Virtuix Gaet HP untuk Buat Turnamen Esports VR

HP dan Virtuix bekerja sama untuk membuat turnamen esports Virtual Reality dengan total hadiah US$100 ribu (sekitar Rp1,4 miliar). Virtuix merupakan perusahaan asal Texas yang dikenal berkat produknya, Omni VR treadmill. Biasanya, Anda hanya memerlukan headset VR untuk memainkan game VR. Namun, dengan Omni VR treadmill buatan Virtuix, Anda bisa bergerak secara bebas 360 derajat saat bermain game VR. Dengan begitu, pemain bisa merasakan pengalaman yang lebih immersive ketika bermain game dengan genre favorit seperti first-person shooter.

Virtuix juga memiliki Omni VR Arena, yang dilengkapi dengan empat platform Omni Motion. Saat ini, Virtuix telah mengadakan kontes mingguan dan bulanan di Omni Arena. Dalam kompetisi tersebut, sebuah tim yang terdiri dari empat orang dapat saling bertanding untuk memperebutkan posisi teratas di global leaderboards. “Menggabungkan pengalaman interaktif dari Omni dengan game multiplayer yang kompetitif merupakan resep sempurna untuk mendorong orang-orang untuk terus bermain,” kata CEO dan founder Virtuix, Jan Goetgeluk, lapor VentureBeat.

VR Arena | Sumber: VentureBeat

Omniverse VR Arena | Sumber: VentureBeat

Goetgeluk mengatakan, tujuan Virtuix mengadakan kompetisi esports VR dengan hadiah sebesar US$100 ribu adalah untuk menarik para gamer agar mereka terus bermain di Omni Arena. Dia mengaku, ada beberapa gamer yang memang setia bermain setiap minggunya. Total hadiah yang ditawarkan turnamen esports VR ini memang kecil jika dibandingkan dengan turnamen esports lainnya, seperti The International yang menawarkan total hadiah hingga US$34 juta atau Fortnite World Cup dengan total hadiah US$30 juta. Namun, turnamen tersebut menawarkan total hadiah terbesar untuk turnamen esports VR. Selain itu, angka ini juga naik dua kali lipat jika dibandingkan dengan total hadiah yang ditawarkan dalam turnamen esports VR tahun ini. Tak hanya hadiah uang, tim pemenang juga akan mendapatkan HP Reverb Virtual Reality Headset.

“Kompetisi esports kami pada 2019 melampaui ekspektasi kami,” ungkap Goetgeluk. “Lebih dari 1.000 pemain dari belasan negara ikut serta dalam kompetisi tersebut. Melihat tingginya minat akan kontes tersebut, pada tahun ini, kami dengan bangga menggandakan total hadiah turnamen VR kami pada 2020.” Virtuix didirikan pada 2013. Sejauh ini, mereka telah mendapatkan total investasi sebesar US$20 juta dan berhasil menjual lebih dari 3.000 sistem Omni pada lebih dari 500 entertainment venue di seluruh dunia.

Dapatkan Investasi Rp78 Miliar, Nicecactus Siapkan Rp15,4 Miliar untuk Program Pendanaan Gamer Amatir

Platform competitive gaming nicecactus.gg, yang dulu dikenal dengan nama Esports-Management.com, baru saja mendapatkan pendanaan Seri A sebesar €5 juta (Rp78 miliar) dari beberapa investor pribadi. Kucuran dana segar ini akan digunakan untuk memperkaya produk yang perusahaan tawarkan, mencari talenta terbaik di kawasan Eropa dan Amerika Serikat, serta mengembangkan perusahaan. Selain itu, Nicecactus juga menyiapkan US$1,1 juta (Rp15,4 miliar) untuk Nicecactus Grasroots Esports Funds. Seperti namanya, Nicecactus Grasroots Esports Funds merupakan dana yang disiapkan untuk membantu pemain esports amatir dan semi-pro untuk meningkatkan performa mereka sehingga mereka bisa mendapatkan sponsor sendiri di masa depan.

Dana ini memiliki fungsi layaknya beasiswa. Penerima bisa menggunakan dana itu membiaya perjalanan dan akomodasi mereka saat mereka bertanding dalam sebuah turnamen esports. Selain itu, dana tersebut juga bisa digunakan penerima untuk ikut serta dalam boot camp untuk mengasah kemampuan mereka. Marketing Director Nicecactus Nic van ‘t Schip berkata, dana yang mereka berikan bukanlah berupa pinjaman yang harus atlet esports kembalikan di masa depan. Dana tersebut serupa sponsorship, sehingga penerima tak perlu khawatir untuk mengembalikan uang tersebut.

Sumber: The Esports Observer
Sumber: The Esports Observer

Sebelum menentukan penerima dana, Nicecactus akan meninjau proposal yang diberikan oleh pendaftar. Nicecactus akan memberikan dana pada pemain yang dianggap berpotensi dan memiliki performa yang konsisten di program latihan game yang akan Nicecactus luncurkan. Platform Nicecactus.gg saat ini memiliki 460 ribu pengguna. Menurut VentureBeat, pendaftaran untuk Nicecactus Grasroots Esports Fund dibuka pada 22 Oktober 2019. Tahap berikutnya, yang dinamai Road to Sponsorship, akan dimulai pada 20 Desember 2019. Pemain esports yang memenuhi persyaratan bisa mendaftar untuk mendapatkan dana pada 27 Januari 2020. Satu bulan kemudian, pada 27 Februari 2020, Nicecactus memberikan kucuran dana pertama pada pemain. Kepada The Esports Observer, Nicecactus menyebutkan, mereka akan membentuk dewan direksi yang terdiri dari tim internal dan rekan eksternal untuk meninjau dan menentukan penerima dana.

