Masih Ada Satu Kursi Untuk Bergabung di Launchpad Accelerator Batch 1

Google Launchpad Accelerator di Indonesia sudah diresmikan. Sesi submisi juga sudah berjalan. Beberapa startup lokal telah terpilih, tepatnya ada 7 startup, termasuk di dalamnya Kerjabilitas sebuah startup baru berbasis di Yogyakarta. Dan menurut penuturan Jason Tedjasukmana dari Google Indonesia, pihaknya masih membuka kesempatan bagi satu lagi startup bergabung di batch pertama program akselerasi ini.

Ketika ditanya tentang proses submisi, Jason menjawab:

“Ya, ada sesi submisi yang dimulai sebelum kita memberikan pengumuman. Kami memilih dari kandidat terbaik, dan saat ini masih memiliki tempat bagi satu perusahaan lagi untuk tahap pertama, tetapi kami akan menentukan secepatnya karena program ini akan dimulai bulan Januari mendatang. Jika startup tidak sempat bergabung pada tahap ini, akan ada tahap selanjutnya tahun depan.”

Dalam keterangannya Jason juga menekankan bahwa untuk bergabung pada program akselerator ini tak harus startup yang sudah berdiri lama, Google juga membuka kesempatan bagi startup baru dengan produk yang memiliki visi besar di pasar lokal.

“Kami berharap mereka (para startup pendaftar) sudah memiliki aplikasi Android, tetapi itu bukanlah satu-satunya prasyarat. Jika mereka tidak memiliki hal tersebut, mereka tetap bisa mengajukan aplikasi dan kemudian baru membuatnya,” ungkap Jason menerangkan kriteria kandidat Launchpad Accelerator di Indonesia.

Startup Indonesia membutuhkan banyak sekali pengetahuan dari luar, terutama untuk membangun produk yang global-minded. Program-program seperti ini membantu startup lokal terakselerasi lebih cepat dengan membangun jaringan entrepreneur yang memang sudah berfikir global.

Pelajaran yang butuh bertahun-tahun dipelajari, dipadatkan dalam satu Minggu untuk diberikan ke entrepreneur muda. Seperti diinformasikan sebelumnya, startup terpilih akan diterbangkan ke Mountain View untuk diinkubasi langsung di kantor Google. Tentu saja ada beberapa hal yang tidak bisa diajarkan dan harus dialami sendiri, namun program seperti ini membantu akselerasi ekosistem startup indonesia.

“Akan ada 5 bulan sesi bimbingan setelah mereka kembali dari Mountain View. Kami juga berharap untuk mengadakan program akselerator tahun depan,” pungkas Jason.

Program batch kedua Google Launchpad Accelerator akan dimulai pertengahan tahun depan. Google mentargetkan bahwa dalam rentang satu tahun akan ada minimal 50 startup baru dari Indonesia, India dan Brasil untuk menciptakan inovasi lokal di platform Android.

Beberapa startup yang lolos dari Indonesia pada batch pertama ada Jojonomic (startup pengembang layanan keuangan), Kakatu (pengembang launcher kontrol akses smartphone), HarukaEdu (penyedia layanan kelas digital), Setipe (situs kencan online), Kerjabilitas (platform pencari kerja bagi kaum difabel), Kurio (aplikasi pembaca berita) dan eFishery (startup pengembang produk IoT).

Kerjabilitas Jembatani Kebutuhan Karir Penyandang Disabilitas

Kerjabilitas merupakan sebuah platform (mobile dan web) pencari kerja yang dikhususkan bagi masyarakat berkebutuhan khusus (difabel). Sedikit berbeda dengan platform perncari kerja pada umumnya, Kerjabilitas mendesain layanan yang ada menyesukaikan dengan calon penggunanya. Misalnya dengan menambahkan kompatibilitas screen reader untuk penyandang tuna netra dan memasangkan simbol-simbol tertentu untuk mudah dipahami oleh penyandang tuna rungu. Selain itu lowongan pekerjaan yang ditawarkan juga langsung menyasar kepada perusahaan penyedia kerja inklusi.

Kepada DailySocial Rubby Emir selaku Direktur Saujana, lembaga penggagas Kerjabilitas, menjelaskan proyek ini berawal tahun lalu, tepatnya di bulan September. Rubby dan teman-teman melihat sebuah kesenjangan di masyarakat, orang dengan kebutuhan khusus cenderung dianak tirikan oleh lapangan kerja, ketenagakerjaan di Indonesia belum ramah disabilitas. Dari masalah tersebut muncul sebuah ide untuk menjembatani kebutuhan lapangan kerja penyandang disabilias dengan lapangan pekerjaan yang mau menerima.

Pendekatan mobile dipilih karena memiliki aksesibilitas tinggi untuk kaum difabel

Kendati tersedia juga dalam platform web, namun pengembang Kerjabilitas mengatakan bahwa pihaknya akan banyak memfokuskan inovasi produk di platform mobile. Terdapat dua alasan, pertama bagi kaum difabel perangkat mobile lebih mudah diakses dari pada komputer. Kedua, perangkat mobile memungkinkan layanan Kerjabilitas untuk bisa lebih mudah melakukan ekspansi ke seluruh wilayah Indonesia. Kendati saat ini baru difokuskan di kota-kota besar di Jawa, ke depan visi Kerjabilitas ingin merangkul seluruh pengguna di Indonesia.

Untuk menggunakan layanan ini, pengguna perlu mendaftarkan diri dan mengisi profil resume mereka. Tidak seperti layanan pencari kerja pada umumnya, pengguna akan lebih banyak diminta mengisi data diri terkait dengan kemampuan dan keahlian khusus yang mereka miliki. Tim Kerjabilitas merasa jika format resume disamakan dengan yang digunakan masyarakat pada umumnya akan terlihat kosong.

