Selama Pandemi, Esports Balapan Tumbuh Pesat

Pandemi virus corona membuat berbagai ajang balapan harus dibatalkan, digantikan oleh balapan virtual. Hal ini mendorong pertumbuhan industri esports, khususnya terkait game-game balapan. Leeston Bryant, Senior Marketing Manager untuk Esports dari McLaren mengungkap, beberapa bulan belakangan, esports balapan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.

“Satu perubahan paling besar adalah esports kini ada di benak masyarakat,” kata Bryant pada Motorsports.com. “Ibu saya bertanya apakah saya punya andil dalam mengajak para pesepak bola bermain Formula 1 sementara tetangga saya juga menanyakan tentang peran McLaren di esports. Saya telah berkecimpung di bidang esports selama dua tahun. Memang, selama itu, industri esports terus tumbuh. Namun, dalam dua bulan belakangan, saya melihat pertumbuhan yang sama dengan pertumbuhan selama dua tahun. Saya rasa, ini sangat menarik. Kami akan mencoba untuk memanfaatkan momentum ini di masa depan.”

Bryant mengungkap, para sponsor McLaren juga ingin mendapatkan akses ke esports sebagai channel baru yang tengah berkembang. Karena itu, meskipun balapan sebenarnya akan kembali diadakan, dia merasa, para rekan McLaren tetap tertarik untuk bertahan di dunia esports.

esports balapan
Banyak balapan yang digantikan dengan balapan virtual. | Sumber: F1.com

“Kami telah mengadakan diskusi dengan sponsor McLaren tentang esports beberapa kali, termasuk tentang ketika balapan kembali diadakan. Kami tertarik untuk mengadakan balapan virtual di waktu istirahat atau off-season balapan. Dengan begitu, kita bisa memberikan hiburan pada para fans balapan sepanjang waktu,” ujar Bryant. “Saya pikir, semua orang hampir selalu aktif mencari hiburan. Jadi, kami ingin bisa memberikan fans konten tambahan. Saya rasa, esports dan sim racing bisa kami gunakan untuk mencapai tujuan itu.”

Julian Tan, yang bertanggung jawab atas program esports di F1, juga mengatakan hal yang sama dengan Bryant. Namun, dia mengaku masih tidak yakin bagaimana popularitas sim racing akan memengaruhi industri motorsports setelah pandemi berakhir. Dia mengaku, sim racing memang tumbuh dengan sangat pesat, tapi, dia yakin, pandemi corona juga akan mengubah lanskap industri.

“Saya pikir, pertumbuhan dan perhatian yang diberikan masyarakat pada gaming dan esports sekarang akan memberikan dampak di masa depan, setelah pandemi berakhir. Hanya saja, sulit untuk memperkirakan apa dampak tersebut. Satu hal yang saya tahu, sekarang, kita semua mencoba untuk masuk ke industri gaming serta esports dan ada banyak hal yang kita pelajari dengan mencoba berbagai hal baru. Kita akan menjadi lebih siap untuk menghadapi tantangan yang muncul di masa depan,” ujar Tan.

Formula 1 ikut terjun dalam dunia esports dengan mengadakan virtual Grand Prix. Balapan virtual tersebut mengadu mantan pembalap, selebritas, dan atlet dari olahraga lain. Selain Formula 1, NASCAR dan Formula E juga mengadakan balapan virtual sebagai pengganti balapan yang dibatalkan. Namun, keberadaan balapan virtual juga membawa masalah untuk sebagian orang, seperti Daniel Abt yang kontraknya diputus oleh Audi karena menggunakan joki dalam balapan virtual.

Sumber header: F1.com

Fnatic dan OnePlus Gelar Kompetisi PUBG Mobile di India

OnePlus telah menjadi sponsor Fnatic sejak Januari 2019. Sementara dalam satu tahun belakangan, salah satu fokus Fnatic adalah memasuki pasar esports India, yang memang tengah berkembang pesat. Setelah mengakuisisi tim PUBG Mobile XSpark, Fnatic juga mempekerjakan Nimish Raut, mantan Senior Manager for Esports untuk Riot Games.

Minggu lalu, Fantic mengumumkan rencana mereka untuk mengadakan kompetisi PUBG Mobile bersama dengan OnePlus. Dalam kompetisi yang dinamai Domin8 ini, para gamer India akan memiliki kesempatan untuk melawan pemain Fnatic, influencer gaming India, serta atlet kriket lokal. Pertandingan akan diadakan dalam tiga babak. Tim yang menang akan mendapatkan smartphone flagship OnePlus.

Fnatic oneplus
Tim PUBG Mobile Fnatic cukup populer di media sosial. | Sumber: The Esports Observer

“Fnatic turun tangan dalam pembuatan konsep dan siaran kompetisi ini. Mengadakan Domin8 ini adalah sesuatu yang ingin kami lakukan bersama dengan OnePlus,” kata Nimish “Nemo” Raut yang kini menjadi Country Lead Fnatic pada The Esports Observer. Tim PUBG Mobile adalah salah satu tim Fnatic yang memiliki fans paling banyak di media sosial, walau roster tersebut juga akan dibubarkan setelah PUBG Mobile Pro League South Asia. Tanmay “ScoutOP” Singh, pemain bintang Fnatic memiliki lebih dari 1 juta pengikut di YouTube dan Instagram. Singh akan turut serta dalam acara Domin8.

Selain Singh, Domin8 juga akan diikuti oleh Luv “Godnixon Gaming” Sharma, kreator konten yang telah menjadi bagian dari Fnatic, Aaditya “Dyanamo Gaming” Sawant, streamer PUBG Mobile terbesar di India dengan 7 juta pengikut di YouTube, serta aktor/influencer Ahsaas Channa, yang tampil dalam web series yang dibuat oleh PUBG Mobile India. Kompetisi Domin8 juga akan diikuti oleh empat atlet kriket India ternama, yaitu Yuzvendra Chahal, KL Rahul, Shreyas Iyer, dan Smriti Mandhana. Para atlet tersebut memiliki jutaan pengikut di media sosial.