“Kami percaya, jika esports ingin terus bertumbuh, industri ini harus mendukung komunitas akar rumput. Dengan membuat Nicecactus Grassroots Esports Funds dan mendapatkan kucuran dana segar untuk membantu semua atlet esports merealisasikan potensi terbaiknya, kami memperkuat komitmen kami untuk menemukan dan membesarkan atlet esports generasi berikutnya,” kata Co-founder Nicecactus.gg, Alexandre Amoukteh, dikutip dari VentureBeat.

Nicecactus.gg didirikan pada 2017 dengan tujuan untuk mendukung pemain amatir dan semi-pro yang ingin menjadi profesional. Mereka bekerja sama dengan sejumlah rekn termasuk DreamHack, G2 Esports, AS Monaco, dan Magic Gaming dengan tujuan memberikan “lingkungan yang menunjang dan inklusif” agar para gamer bisa tumbuh menjadi pemain profesional. Saat ini, Nicecactus ikut serta dalam beberapa game esports, seperti Counter-Strike: Global Offensive, League of Legends, dan FIFA.

DreamLeague Season 13 Digelar Pada Januari 2020 di Leipzig, Jerman

DreamHack akan menggelar DreamLeague Season 13 pada Januari 2020 di Leipzig, Jerman. Turnamen tersebut akan menjadi turnamen Dota 2 Major pertama di 2020. Namun, dalam Dota Pro Circuit (DPC) season 2019/2020, turnamen tersebut akan menjadi turnamen Major kedua.

Dalam DreamLeague Season 13, sebanyak 16 tim profesional akan bertanding untuk memperebutkan total hadiah sebesar US$1 juta. Untuk dapat masuk ke turnamen ini, sebuah tim harus bisa lolos pada babak kualifikasi regional. Saat ini, babak kualifikasi diadakan di enam kawasan, yaitu Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, Tiongkok, Asia Tenggara, dan kawasan CIS (Commonwealth of Independent States). Selain itu, pemenang dari WePlay! Bukovel Minor yang akan diadakan tepat sebelum DreamLeague Season 13, juga berhak untuk berlaga di turnamen Major tersebut.

“Kami di DreamHack, bangga karena Valve sekali lagi memilih DreamHack untuk menyelenggarakan turnamen Dota Pro Circuit Major,” kata Co-CEO DreamHack, Marcus Lindmark, dikutip dari Forbes. “Tujuan kami adalah untuk memberikan pengalaman yang sama dengan DreamLeague Season 11 yang diadakan di Stockholm, Swedia. Itu artinya, turnamen ini akan dipenuhi dengan berbagai game menarik, hiburan yang seru, dan kesempatan bagi para fans Dota 2 untuk mendekatkan diri dan menyemangati tim dan pemain favorit mereka.”

Babak kualifikasi regional untuk DreamLeague Season 13 akan diadakan pada 1-6 Desember 2019. Sementara turnamen Major itu sendiri akan diselenggarakan pada 24-26 Januari 2020. Bagi fans Dota 2 yang ingin menonton langsung dari Leipziger Messe Center, tiket untuk turnamen tersebut akan mulai dijual pada 2 Oktober 2019. Ada dua jenis tiket yang dijual, yaitu tiket untuk satu hari dan tiket untuk tiga hari. Pengumuman lain terkait Season 13 akan diumumkan menjelang turnamen diadakan. Kemungkinan, informasi menarik tentang DreamLeague Season 13 adalah kembalinya tim-tim ternama seperti OG, Team Secret, PSG.LGD dan roster dari eks-Team Liquid setelah mereka memutuskan untuk rehat sejenak dari turnamen Major/Minor.

Selain turnamen Dota 2, acara DreamHack di Leipzig juga akan menampilkan turnamen DreamHack Open CS:GO, yang merupakan bagian dari ESL Pro Tour, dan turnamen Super Smash Bros. Ultimate yang jadi bagian dari Super Smash Bros. Ultimate European Circuit. DreamLeague Season 13 menjadi turnamen DPC pertama yang kembali diadakan di Jerman dalam beberapa tahun belakangan. Turnamen DPC terakhir yang digelar di Jerman adalah ESL One Hamburg, yang diadakan pada 2017.  Sejak saat itu, ada beberapa turnamen Dota 2 yang diselenggarakan di Jerman, seperti ESL One pada 2018 dan 2019. Namun, turnamen itu bukan bagian dari turnamen DPC.

Sumber: Forbes, VP Esports, Dot Esports

Bagaimana Rasanya Jadi Orangtua dari Gamer Profesional?

Game masih menjadi momok bagi orangtua. Tak sedikit orangtua yang percaya, game bisa menyebabkan kecanduan dan membuat anak menjadi lebih agresif. Di negara maju sekalipun, seperti Amerika Serikat, game masih sering dijadikan kambing hitam akan tragedi penembakan massal. Padahal, menurut Rachel Kowert, peneliti game online dan penulis buku “A Parent’s Guide to Video Games”, dugaan bahwa game menyebabkan kecanduan atau membuat pemain menjadi lebih agresif telah terbantahkan. “Jika Anda membaca ribuan studi tentang efek game pada sesuatu, baik positif atau negatif, hasil studi biasanya netral,” kata Kowert yang telah meneliti hubungan game dengan kecanduan dan perilaku agresif selama lebih dari 20 tahun, lapor The Washington Post. “Game tidak memberikan dampak apa-apa, atau terkadang, game memberi dampak positif walau tak signifikan.”

