Periklanan Semakin Pesat, Twitter Menggaet Omnicom

Twitter mengumumkan kerja sama senilai USD 230 juta dengan divisi pelayanan media Omnicom Group Inc. Persetujuan tersebut melibatkan MoPub, bursa iklan mobile Twitter, dengan mesin pembelian iklan otomatis milik Omnicom, Accuen. Omnicom, sebagai perusahaan induk bebas menentukan harga suatu iklan, dan menerima akses inventoris untuk agensi mereka.

Pada September tahun lalu Twitter diberitakan mendapatkan MoPub senilai USD 350 juta. Sebuah bursa yang mengizinkan para advertiser dapat membeli iklan secara real-time melalui perangkat mobile mereka. Langkah ini akan diintegrasikan dengan fitur periklanan mobile Twitter, ‘first look’ 

Menurut Adam Bain, Twitter President of Global Revenue, dilansir dari Wall Street Journal, “langkah ini sangat baik untuk kami, dengan ini akan banyak calon pengiklan berkualitas tinggi yang datang melalui bursa,” persetujuan ini juga menjadi yang pertama oleh periklanan mobile Twitter melalui bursa.

Meskipun begitu, Twitter bukanlah perusahaan media sosial yang pertama melakukan bisnis dengen Omnicom. Pada bulan Maret kemarin, Omnicom menandatangani persetujuan berjangka waktu setahun dengan Instagram.

Berbeda dengan Twitter, persetujuan Omnicom dengan Instagram hanya menentukan beberapa produk dan merek yang terbatas. Bersama Twitter, Omnicom mampu menjangkau pengguna perangkat mobile dengan data yang mendetail, serta menjangkau pasar yang lebih luas.

AdAge melaporkan, pertumbuhan pesat Twitter saat ini datang dari perangkat mobile. Lebih dari 90% keuntungan datang dari periklanan di kuartal pertama 2014, 80% dihasilkan mobile, meningkat 5% dari kuartal sebelumnya.

“Persetujuan kami dengan Twitter menunjukkan apa yang kita cari dari kemitraan dengan media, yaitu kesempatan untuk mengirimkan keuntungan first-to-market yang menargetkan semua aspek dari klien Omnicom” ucap pernyataan resmi mereka.

Nampaknya bisnis periklanan di media sosial disinyalir akan semakin bertumbuh. Minggu lalu, Facebook dilaporkan menandatangani persetujuan dengan Publicis seharga jutaan dolar. Perjanjian yang ditujukan kesinambungan antar dua perusahaan, ucap kedua belah pihak.

 

[ilustrasi foto: Shutterstock]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DSenterprise dan ditulis oleh Michael Erlangga. 

Antivirus Manakah Yang Paling Tepat untuk Windows 8.1?

AV-Test Institute telah melakukan evaluasi terhadap berbagai produk antivirus untuk Windows 8.1, varian sistem operasi terbaru yang dioptimalkan untuk PC dan tablet. Evaluasi yang dilakukan meliputi 25 antivirus untuk konsumen dan sembilan antivirus untuk kebutuhan bisnis. Dari hasil uji lab yang dilakukan menunjukkan bahwa kebanyakan dari antivirus cukup efektif dalam memblokir malware yang menyerang komputer dengan sistem operasi Windows 8.1. Jumlah sampel yang diujikan sejumlah 20.646 untuk malware yang dikenal dan 138 sampel malware yang tak dikenal. Dan sebagian banyak produk mampu mendeteksi semua ancaman tersebut dalam test yang dilakukan Maret sampai April lalu.

Berikut adalah daftar antivirus yang memiliki tingkat proteksi tinggi untuk Windows 8.1 sesuai dengan publikasi terbaru yang dirilis AV-Test:

Home User:

AvtestData1

Corporate User:

AvtestData2

Ketrangan gambar:

    1. Kolom 1: skor proteksi. Kolom 2: skor performa. Kolom 3: skor kegunaan.

    2. Untuk informasi lebih lengkap tentang list semua anti virus dan detail dari hasil uji AV-Test klik disini.

Dalam kaitannya dengan kebutuhan bisnis, beberapa produk anti virus (Bitdefender Endpoint Security 5.3, G Data Security Client 13.0, Kaspersky Lab Endpoint Security 10.2, Symantec Endpoint Protection 12.1, McAfee VirusScan Enterprise with EPO 8.8, F-Secure Client Security 11.50) berhasil memblokir 100% ancaman virus yang ada hinggal April. Tentunya hal ini bisa dijadikan pertimbangan bagi pelaku bisnis yang hendak melalukan upgrade ke Windows versi terbaru, karena pengawalan anti virus yang mumpuni sudah bisa diandalkan di Windows 8.1

