Jagoan Tekken Indonesia Terhenti di 8 Besar IESF World Championship 2018, Arab Saudi Juara

IeSF World Championship 2018 merupakan acara kompetitif tahunan dari International e-Sports Federation (IeSF) yang merupakan organisasi esports dunia yang menaungi banyak organisasi esports di tiap negara, seperti IESPA di Indonesia.

Gelaran yang diselenggarakan pada tanggal 9-11 November 2018 di Kaohsiung, Korea Selatan ini mempertandingkan 3 game, yaitu CS: GO, LoL, dan Tekken 7. Sayangnya, Indonesia sendiri hanya mengirimkan 1 perwakilan untuk Tekken 7 yaitu sang jagoan Tekken Indonesia: Adrian “Meat” Jusuf.

Sayangnya, Meat harus tersandung di babak 8 besar saat bertemu Tejan dari India.

Menurut Bram Arman, pendiri Advance Guard dan pejuang esports fighting Indonesia, Tejan sebenarnya terbilang underdog meski memang ia pernah mengalahkan dewa game fighting dari Korsel di South East Asia Major. Kala itu, Tejan juga berhasil menjadi juara ketiga di sana.

Bram juga tadinya berpendapat bahwa jika Meat menang atas Tejan, harusnya ia bisa melangkah lebih jauh karena Meat berada di sisi bracket yang, di atas kertas, lebih mudah. Andaikan Meat menang, ia akan bertemu dengan pemain Arab Saudi, Sora. Muasalnya, para pemain dari Jepang, Korsel, dan Filipina berada di bracket yang berseberangan.

Setidaknya, itu pendapatnya sebelum Arab Saudi ternyata yang memenangkan pertandingan. “Mas, saya revisi pendapat saya ya. Juaranya Arab Saudi, ternyata underdog sekali. Hahaha… Kaget saya.” Ujar Bram sembari tertawa.

Sumber: IESF
Sumber: IESF

Pertandingan game fighting mungkin memang sulit diprediksi bahkan oleh pemerhati sekalipun yang telah bertahun-tahun menekuni esports fighting. Berikut ini adalah hasil peringkat dan pertandingan dari semua pertandingan IeSF World Championship 2018 untuk Tekken 7 yang dihimpun dari EventHubs:

Tekken 7 — Results
1. [Saudi Arabia] Sora (Jin)
2. [Japan] Hakaioh (King)
3. [South Korea] ROX|Chanel (Eliza, Alisa, Anna)
4. [India] Tejan (Asuka, Alisa, Nina)
5. [Philippines] AK (Shaheen)
5. [Switzerland] KiraKira (Eliza, Katarina)
5. [Indonesia] SOA|Meat (JACK-7, Steve, Feng, Dragunov)
5. [Australia] Dee-On Grey (JACK-7, Geese)

9. [Serbia] RuRColdHeart (Nina, Paul)
9. [Iran] AFK (Heihachi, Akuma)
9. [New Zealand] Dan Banter (Geese, Claudio, Dragunov)
9. [Sweden] Cyrox (Heihachi)
9. [Thailand] LordBear (JACK-7)
9. [Malaysia] ABA (JACK-7, Bryan, Paul, Kuma, Feng)
9. [Finland] Joplex (Kazumi, Claudio)
9. [Tunisia] Nindo (Master Raven)

Sumber: IESF
Sumber: IESF

Tekken 7 — Top 8 battle log
• Finals: [Saudi Arabia] Sora (Jin) eliminated [Japan] Hakaioh (King) 5-4.

• Third place match: [South Korea] ROX|Chanel (Eliza) defeated [India] Tejan (Asuka) 5-3.

• Semi-finals: [Saudi Arabia] Sora (Jin) eliminated [India] Tejan (Asuka, Nina) 5-1.

• Semi-finals: [Japan] Hakaioh (King) eliminated [South Korea] ROX|Chanel (Alisa, Eliza, Anna) 5-2.

• [Saudi Arabia] Sora (Jin) eliminated [Australia] Dee-On Grey (JACK-7, Geese) 4-1.

• [India] Tejan (Asuka, Alisa) eliminated [Indonesia] SOA|Meat (JACK-7, Feng, Dragunov, Steve) 4-2.

• [Japan] Hakaioh (King) eliminated [Switzerland] KiraKira (Eliza, Katarina) 4-0.

• [South Korea] ROX|Chanel (Eliza, Alisa) eliminated [Philippines] AK (Shaheen) 4-3.

CS: GO dan LoL

Sumber: IESF
Sumber: IESF

Sedangkan untuk cabang CS: GO dan LoL, keduanya justru lebih bisa diprediksi para juaranya.

Meski terpuruk di World Championship 2018 resmi dari Riot Games, Korea Selatan berhasil menjadi juara di cabang LoL gelaran ini. Hal ini memang bisa dibilang sesuai prediksi karena memang dunia persilatan LoL internasional sendiri dikuasai oleh 2 negara Asia, Cina dan Korea Selatan.

CS: GO yang memang masih dikuasai oleh tim-tim dan pemain Eropa juga sesuai dengan prediksinya. Finlandia berhasil menjadi juara setelah mengalahkan Swedia di partai final.

Ada Apa dengan Korea Selatan di META LoL World Championship?

Hari Sabtu, 3 November 2018 lalu, gelaran kompetitif termegah untuk League of Legends (LoL) tahun ini alias World Championship 2018 telah menemukan juaranya.

Di partai penghujung, Invictus Gaming dari Tiongkok (LPL) membabat habis Fnatic (EU LCS) tanpa balas dengan skor 3-0 (Bo5). Buat Anda yang mengikuti perkembangan esports LoL, final tadi tentunya mengejutkan karena tidak ada tim Korea Selatan (LCK) yang berada di partai final.

Muasalnya, tim-tim Korea Selatan sebelumnya selalu mendominasi dunia persilatan LoL internasional sejak beberapa tahun silam (2013). Mari kita lihat ke belakang sejarah final World Championship dari sejak diadakan pertama kali tahun 2011.

Invictus Gaming, sang juara World Championship 2018. Sumber: LoL Esports
Invictus Gaming, sang juara World Championship 2018. Sumber: LoL Esports
  • World Championship 2011: Fnatic (Eropa) vs. against All authority (Eropa): 2-1.
  • World Championship 2012: Taipei Assassins (Taiwan) vs. Azubu Frost (Korea Selatan): 3-1.
  • World Championship 2013: SKT Telecom T1 (Korea Selatan) vs. Royal Club (Tiongkok): 3-0.
  • World Championship 2014: Samsung White (Korea Selatan vs. SH Royal (Tiongkok): 3-1.
  • World Championship 2015: SKT Telecom T1 (Korea Selatan) vs. KOO Tigers (Korea Selatan): 3-1.
  • World Championship 2016: SKT Telecom T1 (Korea Selatan) vs. Samsung Galaxy (Korea Selatan): 3-2.
  • World Championship 2017: Samsung Galaxy (Korea Selatan) vs. SKT Telecom T1 (Korea Selatan): 3-0.
  • World Championship 2018: Invictus Gaming (Tiongkok) vs. Fnatic (Eropa):  3-0.

Jadi, sejarah mencatat, dari 8 kali World Championship tim Korea Selatan menjadi juara dunia sebanyak 5 kali dan bertanding di partai final sebanyak 6 kali.

Karena itulah, bisa dibilang Korea Selatan memang mendominasi kancah internasional di LoL sampai mereka tenggelam di 2018. Di 2018 ini, tim Korea Selatan bahkan tidak ada yang berhasil tembus ke babak semifinal sekali pun.

Jika Anda tanya saya, berhubung saya fanatik sama yang namanya Faker, jawabannya ya karena tidak ada SKT Telecom T1 di World Championship 2018. Hahaha… Namun, berhubung kali ini saya ingin mendalami lebih jauh tentang META World Championship 2018, saya telah menghubungi 2 tokoh LoL Indonesia, Yota dan Wolfy.

Yota (kiri) dan Wolfy (kanan) saat jadi shoutcaster untuk PvP Esports
Yota (kiri) dan Wolfy (kanan) saat jadi shoutcaster untuk PvP Esports. Sumber: Yota

Mungkin tidak ada yang lebih pas dalam menyandang predikat pakar LoL di Indonesia selain Pratama “Yota” Indraputra. Ia pernah bergabung di Hasagi, media yang khusus membahas soal LoL, pernah juga jadi shoutcaster untuk LoL, dan pernah juga bertanggung jawab untuk esports LoL di Indonesia saat masih bekerja di Garena.

Satu lagi narasumber kita kali ini juga tidak kalah ‘sakti’ di dunia persilatan LoL Indonesia. Florian “Wolfy” George adalah mantan pemain LoL profesional sebelum ia memutuskan untuk membuat organisasi-nya sendiri, Armored Project.

