empowering Music With Data

[Manic Monday] Pertemuan Musik, Kewirausahaan dan Teknologi

Hari Sabtu kemarin, tanggal 20 April 2013, saya dan beberapa teman-teman berkesempatan untuk membuat kumpul-kumpul kecil-kecilan untuk berdiskusi soal musik, kewirausahaan, dan teknologi. Pertemuan ini dimulai dari berkumpulnya beberapa orang dalam grup yang berjudul sama di Google+, yang dimoderatori oleh Robin Malau dan Widi Asmoro. Melihat ramainya diskusi di grup ini, dan begitu beragamnya topik yang sudah dibahas dalam umur grup yang masih dalam hitungan beberapa minggu, saya pun menawarkan untuk membuat pertemuan pertama grup ini di kantor Think Web, yang merupakan tempat kantornya Wooz.in juga. Terima kasih pada Ramya Prajna yang sudah menyediakan tempat dan peralatan audiovisual.

Yang hadir tak sampai 20 orang, tapi materi yang dibahas semuanya sangat menarik.

Hang Dimas, dari jadwalnya yang sangat sibuk menyempatkan diri datang dan membahas soalnya pentingnya bisnis penerbit musik, dan bagaimana membuat pola industri musik yang akan memberikan manfaat jangka panjang pada pelaku intinya, yaitu musisi dan pencipta lagu. Adityo Pratomo berargumen tentang betapa teknologi seharusnya memberikan cara baru untuk menikmati musik – misalnya, musik tidak melulu harus berdurasi tetap, atau musik dan visual dapat dijadikan sebuah komposisi yang harmonis dan interaktif. Musik seharusnya bisa dipresentasikan dalam format yang baru.

Yohan Totting bercerita soal pentingnya database lagu seperti Gracenote dan Music Brain, karena kedua layanan music database ini digunakan oleh begitu banyak layanan untuk membantu orang mencari musik. Yohan mengajak semua musisi Indonesia untuk memasukkan data lagunya ke kedua database ini, dan juga menjelaskan caranya; bahkan Yohan mengusulkan bahwa Indonesia membuat sendiri sebuah Digital Music Database. Wiku Baskoro memaparkan soal benturan antara media teknologi dan musik, dan bagaimana benturan tersebut dapat bermanfaat untuk industri musik secara umum. Noor Kamil mengungkapkan bahwa industri musik bukan hanya industri musik rekaman, dan banyak jalur untuk mendulang emas bagi musisi yang ingin bekerja keras. Bergabung atau tidak ke major label? Itu optional saja…

Tentunya pertemuan seperti ini tidak melulu hanya mengenai beberapa orang presentasi. Yang dirasakan sangat menarik buat saya dan beberapa orang yang datang adalah diskusi yang muncul seiring dengan presentasi-presentasi tersebut, yang harapan saya dapat memberikan ide atau inspirasi bagi semua yang datang untuk melakukan sesuatu. Bertahannya industri musik secara berkesinambungan akan bergantung pada munculnya banyak hal kecil baru, bukan “the next big thing“, dan semakin banyak orang yang terlibat dalam eksplorasi dan pembangunan industri musik ke berbagai arah yang baru, semakin baik.

Tentunya ini bukan solusi, karena tetap saja belum tuntas atau #unresolved – tapi dengan semangat itu kita bisa melangkah terus untuk berkarya dengan lebih baik. Rencana bisnis yang baik itu juga bisa disebut karya kan 🙂 Nah, kalian punya ide apa?

Ario adalah co-founder dari Ohd.io, layanan streaming musik asal Indonesia. Ario bekerja di industri musik Indonesia dari tahun 2003 sampai 2010, sebelum bekerja di industri film dan TV di Vietnam. Anda bisa follow akunnya di Twitter – @barijoe atau membaca blog-nya di http://barijoe.wordpress.com.

[Gambar oleh Pugar Restu Julian – Komunitas Musik, Wirausahawan, Teknologi]

[Manic Monday] Music, Entrepreneurship And Technology Gathering

Last Saturday, April 20th, 2013, a few friends and I had the chance to create a small gathering to discuss about music, entrepreneurship and technology. This gathering started off from people who had joined a group with the same name on Google+, moderated by Robin Malau and Widi Asmoro. Looking at how active the discussions were in the group, and the variety of topics covered in a group what was literally weeks old, I offered to create the first gathering for this group at the offices of Think Web, which is also where Wooz.in is headquartered. Thanks to Ramya Prajna for providing the space and the audiovisual equipment.