“OnePlus adalah rekan global Fnatic dan PUBG Mobile. Mereka punya peran penting dalam memajukan kerja sama dengan kami. Kegiatan ini tidak termasuk dalam rencana awal kami, tapi kami berdua setuju bahwa kompetisi tersebut akan bisa mendorong pertumbuhan industri esports di India,” kata Raut. “Ada beberapa hal yang kami negoisasikan ulang, seperti bagaimana kami akan memperkenalkan merek OnePlus ke masyarakat India. Ke depan, Fnatic dan OnePlus akan melakukan banyak hal bersama.”

PUBG Mobile memang sangat populer di India. Hal ini memungkinkan OnePlus untuk mengakses pasar gamer yang mungkin tak terjangkau oleh Fnatic. “Gaming akan memegang peran penting, tidak hanya untuk perusahaan smartphone, tapi juga untuk banyak perusahaan lain. Promosi melalui esports memungkinkan para merek untuk membuat marketing dan iklan yang menarik.”

EA Umumkan Summer Circuit, Turnamen Apex Legends Terbaru

Respawn Entertainment dan EA baru saja mengumumkan turnamen Apex Legends baru. Kompetisi yang dinamai Summer Circuit ini merupakan bagian dari Apex Legends Global Series (ALGC). Total hadiah yang ditawarkan mencapai US$500 ribu. Kompetisi tersebut terbuka untuk semua pemain Apex Legends yang berhasil mendapatkan ranking Gold IV di PC dalam Series 4 Split 1 pada 18 Juni 2020.

Turnamen Summer Circuit akan dibagi ke dalam empat kawasan, yaitu EMEA (Eropa, Timur Tengah, dan Afrika), Amerika (Amerika Utara dan Amerika Latin), Asia Pasifik Selatan (Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru), serta Asia Pasifik Utara (Jepang dan Korea Selatan). Selama empat bulan, sejak Juni sampai September, Respawn dan EA akan menyelenggarakan lima babak kualifikasi di masing-masing kawasan. Pendaftaran untuk Regional Stages akan dibuka pada 9 Juni 2020. Sementara Regional Stages akan dimulai pada 20 Juni 2020.

Summer Circuit
Jadwal Summer Circuit. | Sumber: EA

Dalam Summer Circuit, ada empat turnamen Super Regional yang diadakan. Turnamen Super Regional pertama diadakan pada 21 Juni 2020, turnamen kedua pada 12 Juli 2020, turnamen ketiga pada 26 Juli 2020, dan turnamen keempat diadakan pada 9 Agustus 2020. Selain itu, Respawn dan EA juga akan mengadakan Last Chance Qualifier pada 16 Agustus 2020. Tim-tim terbaik di masing-masing kawasan berhak untuk maju ke babak playoff yang diadakan pada 12-13 September 2020.

“Kami menyelenggarakan Summer Circuit dengan tujuan untuk mengadakan turnamen dengan format terbaik bagi para fans dan pemain,” kata EA dalam blog mereka. “Kami tidak sabar untuk melihat persaingan antara tim-tim ternama dan melihat penantang baru muncul dalam turnamen ini.”

Dalam masing-masing turnamen Super Regional, tiga tim terbaik akan mendapatkan hadiah uang. Untuk kawasan Amerika dan EMEA, juara pertama akan mendapatkan US$6.000, juara dua US$3.000, dan juara tiga US$1.500. Sementara untuk kawasan Asia Pasifik Utara dan Selatan, juara pertama mendapatkan hadiah US$2.000, juara dua US$1.000, dan juara tiga US$500.

Sementara dalam babak playoff, 20 tim terbaik akan mendapatkan hadiah uang. Di kawasan Amerika dan EMEA, juara satu mendapatkan US$36.000, juara dua US$25.250, dan juara tiga US$18.000. Di kawasan Asia Pasifik, juara satu mendapatkan US$15.000, juara dua US$10.200, dan juara tiga US$6.750. Anda bisa melihat detail hadia uang yang diberikan di blog EA.

Sumber: GameSpot, Reuters, ESTNN

Pakai Joki di Balapan Virtual, Daniel Abt Diputus Kontrak oleh Audi

Audi memutuskan kontrak dengan pembalap Formula E Daniel Abt karena dia meminta pembalap virtual profesional untuk menggantikannya dalam balapan virtual pada akhir pekan lalu. Tak hanya itu, dia juga harus membayar denda sebesar €10 ribu (sekitar Rp162,6 juat). Abt mengonfirmasi hal ini dalam sebuah video. Dalam video itu, dia juga menjelaskan bahwa alasannya meminta sim racer Lorenz Hoerzing menggantikan posisinya adalah karena dia melihat ajang balapan virtual sebagai hiburan dan bukannya balapan serius. Karena itu, dia merasa, membiarkan seorang sim racer menjadi joki adalah sebuah candaan yang lucu.

“Kami ingin mendokumentasikan semua ini dan membuat cerita lucu untuk para fans,” kata Abt, seperti dikutip dari The Verge. Dia bahkan menyertakan video saat dia menawarkan ide ini pada Hoerzing. Dia bertanya pada Hoerzing, apakah remaja berumur 18 tahun itu ingin menggantikannya melawan pembalap-pembalap lain dalam balapan virtual. “Ayo pikirkan rencana ini baik-baik. Hal ini akan jadi sangat lucu,” ujar Abt.

Abt juga mengungkap, dia tidak meminta Hoerzing untuk menggantikannya agar dia bisa menang. Sejak awal, dia berencana untuk mengumumkan keputusannya meminta Hoerzing sebagai joki. Karena itu, dia tidak menggunakan VPN untuk menyembunyikan alamat IP dari Hoerzing, yang ada di Austria. Dia menyalahkan media yang langsung menuduhnya telah berbuat curang tanpa memberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan.