Lalu apa pendapat mereka berdua tentang META di World Championship 2018?

Menurut Yota, “META Worlds sekarang lebih menghargai tim yang berani ambil resiko buat main agresif.

Bandingin sama tahun lalu, vision control lebih diutamakan dan ditambah lagi Trackers Knife buat jungle; otomatis Ward ada di mana-mana, semua pasang mata. Akhirnya permainan lebih konservatif, slow tempo dan calculated. Tim-tim LCK menguasai META karena di region mereka sendiri tempo permainannya lebih reserved.

Sekarang kita liat, di Mid ada LeBlanc, Top ada Akali, Urgot, Aatrox, dan Champion lain yang ngasih reward tinggi buat yang bisa dapet lead di early game dan itu yang bikin Worlds sekarang gak dikuasai tim LCK.

Afreeca Freecs, tim Korsel yang gugur di perempat final Worlds 2018. Sumber: LoL Esports
Afreeca Freecs, tim Korsel yang gugur di perempat final Worlds 2018. Sumber: LoL Esports

Ada 1 pattern lagi yang aneh, tim-tim besar terlalu mengandalkan Kaisa di Bottom Lane. Padahal early trading-nya sangat jelek dan scaling ke late game-nya harus bergantung sama komposisi tim yang memadai.

Sedangkan Wolfy punya pendapat yang tak jauh berbeda. Menurutnya, META tahun ini acak-acakan. “Bener-bener anything goes, siapa yang lebih inovatif dan kreatif bakal dapet banyak benefit.”

Menurutnya musim ini Riot, developer League of Legends, mengubah banyak hal. “Dari funneling, mage di Bot Lane, Champion yang bisa di-flex ke beberapa role.”

Funneling yang dimaksud Wolfy di sini adalah menggunakan Support di Mid Lane ataupun Mid Laner yang menggunakan Smite. Dengan strategi tersebut, sang Mid Laner pun dapat farming lebih cepat. Selain itu META di Worlds kali ini memang punya ritme yang lebih cepat ketimbang META jaman Ardent Censer (2017).

Jadi, sebenarnya memang bukan hanya di Worlds ini saja Korea Selatan tersandung di tingkat internasional. Wolfy menunjukkan bahwa Korea Selatan juga gagal di MSI (Mid Season Invitational) dan Asian Games. Tim Tiongkok yang menang di kedua turnamen tersebut.

Karena META yang lebih cepat inilah tim-tim Tiongkok berhasil mendominasi dunia persilatan LoL internasional di 2018 ini. Tim-tim Tiongkok memang lebih agresif dan berani ketimbang Korsel. Sedangkan tim Korsel lebih dominan ke warding, wave control, dan kendali tempo permainan.

“Sedangkan ward tahun ini menurun yang berarti ada informasi (vision) yang tak tersampaikan dan tim Korsel cenderung tidak mau bermanuver jika vision terbatas. Sedangkan tim Amerika dan Eropa lebih berani tanpa vision.” Lanjut Wolfy.

kt Rolster, tim Korsel yang juga gugur di Worlds 2018. Sumber: LoL Esports
kt Rolster, tim Korsel yang juga gugur di Worlds 2018. Sumber: LoL Esports

Memang, secara keseluruhan, META tahun ini lebih chaos. Hal ini menguntungkan tim-tim Tiongkok yang memang cenderung menyukai team fight karena mereka lebih cepat beradaptasi.

Bagaimana dengan skill individu? Apakah skill individu jadi tak terlalu relevan di META sekarang?

Wolfy berpendapat bahwa skill individu sebenarnya masih berpengaruh besar namun karena memang tim-tim Korea memang biasanya bermain dengan resiko minimal, sedangkan tanpa vision sama dengan resiko. Meski memang Wolfy mengakui tim-tim Korsel yang ada di Worlds kali ini punya objektif kontrol yang lemah.

Apakah tahun ini skill individu para pemain Korea menurun? Atau justru tim-tim lain yang meningkat?

Menurut Wolfy, skill individu antara region mulai seimbang juga. Sedangkan Yota mengatakan, “Sebenernya skill individu player LCK (Korsel) juga tinggi. Tapi sepertinya karena memang mereka terbiasa main sesuai arahan coach, individual play bakal dirasa terlalu high risk.”

Jika tim Tiongkok dijagokan di META kali ini, kenapa RNG (Royal Never Give Up) yang merupakan tim favorit dari Tiongkok justru gagal di perempat final?

“Rumornya, sebenernya ada internal team issue yang ngaruh ke gameplay. Tapi itu cuma rumor aja, gua juga gak ngerti kenapa mereka bisa kalah haha…” Jawab Yota sembari tertawa.

Menurut Wolfy, RNG memang lagi underperformed dan tidak stabil makanya mereka terpeleset.

RNG, tim favorit dari Tiongkok. Sumber: LoL Esports
RNG, tim favorit dari Tiongkok. Sumber: LoL Esports

Lalu, bagaimana dengan prediksi Yota dan Wolfy tentang masa depan tim-tim Korsel di kancah internasional? Apakah mereka akan mendominasi kembali?

Yota dan Wolfy sedikit berbeda pendapatnya tentang peluang tim-tim Korsel akan kembali bersinar di META yang selanjutnya.

“Gua rasa work ethic dan game knowledge mreka masih terbaik sedunia. Harusnya gak butuh waktu lama buat mereka (tim Korsel) bounce back.” Ujar Wolfy.

Wolfy lebih yakin tim Korsel akan kembali ke performa maksimalnya. Sedangkan Yota lebih terbuka dengan kemungkinan itu.

Deft, salah satu pemain bintang dari Korsel. Sumber: LoL Esports
Deft, salah satu pemain bintang dari Korsel. Sumber: LoL Esports

“Bisa jadi LCK dominan lagi. Harusnya, META nya juga berubah lagi tahun depan. Plus tim-tim Korea juga sudah mulai regenerasi.” Tutup Yota.

Itu tadi obrolan singkat saya dengan 2 pengamat LoL Indonesia ini. Apakah Korea Selatan akan benar-benar kembali berjaya di musim depan?

 

Pelajaran Penting yang Didapat EVOS Esports dari ESL Hamburg

Di akhir bulan Oktober 2018 kemarin EVOS Esports mendapatkan kesempatan untuk bertanding di salah satu ajang esports internasional, ESL One Hamburg, menggantikan TNC yang jadwalnya bertabrakan.

Mereka memang akhirnya harus pulang hanya dengan 1 kemenangan melawan compLexity Gaming di hari pertama. Namun demikian, tentunya pengalaman mereka bertanding di turnamen ini sangat berharga karena EVOS bisa bertemu dengan tim-tim tier 1 dunia.

Maka dari itu, saya pun menghubungi EVOS Esports untuk berbincang tentang pelajaran apa saja yang mereka dapatkan di Jerman. Saya memang menghubungi Aldean Tegar Gemilang, Team Manager untuk EVOS Esports, namun semua pertanyaan yang saya lontarkan dijawab semua oleh sang kapten tim, Adit “Aville” Rosenda.

Sumber: ESL
Sumber: ESL

Hybrid (H): Kemarin kan sempat menang sekali ya melawan compLexity Gaming. Menurut EVOS sendiri, kenapa bisa menang? Apa yang membedakan antara game pertama dan kedua?

EVOS (E): “Sebenarnya di game lawan compLexity, harusnya kita menang 2-0. Tapi di game 1, kita salah mengambil keputusan yang membuat kita sedikit lengah dan mereka mampu memanfaatkan hal tersebut dengan baik. Di game kedua, kita tidak memberikan celah sedikit pun jadi kita menang.”

H: Apa saja yang dipelajari dari pengalamannya bertanding di Hamburg?

E: “Banyak sekali yang kami pelajari, baik di dalam ataupun di luar game.

Kami banyak belajar tentang detail Dota 2 dari tim-tim Tiongkok. Mulai dari laning stage yang kuat dan juga pergerakan yang cepat dan terarah.

Kami juga banyak belajar soal improvisasi di game dari tim-tim barat, hal-hal unik yang tidak biasa untuk mengacaukan rencana lawan.

Sumber: ESL
Sumber: ESL

Di luar game, kami juga belajar tentang hal yang tak kalah penting yaitu cuaca dan jetlag. Hal ini tidak terlalu kami pertimbangkan pada awalnya namun malah menjadi faktor penghalang yang cukup mengganggu. Cuaca di sana sangat dingin sehingga membuat kondisi pemain jadi tidak fit.

Kami juga harus merasakan jetlag selama 6 jam sehingga menambah kondisi tambah parah. Kondisi seperti itu sangat tidak ideal apalagi ketika kalian lagi sakit dan harus bertanding sampai jam 1-3 pagi.”