Dengan mendaftarkan diri di layanan Kerjabilitas, antar pengguna juga dapat saling berinteraksi dengan platform sosial yang menjadi bagian dari layanan. Dari pengamatan tim Kerjabilitas, rekan-rekan difabel cenderung aktif di media online. Kebanyakan dari mereka sering berkomunikasi melalui media sosial ala Facebook.

Mendorong perusahaan terhadap pentingnya memberikan porsi untuk pekerjaan inklusi

Tim Kerjabilitas bekerja tidak hanya mengembangkan sebuah platform teknologi. Banyak kegiatan lapangan yang turut dilakukan untuk memaksimalkan pencapaian Kerjabilitas. Salah satunya dengan banyak melakukan konsolidasi dengan perusahaan-perusahaan untuk mau menerima tenaga kerja berkebutuhan khusus.

Tim Kerjabilitas banyak memberikan pemahaman langsung kepada perusahaan bahwa terdapat banyak aspek yang bisa diberikan kesempatannya kepada kaum difabel. Contohnya pekerjaan-pekerjaan yang tidak membutuhkan kemampuan komunikasi atau mobilitas tinggi. Karena secara pendidikan, tak sedikit orang dengan kebutuhan khusus mengenyam pendidikan tinggi.

Sepuluh bulan bekerja, Kerjabilitas saat ini sudah menjangkau lebih dari 700 pengguna, dan menghubungkannya ke lebih dari 100 penyedia lapangan kerja.

Permintaan pekerjaan tinggi, namun kesempatan masih kurang

Tantangan utama yang saat ini masih terus mencoba dipecahkan ialah mencari sebanyak mungkin kesempatan kerja untuk jumlah pencari kerja yang banyak. Di luar Jawa kesempatan yang ada bahkan jauh lebih minim. Kendati sudah ada peraturan standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat (2013), yang mengisyaratkan perusahaan setidaknya memberikan 1% untuk kaum difabel, nyatanya realisasi masih jarang ditemui.

Dari aspek pencari kerja tantangan terbesar bukan pada memotivasi atau mendorong mereka untuk percaya diri di lingkungan pekerjaan, namun lebih kepada cara-cara untuk menjangkau mereka. Kerjabilitas sudah mencoba beberapa cara, salah satunya menggunakan fasilitas online berbayar, misalnya di Facebook, dari total populasi yang ditemui biasanya hanya valid beberapa persen saja. Belum bisa menjangkau keseluruhan secara langsung. Untuk mensiasatinya, strategi yang saat ini digencarkan ialah dengan mendatangi langsung berbagai kegiatan sosial atau yang diselenggarakan khusus untuk kaum difabel.

Menjadi sebuah gerakan sosial, namun harus tetap mencari cara untuk mempertahankan operasional layanan

Saat ini Kerjabilitas sudah mendapatkan beberpa grant dari beberapa pihak, seperti dari Microsoft, Google dan beberapa rekanan lain. Namun tim menyadari bahwa tidak selamanya Kerjabilitas akan terus bertahan dengan sokongan dari pihak lain. Proses bisnis pun sudah disiapkan, karena Kerjabilitas juga memiliki visi ke depan untuk terus berkembang dan bertahan.

Ketika sudah mencapai jumlah pengguna yang banyak, proses bisnis akan dijalankan. Salah satunya dengan menyediakan iklan premium. Selain itu juga akan dibuat konten premium dan layanan pembinaan karir. Bagi perusahaan juga menyediakan jasa konsultasi dan pendampingan untuk menciptakan lingkungan kerja yang ramah untuk orang berkebutuhan khusus.

Saat ini tim Kerjabilitas baru terdiri dari 7 orang. Terbagi atas 3 pengembang, 2 tim administrasi dan sisanya fokus pada konten. Dua di antara anggota tim tersebut juga penyandang disabilitas.

Kerjabilitas memiliki visi besar ke depan, untuk membawa layanan yang ada menjadi sebuah gerakan nasional yang mampu menjangkau seluruh Tanah Air. Berbagai upaya terus dilakukan. Dan dalam beberapa waktu ke depan, tim Kerjabilitas juga akan mengikuti proses inkubasi oleh Google Launchpad Accelerator di Mountain View untuk mematangkan produk. Pihaknya juga berusaha terus menjalin kemitraan dengan rekanan yang memungkinkan membawa Kerjabilitas berkembang.

5 Startup Lokal Yang Menutup Layanan Di Tahun 2015

Banyak hal yang terjadi di ekosistem startup nasional per tahun 2015 ini. Dari cerita pendanaan, lahirnya startup baru, hingga bisnis startup yang berkembang pesat dan banyak diramalkan akan segera menyandang gelar unicorn. Namun di balik itu semua, tahun 2015 ini juga menjadi tahun terakhir untuk beroperasi bagi beberapa startup lokal yang sempat mematangkan bisnisnya di Indonesia.

Dari data yang kami catat, setidaknya ada lima startup lokal yang memutuskan untuk menutup layanan di tahun ini. Mereka adalah:

Handymantis

Startup penyedia jasa kurir serba bisa ini didirikan oleh Ahmad Fathi Hadi. Hampir tiga tahun beroperasi, HandyMantis sering kali diadu dengan layanan ride-sharing Go-Jek. Sebelumnya tahun ini HandyMantis berencana meluncurkan aplikasi mobile untuk memperluas jangkauan layanannya. Sempat terpuruk, manajemen bersigap dengan melakukan pembenahan manajemen internal.

Namun upaya yang ditempuh untuk mempertahankan operasional tak berujung pada membaiknya bisnis HandyMantis. Terhitung per tanggal 18 September 2015, startup ini menghentikan dan menutup layanan bisnis yang sudah dijalankan.