Rangkaian balapan virtual Formula E dimulai pada April 2020. Balapan virtual ini diadakan dengan tujuan untuk menghibur para fans karena semua balapan harus dibatalkan di tengah pandemi virus corona. Selain itu, balapan virtual tersebut juga diharapkan akan dapat mempererat hubungan antara para pembalap dan tim mereka. Tujuan lainnya adalah untuk menggalang dana amal.

Namun, Abt meminta Hoerzing, yang juga ikut serta dalam balapan untuk para sim racer dari Formula E, menjadi joki dalam balapan virtual tersebut. Dia bahkan sempat meminta seseorang untuk tampil di depan kamera menggunakan pakaian merah khas Audi di bawah namanya. Hanyas aja, wajah orang tersebut tertutup mikrofon. Sepanjang balapan, Hoerzing — di bawah nama Abt — berhasil memimpin, walau akhirnya, Oliver Rowland keluar sebagai juara. Kesuksesan Hoerzing justru memancing kecurigaan orang-orang, karena pada balapan sebelumnya, Abt justru tak memberikan performa maksimal.

Daniel Abt
Daniel Abt tak tampil dalam wawancara setelah balapan. | Sumber: The Verge

Pada akhirnya, Hoerzing keluar sebagai juara tiga. Itu artinya, Abt seharusnya tampil dalam wawancara dengan Rowland, yang menjadi juara, dan Stoffel Vandoorne, yang ada di posisi ke-2. Namun, Abt tidak muncul. Vandoorne mulai curiga, apakah Abt memang ikut serta dalam balapan kali ini. Dia juga membahas hal ini di channel Twitch pribadinya. Dia bahkan sempat mencoba untuk menelpon Abt, tapi sang pembalap Audi tak menjawab. Pihak penyelenggara kemudian berhasil memastikan bahwa Abt tidak ikut balapan berdasarkan alamat IP Hoerzing.

Abt meminta maaf setelah dia tertangkap basah. “Saya tidak melihat balapan ini sebagai sesuatu yang serius. Saya meminta maaf sebesar-besarnya karena saya tahu kerja keras yang diperlukan untuk merealisasikan proyek ini sebagai bagian dari balapan Formula E,” kata Abt dalam pernyataan resmi.

Sumber header: Sky Sports

Tencent Beli Saham Marvelous, Kreator Harvest Moon

Dalam beberapa tahun belakangan, Tencent sibuk melakukan ekspansi ke industri game, khususnya di luar Tiongkok. Selama satu tahun terakhir, mereka telah membeli saham atau bahkan mengakuisisi berbagai developer game, seperti Funcom dan Supercell. Pada Q1 2020, di tengah pandemi, pendapatan Tencent masih naik. Karena itu, tidak heran jika perusahaan asal Tiongkok itu masih tertarik untuk membeli saham perusahaan game asing. Kali ini, target mereka adalah Marvelous, developer dan publisher game asal Jepang. Marvelous dikenal berkat game Story of Seasons, yang sebelumnya dikenal dengan nama Harvest Moon.

Menurut laporan Bloomberg, Marvelous menjual 8,62 juta saham mereka ke Tencent secara langsung. Selain itu, dua pemegang saham mereka, Amuse Capital dan Nakayama Hayao, juga menjual 2,83 juta saham ke Tencent. Secara total Tencent mengeluarkan ¥7 miliar (sekitar Rp960 miliar) untuk membeli 11,45 juta saham Marvelous. Dana investasi ini akan Marvelous gunakan untuk melakukan ekspansi dari properti intelektual (IP) mereka yang telah ada dan meluncurkan IP baru dalam waktu tiga tahun ke depan. Sebelum ini, Tencent juga telah bekerja sama dengan Marvelous untuk membawa game Story of Seasons ke Tiongkok, lapor GamesIndustry.biz.

Tencent harvest moon
Harvest Moon: Light of Hope. | Sumber: Steam

“Kami percaya, Tencent akan mendapatkan tiga keuntungan dari investasi ini,” kata Daniel Ahmad, analis di Niko Partners, perusahaan intelijen yang mengkhususkan diri pada pasar game di Asia pada GamesDaily. “Pertama, mereka bisa memanfaatkan pengalaman Marvelous dalam mengembangkan game konsol untuk membuat game AAA mereka sendiri. Kedua, Tencent akan bisa mengembangkan bisnis anime, komik, dan game di Tiongkok dengan bantuan bisnis produksi anime Marvelous. Ketiga, Tencent akan bisa melakukan ekspansi ke Jepang, yang kini menjadi semakin penting bagi Tencent.”

Sementara itu, bagi Marvelous, selain mendapatkan investasi, mereka juga akan mendapatkan kemudahan jika mereka ingin memasuki pasar game Tiongkok. Menurut analisa Niko Partners, game-game buatan developer Jepang adalah game yang mendapatkan pengakuan paling tinggi dari gamer Tiongkok.

Menariknya, pada Januari 2020, Tencent mengatakan bahwa mereka akan lebih fokus untuk mengembangkan bisnis distribusi digital game dan software produktivitas daripada game. Dikabarkan, aplikasi WeChat tengah tumbuh pesat. “Meskipun Tencent berusaha untuk membuat bisnisnya menjadi semakin beragam, gaming tetap menjadi salah satu segmen bisnis mereka yang tengah tumbuh,” kata Ahmad. “Pada Q1 2020, pemasukan divisi gaming Tencent naik 33 persen dari tahun lalu. Divis gaming juga memberikan kontribusi sebesar 43 persen dari total pemasukan mereka.”