Continue reading [Manic Monday] Music, Entrepreneurship And Technology Gathering

[Manic Monday] Mencermati Kembali Royalti

Salah satu pilar utama dari industri-industri yang berbasis hak kekayaan intelektual, adalah royalti. Dalam definisi ini, royalti adalah nilai bagi hasil yang diterima oleh pemilik sebuah hak kekayaan intelektual atau karya, atas penggunaan karya tersebut oleh orang lain; biasanya mengacu terhadap karya cipta lagu. Royalti ini pun dapat sebesar 0% atau 100%, tergantung perjanjian antara pemilik karya dan pihak yang mau mengeksploitasi. Pada intinya, setiap karyanya dipakai, baik itu diduplikasi, disiarkan ataupun digunakan dengan produk lain (yang dinamakan hak sinkronisasi, biasanya untuk iklan, soundtrack film, dan sebagainya), sang pemilik karya akan mendapat bagian, sesuai dengan kesepakatan.

(null)

[Manic Monday] Revisiting Royalties

One of the main pillars of industries based in intellectual property are royalties. In this definition, royalties is the amount of revenue shared and received by an owner of an intellectual property or work, from usage of said work by other parties; it often refers to musical works and compositions. The royalties paid can be 0% to 100%, depending on the agreement between the work owner and the party who wants to exploit it. Bottom line, every work that is used, whether it is duplicated, broadcast or used in sync with other products (in what is called synchronisation rights, usually for ads, movie soundtracks, and so on), the work owner will receive a portion of income as agreed.

Continue reading [Manic Monday] Revisiting Royalties

[Manic Monday] The “New” Music Industry Needs You!

Last week I had the chance to participate in the Lean Startup Machine workshop in Singapore, with fellow contributor Dondi Hananto, who has written about his experiences in the workshop. In summary, the workshop was a valuable experience, which I would recommend to anyone who wants to build their own startup, wants to study a “quick” way of customer development, or wants to get a different perspective on how to build businesses. Of course, the LSM approach is only one of many ways in building a business. But I hope, for those of you who want to get into the startup scene, that you will think of how to build a business, and not just a program or application.

Continue reading [Manic Monday] The “New” Music Industry Needs You!

[Manic Monday] Industri Musik “Baru” Membutuhkan Anda!

Minggu lalu saya berkesempatan untuk mengikuti workshop Lean Startup Machine di Singapura, bersama dengan rekan kontributor Dondi Hananto, yang sudah menuangkan pengalaman dia di workshop tersebut. Singkat kata, workshop tersebut merupakan pengalaman yang cukup berharga, yang saya rekomendasikan pada siapapun yang sedang ingin membangun startup sendiri, ingin mempelajari “cara cepat” untuk customer development, atau ingin mendapatkan perspektif lain mengenai membangun bisnis. Tentunya, metode LSM ini hanyalah satu pendekatan yang bisa diambil untuk membangun sebuah bisnis. Tapi saya harap, buat yang ingin terjun ke dunia startup, pikirkan bahwa yang dibangun adalah sebuah bisnis, bukan hanya sebuah program atau aplikasi.

(null)

[Manic Monday] Mencari Paradigma Baru Untuk Industri Konten

Dahulu, industri hiburan adalah sebuah proses yang cenderung lurus dan vertikal. Seperti sekarang, siapapun dapat berkreasi namun pada akhirnya karya hiburan yang akan diberikan investasi terbesar (yang juga berarti promosi dan distribusi terbesar) adalah yang dinilai oleh pemilik modal di industri hiburan, yang akan dapat dicerna oleh orang banyak, dan paling mungkin mendapatkan pengembalian modal – malah keuntungan besar. Hukum skala ekonomi berlaku: investasi pada satu hal dengan nilai investasi yang tetap/statis, yang kemudian digandakan untuk keuntungan berlipat. Tentunya, alur vertikal ini sangat tergantung pada kontrol terhadap semua lini industri – dari penciptaan kreasi, produksi, promosi, pemasaran, distribusi, dan bahkan harga jual.

Continue reading [Manic Monday] Mencari Paradigma Baru Untuk Industri Konten