Untuk kalangan konsumen, Kaspersky Lab Internet Security 2014, Qihoo 360 Internet Security 4.2, Kingsoft Antivirus 2013, dan Tencent PC Manager 8.5 dapat dipilih untuk performa yang baik di Windows 8.1.Beberapa anti virus gratisan yang turut diuji oleh AV-Test seperti Panda Security Cloud Antivirus FREE 2.3, ThreatTrack VIPRE Internet Security 2014, dan PCKeeper Antivirus Pro 1.0 memberikan hasil yang kurang maksimal dalam pencegahan terhadap ancaman virus dan malware.

Menyimpulkan hasil uji anti virus yang direpresentasikan dari grafik di atas, untuk pengguna komputer bersistem operasi Windows 8.1 di rumah atau untuk kepentingan pribadi dapat menggunakan Kaspersky, McAfee, Avira, ataupun Bitdefender teranyar, karena selain memberikan proteksi maksimal, kinerja yang diberikan cukup baik untuk mengimbangi kemampuan hardware yang biasa digunakan untuk keperluan pribadi.

Untuk kebutuhan bisnis Bitdefender dan Kaspersky cukup unggul dalam uji lab yang dilakukan.

 

[Gambar: IlustrasiGrafik]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DSenterprise dan ditulis oleh Randi Eka Yonida.

Program Microsoft dalam Perlindungan Hak Cipta Industri Kreatif Didukung Penuh Kemenparekraf

Microsoft Indonesia telah resmi bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia untuk memajukan industri kreatif nasional. Kerjasama ini sudah terjalin sejak ditandatanganinya nota kesepahaman oleh Sekretaris Jendral Kemenparekraf Ukus Kuswara dan Presiden Direktur Microsoft Indonesia Andreas Diantoro Maret lalu. Dalam acara penandatanganan nota kesepahaman itu turut hadir Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu dan Presiden Microsoft Asia Pacific Cesar Cernuda.

Teknologi, inovasi, dan industri kreatif adalah salah bekal yang akan membawa Indonesia menjadi negara maju. Dan tidak dipungkiri bahwa di Indonesia industri kreatif bukanlah hal yang langka dengan banyaknya masyarakat (terutama anak muda) rajin menggelutinya. Berbagai pihak, termasuk pemerintah dan swasta, juga harus mendukung majunya industri kreatif di Indonesia, karena selain menciptakan kemandirian, industri kreatif juga mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan PDB.

“MoU ini strategis, memberi kesempatan pada Indonesia untuk meningkat kemampuan sumber daya manusia pariwisata dan ekonomi kreatif dalam menghadapi tantangan era digital yang makin mendominasi dunia. Kita punya banyak Orang Kreatif dashyat, dan mereka harus unggul dalam menghadapi persaingan di era digital,” kata Mari Elka Pangestu saat menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman.

Kemenparekraf mendukung berbagai program-program Microsoft dalam rangka memajukan industri kreatif di Indonesia, seperti perlindungan hak cipta industri kreatif yang bersangkutan dengan teknologi informasi dan komunikasi. Langkah yang diambil Microsoft ini tentunya hal yang baik untuk mendukung program Kemenparekraf yang menargetkan pertumbuhan industri kreatif mencapai 10 persen atau lebih pada tahun 2014.

Selain dukungan dalam hal perlindungan hak cipta, Kemenparekraf juga mendukung program-program Microsoft yang mampu menumbuhkan kreatifitas dan memberikan kesempatan kepada generasi muda Indonesia untuk berkreasi secara kreatif, seperti program yang sudah dijalankan oleh Microsoft, yaitu Microsoft YouthSpark dan Citizenship.