H: Turnamen terakhir yang skalanya sebesar ini kan WESG 2017 ya. Apa sih bedanya menurut EVOS?

E: “Hal yang paling terasa beda adalah atmosfernya sih. Atmosfer turnamen yang bisa dibilang setara Major (untuk ESL Hamburg). Tim-tim papan atas dunia benar-benar menunjukkan kemampuan yang sesungguhnya untuk bisa jadi juara.

Hal-hal lain seperti persiapan turnamennya, pelayanannya, fasilitas yang diberikan, semuanya terasa lebih profesional karena memang ditangani oleh salah satu organiser terbaik di dunia Dota 2.

Kalau WESG lebih terasa nasionalismenya.”

H: Menurut EVOS sendiri, apa sih yang kurang dari tim Dota 2 nya sekarang? Apalagi sekarang EVOS kan sudah merasakan melawan tim-tim tier 1 dunia.  E: “Pasti banyak kurangnya… Tapi kita tidak bisa menyebutkan karena esports kan dunia kompetitif. Satu hal yang pasti semua pengalaman yang kita dapat pasti jadi pelajaran kita ke depannya untuk jadi tim yang lebih baik.” H: Untuk turnamen internasional setelah ini apa targetnya? Apakah yakin hasilnya akan lebih baik? E: “Turnamen internasional selanjutnya yang jadi target kita pasti Major dan Minor kuartal 2, kualifikasinya mulai akhir November. Sangat yakin (jadi lebih baik).”

Itu tadi perbincangan singkat kami tentang pengalaman EVOS di ESL Hamburg. Benarkah mereka akan jadi lebih baik lagi di turnamen internasional berikutnya? Sangat kita nantikan.

Peluang Bisnis Warnet di Tengah Geliat Industri Esports

Warnet atau iCafe merupakan salah satu komponen penting di ekosistem / industri esports. Muasalnya, warnet mampu memberikan akses ke para pemain amatir/calon pro player yang tak punya PC pribadi untuk berlatih. Selain itu, warnet sendiri bisa menjadi titik atau ruang berkumpul untuk para pemain ataupun penggiat esports.

Namun demikian, industri warnet di Indonesia telah berevolusi dari waktu ke waktu. Bisnis warnet juga sekarang sudah tak lagi termasuk bisnis ‘gampang’ seperti saat ia menjamur sekitar satu dasawarsa lalu.

Pergeseran Kebutuhan

Bisnis warnet di jaman dulu memang boleh dibilang mudah karena hanya perlu menyediakan ruangan, koneksi internet, dan PC seadanya. Koneksi internetnya pun lebih murah karena kala itu seiring dengan masa kejayaan game-game MMO Free-to-Play di PC yang servernya berada di Indonesia (jadi koneksi internetnya pun lebih difokuskan ke koneksi lokal).

Spek PC seadanya juga dulu masih memungkinkan karena kebutuhkan spesifikasi game-game MMO gratisan tadi juga bisa dijalankan di PC dengan grafis onboard.

Sekarang, industri warnet telah berubah mengikuti pergeseran industri game secara umum. Gamer kelas menengah bawah sekarang beralih ke game mobile. Sedangkan gamer kelas menengah ke atas sudah pasti tak nyaman dengan warnet yang jorok, berisik, dan di-manage seadanya.

Gamer kelas menengah juga memiliki selera game yang berbeda yang butuh spesifikasi lebih berat dan koneksi internet ke server luar, setidaknya ke Singapura.

Pergeseran industri warnet ini sebenarnya sudah dimulai sejak beberapa tahun silam, sekitar 5-6 tahun yang lalu, saat konsep icafe mulai populer dan digunakan. Namun, bisnis warnet yang telah mengusung konsep icafe tadi juga tidak serta merta langgeng dan mampu bertahan sampai hari ini.

Misalnya saja di Jakarta, ada 3 warnet yang sebenarnya dulu cukup populer dan telah mengusung konsep icafe: Gamer Xtreme dan Ritter di Tanjung Duren, dan Level One di Kemanggisan. 3 warnet ini bahkan boleh dibilang punya lokasi yang strategis karena letaknya yang berada di tengah-tengah komunitas gamer (karena berada di dekat kampus Universitas Tarumanagara dan Bina Nusantara).

Perlu Saluran Pemasukan Baru

Saya pun berbincang-bincang dengan beberapa pihak untuk mencari tahu soal bisnis warnet di jaman sekarang ini, dengan penetrasi mobile gaming yang masih agresif dan esports yang kian kencang.

Salah seorang kawan saya, Turyana Ramlan, yang merupakan salah satu pemain di bisnis warnet cukup lama dan Admin Pusat KWI (Komunitas Warnet Indonesia) mengatakan bahwa bisnis warnet di jaman sekarang sudah tidak bisa lagi mengandalkan keuntungan dari billing (tagihan sewa koneksi dan PC) namun dari berbagai pemasukan lainnya, seperti sponsor alias iklan.

Aspek iklan ini memang menarik karena mungkin memang belum banyak yang mengadopsinya. “Bayangkan jika ada 1000 pengguna yang datang ke warnet kita setiap bulannya, masak brand ga mau pasang iklan?” Ujar Ramlan saat saya temui di acara Grand Launching Highgrounds Indonesia di Pantai Indah Kapuk.

Makanan dan minuman yang dijual di icafe juga bisa mendatangkan keuntungan yang lebih besar dari billing.

Lalu bagaimana dengan mobile gaming? Ramlan mengatakan, “industri mobile harusnya bukan dimusuhi tapi dirangkul.” “Sediakan saja Wi-Fi dan ruangan yang nyaman bagi para mobile gamer untuk bermain di warnet. Sediakan juga paket Wi-Fi nya.”

Misalnya, ia menambahkan, buat pelanggan yang ingin Wi-Fi gratisan kasih saja koneksi yang putus setiap satu jam. Sediakan juga voucher Wi-Fi yang harganya bisa disesuaikan, seperti billing PC.

Selain cara-cara tadi, masih banyak juga sebenarnya bentuk pemasukan yang bisa dicari lagi. Misalnya, bisa saja menjadikan warnet sebagai One-Stop gaming center yang tak hanya menyediakan PC. Console, misalnya, yang memang sudah disediakan di beberapa warnet. Ada juga mesin arcade yang bisa ditaruh di warnet untuk memberikan pengalaman gaming yang berbeda.

Ia juga berargumen bahwa masih banyak manajemen warnet yang tidak mengedepankan layanan. Industri warnet adalah soal layanan dan masih banyak pemilik warnet yang belum menyadari hal tersebut. Karena itu jugalah, ia berargumen bahwa OP warnet (sebutan untuk karyawan yang berinteraksi langsung dengan pelanggan) juga harus dilatih dan dididik untuk bisa menyenangkan pelanggan.

OP warnet adalah ujung tombak dari bisnis warnet karena ia yang merepresentasikan (jadi image) warnet ke pelanggan.

Ramlan pun mengatakan, “ga bisa lagi bisnis warnet dengan modal pas-pasan dan manajemen sekenanya. Bisnis warnet yang ilegal, tak ada ijin, menggunakan game ataupun sistem operasi (Windows) bajakan juga akan mengubah image industri warnet jadi negatif.”

Sumber: Highgrounds Indonesia
Sumber: Highgrounds Indonesia

Bisa berkembang bersama esports

Diana Tjong, Owner dari Highgrounds Indonesia, yang saya temui di acara yang sama juga saya tanyakan pendapatnya tentang bisnis warnet sekarang ini. Menurutnya, bisnis warnet sekarang ini bisa berkembang karena industri esports yang sedang kencang pertumbuhannya.

Selain itu, Highgrounds sendiri juga diposisikan untuk kelas atas sehingga memberikan keunikan sendiri dibandingkan yang lain. Lokasinya pun di Pantai Indah Kapuk yang memang boleh dibilang kalangan menengah atas. Kenyamanan adalah keunggulan utama yang ditawarkan oleh Highgrounds.

Harga billing di sana pun juga disesuaikan dengan target pasar mereka. Di sana billing per jamnya bahkan mencapai Rp.20 ribu/jam. Hal ini tentunya dapat menyaring pelanggannya juga secara otomatis. Meski menawarkan harga yang relatif tinggi dibanding warnet lainnya, Highgrounds menyediakan spesifikasi yang mewah. Kartu grafis yang digunakan di PC mereka bahkan menggunakan NVIDIA GTX 1080Ti.

Sumber: Highgrounds Indonesia
Sumber: Highgrounds Indonesia

Segmentasi ini, bagi saya, juga bisa jadi solusi untuk bisa terus langgeng. Ijinkan saya berbagi cerita yang saya dengar dari Ramlan di sini sebagai satu argumentasi untuk menjelaskan poin saya.