Inapay

Inapay merupakan penyedia layanan escrow (rekening bersama) yang memungkinkan pengguna untuk melakukan transaksi pembayaran saat melakukan jual-beli online. Konsep yang digunakan mirip dengan jasa Rekening Bersama (RekBer) yang kerap dijadikan metode pembayaran di forum jual beli atau situs marketplace.

Di bawah nanungan PT Indonesia Payment Solution selama hampir empat tahun beroperasi InaPay berhasil membukukan 29.466 transaksi dari 25 ribu pengguna layanan. Sempat melakukan pembaruan layanan untuk, terutama dari fitur dan sistem keamanan, bisnis InaPay justru terpuruk. Dan per 25 Januari 2015 InaPay memutuskan untuk tidak lagi beroperasi.

Lamido

Di bawah naungan Rocket Internet, layanan online marketplace Lamido diluncurkan pada akhir 2013. Dalam operasinya, sub-produk dari situs e-commerce Lazada ini berhasil merangkul lebih dari 2.500 merchant. Sempat beroperasi dengan 50 anggota tim, startup yang dipimpin oleh Johan Antlov dan Giacomo Ficari ini memilih untuk menutup layanannya per bulan Maret lalu. Secara bertahap, Lamido telah melebur tim dan rekanan merchant bergabung ke dalam bagian dari Lazada Indonesia.

Sejak diluncurkan, Lamido bertekad untuk mampu bersaing dengan beberapa pemain yang sudah ada, seperti Tokopedia dan Berniaga (dulu sebelum bergabung dalam naungan OLX Indonesia), Tokopedia dan Bukalapak. Namun persaingan yang ketat membuat manajemen memilih untuk memperkuat layanan e-commerce Lazada sehingga tetap fokus dalam bermanuver di lanskap online yang semakin panas.

Paraplou (Vela Asia)

Meluncur sebagai e-commerce pioner di Indonesia (didirikan Januari 2011) yang memfokuskan pada produk fashion, Paraplou mengklaim sebagai situs fashion terbesar ketiga di Indonesia. Startup yang dipimpin oleh mantan punggawa Rocket Internet Bede Moore dan Susie Sugden ini sempat mendapatkan pendanaan Seri A sebesar $1,5 juta dari Majuven.

Namun per 24 Oktober 2015 startup yang sebelumnya bernama Vela Asia ini memutuskan untuk menutup layanannya. Dalam salam perpisahannya, Paraplou mengungkapkan bahwa faktor persaingan pasar, finansial internal dan sulitnya mendapatkan sokongan dana menjadi alasan utama penutupan operasionalnya.

Valadoo

Layanan travel online yang menawarkan berbagai paket wisata perjalanan ini berdiri di penghujung tahun 2010. Sempat mendapatkan investasi dari Wego bersamaan dengan pivot layanan, Valadoo mampu bertumbuh baik tatkala penyedia jasa sejenis masih sepi di kancah online. Di bulan Agustus 2014 pihaknya melakukan merger dengan Burufly, namun nyatanya bisnis Valadoo tetap saja keteteran. Pada akhirnya per 30 April 2015 Valadoo resmi menutup layanannya.

Salah satu aspek yang diungkapkan Jaka Wiradisuria, CEO dan Co-Founder Valadoo, bisnisnya yang tidak bertahan karena arah yang tidak jelas dari awal, terkait dengan model bisnis yang tidak matang. Perbedaan kultur dan ekspektasi pasca merger juga menjadikan proposisi bisnis tergoncang, termasuk dari sisi penggunaan teknologi pendukung. Saat ini Jaka memutuskan untuk bergabung dengan Ruma setelah memastikan karyawan Valadoo tidak terlantar pasca penutupan perusahaan.

Global Century Limited Fokuskan Bisnis Investasi Publik Pada Aplikasi Mobile

Messenger, games dan e-commerce adalah kategori aplikasi mobile dengan peminat yang terus bertumbuh. Tingginya pengguna aplikasi di kategori tersebut dianggap oleh salah satu perusahaan investasi Global Century Limited (GCL) sebagai sebuah kesempatan untuk mengajak masyarakat berinvestasi dengan produk aplikasi mobile. Berbekal lima aplikasi mobile dengan genre messaging, games, dan e-commerce, GCL mencoba keberuntungan melakukan bisnis aplikasi dengan model investasi publik.

GCL yang berbasis di Kuala Lumpur, Malaysia, serius menggarap model bisnis ini di Indonesia dengan membuka cabang di Yogyakarta. DailySocial berkesempatan mampir ke kantor GCL dan berbincang dengan Country Manager Global Century Limited di Indonesia Novi Wahyuningsih. Berbeda dengan pemberitaan Tempo yang menyebutkan tim di Indonesia mengembangkan semua aplikasinya sendiri, sesungguhnya kantornya di Indonesia hanya diisi oleh tim pemasar dan penjual.

MeoTalk (messenger), Monzter (online marketplace), MetGame (games marketplace), Vooilaa (e-commerce) dan HappyBid (online bidding app) adalah brand aplikasi yang akan ditawarkan untuk medium investasi. Pengguna akan diarahkan untuk berinvestasi atas kepemilikan aplikasi. GCL memiliki G-Point yang akan digunakan sebagai mata uang transaksional dalam sistem ini, mereplikasi cara Bitcoin bekerja.

Tidak ada fitur khusus di masing-masing aplikasi dalam kaitannya dengan investasi ini. Pada aplikasi hanya terdapat sebuah shortcut untuk mengarahkan pengguna kepada website manajemen investasi GCL. Semua transaksi dilakukan melalui portal tersebut. Pada setiap penggunaan aplikasi pengguna bisa mendapatkan G-Point untuk meningkatkan saldo investasi, yang bisa ditukarkan dengan barang di e-commerce atau dicairkan dengan uang.