Sumber header: GamesDaily

Astralis Jalin Kerja Sama 3 Tahun dengan Aplikasi Mobile Banking Lunar

Astralis Group baru saja menandatangani kerja sama dengan aplikasi mobile banking asal Nordik, Lunar. Kerja sama ini mencakup kartu VISA dengan logo Astralis dan pembuatan konten eksklusif, seperti wawancara dan behind-the-scene, yang hanya akan bisa diakses oleh pengguna aplikasi Lunar. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai finansial dari kerja sama antara Lunar dengan Astralis ini. Menurut pernyataan resmi, nilai kerja sama yang berlangsung selama 3 tahun tersebut cukup signifikan.

Esports menarik audiens global yang jumlahnya terus beratambah. Dan salah satu kekuatan kami adalah kami dekat dengan generasi digital natives,” kata CCO dan Co-founder Astralis Group, Jakob Lund Krestensen, menurut laporan Esports Insider. “Cara Lunar untuk mengubah metode perbankan, penggunaan gamification dan hiburan digital sesuai dengan strategi kami dan juga dengan target penonton kami.”

Astralis Lunar
Kerja sama Astralis dan Lunar mencakup kartu VISA khusus. | Sumber: The Esports Observer

Astralis Group adalah organisasi esports asal Denmark yang membawahi tim Counter-Strike: Global Offensive Astralis, tim League of Legends Origen, dan tim FIFA Future FC. Namun, fokus dari kerja sama dengan Lunar adalah tim CS:GO Astralis. Menurut laporan The Esports Observer, saat ini, para fans Astralis di Denmark sudah bisa mendaftarkan diri dalam waitlist Lunar meski aplikasi mobile banking itu belum diluncurkan. Rencananya, Lunar akan dirilis pada tahun ini.

“Dalam kerja sama kami dengan Astralis Group, dengan fokus pada tim Astralis, kami mengubah model perbankan dan hiburan, menyediakan pengalaman baru untuk para fans,” kata CEO dan Founder Lunar, Ken Villum Klausen. “Kami melakukan hal ini untuk meningkatkan engagement dengan pengguna kami. Dan kerja sama dengan Astralis membantu kami dalam menciptakan aplikasi finansial super serta menarik hati para pengguna baru.”

Belakangan, memang semakin banyak merek non-endemik yang tertarik untuk bekerja sama dengan organisasi esports dalam rangka memenangkan hati generasi milenial dan gen Z. Pada April 2020, BMW mengumumkan kerja samanya dengan 5 organisasi esports yang berlaga di League of Legends. Saat itu, perusahaan pembuat mobil itu mengaku bahwa mereka akan memfokuskan marketing mereka pada esports. Sementara pada tahun lalu, Audi juga memutuskan untuk menjadi sponsor dari Future FC di bawah Astralis. Future FC menjadi perwakilan dari klub sepak bola Italia, Juventus dalam liga PES eFootball.

Beban Mental Atlet Esports Profesional dan Cara Menanggulanginya

Siapa yang tak ingin bekerja sesuai dengan passion mereka? Bagi gamer, menjadi pemain esports profesional tentunya adalah sebuah impian. Bisa bermain game yang disukai setiap hari, bertanding di depan ribuan atau bahkan ratusan ribu orang dan menjadi populer, dibayar pula. Gamer mana yang tak tergiur dengan itu semua? Sayangnya, menjadi pemain esports tidak melulu menyenangkan. Ada pengorbanan yang harus para atlet esports profesional lakukan.

Jika Anda berpikir, “Ah, kan tinggal main aja, gampang!” Bagi seorang gamer, bermain game tentu saja terasa menyenangkan. Tapi ingat, menurut Hukum Gossen: “Jika pemuasan kebutuhan terhadap satu hal dilakukan terus-menerus, kenikmatannya akan terus berkurang sampai akhirnya mencapai titik jenuh.” Ini contoh mudahnya. Misalnya, makanan favorit Anda adalah nasi goreng. Ketika Anda memakan nasi goreng, Anda tentu akan senang. Namun, bayangkan jika setiap hari — pagi, siang, dan malam — Anda hanya bisa makan nasi goreng. Bayangkan jika itu terjadi selama satu minggu, satu bulan, atau mungking satu tahun! Lama-kelamaan, Anda akan merasa bosan dengan nasi goreng, walau tadinya, itu adalah makanan favorit Anda. Begitu juga dengan bermain game.

Apa Masalah yang Dihadapi Pemain Esports Profesional?

Sebelum ini, Hybrid.co.id pernah membahas tentang berbagai masalah yang harus dihadapi oleh para pemain esports dalam meniti karir mereka. Salah satu masalah yang harus mereka hadapi adalah stres dan burnout. Menurut riset yang dilakukan oleh University of Chichester, para atlet esports menghadapi tantangan mental yang serupa dengan atlet olahraga tradisional. Jadi, jangan mengira menjadi atlet esports profesional mudah karena mereka “hanya” duduk di hadapan layar untuk bertanding.

Pemain esports punya tekanan untuk memuaskan fans. | Sumber: The Esports Observer
Pemain esports punya tekanan untuk memuaskan fans. | Sumber: The Esports Observer

Menurut Yohannes Paraloan Siagian, pemegang gelar M.M dari Universitas Indonesia dan M.B.A. dari I.A.E de Grenoble, Universite Piere Mendes, yang pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah SMA 1 PKSD dan Vice President EVOS Esports, beban mental para atlet esports justru lebih berat daripada atlet olahraga biasa. Pasalnya, atlet olahraga biasanya hanya dituntut untuk memberikan performa terbaik dalam satu ajang olahraga saja. Sementara atlet esports bisa mengikuti beberapa turnamen atau liga dalam satu tahun. Itu artinya, mereka harus memberikan performa terbaik mereka lebih dari satu kali atau mereka harus menjaga agar performa mereka stabil selama waktu yang lebih lama dari atlet olahraga biasa.