“Microsoft mendasarkan usahanya pada penciptaan teknologi baru yang inovatif dan berguna dan mengkomersialisasikan mereka dalam bentuk fitur, produk, dan jasa yang meningkatkan produktivitas dan memberikan nilai bagi pelanggannya. Microsoft berinvestasi lebih dari US$ 9 miliar per tahun di riset dan pengembangan untuk memajukan upaya-upaya ini. Dan, salah satu pemegang terbesar kekayaan intelektual di dunia dengan lebih dari 11.200 paten di AS dan lebih dari 4.600 paten di negara-negara lain. Karena itu adalah kewajiban moral Microsoft untuk membantu Pemerintah Indonesia dan mengedukasi masyarakatnya untuk menghormati dan melindungi properti intelektual inovator dari negeri sendiri”, ungkap Cesar Cernuda.

“Sejak penandatanganan nota kesepahaman dengan United in Diversity Forum untuk bersama-sama mengembangkan Teknologi dan Inovasi Pusat bernama UID Campus Creative pada Oktober 2013, Microsoft terus melanjutkan komitmennya dalam mengembangkan inovasi di Indonesia. Kami memahami bahwa tidak ada negara di dunia ini bisa maju dan membangun ekosistem yang kuat untuk inovator tanpa menghormati dan melindungi kekayaan intelektual,” kata Andreas Diantoro, Presiden Direktur Microsoft Indonesia, menambahkan.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa pelanggaran terhadap hak cipta bukanlah hal yang jarang di Indonesia, padahal pemalsuan dan pembajakan produk kreatif sangat membunuh pangsa pasar industri kreaitif dalam negeri. Dengan adanya langkah besar untuk melindungi hak cipta akan menumbuhkan daya kreasi masyarakat. Karena pelanggaran terhadap HAKI sangat membunuh daya kreasi yang pada akhirnya juga akan merugikan masyarakat secara keseluruhan karena proses dan produk kreatif akan hilang.

 

[Sumber dan Gambar: SWA]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DSenterprise dan ditulis oleh Randi Eka Yonida.

Merger $3 Miliar Antara Kakao Corp dan Daum

Portal internet asal Korea Selatan, Daum Communication, Senin pagi (26/5) mengungkapkan rencananya untuk melakukan merger dengan perusahaan penyedia layanan pesan instan, Kakao Corp. Langkah ini diupayakan demi meningkatkan kinerja bisnis dan sinergi antara kedua belay pihak untuk bersaing dengan Naver dan Line.

Continue reading Merger $3 Miliar Antara Kakao Corp dan Daum

Mengandalkan Cloud Sepenuhnya Dapat Menjadi Bumerang

Di tengah hiruk-pikuk konsep komputasi awan yang digadang akan menggantikan sistem penyimpanan lokal, kecemasan para pengguna dan penyedia jasa cloud kembali hadir dengan masalah yang menimpa Adobe beberapa hari yang lalu. Lalu, apakah komputasi awan benar dapat diandalkan sehingga mampu meninggalkan ruang penyimpanan lokal sepenuhnya?

Adalah Adobe Creative Cloud, sebuah platofrm layanan berlangganan dari Adobe yang menyediakan aplikasi kreatif dan penyebaran konten media digital seperti foto, web, aplikasi mobile, video, dan lain-lain. Aplikasi Adobe sebelumnya yang dikenal sebagai CS (Creative Suite) kini dikembangkan untuk mendukung komputasi awan yang dirilis dengan nama CC (Creative Cloud).

Pada tanggal 15 Mei 2014 kemarin, 2 juta pengguna tidak dapat mengakses aplikasi-aplikasi Adobe yang bekerja menggunakan platform Creative Cloud, aplikasi andalan mereka seperti Photoshop, dan Acrobat menjadi salah satunya. Kelumpuhan sistem ini berlangsung lebih dari 24 jam, mengakibatkan banyak pihak mengalami kerugian. Semua aktivitas yang menggunakan Adobe ID gagal tereksekusi, para pengguna gagal melakukan login, melakukan update, ataupun pembelian produk Adobe.

Ini tentu saja meningkatkan keraguan dari keamanan dan kemampuan komputasi awan, segala informasi, aplikasi, dan platform yang terintegrasi dengan suatu pelayanan komputasi awan turut terseret, menghadirkan efek berantai secara tidak langsung. Contohnya saat tahun lalu Adobe diretas, beberapa akun Facebook terpaksa dinon-aktifkan terkait hilangnya jutaan password yang memiliki akses login yang serupa dengan Adobe.