Model transaksi yang ada saat ini (untuk investasi) juga masih menggunakan cara umum, misalnya dalam kaitannya pembayaran investasi pengguna dengan sistem transfer ataupun kartu kredit. Investasi pengguna akan sangat bergantung pada lakunya investasi di pasaran, semakin aplikasi populer maka return of investment (ROI) akan semakin besar juga.

Disampaikan Novi, langkah ini merupakan sebuah cara baru yang sedang ingin dibuktikan keberhasilannya. Pihaknya ingin mengajak pengguna turut memiliki aplikasi, sehingga memiliki awareness untuk turut membesarkan dengan mengajak pengguna sebanyak-banyaknya. Konsepnya mirip dengan cara bisnis multi-level marketing (MLM) bekerja.

Memilih aplikasi populer untuk menarik minat pengguna mobile

MeoTalk merupakan sebuah aplikasi messenger yang disajikan dengan konsep media sosial. Dari sisi pengalaman pengguna, MeoTalk banyak mereplikasi konsep yang dimiliki WeChat. Satu hal yang membedakan aplikasi MeoTalk dengan messenger lain adalah ketika orang melakukan percakapan maka akan mendapatkan poin yang dapat ditukar dengan uang ataupun produk tertentu, yang disebut dengan G-Point.

“Kami menginginkan ketika orang lain melakukan obrolan juga mendapatkan value. Dengan MeoTalk orang berkomunikasi selain dapat bertegur-sapa dengan rekan-rekannya juga bisa menghasilkan poin yang dapat ditukarkan dengan uang atau berbelanja di kanal kami. Selain itu pengguna juga dapat menggunakannya untuk investasi pada aplikasi, dan ini adalah strategi utama kami,” ujar Novi.

Aplikasi kedua bernama Monzter, sebuah aplikasi online marketplace berplatform mobile. Ketika ditanya apa yang akan membedakan dengan layanan online marketplace yang ada, dikatakan bahwa penawaran diskon setiap hari akan menjadi andalan Monzter. Diceritakan oleh Novi bahwa sistem bisnis yang akan mampu mensubsidi harga barang yang nantinya akan dijual oleh masyarakat. Subsidi tersebut menggunakan konsep yang sama seperti yang dilakukan oleh berbagai penyedia layanan berbasis aplikasi yang ada saat ini, keuntungan dari produk lainnya disisihkan untuk memotong harga penjualan produk lainnya.

Selain online marketplace ada juga Vooilaa, sebuah layanan e-commerce yang akan menjual produk-produk langsung dari distributor. Aplikasi selanjutnya ialah MetGame, sebuah kanal game online yang akan menghasilkan keuntungan dari layanan freemium. Dan yang kelima adalah HappyBid, sebuah replikasi dari eBay yang akan memberikan fasilitas lelang kepada pengguna mobile. Ketika aplikasi sedang dalam proses pematangan.

Dari kelima aplikasi tersebut yang saat ini telah bersiap digaungkan adalah MeoTalk. Meotalk sudah tersedia di Google Play dan dalam waktu dekat disebutkan juga bakal tersedia untuk platform iOS.

Semua aplikasi tidak memiliki keterikatan satu sama lain dari sisi fitur. Yang menyatukan hanyalah G-Point, sebuah mata uang virtual yang akan menjadi alat pembayaran utama dan model investasi dalam aplikasi. Selain itu nantinya G-Point sifatnya juga dapat dibeli, layaknya bitcoin.

Pengembangan kanal investasi

Saat ini GCL sudah mendirikan kantor pemasaran di Yogyakarta. Berbekal investasi dari Global Century Limited senilai Rp 2,6 miliar, Novi dan tim ingin mendorong kelima aplikasi menjadi kanal yang mampu diminati masyarakat Indonesia untuk berinvestasi melalui medium aplikasi. Akuisisi pengguna dari platform lain dinilai efektif dengan memberikan kepemilikan aplikasi. Pengguna dibebaskan untuk melakukan investasi dari yang terkecil hingga pada jumlah tanpa batas.

Menjadi hal yang cukup baru di Indonesia, meskipun masih terlihat kaku, kita coba lihat apakah model bisnis ini dapat berkembang pesat dan mampu merangkul kalangan konsumen digital Indonesia.

Karir.com Resmikan Salary Benchmark 1.2 dan Hasil Analisis dari 9000 Penggunanya

Karir.com bekerja sama dengan Kelly Services dan Fokus Finansial meresmikan pembaruan Salary Benchmark 1.2, sebuah fitur instrumen pengukuran standar remunerasi bagi pekerja profesional. Salah satu yang menjadi fokus pengembangan ialah dengan dihadirkannya Tips Financial dan Panduan Gaji untuk membantu perencanaan keuangan tenaga kerja profesional yang disesuaikan dengan besaran gaji. Fitur ini pertama kali muncul di laman Karir.com pada bulan Oktober lalu, hingga saat ini tercatat 9.000 tenaga kerja pengguna Karir.com telah memanfaatkan Salary Benchmark.

Dari 9.000 pengguna Salary Benchmark, sistem analisis Karir.com berhasil menghimpun data empiris yang merefleksikan profil, sebaran, dan irisan jabatan profesional yang dikelompokkan dalam Generasi X (usia 34 tahun ke atas) dan Generasi Y (usia 34 tahun ke bawah). Hasil analisis data tersebut memperlihatkan mulai terlihat adanya persaingan di antara kedua generasi dengan potensi dan keunggulan dari masing-masing. Hal ini yang penting untuk disikapi dengan baik karena berdampak pada makin ketatnya kesempatan di dunia kerja.