Di salah satu warnet yang telah mengusung iCafe, para pelanggannya yang kebanyakan mahasiswa mengeluhkan terlalu banyak user bocah. Namun manajemen warnet justru menurunkan harga saat weekend yang justru berakibat lebih banyak bocah yang datang.

Saya sendiri juga sebenarnya salah satu orang yang tidak nyaman bermain di warnet yang terlalu berisik. Plus, segmentasi produk yang jelas juga sebenarnya sangat berguna demi kelanggengan bisnis.

Dari cerita Diana sendiri juga terbukti bahwa Highgrounds juga dikunjungi oleh para keluarga sebagai pelanggannya. “Orang tua tidak khawatir menitipkan anaknya di sini karena kami juga menawarkan kenyamanan dan keamanan.”

Opsi Franchise

Jika Anda masih bingung dengan banyak hal, bisnis warnet jaman sekarang juga ada opsi franchise seperti yang ditawarkan oleh TNC dan Mineski Infinity.

Sumber: Mineski Infinity Indonesia
Sumber: Mineski Infinity Indonesia

Saya pun menghubungi Nadya Sulastri, Country Manager dari Mineski Infinity Indonesia untuk berbincang. Mineski Infinity Sendiri merupakan unit bisnis dari Mineski yang menawarkan waralaba warnet/iCafe yang diklaim bertujuan memuaskan kepuasan pelanggan sekaligus menjamin skema investasi yang menguntungkan.

Menurut Nadya, perspektif peremajaan PC juga luput dari beberapa pelaku bisnis warnet yang tak mampu bertahan.

“Dalam sebuah bisnis yang bersifat brick & mortar, cukup wajar untuk melakukan peremajaan setiap 5 tahun sekali, seperti renovasi, peralatan elektronik, dll. Sama juga halnya seperti cybercafe, PC yang digunakan akan butuh peremajaan minimal 5 tahun sekali karena performa yang sudah tidak memadai.”

Sumber: Mineski Infinity Indonesia
Sumber: Mineski Infinity Indonesia

Lalu berapa besar modal yang dibutuhkan untuk membuat warnet Mineski Infinity?

“Paket franchise kita start from Rp.900 juta. All-in untuk 40 PC dan dari mulai site visit, renovasi, pengisian barang elektronik, berikut grand opening dan training staffnya.” Jelasnya.

Nadya juga mengutarakan hal yang sama dengan Ramlan dan Diana tentang manajemen warnet.

“Untuk membangun sebuah warnet cukup mudah, bisa dibilang toko komputer pun mungkin sudah bisa karena cukup menyediakan PC dan instalasi software serta networking. Tetapi untuk mengelola bisnis warnet, apalagi menjadi success story, hanya dapat dilakukan oleh mereka yang benar expertise di ekosistemnya; mulai dari teknologi, komunitas, loyalty program, marketing, serta yang tidak boleh ketinggalan terjun langsung ke dalam esports.

Tak ketinggalan, ide untuk merangkul gamer mobile juga disampaikan oleh Nadya. Karena Mineski Infinity juga menawarkan jaringan Wi-Fi yang sangat stabil untuk bermain game.

Sumber: ESL
Sumber: ESL

Penutup

Akhirnya, itu tadi berbagai ide dan insight yang mungkin Anda butuhkan jika tertarik untuk ikut terjun ataupun bertahan di bisnis warnet, mulai dari mencari ide-ide kreatif baru untuk menambah pendapatan seperti yang dilakukan Ramlan, memberikan kepuasan tertinggi kepada pelanggan seperti Highgrounds Indonesia, ataupun langsung bergabung dengan waralaba seperti Mineski Infinity.

1 hal yang pasti yang bisa Anda lakukan di bisnis warnet adalah, jika dulu bersinergi dengan game-game MMO gratisan, berkembang bersama dengan esports yang masih akan menggiurkan sampai bertahun-tahun ke depan.

Game.ly Resmi Ramaikan Pasar Streaming Platform di Indonesia

Nama Game.ly mungkin memang sebenarnya sudah tidak asing lagi buat para gamer di Indonesia. Mereka adalah salah satu streaming platform yang menyasar target pasar gaming di Indonesia yang sepertinya mulai menjamur di tahun 2018 ini, seperti NimoTV, Tamago, CubeTV, dkk.

Game.ly bahkan sudah jadi salah satu sponsor untuk gelaran esports Mobile Legends terbesar, Mobile Legends: Bang Bang South East Asia Cup (MSC) 2018. Meski baru saja kemarin, 2 November 2018, resmi diluncurkan di Indonesia, Game.ly sebenarnya sudah berkiprah sejak pertengahan tahun.

Mereka bahkan mengaku, saat ini, sudah punya lebih dari 70 game influencers yang telah bergabung seperti MiawAug, Tara Arts Game Indonesia, ataupun Qorygore. Ada juga beberapa selebriti yang streaming di Game.ly seperti Atta Halilintar dan Stefan William.

Sumber: Bigetron Esports
Sumber: Bigetron Esports

Selain para gamers tadi, mereka juga jadi sponsor untuk 2 tim esports besar Indonesia; Bigetron Esports dan XCN Gaming. Kedua tim ini juga bisa ditemukan streaming di Game.ly. Mereka juga bahkan tak ingin para gamer hanya menonton saja namun juga turut meramaikan dengan menjadi streamer.

“Antusiasme masyarakat Indonesia terhadap dunia game begitu besar, berbagai game telah menarik perhatian penggemarnya di Indonesia. Banyak pemain yang berpotensi di luar sana semakin banyak yang bermunculan. Karena itu, Game.ly menjadi rumah tempat bertemunya berbagai komunitas game untuk saling berbagi. Game.ly berkomintmen untuk jadi platform online terbaik yang dapat digunakan para pecinta game online di Indonesia.” Ujar Ryan Lymn.

Menariknya, Game.ly yang mengusung tagline “Life as a Game” ini juga punya misi mematahkan paradigma lama yang mengatakan para gamer itu hanya membuang-buang waktu dan tidak menghasilkan. Karena itulah, Game.ly ingin mengapresiasi setiap streamer-nya dengan memberikan bonus dari pencapaian hasil bermain mereka.

Grand Launch Game.ly. Sumber: Hybrid
Grand Launch Game.ly. Sumber: Hybrid

Angki Trijaka, Wakil Ketua IESPA, yang turut hadir dalam Grand Launching Game.ly ini mengatakan bahwa Game.ly menawarkan terobosan yang berbeda karena peduli dengan perlindungan terhadap konten negatif.

Game.ly sendiri juga tidak hanya ada di Indonesia namun juga ada di Malaysia. Perusahaan ini sendiri didirikan oleh Gamefield Hongkong Limited dan diklaim telah mendapatkan investasi dari Google.

Seperti yang saya tuliskan tadi, kehadiran Game.ly menambah daftar panjang platform streaming baru yang ada di Indonesia. Mungkin memang boleh dibilang mereka berkompetisi satu dengan yang lainnya namun, menurut saya, bukan sesama pemain baru itulah musuh-musuh terberat masing-masing.

Kenapa? Karena ada YouTube dan Facebook yang jelas-jelas sudah mendominasi dunia maya. Di platform streaming esports dan game sendiri juga ada Twitch, milik Amazon, yang sudah berhasil menggaet pengguna loyal mereka.

15 Brand Non-Endemic asal Indonesia yang Sudah Terjun ke Esports dan Game

Jika beberapa waktu yang lalu kami telah membuat daftar brand-brand terbesar dunia yang sudah terjun ke esports, seperti janji kami, sekarang kita akan melirik ke para pemain industri asal Indonesia yang sudah mulai main mata ataupun sudah basah kuyup nyemplung ke industri game dan esports.

Tanpa basa-basi lagi, mari kita langsung bahas satu per satu.

1. Telkomsel

Dokumentasi: Telkomsel
Dokumentasi: Telkomsel

Saya kira Telkomsel wajib ditaruh di urutan pertama karena mungkin investasi mereka yang paling besar di ekosistem esports dan industri game Indonesia dibandingkan yang lainnya di daftar ini – setidaknya saat artikel ini ditulis (akhir Oktober 2018).

Mereka yang berangkat dari industri telekomunikasi mungkin memang boleh dibilang bersinggungan dengan industri game dan esports yang butuh jaringan internet. Namun Telkomsel setidaknya terlihat lebih gencar dari yang lain untuk penetrasi ke pasar gaming.

Mereka punya divisi gaming sendiri yang diberi nama Dunia Games, yang punya bentuk media online dan event. Telkomsel juga sudah menggelar ajang kompetitif esports yang cukup mewah sejak IGC (Indonesia Games Championship) 2017 – yang jadi ajang esports tahunan mereka.