Manusia biasanya menakuti apa yang mereka tidak mengerti. Bagi orangtua yang tidak paham, tak heran jika game dan esports terlihat seperti sesuatu yang menakutkan. “Jika Anda tidak tahu tentang teknologi atau apa yang anak Anda lakukan, tentu saja itu membuat Anda merasa takut,” kata Kowert. “Itu bisa dimengerti. Tapi, semakin Anda memahami dan membiasakan diri Anda, rasa takut itu akan terkikis.” Inilah alasan mengapa Christine Yankel, ibu dari seorang pemain profesional Overwatch League, mencoba untuk mengerti pekerjaan anaknya, Ethan “Stratus” Yankel. Christine menjelaskan, Ethan mengungkap rencananya untuk menjadi gamer profesional dua tahun lalu, ketika dia masih berumur 16 tahun. Christine memberikan izin dengan beberapa syarat. Salah satunya, Ethan harus menyelesaikan SMA terlebih dulu. Selain itu, saat latihan di malam hari bersama tim semi-profesionalnya, Ethan juga diawasi.

Sumber: The Washington Post / Ian Cunningham
Ethan “Stratus” Yankel. Sumber: The Washington Post / Ian Cunningham

“Rasanya sulit untuk dipercaya,” kata Christine pada The Washington Post. “Anda sering dengar tentang gamer profesional dan bagi kami, menjadi pemain profesional seperti mimpi yang tak mungkin jadi nyata, seperti jika anak Anda menjadi pemain sepak bola profesional. Rasanya seperti itu.” Sekarang, Ethan telah berumur 18 tahun. Dia merupakan bagian dari tim Washington Justice, salah satu dari 20 tim yang bertanding di Overwatch League.

Christine mengaku, pada awalnya, banyak orangtua yang tidak paham dengan keputusan Ethan untuk berkarir sebagai pemain profesional. Namun, belakangan, sentimen akan gamer profesional mulai menjadi positif. “Dua tahun lalu, ketika Ethan pertama kali bermain, ada banyak sentimen negatif tentang esports,” ujar Christine. “Sekarang, anggapan orang-orang telah menjadi lebih positif karena esports adalah industri yang tengah berkembang dan masyarakat akhirnya mengenal orang-orang di balik tim-tim besar.”

Christine berkata, gaming adalah bagian dari budaya keluarga Yankel. Ini memudahkannya untuk memahami esports. Christine sendiri memainkan Clash Royale dan game mobile lainnya, sementara nenek Ethan, Kay Yankel memainkan Candy Crush. Ethan dan kakaknya pernah memainkan Counter-Strike: Global Offensive sebelum Ethan memutuskan untuk bermain Overwatch. Untuk memahami pekerjaan Ethan, Christine bahkan mencari nasehat dari para pengacara, ahli industri esports, dan orangtua dari pemain esports lainnya. Dia juga mencoba untuk mengerti gameplay dari Overwatch. “Awalnya, sulit untuk mengerti siapa yang bermain dengna baik dan siapa yang mati,” akunya. “Saya perlu waktu agak lama, tapi saya mulai mengerti sekarang.”

Sumber: overwatchleague.com
Sumber: overwatchleague.com

Bagi Christine, momen yang membuka matanya tentang esports adalah ketika dia menghadiri turnamen esports di Montreal. Ketika itu, dia menyadari besarnya industri game dan esports serta potensi dari karir Ethan sebagai gamer profesional. “Saat kami melihat para fans di sana, kami melihat panggung yang disediakan, kami melihat para profesional di balik tim esports, itu semua membuat esports terasa semakin nyata bagi kami,” kata Christine. “Tak lama setelah itu, Ethan mendapatkan kontrak untuk masuk dalam tim profesional. Para pengacara turun tangan. Dan pemain profesional menjadi karir yang masuk akal.”

Walau gaming merupakan bagian dari budaya keluarga Yankel, Ethan dan Christine mengerti bahwa karir sebagai gamer profesional tak berlangsung lama. Menurut CNBC, rata-rata pemain esports mengundurkan diri pada akhir 20-an atau awal 30-an. Bagi pemain esports yang telah mengundurkan diri, salah satu opsi karir yang bisa mereka ambil adalah menjadi streamer.

Namun, Ethan mengatakan, dia mempertimbangkan untuk kembali berkuliah setelah dia mengundurkan diri sebagai pemain profesional. Alasannya, karena semakin banyak universitas yang menawarkan beasiswa bagi pemain esports. “Saudara saya berkata, Carnegie Mellon University telah memulai jurusan Overwatch,” kata Ethan. “Jika saya bisa masuk ke universitas itu dengan beasiswa, saya akan melakukan itu. Tergantung pada kesempatan apa yang ada untuk saya.”

Sumber header: The Washington Post / Ian Cunningham

3 Hal Menarik dari Industri Game dan Esports untuk Investor

Game kini tak hanya dimainkan oleh segelintir orang. Seiring dengan semakin banyaknya orang yang bermain game, semakin besar pula industri game. Sayangnya, industri game terkadang di pandang sebelah mata, terutama oleh para investor dan venture capital. Hal inilah yang menyebabkan para developer game kesulitan mencari dana untuk mengembangkan perusahaannya. Sulitnya perusahaan game untuk mendapatkan akses ke pendanaan seri A dan B mendorong Ian Livingstone dan Luke Alvarez untuk membuat Hiro Capital, venture capital yang mengkhususkan diri untuk menyediakan dana bagi perusahaan game yang hendak mengembangkan diri.