CEO Karir.com Dino Martin dalam presentasinya menyampaikan:

“Generasi Y memiliki karakteristik yang unik. Tumbuh di tengah hiruk-pikuk perkembangan teknologi nirkabel. Generasi yang sangat akrab dengan internet dan media sosial ini cenderung tidak taku perubahan, namun sering tidak sabar dalam melalui proses menuju perubahan itu sendiri. Mereka merupakan angkatan kerja yang produktif, generasi andal, penuh kejutan dan ide-ide brilian.”

Generasi Y berbeda dengan Generasi X. Generasi X dikenal memiliki karakteristik yang mampu beradaptasi, mampu menerima perubahan dengan baik, dan tangguh serta memiliki karakter mandiri, loyal dan pekerja keras. Saat ini dalam dunia kerja Generasi Y mulai mendominasi. Mengomentari dominasi tersebut Dino menyampaikan:

“Mau tak mau, suka atau tidak, Generasi Y kini makin mendominasi dunia kerja. Generasi ini menjadi SDM yang dibutuhkan perusahaan, bahkan seringkali menjadi andalan dan tulang punggung. Dalam lingkup kerja, mereka jelas memiliki karakter yang berbeda dengan generasi pendahulu. Untuk itu mau tak mau perusahaan perlu melakukan penyesuaian akar bisa mengoptimalkan SDM yang kian didominasi oleh Generasi Y ini.”

Gambaran demografi pekerja Generasi X dan Generasi Y di Indonesia

Bersumber dari hasil analisis data yang sama disebutkan bahwa Generasi X (di sistem tercatat sebanyak 1.448 orang) yang menyandang gelar S1 tercatat 64% dan tersebar dalam proposisi jabatan sebagai Department Manager (23%), Senior Staff (18%) dan Supervisor (17%). Sementara Generasi Y (di sistem tercatat sebanyak 5.273 orang) terdapat 62% dengan gelar S1. Meski 51% di antaranya masih berada pada level pekerja baru, namun persentase Senior Staff pada kelompok ini telah mencapai 22%, sedangkan persentase Supervisor ialah 13%.

Data di atas membawa kesimpulan bagi Karir.com bahwa masa atau periode pertumbuhan karir Generasi Y lebih progresif dibandingkan dengan Generasi X. Hal tersebut terbukti dengan adanya irisan di beberapa tingkat jabatan tinggi di perusahaan. Menurut Dino, para pekerja Generasi X direkomendasikan memliki strategi perencanaan pengembangan karier yang baik dan harus jeli melihat peluang untuk mampu bersaing tidak hanya dengan rekan segenerasinya saja.

Sementara itu melihat dari sisi persebaran industri, bidang teknologi, pendidikan, ritel dan komunikasi telah terbukti menjadi sektor yang banyak diminati dan sesuai dengan karakteristik Generasi Y. Generasi Y terlihat unggul dalam pekerjaan terkait teknologi. Generasi Y terlahir sebagai pribadi yang lebih kritis dan terampil dalam mengadopsi pembaruan teknologi, sehingga menjadi nilai tambah bagi sektor tersebut.

Google Launchpad Accelerator Diluncurkan untuk Startup di Indonesia

Google baru saja mengumumkan program Launchpad Accelerator yang siap merangkul startup di Indonesia, India dan Brasil. Program tersebut memfokuskan pada kegiatan mentoring, pelatihan, dukungan serta memberikan pendanaan bebas ekuitas hingga $50.000 bagi startup pengembang solusi mobile.

Roy Glasberg selaku pimpinan global untuk Google Launchpad Accelerator mengatakan bahwa program ini akan fokus mencari startup yang dapat memberikan dampak tinggi di pasar lokal. Visi dari program ini tak lain untuk mengidentifikasi game changer di industri digital di masing-masing negara, khususnya untuk platform Android.

Pendekatan pendanaan bebas ekuitas dipilih Google karena tak ingin membebani pengembang dengan pencapaian return of investment (ROI) dan ekuitas itu sendiri. Launchpad Accelerator akan memberikan dukungan selama enam bulan kepada startup, termasuk memfasilitasi perjalanan ke kantor Google di Silicon Valley bagi startup yang terpilih untuk mengikuti rangkaian program pelatihan.

Startup akan dibimbing langsung di kantor pusat Google selama dua Minggu

Program akselerator ini terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan. Pertama, setelah startup terpilih akan diterbangkan ke Mountain View guna mengikuti bootcamp selama dua Minggu. Dalam acara bootcamp tersebut startup akan bertemu beberapa mentor, dari dalam dan dari luar perusahaan Google. Dua Minggu ini akan menjadi modal penting bagi startup untuk mampu merencanakan dengan matang strategi eksekusi di lima setengah bulan berikutnya.

Beberapa materi tentang desain produk dan strategi pemasaran juga akan menjadi fokus bootcamp. Sehingga diharapkan ketika para startup kembali ke negaranya masing-masing, mereka mendapatkan insight dan akses ke jaringan lokal dan internasional. Masing-masing startup juga akan mendapatkan akses khusus ke platform pengembang dan kit pemasaran dari Google.

Akselerator ini ditargetkan mampu merangkul 50 startup baru per tahun. Pada sesi pertama yang sudah berjalan dari beberapa waktu lalu, sudah terpilih 20 startup terbaik, dan pada pertengahan Januari nanti akan diterbangkan ke Mountain View untuk mengikuti program perdana mereka. Sedangkan untuk kelas kedua saat ini proses seleksi juga sudah mulai dibuka dan akan dieksekusi pada pertengahan tahun depan.

Menurut situs Google Launchpad Accelerator, Jojonomic, Kakatu, HarukaEdu, Kerjabilitas, Kurio, eFishery, dan Setipe bakal mengikuti batch pertama ini.