“Kemudian, feedback dari publik jauh lebih cepat sampai ke player di dunia esports daripada di olahraga tradisional,” ujar pria yang akrab dengan panggilan Joey ini saat dihubungi melalui pesan singkat. “Memang, di zaman medsos, ini sudah mulai umum. Tapi, perbedaannya adalah atlet esports ‘hidup’ di dunia online: streaming, media sosial, bahkan in-game chat. Hal-hal tadi adalah jalur komunikasi publik yang cepat dan tidak terfilter. Ini berarti, semua pujian bisa cepat sampai. Tapi, semua hinaan, kata-kata kasar, dan lain sebagainya… juga bisa langsung ke player. Dan toxicity netizen Indonesia sudah bukan rahasia lagi…”

Ilustrasi. | Sumber: Shutterstock via Kompasiana
Ilustrasi. | Sumber: Shutterstock via Kompasiana

Selain tuntutan untuk bermain maksimal, hal lain yang bisa menjadi beban mental atlet esports adalah kontrak dengan tim profesional. Joey mengatakan, saat ini, di Indonesia, kebanyakan kontrak antara pemain profesional dan tim cenderung menguntungkan tim. Para pemain bisa dilepas atau dinonaktifkan kapan saja. “Masih mending kalau dilepas dan bisa main di itm lain. Kalau hanya dinonatkfikan dan tidak bisa bermain?” kata Joey. “Kemungkinan diganti setelah satu atau dua performa buruk itu akan menjadi beban besar bagi player manapun, dan berlaku di cabang manapun. Tapi, di esports, saat ini ancaman itu lebih besar. Dan jika terjadi, jalur kembali ke tim utama seringkali tidak jelas.”

Hal lain yang bisa menambah beban mental pemain esports adalah masalah “META (Most Effective Tactics Available)”. Berbeda dengan basket, sepak bola, atau olahraga tradisional lainnya, perubahan META di esports sangat cepat. “Misalnya, ada teknologi VAR (Video Assistant Referees) di sepak bola. Ini akan dibahas selama beberapa tahun, baru dites, dan setelah itu baru diimplementasi. Contoh lainnya, perubahan taktik tim basket yang bisa dilihat melalui video dan terpantau melalui scouting dan observasi,” ujar Joey. Sebagai perbandingan, perubahan META di game-game esports tidak hanya cepat, tapi juga sering.

Saat developer game merilis update atau patching, maka biasanya akan ada karakter yang di-buff atau di-nerf. Tak tertutup kemungkinan, ada mekanisme game yang juga berubah. Misalnya, ketika update Outlanders dirilis untuk Dota 2. “Ini membuat pemain esports harus selalu up to date dan beradaptasi ke semua perubahan yang terjadi, karena di esports, perubahan kecil saja di satu aspek bisa memengaruhi seluruh META dengan drastis. Tuntutan harus up to date ini juga jadi beban besar yang tidak bisa disepelekan,” kata Joey. “Semua ini, digabung dengan kenyataan bahwa atlet esports tidak punya ‘offseason‘, memberikan tekanan mental yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan olahraga tradisional.”

Update Outlanders mengubah banyak hal dalam Dota 2.
Update Outlanders mengubah banyak hal dalam Dota 2.

Mia Stellberg, psikolog esports yang pernah bekerja untuk Astralis, salah satu tim Counter-Strike: Global Offensive terbaik dunia, juga mengatakan hal yang sama. “Secara umum, menjadi atlet esports memiliki beban yang lebih berat daripada atlet olahraga tradisional,” ujar Stellberg dalam wawancara dengan RedBull. Dia mengungkap, ada banyak tanggung jawab atlet esports yang tak terlihat oleh masyarakat awam. Bagi tim internasional, mereka harus sering berpergian ke luar negeri. Dan pergi ke luar negeri untuk ikut serta dalam turnamen esports tentunya tidak sama dengan pergi untuk tamasya. Seorang atlet esports juga dituntut untuk tetap memberikan performa terbaik meskipun mereka mengalami jet lag.

Pentingnya Mengendalikan Emosi Bagi Atlet Esports

Saat bekerja untuk Astralis, Stellberg menjelaskan, tugasnya adalah untuk mengetahui keadaan para pemain dan membantu mereka untuk menjadi lebih baik lagi. Salah satunya dalam hal mengendalikan emosi. Jika Anda sering bermain game kompetitif, Anda pasti akrab dengan istilah “rage quit“. Sayangnya, pemain esports tak mungkin melakukan itu, apalagi ketika mereka tengah bertanding.

Selain itu, seseorang biasanya merasa frustasi ketika dia melakukan kesalahan atau kalah — apalagi kalau musuh ikut mengolok-olok. Jika tak terkendali, rasa frustasi ini justru bisa membuat seorang atlet esports membuat lebih banyak kesalahan. Membuat kesalahan, kemudian merasa frustasi, yang berakhir pada lebih banyak kesalahan, dan meningkatkan rasa frustasi; seperti terjebak dalam lingkaran setan. Karena itulah, Stellberg mencoba untuk mengajarkan para pemain esports untuk berpikir rasional dan tetap rileks bahkan setelah mereka melakukan kesalahan. Dengan begitu, mereka tetap bisa fokus untuk bermain dengan baik.

“Saya ingin mengajarkan para pemain cara mengendalikan emosi mereka sehingga mereka bisa berpikir lebih rasional. Jika Anda emosional, ini mungkin menyebabkan masalah saat bermain game,” ujar Stellberg. “Agar bisa memberikan performa terbaik, Anda harus bisa berpikir dengan jernih. Karena jika Anda merasa stres, hal ini akan memengaruhi koordinasi mata-tangan dan reaction time Anda. Rasa percaya diri Anda juga memengaruhi performa Anda. Karena, jika Anda tidak merasa percaya diri, Anda akan lebih mudah merasa stres.”