Belum cukup sampai di situ, Telkomsel malah juga merilis game Shell Fire yang berarti mereka juga melebar menjadi publisher game. Terakhir, mereka bahkan mengumumkan akan membuat liga mereka sendiri untuk 2 game, Mobile Legends: Bang Bang dan Free Fire.

Oh iya, Telkomsel juga sudah jadi sponsor salah satu tim esports Indonesia, Elite 8.

2. Indomie – Indomaret (Salim Group)

ESL Indonesia
Sumber: ESL

Akhir September 2018 kemarin, Salim Group memberikan kejutan saat mereka menggandeng ESL untuk garap industri esports di Indonesia. Pasalnya, ESL bisa dibilang sebagai salah satu perusahaan paling berpengaruh terhadap perkembangan ekosistem esports dunia. Sedangkan Salim Group sendiri juga salah satu perusahaan konglomerasi terbesar yang ada di Indonesia.

Anak-anak perusahaan Salim Group juga telah mengikuti jejak orang tuanya dengan terjun ke esports. 2 perusahaan yang sudah mampir adalah Indomie (Indofood) dan Indomaret.

Indomaret merupakan salah satu sponsor yang mendukung gelaran SEACA di bulan Oktober 2018 ini. Di dalam rangkaian SEACA sendiri, ada juga kompetisi yang bertajuk UIC (Unipin & Indomaret Championship).

Sedangkan Indomie (Indofood) juga sudah memutuskan untuk terjun ke esports. Lucunya, mereka justru memutuskan untuk jadi sponsor di Australia untuk gelaran AEL University Cup 2018. Harusnya, Indomie juga nantinya jadi sponsor untuk turnamen esports kelas mahasiswa di Indonesia karena Indomie adalah makanan pokok para mahasiswa kita.

3. GO-JEK

IGX 2018. Sumber: Kincir
IGX 2018. Sumber: Kincir

Meski memang tidak setua Telkomsel, GoJek merupakan salah satu startup kelas unicorn asal Indonesia yang perkembangnya begitu pesat dan langsung mendisrupsi industri transportasi dalam negeri.

GoJek memberikan kejutan saat mereka menjadi sponsor salah satu organisasi esports lokal, EVOS Esports, penghujung tahun 2016.

Selain itu, salah satu divisi GoJek, GoLive, juga mensponsori salah satu hajatan esports tanah air yang bertajuk Indonesia Game Xperience (IGX) bersama Metrodata. Mereka juga bekerja sama dengan Codashop untuk membuat GoPay Arena yang merupakan sebuah payment gateway untuk Mobile Legends: Bang Bangv (MLBB).

4. Tokopedia

Garuda Cup 2018
Garuda Cup 2018. Sumber: DailySocial

Satu lagi startup asal Indonesia yang sudah cukup besar investasinya di industri game dan esports. Tokopedia sudah beberapa kali menjadi sponsor utama untuk hajatan esports yang berkala nasional.

Jika saya tidak salah ingat, gelaran nasional pertama yang mereka buat adalah Tokopedia Garuda Cup yang digelar pada bulan Mei 2018 yang mempertandingkan MLBB dan PUBG.

Hebatnya lagi, mereka juga jadi sponsor salah satu turnamen yang berbentuk liga, yaitu IESPL – Tokopedia Battle of Friday yang mempertandingkan 4 game selama 22 minggu.

Tokopedia juga sudah menjadi sponsor beberapa tim esports besar nasional seperti EVOS Esports dan Rex Regum Qeon (RRQ).

5. KompasTV

Mungkin memang benar bahwa salah satu faktor terbesar kebangkitan esports Indonesia adalah berkat jumlah masif pemain MLBB namun saya kira KompasTV juga punya andil yang cukup besar dalam memancing media dan pemain industri mainstream lainnya untuk melirik ke esports.

Pertama, mereka membuat gempar komunitas gaming dan esports saat memutuskan untuk menayangkan final kompetisi MLBB se-Asia Tenggara, Mobile Legends: Bang Bang South East Asia Cup (MSC) 2018. Setelah itu, mereka pun tertarik untuk kembali menayangkan gelaran esports dan ajang terbesar Dota 2 di dunia pun (TI8) yang dipilih.

Peran KompasTV ini sebenarnya menarik karena Kompas adalah merek kedua tertua dari semua brand yang ada di sini (setelah BCA). Mereka juga berawal dari industri tua juga, media cetak. Karena itulah, jika brand tua ini saja tertarik untuk terjun ke esports, seharusnya mereka bisa membuat pemain lain yang lebih muda untuk ikut-ikutan.

6. XL Axiata

Sumber: TEAMnxl>
Sumber: TEAMnxl>

XL Axiata menjadi 1 lagi dari 3 pemain di industri telekomunikasi yang ada di daftar ini. Mereka sudah jadi sponsor organisasi esports Indonesia yang paling tua dan masih eksis sampai artikel ini ditulis, TEAMnxl>.

Tak hanya itu, bersama Garena, mereka memasukkan turnamen Arena of Valor (AoV) ke dalam rangkaian XL Axiata Digifest yang diklaim sebagai festival musik dan game pertama di Indonesia.

Mereka juga rutin kerja sama dengan Garena untuk memberikan berbagai bonus top-up untuk AoV.

7. BCA

Sumber: Unipin Esports
Sumber: Unipin Esports

Inilah brand tertua yang ada di sini karena BCA didirikan tahun 1957. Industrinya pun tua karena dari perbankan. Sayangnya, memang investasi dan penetrasi mereka ke esports mungkin masih bisa dibilang kurang agresif (mengingat sebesar apa BCA itu di Indonesia).

Pada SEACA 2018 kemarin, mereka mengadakan promo bersama Unipin untuk para pengguna yang top up menggunakan Sakuku. Jujur saja, saya pribadi penasaran akan sebesar apa jika BCA benar-benar terjun dan investasi besar-besaran ke esports. Kira-kira kapan ya?

8. Smartfren

Sumber: Esports ID
Sumber: Esports ID

Smartfren merupakan pemain ketiga dari industri telko yang sudah melek esports. Mereka pernah menjadi sponsor acara esports yang berbeda bersama salah satu EO esports Indonesia, World of Gaming (WOG), yang bertajuk WOG Goes to Campus.

Acara ini sedikit berbeda dengan kebanyakan acara esports lainnya karena bukan gelaran kompetitif, melainkan bersifat edukatif yang bergerak dari satu kampus ke kampus lainnya.

9. Kratingdaeng

IEC Kratingdaeng 2018. Sumber: Advance Guard
IEC Kratingdaeng 2018. Sumber: Advance Guard

Kratingdaeng adalah pemain pertama dari industri makanan dan minuman (F&B) yang menjadi sponsor utama gelaran kompetitif. Acara tersebut bernama Kratingdaeng Indonesia Esports Championship (IEC) yang digelar dari bulan Juli sampai September 2018.

Belum lama ini, Kratingdaeng juga mengumumkan bahwa mereka telah menjadi sponsor resmi untuk salah satu organisasi esports terbesar, RRQ. 

10. Biznet

Sumber: Rex Regum Qeon
Sumber: Rex Regum Qeon

Masih seputar RRQ, Biznet yang memang punya kedekatan dengan organisasi besar tadi menjadi salah satu sponsor pertama mereka.

Biznet sendiri merupakan penyedia jaringan internet yang cukup dikenal baik untuk perkantoran di kota-kota besar. Bahkan hampir semua perusahaan-perusahaan terbesar (baik nasional ataupun internasional) di Jakarta menggunakan provider ini.

Mungkin juga karena hal itulah (karena sudah cukup dikenal di kalangan perkantoran), Biznet juga ingin merangkul pasar gaming yang memang berhubungan erat dengan penyedia jaringan internet.

11. Traveloka

Satu lagi startup unicorn asal Indonesia yang terjun ke esports. Meski memang tak segalak GoJek penetrasinya, Traveloka juga jadi salah satu sponsor tim esports yang sama dengan GoJek: EVOS Esports.

12. Good Day

Sumber: Elite8
Sumber: Elite8

Satu lagi pemain dari industri F&B yang ada di daftar kali ini. Good Day terjun ke esports dengan menjadi salah satu sponsor untuk organisasi Elite 8 (sama dengan Telkomsel).

Elite 8 sendiri juga cukup menarik karena organisasi yang dipimpin oleh CEO muda, Heinrich Ramli, ini berhasil menggandeng sponsor-sponsor besar meski usianya yang relatif baru.

Sedangkan Good Day juga sudah beberapa kali turut mendukung gelaran esports seperti Point Blank National Championship (PBNC).

13. Torabika

Sumber: RevivalTV
Sumber: RevivalTV

Torabika juga sudah melek ke esports saat mereka menjadi sponsor untuk gelaran PINC 2018 (PUBG Mobile Indonesia National Championship).