Dari sisi bisnis fokus Google untuk berinvestasi “tanpa syarat” kepada startup pengembang solusi mobile tak lain untuk terus mengembangkan inovasi aplikasi Android, khususnya di negara berkembang. Ini menjadi solusi kritis, setelah ditemukan fakta bahwa pertumbuhan perangkat Android terpantau melambat ketika bertarung melawan platform iOS.

Dengan melahirkan berbagai solusi mobile dengan sentuhan dan kultur lokal yang kental diharapkan mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekosistem Android di masing-masing negara. Indonesia, India, dan Brazil memiliki populasi yang sangat besar untuk dimaksimalkan sebagai lahan pertumbuhan pangsa pasar Android.

UKM Digital Nasional Siap Songsong Masyarakat Ekonomi ASEAN

Dalam berbagai forum diskusi seputar ekonomi bisnis yang dilakukan akhir-akhir ini, bahasan tentang kesiapan Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi salah satu poin utama. Tak mengherankan, dalam hitungan hari MEA akan segera dimulai. Secara kasat mata tantangan yang akan dihadapi bersama dengan dimulainya MEA adalah persaingan yang lebih terbuka antar negara di Asia Tenggara, dari sisi ekonomi, bisnis dan ketenagakerjaan.

Salah satu yang banyak menjadi fokus diskusi dalam penyambutan MEA adalah kesiapan dan ketangkasan tenaga kerja nasional dan UKM (Usaha Kecil Menengah). Lantas apakah komponen tersebut di Indonesia sudah siap untuk bersaing bersama negara-negara di Asia Tenggara, mari kita lihat beberapa indikasinya satu persatu, spesifik menitikberatkan pada UKM digital (startup).

UKM digital bertumbuh pesat, menciptakan tren baru dalam atmosfer bisnis nasional

Istilah “unicorn” diberikan kepada startup yang divaluasi senilai lebih dari $1 miliar. Layaknya startup di Silicon Valley, visi utama kebanyakan startup dalam negeri saat ini juga ingin menggaungkan label tersebut. Di penghujung tahun 2015 ini bahkan sudah terlihat beberapa startup yang sangat berpotensi untuk meraih unicorn dalam waktu dekat.

Untuk mendapatkan valuasi bernilai besar tentu sebuah bisnis harus mampu meyakinkan keberadaannya. Bisnis digital lahir dengan ruang lingkup persaingan global, internet membuat semua batasan yang ada menjadi kabur. Berbagai kebutuhan di setiap lini bidang mampu dikonversi menjadi sebuah layanan digital. Bahkan korporasi sekelas BUMN pun sudah mulai melakukan siasat, merasakan bisnisnya mulai “terganggu” oleh kehadiran solusi dari industri startup.

UKM digital turut menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional tahunan

Laporan hasil riset yang diterbitkan Deloitte Access Economics dan Google Indonesia menyebutkan bahwa pertumbuhan tahunan ekonomi Indonesia sebesar 2% didorong oleh populasi UKM digital. Pertumbuhan tersebut kini terus digenjot untuk menjadikan Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah. Target pemerintah pada tahun 2025 pertumbuhan tahunan tersebut mampu mencapai 7%. Saat ini rata-rata pertumbuhannya di angka 5 persen.

Pertumbuhan Ekonomi Tahunan

Sejak beberapa tahun lalu pun, peran serta teknologi untuk pertumbuhan ekonomi nasional sudah mulai diramalkan, salah satunya oleh IDC. Dalam rilisnya, IDC turut mengutarakan bahwa salah satu sektor teknologi yang akan turut mengembangkan ekonomi Indonesia adalah pertumbuhan startup.

Penciptaan sumber daya manusia berdaya saing tinggi terjadi di lingkungan UKM digital

Tren baru yang terbentuk bersamaan dengan popularitas UKM digital di Tanah Air adalah pilihan pencari kerja (khususnya fresh graduate) untuk bekerja profesional dalam lingkungan yang lebih “bersahabat”. Berbeda dengan korporasi dengan regulasi yang begitu ketat, banyak peneliti yang mengemukakan bekerja di sebuah UKM digital atau startup memberikan beberapa keuntungan, salah satunya adanya keterlibatan dalam pembentukan kultur bisnis.

Bekerja di startup tetap bekerja secara profesional dan membutuhkan keahlian nyata untuk penciptaan inovasi produk. Lingkungan yang lebih fleksibel di dalamnya seringkali menjadikan seseorang bisa belajar banyak hal, termasuk membuka peluang untuk bertambahnya relasi. Tak mengherankan banyak lulusan kerja di startup keluar dan menciptakan peluang bisnis baru dengan startup barunya.

Bekerja secara digital cenderung akan membuka peluang terciptanya inovasi baru. Lingkungan startup yang menantang pekerjanya untuk berpikir kritis secara alami membentuk manusia berdaya saing tinggi. Kendati bekerja dengan produk spesifik, namun seringkali startup harus memperjuangkan secara maksimal demi penerimaan pasar. Edukasi seperti ini dirasa penting bagi generasi muda untuk terciptanya masyarakat madani.

UKM digital lebih cepat beradaptasi dengan cara-cara baru dan inovasi terkini

Media sosial hadir, dimanfaatkan baik sebagai kanal bisnis prospektif. Online marketplace dimanfaatkan baik untuk peningkatan jangkauan pasar. Pekerja lepas (freelancer) bertumbuh dengan makin banyaknya kanal yang menghubungkan keterampilannya dengan bisnis yang membutuhkan. Semua dilakukan dalam lingkup usaha kecil dan menengah.