Saat ini, industri game memang sudah cukup besar. Namun, industri itu terus berkembang. Inilah tiga tren di industri game dan esports saat ini, menurut EFT Trends.

1. Industri game lebih besar dari industri keamanan siber dan robotik

Pada Juni lalu, Newzoo membuat laporan yang menyebutkan, industri game pada tahun ini akan memiliki pendapatan lebih dari US$152,1 miliar. Sebagai perbandingan, industri robotik memiliki nilai US$89 miliar dan industri keamanan siber US$99 miliar, menurut laporan Bloomberg. Ini menunjukkan bahwa nilai industri game lebih besar dari kedua industri yang juga tengah berkembang tersebut. Total pendapatan industri game tak hanya besar, ia juga menunjukkan pertumbuhan yang stabil dari tahun ke tahun. Sejak 2015, pertumbuhan nilai industri game mencapai 13 persen setiap tahunnya. Diperkirakan, pada 2022, industri game akan memiliki nilai US$196 miliar.

2. Sumber pendapatan publisher game beragam

Dulu, pemasukan publisher utamanya berasal dari menjual game. Namun, sekarang, publisher game menggunakan bisnis model yang berbeda. Sekarang, cukup banyak game yang bisa dimainkan dengan gratis. Pihak publisher bisa mendapatkan uang dengan menjual item dalam game, baik item yang hanya bersifat sebagai kosmetik atau item yang memang berpengaruh pada gameplay. Ada juga game yang menggunakan sistem loot box. Jadi, pemain bisa membeli loot box dan mendapatkan item secara random. Memang, model bisnis baru ini bisa menguntungkan publisher. Fortnite dari Epic Games, yang bisa dimainkan gratis, dikabarkan mendapatkan US$1,2 miliar hanya dalam waktu 10 bulan sejak ia dirilis. Namun, jika tak berhati-hati, model ini justru dapat merugikan konsumen.

Sumber pendapatan industri game | Sumber: EFT Trends
Sumber pendapatan industri game | Sumber: EFT Trends

Banyak gamer yang membenci sistem loot box karena sistem ini tak jauh berbeda dengan berjudi. Sebagai gamer, Anda tak bisa memilih item yang hendak Anda beli. Sebagai gantinya, Anda harus membeli loot box, yang belum tentu memberikan item yang Anda mau. Jika Anda ingin mendapatkan item tertentu, Anda mungkin harus menghabiskan uang banyak hingga akhirnya Anda mendapatkan loot box yang memberikan item tersebut.

Seiring dengan perkembangan teknologi, teknologi yang digunakan dalam game juga akan berkembang, seperti cloud gaming. Perusahaan raksasa seperti Google dan Microsoft pun menunjukkan ketertarikan dalam mengembangkan cloud gaming, yang dianggap sebagai masa depan industri gaming. Di Indonesia, Skyegrid menjadi penyedia cloud gaming lokal. Pada dasarnya, cloud gaming memungkinkan Anda untuk memainkan game apapun, tak peduli “seberat” apa spesifikasinya, di perangkat apapun — mulai dari PC, laptop, tablet, sampai smartphone — asalkan Anda memiliki jaringan internet yang memadai. Inilah yang mendorong Skyegrid untuk bekerja sama dengan MyRepublic di Indonesia.

3. Esports dan streaming akan dukung industri game

Jumlah penonton esports terus bertambah. Menurut laporan yang Newzoo rilis pada Februari tahun ini, penonton esports akan mencapai 454 juta orang dengan 201 juta orang masuk dalam kategori enthusiast dan 253 juta sisanya sebagai penonton kasual.

Sumber: Statista
Sumber: Statista

Tak hanya itu, semakin banyak merek non-endemik yang tertarik untuk masuk ke ranah esports, baik dengan kerja sama dengan liga atau tim esports ataupun dengan menjadi sponsor dari turnamen atau organisasi esports. Dengan semakin banyak merek besar masuk ke ranah esports, para pelaku esports juga semakin serius dalam memastikan data yang mereka berikan valid. Sejumlah perusahaan seperti Riot Games dan Activision Blizzard telah bekerja sama dengan Nielsen untuk memastikan bahwa data yang mereka berikan pada sponsor dan rekan mereka valid dan bisa dibandingkan dengan data penonton televisi.

Selain esports, industri game juga didukung dengan keberadaan streamer, yang bisa menarik fans hingga jutaan orang. Meskipun para streamer seperti Tyler “Ninja” Blevins bukanlah seorang pemain esports profesional, tapi dia tetap bisa menciptakan fanbase yang besar dan mendapatkan pemasukan yang juga tidak sedikit. Menurut laporan Business Insider, Ninja mendapatkan US$500 ribu setiap bulannya.

Semua ini menunjukkan bahwa industri game dan esports tak lagi bisa dipandang sebelah mata. Ke depan, industri game dan esports juga diperkirakan masih akan tumbuh, terutama karena generasi milenial dan gen Z memang tertarik dengan dunia game dan esports.

Supercell Gamers’ Day Jadi Ajang Pertandingan Clash Royale dan Brawl Stars

LINE dan Supercell mengadakan Supercell Gamers’ Day. Acara ini diadakan selama dua hari, yaitu pada 19-20 Oktober di Mall Taman Anggrek. Turnamen game buatan Supercell jadi salah satu fokus acara. Tiga game yang diadu dalam acara ini antara lain Clash Royale, Brawl Stars, dan Clash of Clans.