Jika kita menyimpan seluruh data pribadi di cloud, terlepas dari masih buruknya koneksi internet di Indonesia, kesalahan bisa datang dari berbagai pihak termasuk penyedia layanan cloud. Data dan aplikasi berbasis cloud membutuhkan stabilitas koneksi internet yang baik untuk menikmati layanan dengan maksimal, apalagi ada harga yang harus dibayar untuk mengakses cloud kapan dan di mana saja. Lantas ketika sistem lumpuh, semua pengguna akan meragukan alasan mereka membayar layanan tanpa kepastian sistem akan bangkit kembali.

Dilansir dari Infoworld, kejadian yang dialami Adobe meyakinkan dunia bahwa tidak ada infrastruktur cloud yang sempurna, entah sebesar atau secanggih apapun perusahaan tersebut, kegagalan sistem tetap mengancam. Pasalnya tak hanya Adobe Creative Cloud, Dropbox pun pernah lumpuh selama 16 jam pada Januari 2013, Google Drive mengalami kejadian serupa pada Maret 2013, dan segala kelumpuhan infrastruktur cloud sejak tahun 2007 diduga mencapai angka USD 71 juta.

Ini juga menjadi peringatan bagi pengguna layanan cloud dari penyedia lain seperti Google Apps, Office365 dari Microsoft, atau iWork for iCloud dari Apple, untuk memperhatikan kemungkinan kelumpuhan sistem yang akan terjadi jika mereka terlalu mengandalkan cloud.

[ilustrasi foto: Shutterstock]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DSenterprise dan ditulis oleh Michael Erlangga.

Office Makin Populer di iPad, Bagaimana Nasib Surface?

Sejak diluncurkan 40an harian silam, Microsoft mengklaim bahwa Office for iPad telah mencapai 27 juta kali unduhan di App Sotre, sesuai yang disampaikan oleh General Manager Divisi Office Microsoft Corp., Julia White pada acara TechEd yang dilaksanakan beberapa waktu lalu di Houston, bersamaan dengan diumumkannya berbagai pembaruan produk Microsoft.

Sebelumnya, seminggu pasca aplikasi Office for iPad diluncurkan di App Store, perusahaan yang bermarkas di Redmond itu juga telah mengumumkan melalui akun resmi di Twitter bahwa produknya telah diunduh 12 juta kali.

Tentu hal ini bukanlah suatu yang mustahil. Microsoft Office merupakan perangkat lunak produktivitas yang paling mendominasi di dunia, tidak hanya untuk pengguna Windows, akan tetapi juga untuk pengguna OS X.

Office for iPad memang aplikasi yang tersedia secara gratis dari App Store namun tanpa berlangganan layanan Office 365 melalui program ProPlus, pengguna Office for iPad hanya akan dapat membuka dokumen-dokumen Office tanpa dapat mengubahnya. Konsumen pun tidak akan dapat menciptakan dokumen baru tanpa berlangganan.

Merujuk pada data statistik yang dirilis TechCrunch, Word for iPad merupakan aplikasi Office for iPad yang paling populer. Bahkan popularitasnya menduduki peringkat ke 11 di AS dan menjadi top 100 di lebih dari 109 negara. Aplikasi Google Docs yang dirilis untuk iOS setelah Office for iPad justru terjun ke posisi 23 di AS.

Dengan adanya Office di iPad tentunya membuat divisi Surface di Microsoft harus berusaha lebih keras mengejar ketertinggalan mereka dalam pangsa pasar tablet. Sebelumnya Microsoft sempat membuat beberapa iklan Surface dengan menonjolkan Office sebagai senjata Microsoft yang tidak dimiliki oleh iPad dan berbagai tablet lainnya namun kenyataan di pasar mengatakan bahwa iPad adalah merk tablet terpopuler bahkan di dunia bisnis.

Iklan-iklan Microsoft Surface selalu menunjukkan iPad sebagai perangkat yang tidak fleksibel dan tidak dapat digunakan untuk bekerja, namun kini dengan adanya Office for iPad, argumen tersebut jelas dipatahkan oleh Microsoft sendiri. Bahkan menurut riset yang diadakan Good Technology, aplikasi produktivitas perkantoran justru lebih mendominasi di iOS.