Adaptasi UKM dengan cara-cara baru berbasis digital menjadi indikasi baik, bahwa bisnis sekarang mampu berimprovisasi dengan bagaimana cara konsumen berinteraksi. Ini menjadi indikasi baik, cara-cara dan keadaan baru bukan lagi menjadi hal yang harus diraba-raba. Begitu pula kehadiran MEA. Kendati “cerita horor” sudah banyak diutarakan oleh banyak orang, namun diyakini ide cerdik pebisnis digital akan selalu memunculkan celah untuk tetap bertahan, atau bahkan mengubah tantangan yang ada menjadi sebuah kesempatan ekspansi.

Telkomsel Siap Bertransformasi Jadi Perusahaan Digital

Ekosistem digital yang terus meningkat membuat salah satu operator jempolan tanah air Telkomsel berniat untuk mentransformasikan roh perusahaan, dari perusahaan telekomunikasi (Telco) menjadi sebuah perusahaan digital. Inisiatif yang dikemas dalam Telkomsel 2.O (O diindikasikan sebagai “Opportunity”) berawal dari pencapaian perusahaan menyajikan layanan digital bersamaan dengan hype smartphone di Indonesia.

Salah satu sepak terjang yang akan dilaksanakan guna mewujudkan transformasi tersebut ialah dengan memperkuat sumber daya manusia (SDM) di perusahaan. Memperkuat unsur “people” dan “culture” dinilai mampu menciptakan sebuah karakter bagi Telkomsel untuk mampu memberikan performa terbaik menyuguhkan kualitas layanan digital seiring dengan terus meningkatnya pengguna layanan digital.

Bersamaan dengan tahun fiskal 2016, untuk kebutuhan SDM telkomsel sudah mempersiapkan pendanaan dengan peningkatan hingga 200% dari anggaran tahun 2015. Salah satu program Telkomsel untuk membangun inisiator digital akan dilakukan dengan mengirimkan talenta terbaik untuk melakukan studi lanjut untuk selanjutnya mengaplikasikan konsep yang dipelajari ke dalam kultur perusahaan dan konsumen.

Tren operator telekomunikasi menjadi perusahaan digital

Bisnis telekomunikasi sendiri menjadi salah satu urat nadi dalam ekosistem digital, khususnya konektivitas data. Operator lain, XL Axiata misalnya, sejak pertengahan tahun lalu juga sudah mencanangkan tranformasi perusahaan guna mensiasati pola konsumen di era digital yang ada saat ini.

Terobosan yang diajukan Presiden Direktur XL Dian Siswarini adalah “Transformasi 3R”. Tranformasi ini ditargetkan untuk menciptakan nilai keuntungan maksimal dari setiap pengguna kartu XL. Kendati justru menurunkan jumlah kartu aktif, namun perusahaan yakin akan menuai keuntungan di jangka panjang dengan langkah ini.

Visi yang dimiliki Telkomsel juga mirip dengan tranformasi yang digaungkan oleh salah satu operator yang baru melakukan rebranding, Indosat Ooredoo. Indosat Ooredoo juga berambisi menjadi yang terdepan dalam ekosistem digital nasional. Beberapa pendekatan yang akan dilakukan di antaranya penataan ulang struktur organisasi, strategi pendekatan kepada pelanggan, hingga peningkatan kualitas teknologi.

Setiap operator sebagai perusahan teknologi memiliki cara masing-masing untuk beradaptasi dengan perkembangan yang ada. Lagi-lagi inovasi menjadi poin kunci untuk tetap berada di deretan pimpinan operator nasional, terlebih proses eliminasi perusahaan operator seluler sudah mulai digaungkan oleh pemerintah. Tahun 2019 ditargetkan hanya akan ada maksimal 4 operator seluler di tanah air. Langkah tersebut akan diawali dengan konsolidasi antar perusahaan dalam membuat kesepakatan infrastructure sharing.

Mediku Bertekad Menjadi Layanan Kesehatan Virtual Terlengkap di Indonesia

Berawal dari ide yang didapat saat mengikuti brainstorming di acara Gemastik (Pagelaran Mahasiswa TIK) UGM, startup bernama VistoWorks Studio terinspirasi untuk membuat sebuah aplikasi di bidang kesehatan. Ide tersebut diwujudkan dalam sebuah aplikasi Mediku. Aplikasi tersebut sudah tersedia di Google Play dalam versi beta. Pada awal tahun 2016, versi penuhnya akan segera dirilis.

Aplikasi Mediku saat ini terdiri dari 5 fitur utama, yakni First Aid, Symptom Checker, Medical History, Hospital Finder dan Pill Reminder. First Aid merupakan sebuah layanan sistem informasi kesehatan yang dapat diakses untuk mendapatkan tips melakukan tindakan cepat saat terjadi keadaan darurat kesehatan. Symptom Checker merupakan sebuah fasilitas yang dapat digunakan untuk memeriksa potensi penyakin dengan mengindikasi gejala-gejala yang dirasakan pengguna.

Medical History berisi catatan kesehatan yang pernah diinputkan oleh pengguna. Dengan mencatatkan keluhan penyakit yang pernah diderita, sistem akan memberikan analisis dan mengingatkan pengobatan yang harus diambil ketika mengalamai gejala yang sama.

Fitur selanjutnya ialah Hospital Finder. Tidak hanya mampu menemukan rumah sakit besar, namun juga menjangkau klinik kesehatan di seputaran lokasi pengguna. Fasilitas ini tidak hanya memberikan POI (Point of Interest) namun termasuk fitur navigasi dan informasi kontak. Dan terakhir adalah Pill Remider, sebuah pengingat otomatis untuk mengatur jadwal minum obat.

Dalam pengembangan Mediku, tim VistoWorks Studio yang terdiri dari 6 orang (saat ini semua masih dalam status mahasiswa) turut menggandeng pakar kesehatan. Mereka menggandeng tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia untuk mendapatkan insight seputar dunia kesehatan. Mediku ingin diciptakan untuk mampu menjadi perawat virtual yang benar-benar bisa memberikan alternatif solusi kesehatan.