Untuk memilih pemain Clash Royale yang akan bertanding di Supercell Gamers’ Day, diadakan kualifikasi nasional. Dari babak kualifikasi online ini, terpilih empat orang, yaitu Julisa Pasari dari Sorong, Papua, Aditya Tulas dari Kalimantan Tengah, Arpin dari Sorong, Papua, dan EveryDayAndy dari Bandung. Keempatnya ikut bertanding dalam Supercell Gamers’ Day. Pada saat yang sama, dibuka pendaftaran untuk kualifikasi offline. Pada akhirnya, pertandingan final mempertemukan Julisa Palari dengan Ray Bagus. Sementara pertandingan untuk memperebutkan juara ketiga mengadu EveryDayAndy dengan joey. Meskipun caster serta pengamat menjagokan Julisa setelah dia berhasil mengalahkan para atlet esports lain dalam turnamen ini, pada akhirnya, dia harus mengakui keunggulan Ray.

Sumber: LINE
Sumber: LINE

Sementara dalam final pertandingan Brawl Stars, Alter Ego kembali bertemu dengan WAW esports, sama seperti yang terjadi dalam Brawl Stars Indonesia Open yang diadakan pada bulan lalu. Sama seperti pertandingan sebelumnya, Alter Ego masih berhasil unggul dan mengalahkan WAW esports dengan skor 3-2. Pertandingan lain yang diadakan pada Supercell Gamers’ Day adalah pertandingan Clash of Clans antara Noob Clasher dan JKT 48. Tim Noob Clasher menang telak dengan skor 2-0.

Supercell adalah developer dan publisher asal Finlandia yang didirikan pada 2010. Mereka dikenal dengan beberapa game buatan mereka seperti Clash of Clans, Clash Royale, dan Brawl Stars, yang merupakan game terbaru mereka. Di Indonesia, game-game buatan Supercell memiliki fans tersendiri. Melihat hal ini sebagai kesempatan, Supercell lalu bekerja sama dengan LINE untuk mengadakan Supercell Gamers’ Day dengan tujuan untuk mendorong perkembangan komunitas pemain game buatan Supercell di Indonesia. Dalam Supercell Gamers’ Day, selain pertandingan game buatan Supercell, juga ada berbagai kegiatan lain seperti ajang cosplay dan kumpul komunitas. Pada hari terakhir, Supercell Gamers’ Day juga dimeriahkan dengan kehadiran Ex Idol Group: Grace, Sendy, Cindy, Andella, Jessica, Shania, Elaine, dan Nadhifa.

Format League of Legends World Championship Buat Jumlah Penonton Stabil Sepanjang Turnamen

League of Legends World Championship (LWC) adalah turnamen League of Legends paling bergengsi di dunia. Untuk bisa masuk ke turnamen ini, sebuah tim harus menjadi tim terbaik di turnamen regional, sepreti LoL Championship Series (LCS) di Amerika Utara, LoL Champions Korea (LCK), dan LoL European Championship (LEC). LWC memiliki beberapa tahap. Secara keseluruhan, turnamen ini dapat berlangsung selama lebih dari satu bulan. Menariknya, masing-masing tahap dari LWC bisa menarik perhatian penonton dari berbagai belahan dunia, termasuk babak kualifikasi.

Babak Penyisihan

Di LWC, ada 24 tim profesional yang akan bertanding. Namun, LWC akan dimulai dengan babak kualifikasi yang akan mengadu 12 tim dengan peringkat terbawah dari 24 tim. LWC memiliki dua babak penyisihan. Dalam babak penyisihan pertama, 12 tim yang bertanding akan dibagi ke dalam 4 grup. Tiga tim di setiap grup akan bertanding dengan satu sama lain menggunakan format round robin. Pemenang ditentukan dengan sistem best-of-one. Tim dengan nilai terendah akan tereliminasi. Sementara tim di posisi pertama dan kedua dari masing-masing grup akan masuk ke babak kualifikasi kedua. Di sini, tim nomor satu akan bertanding dengan tim yang duduk di posisi nomor dua dari grup yang berbeda. Empat tim yang menang akan masuk ke dalam Group Stage.

Meskipun disebut sebagai babak kualifikasi, jumlah penonton yang tertarik untuk menonton sudah cukup banyak. Babak kualifikasi pertama LWC 2018 diadakan pada 1-4 Oktober. Selama empat hari, total durasi menonton babak penyisihan tersebut di Twitch mencapai 13,56 juta jam. Sementara babak kualifikasi kedua, yang diadakan pada 6-7 Oktober, mendapatkan total durasi menonton 7,37 juta jam. Secara keseluruhan, total durasi video ditonton dari babak penyisihan LWC 2018 mencapai 20,93 juta jam. Channel yang memberikan kontribusi paling besar adalah channel resmi Riot Games yang menggunakan bahasa Inggris. Menariknya, sekarang, channel yang menggunakan bahasa non-Inggris, seperti Prancis, Korae, Spanyol, dan Portugis, juga cukup populer.