Hal ini menjadi tugas untuk Satya Nadella selaku CEO Microsoft terkait keseimbangan antara divisi hardware dengan software-nya agar dapat terus memasarkan dan mempopulerkan berbagai tablet Windows sebagai perangkat bisnis namun pada saat yang sama juga menjual Office 365 sebagai layanan produktivitas lintas platform.

 

[Gambar: Microsoft]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DSenterprise dan ditulis oleh Randi Eka Yonida.

Apple dan Google Sepakat Mengakhiri Seluruh Tuntutan Hukum Terkait Paten Smartphone Antara Kedua Perusahaan

Pada Jumat sore (16/5), setelah sekian lama bergelut dalam perang paten smartphone, Apple dan Google mengumumkan bahwa mereka telah sepakat untuk mengakhiri semua gugatan atas teknologi smartphone yang mereka gunakan dan menutup sebuah babak yang sangat ramai diperbincangkan di dunia teknologi dan hukum namun tidak memiliki banyak arti bagi konsumen.

Ini adalah keputusan yang luar biasa, karena seperti yang diketahui, Apple dan Google bersaing sangat ketat, baik untuk penjualan musik, perangkat produktivitas, aplikasi, dan sebagainya dalam platform iOS dan Android. Walaupun pihak terkait di kasus ini adalah Apple dan Google, Google terlibat hanya setelah menjadi pemilik Motorola yang meluncurkan gugatan awal kepada Apple pada tahun 2010.

Menurut GigaOm, telah disepakati bahwa 20 gugatan antara Apple dan Google akan diakhiri. “Apple dan Google telah sepakat untuk mengabaikan semua tuntutan hukum yang ada saat ini. Keduanya telah sepakat untuk bekerja sama untuk reformasi paten. Namun perjanjian ini tidak termasuk lisensi silang”, sesuai pernyataan kedua perusahaan tersebut mengenai kesepakatan yang dicapai.

Walaupun seluruh kasus dan gugatan antara kedua belah pihak telah diakhiri, kesepakatan ini tidak menutup kemungkinan adanya gugatan-gugatan lain di masa yang akan datang karena tidak adanya perjanjian lisensi silang atas segala paten yang dimiliki. Setidaknya Apple dan Google telah sepakat akan membantu proses reformasi paten di Amerika Serikat yang sudah carut-marut dan dianggap tidak lagi berpihak kepada peningkatan inovasi.

Kedua perusahaan telah menyarankan kepada pengadilan banding Federal di Washington untuk menghentikan seluruh kasus terkait antara mereka yang tengah disidangkan.

Perlu ditekankan bahwa walaupun kasus ini menyangkut penggunaan teknologi di Android dan iOS, penghentian gugatan ini tidak berarti kasus-kasus serupa yang menyangkut perusahaan lain juga ikut dihentikan. Kesepakatan ini murni dicapai oleh Apple dan Google sebagai pemilik Motorola terkait kasus yang melibatkan keduab elah pihak.

Kasus-kasus yang dimaksud adalah kumpulan gugatan antara Apple dan Google yang dimulai ketika Motorola masih merupakan perusahaan tersendiri pada tahun 2010. Saat itu Morotola menuduh Apple melanggar beberapa paten, termasuk cara kerja jaringan 3G yang diterapkan pada ponselnya, begitu juga Apple yang menuduh Motorola melanggar beberapa paten yang dimilikinya perihal operasional sebuah smartphone.

Kasus-kasus yang kemudian digabungkan oleh pengadilan Federal ini dibatalkan sesaat sebelum proses dimulai karena menurut hakim Richard Posner yang sedianya memimpin sidang, kedua perusahaan tersebut tidak memiliki bukti yang cukup kuat untuk melanjutkan langkah ke persidangan. Namun belum lama ini pengadilan banding memutuskan untuk melanjutkan proses peradilan sehingga kedua perusahaan tersebut sempat bersiap untuk berseteru kembali di meja hijau.

Kasus-kasus antara Apple dan Samsung akan tetap berlanjut.

 

[Gambar: Shutterstock]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DSenterprise dan ditulis oleh Randi Eka Yonida. 