Mia Stellberg ingin para pemain esports bisa mengatur emosinya. | Sumber: RedBull
Mia Stellberg ingin para pemain esports bisa mengatur emosinya. | Sumber: RedBull

Mengendalikan emosi tidak hanya penting ketika seorang atlet esports membuat kesalahan, tapi juga ketika mereka dalam posisi unggul. Ketika Anda merasa bahwa Anda sudah pasti akan menang, biasanya, Anda menjadi lebih santai. Dan jika tidak hati-hati, rasa percaya diri yang terlalu berlebihan ini justru bisa jadi senjata makan tuan.

CEO BOOM Esports, Gary Ongko Putera mengaku, rasa tidak percaya diri pemain bisa menjadi penghambat tim meraih kemenangan. Berdasarkan pengalamannya, pemain bisa merasa tidak percaya diri ketika menghadapi pemain lain yang dianggap lebih populer. Selain itu, atlet esports juga bisa merasa tertekan karena merasa harus memuaskan para fans. Ini semua bisa menyebabkan pemain atau tim bermain terlalu aman. “Istilahnya, jadi play to not lose bukannya play to win,” ujar Gary melalui pesan singkat. Menurutnya, mental pemain esports juga diuji ketika mereka tak kunjung meraih tujuan mereka, misalnnya memenangkan turnamen.

“Nggak semua orang kuat bisa menerima kegagalan di fase yang sama berturut-turut. Misalnya, kalah di open atau closed qualifier melulu,” kata Gary. “Awal-awal mungkin semangat, tapi habis tiga atau empat kali gagal, mungkin justru akan meragukan diri sendiri atau ketika bermain merasa ada pressure. Atau kebalikannya, sudah pernah ke luar negeri untuk mewakili Indonesia, tiba-tiba mau mewakili Indonesia lagi, jadi merasa ada pressure.”

Bagaimana Cara Pemain Esports Mengatasi Stres?

Masing-masing pemain esports bisa memiliki sumber stres yang berbeda-beda. Joey memberikan contoh, bagi pemain esports yang berasal dari keluarga berada mungkin lebih peduli akan reputasinya daripada penghasilannya. Sementara pemain yang datang dari keluarga kurang mampu mungkin akan lebih cemas dia akan kehilangan sumber penghasilannya jika performanya buruk dan dia dikeluarkan dari tim.

“Jadi, dalam menghadapi keadaan seperti ini, pertama, harus dimulai dari hal-hal yang global,” kata Joey. “Misalnya, membangun rasa percaya diri, mengajari cara melepaskan tekanan agar proses pelepasan tekanan tidak berbahaya.” Dia menjadikan balon sebagai metafor. Jika balon terus ditiup tanpa membiarkan udara di dalamnya keluar, balon akan meledak. Sementara jika udara di dalam balon dikeluarkan begitu saja, balon bisa terbang tanpa arah yang jelas. Begitu juga dengan pelepasan stres bagi pemain esports. Mereka harus dapat melakukannya dengan cara yang tepat agar stres tidak menumpuk dan membuat mereka “meledak”.

Jika tak diatur dengan baik, stres bisa menyebabkan seseorang "meledak". | Sumber: The Coversation
Jika tak diatur dengan baik, stres bisa menyebabkan seseorang “meledak”. | Sumber: The Coversation

Masing-masing atlet esports punya caranya sendiri dalam melepas stres. “Ada pemain yang larinya ke rohani dan iman. Sebelum stream atau latihan atau bertanding selalu berdoa. Ada yang memilih untuk mencari kegiatan refreshing. Ada yang memilih untuk menghabiskan waktu lebih bannyak dengan keluarga,” ungkap Joey. Sayangnya, tidak sedikit juga pemain esports yang memilih melepaskan stres dengan cara yang kurang sehat. “Tidak sedikit pemain profesional yang terlihat sangat akrab dengan alkohol, vape, dan lain sebagainya. Seringkali, jawaban yang diberikan ketika ditanya kenapa mereka sering minum adalah untuk ‘menenangkan pikiran’.”

Padahal, gaya hidup yang tidak sehat — mengonsumsi junk food, rokok, alkohol, dan pola tidur tak teratur — justru bisa menyebabkan kondisi fisik memburuk. Semua itu juga bisa menurunkan kondisi mental seseorang, sehingga mereka lebih muda merasa stres karena tekanan. Dan saat stres, pemain cenderung mencari jalan pintas untuk menghadapi tekanan, yaitu mengonsumsi junk food, rokok, dan alkohol.

Kebanyakan pemain esports masih sangat muda. Tidak jarang, pemain esports sudah mengundurkan diri pada pertengahan umur 20-an. Secara legal, anak di bawah umur 21 tahun, menjadi tanggung jawab orangtua. Artinya, mereka tidak akan bisa menjadi pemain profesional tanpa persetujuan orangtua. Jadi, jika orangtua setuju anaknya meniti karir sebagai pemain profesional, mereka seharusnya juga bertanggung jawab dalam membantu sang anak/remaja untuk mengatasi stres dengan cara yang sehat.

“Tapi, menurut saya, secara etis dan moral, ini merupakan tanggung jawab tim yang seharusnya mereka penuhi,” ujar Joey. “Kalau sudah membawa anak muda ke satu lingkungan saat dia harus memberikan performa maksimal, ya seharusnya tim memberikan dukungan full. Tim juga akan bisa lebih untung karena atlet akan bisa bermain dengan maksimal dan mengangkat nama tim.”

Menurut Joey, tim esports profesional seharusnya memiliki psikolog yang bertanggung jawab dalam mengatasi masalah mental dalam organisasinya. Tak hanya itu, atlet profseional juga sebaiknya rela mengeluarkan uang lebih untuk mendapatkan jasa psikolog untuk membantunya mengatasi berbagai masalah mental yang dia alami. “Di luar negeri, atlet sepak bola misalnya, memiliki trainer fisik pribadi, koki pribadi, psikolog pribadi dan lain sebagainya,” kata Joey. Dia sadar, hal ini mungkin tidak bisa diterapkan di Indonesia begitu saja. “Tapi, saya merasa, atlet seharusnya paham bahwa dirinya adalah sumber daya yang perlu dia kembangkan dengan investasi. Hal ini akan membantu untuk menaikkan level mereka.”