PINC 2018 merupakan gelaran esports pertama untuk PUBG Mobile yang kualifikasinya digelar tatap muka alias “offline” di 12 kota yang berbeda. Sedangkan babak Grand Finalnya baru saja rampung diselenggarakan di Britama Arena (Mahaka Square), 21 Oktober 2018 kemarin.

14. Tiket.com

Buat yang belum tahu, Indonesia pernah satu kali (setidaknya sampai artikel ini ditulis) jadi tuan rumah ajang Minor Dota 2, yaitu GESC: Indonesia Minor yang digelar tanggal 15-16 Maret 2018.

Tiket.com adalah salah satu sponsor gelaran tersebut. Tiket.com sendiri adalah sebuah perusahaan yang head-to-head dengan Traveloka yang menyediakan tiket transportasi dan akomodasi.

15. Fruit Tea

Sumber; Garena
Sumber; Garena

Inilah brand terakhir yang ada di daftar ini. Namun Fruit Tea mungkin belum bisa dibilang sudah terjun ke esports secara langsung. Mereka baru berkolaborasi dengan Garena untuk AoV.

Meski demikian, kolaborasi promosi antara Garena dan AoV cukup menarik karena ada bonus in-game item di AoV yang bisa didapatkan saat membeli Fruit Tea di Indomaret ataupun Alfamart / Alfamidi.

Itu tadi 15 brand asal Indonesia yang sudah melirik ataupun terjun langsung jadi bagian dari ekosistem esports. Apakah daftar ini nanti akan bertambah besar di penghujung tahun 2019? Ada brand-brand yang terlewatkan di sini?

Indonesia’s Fighting Game Esports: Excluded yet Refused to Die

We can say that 2018 is a year of esports awakening in our homeland, and esports itself actually has a lot of game genres from MOBA (Multiplayer Online Battle Arena), FPS (First Person Shooter), Battle Royale, Sports, Fighting, CCG/TCG (Collectible Card Game / Trading Card Game), Racing, and many more.

In the unfortunate fact, this awakening is spreading uneven between all genres. MOBA is the most played games thanks to Mobile Legends and Dota 2. Fighting game is one of esports genres that one could say is still marginalized.

We’ll discuss about other genres some other time, as for this time I’ve invited Co-Founder Advance Guard Bramanto Arman, a figure of fighting games, to share his story.

Bram Arman (left). Source: Advance Guard
Bram Arman (left). Source: Advance Guard

For those who are unaware of the esports world, Advance Guard is an icon of fighting game esports in Indonesia. When many are doing MOBA, Bram with the Advance Guard are raising this genre keenly since this icon was established in 2012.

According to Bram, Advance Guard is a place for fighting game community to gather. Tekken community, for example, which is mostly from IndoTekken, and Street Fighter which is mostly from IndoSF.

Thanks to their hard work and persistence, several tournaments conducted by Advance Guard have successfully claimed an official certificate from CAPCOM (for Street Fighter series) and Bandai Namco (for Tekken series) as a qualification tournament at international level.

Indonesia representations who would like to compete in CAPCOM Pro Tour and Tekken World Tour have to participate in the tournament conducted by Advance Guard first.

Of course, those achievements cannot be taken lightly anymore, in fact, there’s no any other higher authority than them in the world of Indonesia’s fighting game esports.

Let’s take a look at our talks.

Source: Advance Guard
Source: Advance Guard

Esports fighting game popularity in Indonesia

As I said before, esports fighting game in Indonesia is lack of an exposure, and Bram knew it.

“The exposure is lower than any other popular games with a huge number of player base in Indonesia,” said Bram. He added that this happened because of the game’s factor.

Bram explained that esports games enthused among Indonesian players are the addictive freemium games so that players might forget oneself and shop at the in-app purchase.

“Eventually, they saw many Indonesian players playing those games and created a big event from that. The games are Mobile Legends, AoV and PUBG Mobile.”

Meanwhile, for PUBG (PC), Bram sees a place that possibly can accommodate the gamers, like various types of iCafe. Therefore, many gamers can try the game without having to buy it; they only need to pay the bill at the iCafe. It has also happened to Dota 2.

Source: Advance Guard
Source: Advance Guard

Esports fighting game popularity outside the country

If esports figthing gamepopularity in Indonesia is low, how about in the other countries?

Bram said that people in another country were also showing low interest in fighting game esports, compared to any other popular games and one of the biggest esports fighting game events in the world, EVO, also began from the same story.

They initially conducted an event for the community full of passion. As the development of esports, however, now EVO is on the same level as most esports events having their match in a stadium with festive production, and get a lot of sponsors.

Thanks to EVO’s struggles, many big EOs that didn’t even go near fighting games before began to take interest in it.

Bram then added that fighting game esports should actually be popular as people would be easier to enjoy the games even if they’re newcomers, and I personally agree. As if we compare it to a MOBA match, we wouldn’t really enjoy watching the match if we didn’t even play and understand the game itself, while fighting game is an easily watchable game even for newcomers.

Source: VG274
Source: VG274

Outside the country, fighting game esports are way bigger than here, despite its lack of popularity. Bram told us about his experience visiting REV Major, the biggest fighting game tournament in Philippines, and he saw great enthusiasm not only from players but also from audiences willing to come even if the tickets were quite pricy.

Even fighting game esports has gotten some supports from several celebrities like the wrestlers Kenny Omega and Saviour Woods, as well as the American rapper Lupe Fiasco.

Advance Guard’s struggle on keeping Indonesia’s fighting game esports alive

The question is with the lack of popularity, why Bram and Advance Guard are willing to stay and fight for this esports? Why they just don’t shift to another popular game like most Event Organizers (EOs)?

“Because our approach is different,” Bram answered straightforwardly.

“It’s a fact that other EOs are mostly commercial, so they’re looking for mature markets, while I come from and for the community. So, I’m fighting for the community to keep them alive. It’s indeed hard and difficult as we’re lacking support compared to other popular game.

Most people think that watering barren land is useless; it’s better to harvest fruit that’s there,” he said figuratively. Bram chose to keep on watering the barren land until a leaf is finally growing, and so he does because of his love to fighting games.

Source: Polygon
Source: Polygon

The result shows now how Advance Guard has its own identity and stand as the icon of fighting game esports. They started from a small scale of a community and now become the international benchmark.

That said, from the business side, Bram admitted that Advance Guard’s journey was far from other EOs who were prefer working on popular games to get more profit.

According to him, big EOs from other countries usually collaborate with those used to the field concerned and it happens in Malaysia, Philippines, and Thailand.

“That is the ideal way of working on an esports. Meanwhile here, sometimes we don’t really get along and fight over some sweets instead… Hahaha,” said Bram joking.

The things esports fighting game in Indonesia needs

What are the things that Indonesia’s fighting game esports needs?

First of all, in terms of exposure, there are still so many games and esports media that don’t cover fighting game esports events. “It tends to be covered only by some media that have their interest in fighting games. Most media would write about fighting game esports if it is a huge event. As I know, IGX (Indonesia Game Xperience) is one with the most writings about it.”

IEC Kratingdaeng 2018. Source: Advance Guard
IEC Kratingdaeng 2018. Source: Advance Guard

According to Bram, the readers of fighting game news are still segmented compared to the popular games. Whereas, on the other hand, many things can be brought up from fighting games, like national and international professional players.

Moreover, the players of fighting games from Indonesia are actually able to compete at the level of Southeast Asia. Bram told us that several times ago, Indonesia representation was taking home the trophy of BlazBlue Cross Tag Battle and BlazBlue Central Fiction competition in Philippines.

That said, to be able to successfully get achievement in Asia or even the world, Indonesia players still need a lot more practice. This achievement is yet worth a praise considering fighting game esports lacking of exposure and support.

Then how about the support for local esports organizations? Can it help develop fighting game esports? Given fighting game division of some esports organizations has not yet been much established.

Source: Advance Guard
Source: Advance Guard

“In my personal opinion, it might happen to be a boost of help; as long as there’s potential and passion from the players. Sponsors can give them a chance to compete abroad for some experience,” explained Bram.

He added, “Unavoidably, they need to compete abroad to raise their own standard.”

Recently, a fighting game player was invited to join Alter Ego and we might see the result from their teamwork later.

I then asked, what would happen if the players of fighting games also get monthly salary just as Dota 2 or Mobile Legends players? Would it help them achieve more?


Bram stated that now fighting game players had gotten their salary but just from a stream and it’s not much. “It’s a business after all. So I think we need to find a win-win solution for all.”

This condition is more suitable for those who’re still studying / a fresh graduate and have their passion in fighting games, and it won’t be as much suitable for those adult, as the career path might not be worth the pain.