Sumber: The Esports Observer
Jumlah Concurrent View sebelum, selama, dan setelah LWC 2018 | Sumber: The Esports Observer

Group Stage

Empat tim yang lolos dari babak kualifikasi dapat melaju ke Group Stage. Di sini, 4 tim tersebut akan disatukan dengan 12 tim yang mendapatkan undangan langsung untuk berlaga di Group Stage. Biasanya, tim-tim yang mendapatkan undangan adalah tim-tim terbaik di liga regional. Enam belas tim ini lalu dibagi ke dalam empat kelompok yang akan diadu dengan format double round robin. Pemenang ditentukan dalam pertandingan best-of-one. Dua tim teratas di setiap grup akan lolos ke Knockout Stage, sementara dua tim terbawah akan tereliminasi.

Mengingat Group Stage memiliki jumlah tim paling banyak, bagian ini juga biasanya memakan waktu paling lama jika dibandingkan dengan bagian lain dari LWC. Inilah alasan mengapa Group Stage juga biasanya mendapatkan total durasi menonton paling tinggi. Group Stage LWC 2018 diadakan pada 10-17 Oktober. Secara total, Riot Games menghasilkan 110 jam konten dengan total waktu tonton sebesar 30,71 juta jam. Selain durasi yang lebih lama, alasan lain mengapa Group Stage mendapatkan penonton paling banyak adalah karena di babak ini, tim-tim yang berlaga adalah tim terbaik dari kawasannya. Menurut The Esports Observer, hal ini akan mendorong para fans League of Legends untuk mendukung tim jagoan yang berasal dari kawasan mereka. Fenomena ini serupa dengan fans kasual sepak bola yang turut menonton Piala Dunia hanya untuk melihat tim negaranya berlaga.

Total durasi video ditonton selama LWC 2018 | Sumber: The Esports Observer
Total durasi video ditonton selama LWC 2018 | Sumber: The Esports Observer

Knockout Stage

Dari 16 tim yang berlaga di Group Stage, hanya 8 yang akan lolos ke Knockout Stage. Di sini, delapan tim yang tersisa akan beradu dengan format single-elimination bracket. Jumlah tim yang lebih sedikit membuat total durasi menonton juga menjadi lebih rendah. Meskipun begitu, jumlah rata-rata penonton di Knockout Stage biasanya lebih tinggi dari Group Stage. Knockout Stage biasanya berlangsung selama beberapa minggu karena Riot Games tak langsung mengadu semua tim dalam akhir pekan yang sama.

Secara keseluruhan, Knockout Stage pada LWC 2018 berhasil mendapatkan total waktu ditonton 9,47 juta jam dengan rata-rata Concurrent Viewer mencapai 118,94 ribu orang. Pada tahun lalu, bagian awal Knockout Stage menarik perhatian paling banyak, dengan total durasi video ditonton tertinggi. Meskipun begitu, babak semi-final memiliki jumlah rata-rata penonton paling banyak. Sementara babak final menjadi babak dengan penonton paling banyak. Di channel resmi Riot Games, babak final LWC 2018 berhasil menarik 575,86 ribu penonton.

Sama seperti turnamen esports besar lainnya, LWC memiliki beberapa bagian yang berbeda-beda. Masing-masing stage biasanya menarik perhatian tipe fans yang berbeda-beda pula, mulai dari fans kasual sampai fans hardcore. Dengan mengetahui tipe fans yang tertarik menonton LWC, Riot Games bisa memanfaatkan hal ini untuk mengadakan kegiatan yang sesuai dengan tipe fans yang menonton turnamen yang mereka adakan.

Sumber header: na.leagueoflegends.com

BOOM Cerberus Menangkan Metaco Circuit Cup Season 2

BOOM Cerberus keluar sebagai juara dari Metaco Circuit Cup Season 2. Pertandingan final diadakan di Ligagame Esports Arena pada Sabtu, 19 Oktober 2019. Dalam babak final, BOOM harus bertanding dengan 11 tim lain yang lolos babak kualifikasi. Metaco Circuit Cup menggunakan format terbuka, Itu artinya, semua tim — mulai dari amatir, semi-pro, sampai profesional — dapat ikut serta dalam babak kualifikasi. Dari sekitar 2000 tim yang tertarik, terpilih 192 tim untuk bertanding dalam 4 babak kualifikasi. Dalam setiap babak kualifikasi, ada tiga tim yang lolos untuk bertanding di babak final. Sehingga pada pertandingan final, akan ada 12 tim yang bertanding. Dua belas tim tersebut antara lain BOOM Cerberus, Armored Project Kraken, Team NXL, RRQ Hades, RRQ Poseidon, Onic Olympus, Onic Valhalla, BDRX Oxygen, Bigetron Ult, WAW MXM, The Prime Esports, dan Rone Maximum.

Di babak final, dua belas tim finalis harus bertanding dengan satu sama lain dalam lima ronde. Dalam pertandingan pertama, Bigetron berhasil mendominasi dan mendapatkan Booyah. Sementara BOOM harus puas dengan posisi ke-5. Tim BOOM baru berhasil mendapatkan Booyah pada ronde kedua. Pada ronde ke-3 dan ke-4, performa BOOM kembali turun. Mereka harus puas dengan posisi ke-7 dan poin 100 pada ronde ke-3. Ronde ketiga dimenangkan oleh BDRX Oxygen yang mendapatkan nilai total 360. Pada ronde ke-4, performa BOOM kembali membaik. Walau tidak mendapatkan Booyah, mereka berhasil mendapatkan skor 200. Ronde ke-4 dimenangkan oleh The Prime Esports yang mendapatkan poin 480.