Sementara itu, menurut Stellberg, sangat penting bagi para pemain esports untuk bisa menyeimbangkan kehidupan profesional dan kehidupan pribadi mereka. Memang, atlet esports biasanya hobi bermain game. Namun, saat menjadi pemain profesional, bermain tak lagi sekadar menjadi hobi, tapi sebuah pekerjaan. Stellberg percaya, menghabiskan waktu lebih dari 10 jam setiap hari selama seminggu penuh di depan komputer untuk latihan bukanlah ide bagus. Pemain esports sebaiknya menghabiskan waktu istirahat mereka bersama teman, keluarga, atau kekasih mereka.

“Salah satu tugas saya adalah membantu para pemain untuk menyeimbangkan kehidupan profesional dan pribadi mereka,” ujar Stellberg. “Saya merasa, tidak peduli apa pekerjaan Anda, Anda seharusnya tetap memiliki kehidupan pribadi dan kehidupan sosial dan mungkin, seorang kekasih.”

Kesimpulan

Jika Anda sering menonton pertandingan sepak bola, Anda pasti pernah mendengar seorang fans mengeluh, “Seharusnya si A melakukan XYZ!” Atau mungkin, Anda adalah orang yang meneriakkan kata-kata itu ke layar televisi? Sekedar berbicara memang jauh lebih mudah dari melakukan sesuatu. Begitu juga dengan esports. Meskipun para atlet esports terlihat hanya duduk di depan layar dan bermain, mereka juga menghadapi berbagai masalah yang mungkin tidak terlihat, termasuk tekanan mental.

Memang, mengatur stres dan tekanan mental adalah tanggung jawab para pemain esports profesional. Namun, sebagai fans, tidak ada salahnya untuk menjadi lebih baik.

Sumber header: Fortune

Di Tengah Pandemi, Pemasukan Take-Two Naik Pesat

Take-Two Interactive, perusahaan game yang membawahi kreator Grand Theft Auto V, Red Dead Redemption 2, dan NBA 2K20, baru saja mengumumkan laporan keuangannya untuk Q4 dan untuk 1 tahun fiskal yang berakhir pada Maret 2020. Dalam tahun fiskal ini, Take-Two mencetak rekor dalam hal pendapatan, net booking (total penjualan beserta biaya lisensi, merchandise, iklan dalam game, dan lain sebagainya), serta digital net booking.

Sepanjang tahun fiskal 2020, Take-Two mencatat net booking sebesar US$2,99 miliar, naik dari US$2,93 miliar pada tahun lalu. Digital net booking memberikan kontribusi sebesar 82 persen atau sekitar US$2,4 miliar, naik 35 persen dari tahun lalu. Pemasukan bersih perusahaan dalam satu tahun juga mengalami kenaikan, dari US$26,7 miliar menjadi US$3,09 miliar. Tak hanya itu, laba kotor juga naik dari US$1,14 miliar menjadi US$1,55 miliar, sementara pendapatan bersih naik menjadi US$404 juta naik dari US$334 juta.

Untuk laporan keuangan Take-Two pada Q4, pemasukan bersih perusahaan mencapai US$760 juta, naik dari US$539 juta. Sementara laba kotor naik dari US$280 juta menjadi US$365 juta dan penghasilan bersih naik menjadi US$123 juta dari US$57 juta. Sepanjang Q4, Take-Two melaporkan net booking sebesar US$729 juta, naik 49 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Digital net booking berkontribusi 92 persen, sebesar US$672 juta. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, digital net booking tahun ini naik 60 persen.

laporan keuangan take-two
GTA Online kini menjadi tempat berkumpul para gamer. |Sumber: Rockstar Games via VentureBeat

Kepada GamesIndustry.biz, CEO Take-Two Strauss Zelnick mengakui bahwa pandemi virus corona merupakan salah satu alasan mengapa penjualan digital mereka naik pesat. “Banyak orang percaya, tren yang muncul sebelum pandemi akan tumbuh pesat berkat pandemi ini. Sejak lama, saya telah berkata bahwa kita kini mulai berpindah ke distribusi digital… Kami rasa, tren ini akan terus berlanjut, tapi itu bukan berarti game dalam bentuk fisik akan menghilang sama sekali. Kami juga berharap, itu tidak terjadi,” katanya.

Zelnick mengatakan, Take-Two tidak merasa bangga atas pencapaian mereka di tengah tragedi. “Kami pikir, kami membantu dengan menyediakan hiburan yang baik di rumah. Kami senang karena Anda bisa berkumpul dengan komunitas dan teman-teman di seluruh dunia ketika Anda memainkan game online,” ujarnya. Dia mengakui, saat ini, permintaan akan hiburan — dalam kasus ini game — memang meningkat. Dan ini memengaruhi keuangan mereka dengan positif. Namun, dampak positif ini tidak hanya dirasakan oleh Take-Two, tapi juga perusahaan game lainnya seperti Activision Blizzard dan Tencent.

“Saya pikir, Anda akan melihat banyak perubahan di masa depan dan Anda akan menemukan, keinginan untuk menyediakan hiburan di rumah tetap ada bahkan setelah pandemi selesai,” ujar Zelnick. Dia juga mengungkap, ke depan, Take-Two akan mempersiapkan banyak game, termasuk sekuel dari franchise mereka dan juga game yang sama sekali baru.

“Kami tidak akan merilis banyak game pada tahun fiskal 2021, tapi kami duga, ini tidak akan memengaruhi keuangan kami karena kami memiliki katalog game yang beragam,” ujarnya, dikutip dari VentureBeat. “Kami punya banyak game yang siap kami luncurkan pada tahun fiskal 2020. Kami perkirakan, ini akan mendorong pertumbuhan pada tahun ntersebut.”