The biggest problem of having a career in esports is parents’ concern and permission, as the prizes are not as high as MOBA games yet to make sure that their children would not live in despair in the future.

It is true that in the end it goes back to respective players to decide. If they are successful and can be on their own financially, they may be able to convince their parents to have a career in the esports world.

AMD Esports Fight! Championship 2018. Source: AMD
AMD Esports Fight! Championship 2018. Source: AMD

More to that, sponsors’ support for fighting game esports is indeed very valuable as well; a fighting game competition which was held by AMD (AMD eSports FIGHT! Championship 2018) is for an example.

“If all game tournaments can have similar prize pool as MOBA game tournaments, both business matter and a gap between esports stakeholders and players can be maintained. The point is that esports ecosystem needs to be in a stable condition first.”

The last thing Bram said was that fighting games need to be introduced properly for the sake of its esports’ upturn.

“I realize that Indonesia is far from that, compared to other Southeast Asia countries, like Malaysia, Thailand, or Philippines, they always have a spot for fighting games in an esports event.

For that matter as well, I would like to thank AMD who lets me and believes in me to manage their event.

Hopefully, fighting game esports’ ecosystem will gradually develop its various aspects. After all, fighting game esports is one of esports that people can enjoy because of its entertainment factor that is the most intriguing one, and has many outstanding local players,” said Bram.

That was our brief talk with Bram about fighting game esports’ ins and outs. Hopefully, the barren land managed wholeheartedly by Bram and Advance Guard as well as the community can turn into a wonderful garden where everyone can feel comfortable.

Don’t forget to like Facebook Fanpage Advance Guard for the newest information of fighting game esports.

Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian.

Esports Fighting Indonesia: Yang Terkucilkan Namun Menolak untuk Tergeletak

Tahun 2018 mungkin boleh dibilang sebagai tahun kebangkitan gairah esports di ibu pertiwi. Namun esports sendiri sebenarnya mencakup banyak sekali cabang game dari mulai MOBA (Multiplayer Online Battle Arena), FPS (First Person Shooter), Battle Royale, Sports, Fighting, CCG/TCG (Collectible Card Game / Trading Card Game), Racing, dan yang lainnya.

Sayangnya, faktanya, kebangkitan gairah esports ini tidak merata di semua game. MOBA adalah yang paling laris berkat jumlah pemain yang masif dari Mobile Legends dan Dota 2. Game Fighting adalah salah satu genre esports yang boleh dibilang masih dimarginalkan.

Lain kali, kita akan berbincang untuk genre lainnya namun kali ini saya telah mengundang salah seorang dedengkot dari cabang game fighting untuk berbagi ceritanya. Ia bernama Bramanto Arman yang merupakan Co-Founder Advance Guard.

Bram Arman (kiri). Sumber: Advance Guard
Bram Arman (kiri). Sumber: Advance Guard

Buat yang tidak terlalu familiar dengan dunia persilatan esports, ijinkan saya mengenalkannya terlebih dahulu. Advance Guard merupakan icon dari esports fighting di Indonesia. Di kala kebanyakan event organizer di Indonesia ramai-ramai menggarap MOBA, Bram bersama Advance Guard nya memang setia membesarkan genre tersebut sejak didirikan dari 2012.

Menurut cerita Bram, Advance Guard sendiri juga sebenarnya merupakan tempat berkumpulnya beberapa komunitas game fighting. Misalnya, untuk komunitas Tekken, mayoritas berasal dari IndoTekken. Sedangkan untuk Street Fighter, kebanyakan dari IndoSF.

Berkat ketekunan dan jerih payah mereka di sini, beberapa turnamen garapan Advance Guard bahkan mendapatkan sertifikasi resmi dari CAPCOM (untuk Street Fighter series) dan Bandai Namco (untuk seri Tekken) sebagai turnamen kualifikasi di tingkat internasional.

Jadi, perwakilan Indonesia yang ingin bertanding untuk CAPCOM Pro Tour dan Tekken World Tour harus melalui turnamen besutan Advance Guard.

Tentu saja, prestasi Advance Guard tersebut sudah tak dapat dipandang remeh lagi. Plus, kenyataannya, memang tidak ada lagi ‘otoritas’ yang lebih tinggi selain mereka di dunia persilatan esports fighting Indonesia.

Mari kita masuk ke obrolannya.

Sumber: Advance Guard
Sumber: Advance Guard

Popularitas esports fighting di Indonesia

Seperti yang saya tuliskan di atas tadi, exposure esports fighting di Indonesia memang masih kurang. Hal ini juga dirasakan oleh Bram.

“Minim sekali dibandingkan dengan game-game mainstream yang punya player base sangat besar di Indonesia.” Ungkapnya. Menurutnya, hal ini terjadi juga berkat ada faktor game-nya itu sendiri.

Bram pun menjelaskan bahwa game-game esports yang laris di Indonesia itu memang nyatanya game freemium yang adiktif sehingga bisa membuat banyak orang ‘khilaf’ dengan in-app purchase-nya. 

“Dari situ, akhirnya mereka melihat banyak pemain Indonesia yang memainkan game tersebut dan membuat event berskala besar. Itu untuk game Mobile Legends, AoV, dan PUBG Mobile.”

Sedangkan untuk PUBG (PC), Bram melihat ada wadah yang menaungi para gamer itu, seperti berbagai jenis iCafe. Karena itulah, banyak gamer bisa mencoba game tersebut tanpa membeli; cukup perlu membayar billing di warnet (bahasa kerennya iCafe). Hal ini dirasakan sama seperti yang terjadi di Dota 2.

Sumber: Advance Guard
Sumber: Advance Guard

Popularitas esports figthing di luar Indonesia

Jika popularitas esports fighting di dalam negeri memang masih minim, bagaimana dengan di luar sana?

Bram pun mengatakan bahwa popularitas esports fighting juga masih kalah dengan game-game mainstream di sana. Ia bahkan bercerita bahwa salah satu ajang esports fighting terbesar di dunia, EVO, juga berawal dari cerita yang sama dengan Bram.

Mereka juga awalnya membuat acara untuk komunitas dan penuh dengan passion. Namun seiring berkembangnya esports, EVO sekarang sudah bisa sebanding dengan ajang esports kebanyakan yang bertanding di stadium dengan production yang hingar bingar, dan dapat dukungan banyak sponsor.

Berkat perjuangan EVO itu tadi, EO-EO besar yang sebelumnya tidak menjamah fighting pun akhirnya ikut tergoda.

Bram pun menambahkan esports fighting sebenarnya juga seharusnya bisa populer karena lebih mudah dinikmati oleh orang-orang yang tidak memainkan game tersebut. Saya pribadi setuju sekali. Pasalnya, menonton pertandingan MOBA sebenarnya juga tidak menarik jika kita sendiri tidak memainkannya.

Meski masih kalah populer, di luar sana esports fighting sudah jauh lebih besar. Ia pun bercerita pengalamannya berkunjung ke REV Major, turnamen game fighting terbesar di Filipina. Di sana, ia melihat antusiasme yang begitu tinggi tidak hanya dari para pemainnya namun juga para penonton yang rela datang meski harus membayar tiket yang harganya tidak murah.

Sumber: VG247
Sumber: VG247

Di luar sana, esports fighting juga bahkan sudah didukung oleh beberapa selebriti seperti atlit wrestling Kenny Omega dan Saviour Woods. Ada juga rapper Amerika, Lupe Fiasco.

Perjuangan Advance Guard menggarap esports fighting Indonesia

Lalu, pertanyaannya, dengan popularitas yang masih minimal, kenapa Bram dan Advance Guard masih setia dengan esports fighting? Kenapa tidak bergeser ke game-game lain yang populer seperti kebanyakan Event Organizer (EO) lainnya?

“Karena approach kita memang berbeda.” Jawab Bram lugas.

Lanjutnya, “tak bisa dipungkiri, EO lain kan umumnya komersil jadi mereka melihat pasar yang sudah matang. Kalau saya kan dari komunitas. Jadi, saya berjuang agar komunitas ini bisa survive. Memang berat sih karena bisa dibilang minim support, jika dibanding dengan game mainstream pada umumnya.”

Ia pun memberikan pengandaian seperti ini, kebanyakan orang merasa menyirami tanaman tandus itu sia-sia; lebih baik memetik buah yang sudah ada. Sedangkan Bram memilih untuk terus menyirami tanah tandus, sampai akhirnya muncul satu helai daun. Hal ini ia lakukan karena kecintaannya terhadap game-game fighting.

Sumber: Polygon
Sumber: Polygon

Hasilnya pun sekarang Advance Guard punya jati diri dan ikonik di esports fighting. Mereka yang tadinya hanya mengerjakan skala kecil dari komunitas, sekarang mereka ‘kiblat’nya standar internasional.