Perolehan nilai Metaco Circuit Cup | Sumber: Dokumentasi Hybrid
Perolehan nilai Metaco Circuit Cup | Sumber: Dokumentasi Hybrid

BOOM berhasil kembali menguasai pertandingan pada ronde ke-5. Mereka mendapatkan Booyah dan mendapatkan skor 500. Dengan total nilai 1380, BOOM Cerberus keluar sebagai juara dari Metaco Circuit Cup Season 2. Posisi kedua diduduki oleh Onic Valhalla dengan nilai 1145 dan posisi ketiga didapatkan oleh Onic Olympus dengan nilai 1075. Menariknya, kedua tim Onic tak pernah sekalipun mendapatkan Booyah. Meskipun begitu, selama lima ronde, kedua tim tersebut berhasil memberikan performa yang stabil, memungkinkan mereka untuk mengumpulkan skor tinggi pada akhir pertandingan.

Saat diwawancara setelah pertandingan, anggota tim BOOM Cerberus mengaku baru merasa percaya diri akan bisa memenangkan turnamen pada ronde terakhir. Mereka merasa, semua tim yang harus mereka hadapi kali ini adalah musuh berat. Karena itu, mereka memutuskan untuk tidak menargetkan tim tertentu selama pertandingan. Sebagai gantinya, mereka akan menyerang semua tim yang mereka temui. Bermain sabar dan disiplin, itu strategi yang mereka gunakan. Meskipun begitu, Mereka bercerita, emosi salah satu anggotanya, Angga “Whynot” Dwi Subadjo sempat meninggi. Untungnya, Deyo “Weezer” Satria Ariga berhasil menenangkan. Pada akhir pertandingan, Whynot bahkan dinobatkan sebagai MVP. Selain Whynot dan Weezer, Mohammad “GunZ” Juliantoro dan Akmar “Mystic“ melengkapi roster BOOM Cerberus.

Saat ditanya soal persiapan menjelang turnamen, GunZ berkata, “Dua minggu, kita latihan rutin. Dari Senin sampai Jumat, dari jam dua siang sampai ponsel lowbat.” Whynot menambahkan, bahwa mereka kembali berlatih pada malam hari. Sebagai bagian dari latihan, dia mengatakan, mereka berusaha untuk mencari tahu tentang kesalahan dan kekurangan dari gameplay mereka. Pada akhirnya, latihan dan kerja keras mereka berbuah manis. Selamat bagi tim BOOM Cerberus, yang berhasil menyabet gelar juara di Metaco Circuit Cup Season 2.

Disclosure: Hybrid adalah media partner Metaco Circuit Cup

Bersama Cloud9, Puma akan Buat Koleksi Pakaian untuk Gamer

Puma memasuki ranah esports pada Januari 2019 dengan bekerja sama dengan Cloud9. Melalui kerja sama tersebut, Puma menjadi penyedia pakaian dan sepatu untuk tim Cloud9 yang bertanding di League of Legends Championship Series (LCS). Ketika itu, pihak Cloud9 menyebutkan, tidak tertutup kemungkinan, mereka akan memperluas kerja sama ini. Dan sekarang, Puma mengumumkan bahwa mereka akan membuat koleksi pakaian untuk gamer bersama Cloud9. Menurut laporan CNBC, koleksi pakaian ini akan memiliki harga mulai dari US$25 US$75. Di Indonesia, tim esports yang telah melakukan ini adalah EVOS Esports, yang bekerja sama dengan Thanksinsomnia.

Puma bukan satu-satunya merek sportswear yang bekerja sama dengan pelaku industri esports. Sebelum ini, Nike menjadi sponsor liga League of Legends di Tiongkok selama empat tahun. Sementara Adidas bekerja sama dengan Tyler “Ninja” Blevins untuk membuat produk fisik dan virtual. Walau sama-sama merek sportswear, Puma, Nike, dan Adidas memiliki pendekatan yang berbeda-beda untuk menarik hati penonton esports. Nike memilih untuk fokus mendukung liga esports, walau mereka juga menjadi sponsor dari organisasi esports Brazil, FURIA. Sementara Adidas lebih memilih untuk bekerja sama secara langsung dengan individual, Ninja, yang lebih dikenal sebagai seorang streamer dan Puma memilih untuk bekerja sama dengan organisasi esports yang berkompetisi di berbagai game esports.

Sumber: AdWeek
Sumber: AdWeek

“Cloud9 adalah grup yang sangat beragam, yang dapat beradaptasi dengan perubahan di industri game. Ini adalah sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh seorang individual atau sebuah liga,” kata Adam Petrick, Global Director of Brand and Marketing, Puma, seperti dikutip dari AdWeek. “Jika sebuah game tak lagi populer, liga akan mengalami masalah; jika platform streaming bermasalah, karir seorang streamer bisa terhenti. Bekerja sama dengan organisasi esports seperti Cloud9 akan melindungi kami dari risiko itu tanpa menghalangi kami untuk mendukung dan ikut serta dalam tren gaming di masa depan.” Selain tim League of Legends, Cloud9 juga memiliki tim di Counter-Strike: Global Offensive, Rocket League, Fortnite, Hearthstone, Overwatch, Rainbow Six, Teamfight Tactics, PUBG, Super Smash Bros., dan lain-lain. Tahun lalu, Forbes memperkirakan bahwa valuasi Cloud9 mencapai US310 juta, menjadikannya sebagai salah satu organisasi esports paling bernilai di dunia.