Rencana pengembangan pada versi penuh aplikasi

Pada versi penuh yang akan dirilis mendatang, terdapat sebuah layanan esensial yang akan ditambahkan, yakni klinik konsultasi dokter virtual. Mediku telah merekrut bebeapa dokter yang akan siap sedia memberikan pelayanan kesehatan secara virtual melalui aplikasi.

Layanan tersebut akan menjadikan Mediku bersifat freemium. Nantinya penggunaan layanan konsultasi kesehatan akan dikenakan biaya. Proses pembayaran menggunakan sistem kredit pada aplikasi yang dapat dibeli secara virtual, mirip dengan berbagai layanan berbasis aplikasi yang ada saat ini.

“Kami sangat optimis layanan ini akan bisa membuat Mediku berkembang. Saat ini kebanyakan aplikasi kesehatan yang ada di Indonesia sifatnya baru satu arah. Kami ingin menghadirkan penyegaran dengan memungkinkan pengguna dapat berinteraksi seperti layaknya saat mereka mendatangi dokter pribadi,” ujar Product Manager Mediku Velta Azizah Destiana.

Untuk merealisasikan visi Mediku, pengembang begitu berkonsentrasi pada pembuatan user experiences yang pas. Disadari bahwa solusi kesehatan erat kaitannya “cocok-tidak cocok”, oleh karenanya desain intuitif dinilai sangat esensial untuk menciptakan sebuah value yang proporsional bagi pengguna.

“Untuk target dalam waktu dekat tidak muluk-muluk, kami ingin segera merilis aplikasi versi penuh. Dan kami ingin merangkul semua pengguna smarphone di Indonesia untuk mencicipi layanan ini, karena Mediku memang diciptakan spesial untuk masyarakat Indonesia. UX yang mudah diterima, kami rasa akan menjadi nilai plus, karena tak harus terbiasa dengan aplikasi kompleks untuk dapat menikmati layanan yang ada di Mediku,” pungkas Velta.

Saat ini Mediku juga sedang mencari funding untuk membantu memaksimalkan suksesi produk, termasuk untuk memperluas kemitraan dengan tim dokter. Beberapa waktu lalu Mediku juga sempat membuat sebuah kanal crowdfunding namun belum mendapat antusias yang baik dari masyarakat.

Bulp Hadirkan Layanan “Surat Pembaca” Digital

Berawal dari keresahan sang co-founder akan sulitnya menyampaikan keluhan dan saran kepada sebuah layanan publik dari perusahaan, inisiasi untuk mengembangkan aplikasi ala “Surat Pembaca” di koran direalisasikan. Bulp merupakan sebuah layanan berplatform website dan mobile apps yang dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan pujian, keluhan, saran dan permintaan kepada sebuah perusahaan.

Layanan Bulp dapat diunduh dan digunakan secara gratis. Setiap pengguna dapat menuliskan aspirasinya secara bebas, akan tetapi setiap aspirasi yang diserukan akan dimoderasi oleh administrator layanan untuk memastikan tulisan jelas, detil, dan santun. Aspirasi yang sudah lolos proses moderasi akan ditampilkan pada aplikasi dan langsung diteruskan kepada perusahaan penyedia layanan yang dikeluhkan oleh pelanggan.

Menariknya dari setiap aspirasi yang telah lolos proses moderasi, pengguna akan mendapatkan sebuah poin. Poin tersebut nantinya dapat ditukarkan dengan hadiah yang disediakan oleh Bulp. Saat ini untuk aplikasi Bulp baru tersedia di platform Android. Dalam waktu dekat akan segera dirilis aplikasi untuk platform iOS.

Dalam layanan Bulp terdapat dua kanal utama, yakni Trending dan Rank. Trending berisi berbagai aspirasi yang mendapatkan dukungan paling banyak. Di setiap aspirasi yang dimasukkan akan terdapat sebuah tombol “Me Too!”, yang dapat digunakan pengguna lain untuk menyalurkan aspirasi yang sama. Sedangkan di kanal Rank akan ditampilkan urutan perusahaan yang mendapatkan berbagai jenis masukan, dapat disaring berdasarkan kategori tertentu.

Aplikasi Bulp Android

Startup Bulp sendiri sudah terbentuk sejak Januari lalu. Pada bulan Mei Bulp mendapatkan funding dari angel investor untuk mematangkan layanan online yang dirancang. Hingga pada 29 September lalu Bulp diresmikan dan dapat digunakan oleh masyarakat. Saat ini tercatat sudah terdapat 6.000 pengguna aplikasi, dan berhasil menampung lebih dari 15.000 masukan untuk perusahaan.

Proses bisnis dari layanan Bulp sendiri terletak pada kerja sama dengan para perusahaan. Sebuah dashboard khusus yang berisi seluruh masukan dari pelanggan disertai analisis akan ditampilkan. Selain itu perusahaan yang telah bergabung menjadi mitra Bulp juga dimungkinkan untuk langsung membalas masukan yang diberikan pelanggan melalui layanan Bulp.

Co-Founder dan Chief Marketing Bulp Hardwi Satrio Pinandityo mengatakan:

“Kami inginnya fair, tidak hanya keluhan saja yang kami tampung, namun pujian dan masukan juga perlu diketahui perusahaan. Dengan adanya masukan langsung dari pelanggan, diyakini akan menjadi insight baik untuk improvisasi bisnis.”

Startup Bulp terdiri dari 11 orang anggota tim, dan di dalamnya terdapat 5 orang co-founder. Ketika ditanya target pencapaian dalam waktu dekat, Bulp ingin fokus pada peluncuran aplikasi di platform iOS, pengembangan kualitas layanan, dan meningkatkan kapasitas pengguna.