Organisasi Esports Spanyol Vodafone Giants Dapat Investasi Senilai Rp48,7 Miliar

Vodafone Giants mendapatkan kucuran dana segar sebesar €3 juta (sekitar Rp48,7 miliar). Investasi ini sepenuhnya berasal dari Sánchez Cózar Group, yang didirikan oleh José Antonio Sánchez Cózar. Beberapa investor Giants lainnya antara lain Gabriel Saenz de Buruaga, Alejandro Beltran, Luis Ferrandiz, dan YouTuber Lolito Fernández. Sebagai organisasi esports asal Spanyol, Giants mengatakan, mereka ingin memastikan semua investor mereka berasal dari dalam negeri.

“Mendapatkan ronde investasi terbesar yang pernah didapatkan oleh organisasi esports Spanyol membuktikan bahwa kami adalah perusahaan yang sehat. Kepercayaan yang diberikan oleh rekan kami menjadi bukti dari pertumbuhan Giants dalam satu tahun belakangan,” kata José Ramón Díaz, CEO Vodafone Giants, menurut laporan Esports Insider. “Kami akan terus memimpin industri esports di Spanyol dan terus berinovasi sebagai perusahaan hiburan.”

Memang, sepanjang 2020, Giants cukup aktif. Mereka berhasil menjalin kerja sama dengan beberapa merek non-endemik, seperti merek lolipop Chupa Chups, merek air mineral Font Vella, merek sportswear Nike, dan klub sepak bola Sevilla FC.

vodafone giants
Tim Vodafone Giants. | Sumber: Esports Insider

Dana investasi yang didapatkan oleh Giants ini akan digunakan untuk mendanai ekspansi global mereka. Selain itu, mereka juga akan menggunakan uang tersebut untuk membangun markas di kota asal mereka, yaitu Malaga, Spanyol.

Terkait pendanaan ini, Cózar berkata, “Di satu sisi, ini adalah kesempatan untuk memasuki sektor yang memiliki potensi besar untuk berkembang. Di sisi lain, investasi ini merupakan keputusan strategis terkait bisnis kami di sektor pelatihan teknologi.”

Vodafone Giants adalah salah satu organisasi esports Spanyol paling tua. Pada awalnya, mereka menggunakan nama Giants Gaming sebelum mereka menandatangani kontrak dengan Vodafone pada 2018, lapor The Esports Observer. Mereka juga menjadi salah satu dari organisasi esports yang dapat mengumpulkan dana lebih dari US$1 juta (sekitar Rp14,9 miliar) walau tak bergabung dalam ekosistem franchise.

Sebelum ini, Tempo Storm berhasil mengumpulkan US$3,3 juta (sekitar Rp46 miliar) dari Galaxy Interactive. Sementara Tribe Gaming mendapatkan pendanaan tahap awal lebih dari US$1 juta (sekitar Rp14,9 miliar) dari bintang WWE Caludio Castagnoll alias Cesaro dan pemain Boston Celtics Gordon Hayward.

McLaren Gandeng Veloce Esports untuk Kembangkan Tim Esports Mereka

McLaren Racing baru saja mengumumkan kerja samanya dengan Veloce Esports dengan tujuan untuk mengembangkan tim esports mereka. Veloce Esports adalah organisasi esports asal London yang fokus pada game racing, FIFA, Fortnite, dan Rocket League. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai kerja sama antara McLaren dan Veloce.

“Kami bangga bisa bekerja sama dengan tim pelopor ternama seperti McLaren Racing, yang sudah sangat dikenal dalam sejarah motorsport. Kami sama-sama memiliki rasa haus akan kompetisi dan inovasi, dan saya tahu kerja sama ini akan menarik perhatian para fans. Kami juga akan menjadi tempat bernaung bagi talenta gaming terbaik di dunia untuk berkompetisi,” ujar Jack Clarke, COO dan Co-founder Veloce Esports, seperti dikutip dari Esports Insider. “Kami sangat bangga dan tidak sabar untuk membangun ekosistem esports lengkap bersama McLaren.”

Melalui kerja sama ini, Veloce Esports akan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengembangkan tim esports McLaren. Salah satu fokus mereka adalah untuk memastikan kesuksesan tim McLaren dalam berbagai turnamen. Selain itu, Veloce juga akan turun tangan dalam mengembangkan calon pembalap berbakat serta meningkatkan reputasi tim McLaren di kancah global.

McLaren dan Veloce juga akan bekerja sama untuk membuat akademi bagi calon pembalap. Tidak tertutup kemungkinan, calon pembalap tersebut akan terpilih untuk mewakili McLaren. Melalui kerja sama ini, influencer di dunia sim racing, Benjamin “Tiametmarduk” Daly juga akan menjadi duta dari proyek Shadow McLaren.

“Kami senang dapat bekerja sama dengan Veloce dalam rangka untuk memenangkan hati fans motorsport generasi muda,” ujar Mark Waller, Managing Director of Sales and Marketing, McLaren Racing. “Bekerja sama dengan perusahaan ambisus dan visioner seperti Veloce adalah langkah penting untuk berkembang di dunia esports yang telah kami masuki beberapa tahun belakangan.”

Lebih lanjut, Waller berkata, “Popularitas dan pertumbuhan esports telah terbukti dalam beberapa minggu belakangan dan tren ini tampaknya masih akan terus berlanjut. Tujuan kami adalah untuk mengembangkan talenta baru melalui akademi virtual, meningkatkan performa tim esports kami, dan menemukan cara baru untuk menarik dan berinteraksi dengan fans kami di seluruh dunia.”

Di tengah pandemi, banyak balapan yang dibatalkan. Sebagai gantinya, diadakan balapan virtual. Formula 1, NASCAR, sampai Formula E melakukan ini dan balapan virtual tersebut terbukti cukup populer. Jadi, tidak aneh jika McLaren tertarik untuk mengembangkan tim esports mereka.