Belakangan, memang semakin banyak merek non-endemik yang tertarik untuk mendukung esports. Biasanya, alasan merek-merek tersebut adalah untuk mendekatkan diri dengan generasi muda, yang merupakan penonton esports. Menurut Morgan Stanley, tahun ini, jumlah penonton esports diperkirakan akan mencapai 194 juta orang dengan 79 persen di antaranya berumur di bawah 35 tahun. “Masuk ke dunia esports dengan audiens yang luas dan dinamis merupakan bagian penting dari strategi kami di masa depan,” kata Petrick pada CNBC.

Sumber header: AdWeek

Sponsori HSL, Apa Untungnya untuk JD.ID?

Di tengah perkembangan esports di Indonesia, regenerasi masih jadi salah satu masalah yang menghantui. Ada beberapa hal yang membuat pencarian talenta baru di esports tidak mudah. Salah satunya adalah ketiadaan liga amatir atau semi-amatir. Inilah yang coba diselesaikan oleh JD.ID High School League (HSL). Seperti namanya, HSL ditujukan untuk siswa SMA/SMK amatir. HSL menggunakan sistem liga. Jadi, sebelum musim dimulai, akan diadakan babak kualifikasi untuk menentukan 20 SMA/SMK yang akan berlaga di liga. Sama seperti liga sepak bola, empat tim dengan nilai paling rendah akan terdegradasi dan digantikan oleh empat tim terbaik dari babak kualifikasi. HSL Season 1 dianggap cukup sukses sehingga JD.ID memutuskan untuk melanjutkan HSL ke Season 2.

JD.ID merupakan title sponsor dari HSL. Itu artinya, nama e-commerce tersebut bisa disandingkan dengan HSL. Selain itu, logo JD.ID juga akan tampil di semua atribut HSL. Lalu, apa keuntungan yang didapatkan oleh JD.ID? Henry Yacob, Head of Gaming and Computer Accesories JD.ID menjelaskan, umur JD.ID masih relatif muda jika dibandingkan dengan e-commerce lain di Indonesia. Dan saat ini, persaingan e-commerce di Indonesia sudah sangat ketat. “HSL memiliki konsep pertandingan di seluruh Indonesia, melibatkan guru dan orangtua. Kalau pertandingan profesional, biasanya hanya di satu kota. Buat kami, ini adalah marketing,” kata Henry. Dengan mengadakan HSL, JD.ID berharap untuk meningkatkan awareness masyarakat dengan akan keberadaan mereka sebagai ecommerce.

Persebaran peserta HSL | Sumber: Dokumentasi Hybrid
Persebaran peserta HSL | Sumber: Dokumentasi Hybrid

Henry menjelaskan, JD.ID tidak berharap, pengadaan HSL akan meningkatkan penjualan, khususnya terkait perangkat gaming. “Saat awal mengadakan HSL, kami tidak membuat target penjualan harus naik di bagian gaming,” ujarnya. Namun, dia mengaku bahwa ada korelasi antara penyelenggaraan HSL dengan meningkatnya penjualan perangkat dan aksesori gaming. “Target memang tidak ada, tapi impact-nya tetap terasa,” ungkapnya. Dia juga mengatakan, HSL merupakan cara JD.ID untuk menunjukkan bahwa gaming merupakan salah satu fokus mmereka saat ini. “Salah satu fokus JD.ID adalah gaming. Tidak sekadar jualan barang. Kita mau investasi untuk  membangun ekosistem gaming di Indonesia,” kata pria berkacamata ini.

Target utama HSL adalah siswa SMA/SMK, yang Henry akui belum memiliki buying power. Namun, HSL juga melibatkan orangtua dan guru. Selain itu, JD.ID juga menggandeng warung internet atau iCafe untuk mengadakan pertandingan. Henry merasa, walau peserta HSL tak memiliki buying power, orangtua mereka dan pihak iCafe memiliki buying power. Selain itu, setelah siswa beranjak ke universitas, mereka juga akan memiliki buying power. Dengan mengadakan HSL, JD.ID berharap, mereka akan meninggalkan kesan di benak para peserta, membuat mereka mau berbelanja di JD.ID.

Henry Yacob | Sumber: Dokumentasi Hybrid
Henry Yacob | Sumber: Dokumentasi Hybrid

Sama seperti Season 1, game yang diadu dalam HSL adalah Dota 2. Dalam konferensi pers yang diadakan pada, Kamis, 17 Oktober 2019, Christian Suryadi, Business Development Director, JD.ID HSL menjelaskan, alasan mereka memilih Dota 2 sebagai game adalah untuk memudahkan pengawasan murid. Berbeda dengan turnamen esports profesional, tujuan utama HSL adalah untuk mengedukasi orangtua dan guru tentang esports, menginformasikan mereka bahwa esports tak melulu memberikan dampak buruk seperti yang ditakutkan. Karena Dota 2 hanya bisa dimainkan di PC, maka lebih mudah bagi pihak sekolah untuk memastikan bahwa siswa tidak bermain saat dalam kelas dengan mengatasnamakan latihan.

“Bermain esports perlu pengendalian waktu,” kata Christian. “Makanya, kita mau melibatkan orangtua dan guru untuk mengawasi para murid. Jika tim sekolah mau bertanding, guru pendamping juga harus datang.” Dia mengatakan, HSL ditujukan untuk menunjukkan sisi positif dari esports, seperti melatih kerja sama tim dan cara pikir strategis. Pertimbangan lain Dota 2 dipilih sebagai game adalah karena game esports di PC dianggap lebih stabil. Namun, dia menekankan, pertimbangan utama tetaplah kemudahan pengawasan.