LinkedIn Hadirkan Fitur Baru untuk Bantu Relevansi Konten Perusahaan di Tingkat Lokal

Menggunakan media sosial untuk menghubungkan khalayak lokal ke skala global sangat efektif untuk membantu perusahaan memiliki perwakilan di berbagai negara dengan topik perbincangan lokal yang relevan. Fakta menunjukkan bahwa sebanyak 67% dari 300 juta lebih pengguna LinkedIn berada di luar Amerika Serikat dan tersedia 22 bahasa yang dapat dipilih.

Continue reading LinkedIn Hadirkan Fitur Baru untuk Bantu Relevansi Konten Perusahaan di Tingkat Lokal

Microsoft Security Intelligence Report: Serangan Malware dari Downloadable Software Meningkat

Merangkum edisi terakhir laporan yang dipublikasikan Microsoft Security Intelligence Report (Microsoft SIR) tercatat terjadi penurunan serangan terhadap pengguna produk Microsoft mencapai 70% sejak tahun 2010. Hal ini diimbangi dengan investasi besar Microsoft untuk pengembangan sistem keamanan yang lebih baik.

Namun pengguna komputer masih tetap harus waspada, pasalnya seiring dengan sistem keamanan yang semakin meningkat metode yang digunakan pelaku kejahatan cyber pun juga semakin bervarisasi. Susah menjebol keamanan sistem, kini banyak pelaku kejahatan menggunakan cara lain, yaitu dengan penipuan, dengan memanfaatkan keteledoran pengguna komputer. Salah satu yang banyak ditemui adalah dengan menyertakan perangkat lunak berbahaya pada perangkat lunak yang beredar gratis di Internet. Perangkat lunak berbahaya itu disatukan dengan perangkat lunak lain yang diunduh pengguna, bahkan banyak yang ditanam pada satu paket berkas instalasi.

Biasanya perangkat lunak berbahaya tersebut disamarkan nama dan bentuknya menjadi sebuah security softwarecodec atau addon. Padahal ketika dijalankan mereka akan menyebarkan benih malware ke komputer pengguna. Hal ini cukup efektif dilakukan oleh pelaku, dan korbannya cukup banyak, terutama mereka yang tidak terlalu paham tentang komputer secara teknis.

Sejauh ini malware yang banyak menyerang pengguna produk Microsoft adalah Rotbrow. Malware ini sering terpasang bersamaan dengan Babylon Toolbar, sebuah toolbar pada browser yang berguna untuk menterjemahkan konten. Dan kadang juga disamarkan menjadi browser security software, codec dan atau varian lain.

Selain Rotbrow ada juga ada Brantall yang banyak menyerang pengguna komputer, dimana ia juga menggunakan modus yang sama, yaitu bundling dengan downloadable software di Internet. Ancaman tadi terpasang pada beberapa aplikasi yang sering ditawarkan untuk diunduh gratis di Internet, seperti:

  • 77Zip
  • Best Codecs Pack
  • eType
  • PC doer
  • RocketPDF
  • Speed Analysis
  • Video doer

Dalam laporannya, Microsoft SIR juga membahas tentang ransomware. Ransomware merupakan jenis malware yang mampu menyerang sistem komputer dengan tujuan memeras pengguna. Reveton dan Urausy adalah ancaman ransomware yang cukup tumbuh hingga 45% di tahun 2013. Mekanisme serangan ransomware ialah dengan melumpuhkan komputer, lalu pengguna harus membayar untuk mengembalikan fungsi komputer yang diserang.

Dalam hal ini Microsoft menekankan kepada pengguna untuk tidak tergiur dengan ancaman tersebut. Jangan mau jika diminta untuk membayar. Karena Microsoft sendiri juga telah menyediakan alat pengamanan gratis yang dapat digunakan oleh pengguna Windows untuk mencegah serangan itu menyusupi komputernya.

 

Sumber: ZDNet | Gambar: Shutterstock

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DSenterprise dan ditulis oleh Randi Eka Yonida. 

Linux Menjadi Alternatif untuk Mesin ATM Pasca Windows XP Ditenggelamkan

Beberapa perusahaan penyedia jasa keuangan berencana untuk melakukan migrasi sistem operasi mesin ATM dari Windows ke Linux. Hal ini dilakukan agar perusahaan memiliki kontrol lebih terhadap hardware dan siklus upgrade dari software-nya sendiri.

Continue reading Linux Menjadi Alternatif untuk Mesin ATM Pasca Windows XP Ditenggelamkan