Meski demikian, dari sisi bisnis, Bram mengaku perjalanan Advance Guard masih jauh jika berbicara soal profit (dibanding dengan  sejumlah EO yang menggarap game-game populer tadi).

Menurut ceritanya, untuk esports fighting di luar negeri, EO-EO besar biasanya kolaborasi dengan mereka yang sudah biasa di ranah itu. Hal ini terjadi di Malaysia, Filipina, dan Thailand.

“Jadi, idealnya, inginnya seperti itu ya. Tapi kadang-kadang di sini malah jadinya rebutan kue… Hahaha,” ujar Bram sembari berseloroh.

Apa saja yang dibutuhkan oleh esports fighting di Indonesia

Lalu apa saja yang sebenarnya dibutuhkan oleh esports fighting Indonesia saat ini?

Pertama, dari sisi exposure, masih banyak media game dan esports yang minim sekali memberitakan dari ranah esports fighting. “Hanya media yang memang memiliki ketertarikan terhadap game fighting yang cenderung lebih banyak membahas. Media umumnya menuliskan berita esports fighting jika cukup besar skalanya. Sepengetahuan saya, IGX (Indonesia Game Xperience) termasuk yang banyak tulisannya dari media.”

IEC Kratingdaeng 2018. Sumber: Advance Guard
IEC Kratingdaeng 2018. Sumber: Advance Guard

Menurut Bram faktor pembaca game fighting sendiri juga masih segmented dibanding dengan game lain yang lebih populer. Padahal, di satu sisi, banyak hal yang sebenarnya bisa dibahas dari game fighting. Para pemain profesional nasional ataupun luar bisa jadi bahan artikel.

Apalagi, menurut Bram, para pemain game fighting dari Indonesia sebenarnya sudah bisa bertarung di tingkat Asia Tenggara. Bram pun bercerita bahwa beberapa waktu lalu, di Filipina, perwakilan Indonesia sempat meraih juara 1 untuk kompetisi BlazBlue Cross Tag Battle dan BlazBlue Central Fiction.

Meski demikian, Bram pun menambahkan bahwa untuk mengejar prestasi di tingkat Asia atau dunia, para pemain Indonesia masih perlu banyak belajar. Prestasi ini perlu diacungi jempol mengingat esports fighting memang masih minim exposure dan dukungan.

Lalu bagaimana dengan dukungan organisasi esports dalam negeri? Apakah hal tersebut dapat membantu perkembangan esports fighting? Apalagi mengingat belum banyak organisasi esports Indonesia yang punya divisi game fighting.

Sumber: Advance Guard
Sumber: Advance Guard

“Kalau menurut saya pribadi, bisa saja; selama ada potensi dan passion dari pemainnya. Sponsor bisa memberikan kesempatan bagi para pemain untuk bertanding di luar negeri untuk menambah pengalaman.” Jelas Bram.

Ditambah lagi, “mau tidak mau, mereka harus bertanding di luar negeri untuk menaikkan standar.”

Kebetulan, belakangan ini salah satu pemain game fighting diajak bergabung dengan Alter Ego. Jadi, hasilnya mungkin bisa dilihat dari hasil kerja sama tersebut.

Selain mendapatkan sponsor, bagaimana jika para pemain game fighting juga mendapatkan gaji bulanan layaknya para pemain Dota 2 ataupun Mobile Legends? Apakah hal tersebut bisa membantu prestasi? Saya pun bertanya.


Menurut cerita Bram, para pemain game fighting saat ini sudah mendapatkan semacam gaji namun dari streaming yang jumlahnya relatif kecil. “Tapi ini bisnis ya, saya rasa mungkin yang win-win saja buat kedua belah pihak.”

Bram pun menambahkan bahwa kondisi yang ada sekarang lebih cocok untuk mereka yang masih kuliah / fresh graduate dan sangat passion di sini. Sedangkan untuk yang sudah berumur, mereka harus berpikir matang apakah sebanding kerja keras dengan jenjang karir ke depannya jika dibandingkan dengan kerja kantoran pada umumnya.

Menurutnya, masalah terberat berkarir di esports itu dari kekhawatiran orang tua yang pasti dibandingkan dengan pekerjaan kantoran. Baru game-game MOBA yang hadiahnya ratusan juta yang bisa membuat sejumlah orang tua terbuka dengan industri esports.

Meski begitu, Bram pun mengatakan, akhirnya memang kembali lagi ke masing-masing pemainnya. Jika dia bisa sukses dan tak bergantung orang tua, mereka bisa menyakinkan keluarga untuk bisa berkarir di sini.

AMD Esports Fight! Sumber: AMD
AMD Esports Fight! Championship 2018. Sumber: AMD

Selain 2 hal tadi, dukungan sponsor ke esports fighting tentu juga sangat berharga; misalnya seperti AMD yang sempat menggelar kompetisi untuk game fighting (AMD eSports FIGHT! Championship 2018).

“Kalau semua turnamen game bisa menyamai prize pool yang ditawarkan oleh turnamen game MOBA, tentunya dari sisi bisnis dan kesenjangan antara para pelaku esports bisa terjaga. Jadi, ekosistem esports itu perlu stabil dulu.”

Terakhir, menurut Bram, yang dibutuhkan juga oleh esports fighting adalah pengenalan game fighting itu sendiri.

“Saya melihat Indonesia masih jauh dari itu jika dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia, Thailand, ataupun Filipina. Setidaknya, di sana, event esports selalu ada spot untuk game fighting.

Karena itu juga, saya ingin berterima kasih pada AMD yang telah memberikan kepercayaannya kepada saya untuk menjalankan event mereka.

Harapannya, ekosistem esports fighting terus pelan-pelan berkembang dari berbagai aspek. Toh, esports fighting itu adalah salah satu esports yang punya faktor entertainment yang paling menarik dan punya banyak pemain nasional yang berprestasi di luar sana.” Tutup Bram.

Itu tadi obrolan singkat kami bersama Bram tentang seluk beluk esports fighting. Semoga saja tanah tandus yang sepenuh hati digarap Bram dan kawan-kawannya dari Advance Guard dan komunitas game fighting bisa berubah jadi taman indah yang bisa dinikmati semua orang ya!

Oh iya, jangan lupa like Facebook Fanpage Advance Guard ya untuk info-info terbaru seputar esports fighting.

Bigetron Esports Sah jadi Jawara PUGB Mobile Pertama di Indonesia

PUBG Mobile Indonesia National Championship (PINC) 2018 adalah gelaran esports pertama yang berskala nasional di Indonesia untuk PUBG Mobile. Kompetisi ini langsung disuguhkan oleh Tencent sebagai developer dan publisher PUBG Mobile.

Ada 16 tim peserta yang mengikuti gelaran babak final ini. 12 tim di antaranya datang dari jalur kualifikasi yang diadakan di 12 kota berbeda yang telah digelar mulai tanggal 12 Agustus sampai 29 September 2018.

Sumber: PUBG Mobile Esports
Sumber: PUBG Mobile Esports

Kedua belas tim tersebut adalah:

  1. Bigetron Esports – Kualifikasi Jakarta
  2. PG Barracx – Kualifikasi Bekasi
  3. BOOM ID – Kualifikasi Tangerang
  4. RRQ – Kualifikasi Bogor
  5. (Lafamilia Nostra) Capcorn – Kualifikasi Semarang
  6. Juggernut Noxi – Kualifikasi Yogyakarta
  7. SFI 45 – Kualifikasi Surabaya
  8. (Kuma) The Prime – Kualifikasi Bali
  9. Gragas – Kualifikasi Medan
  10. ONIC Esports – Kualifikasi Palembang
  11. DK – Kualifikasi Pekanbaru
  12. AXOV Esports – Kualifikasi Bandung

Selain 12 tim tadi, ada 3 tim yang turut bertanding dari jalur direct invite dan 1 dari jalur wildcard. 3 tim yang mendapatkan undangan khusus adalah:

  • EVOS Esports
  • Rahmat Zone
  • Recca Esports

Sedangkan dari jalur wildcard, ada tim Reborn.

Sumber: PUBG Mobile Esports
Sumber: PUBG Mobile Esports

Babak grand final yang berjalan selama 2 hari (dengan total 9 game), 20-21 Oktober 2018, di Britama Arena (Mahaka Square) Kelapa Gading ini berjalan cukup dramatis.

Muasalnya, di akhir hari pertama, Bigetron Esports memang telah memimpin klasemen dengan skor yang cukup jauh berkat 3 kali Chicken Dinner. Berikut adalah klasemen sementara di akhir hari pertama.

Sumber: PUBG Mobile Esports
Sumber: PUBG Mobile Esports

Bigetron telah memimpin perolehan skor 2565, selisih lebih dari 1000 poin dari posisi kedua; RRQ. Namun, di hari kedua, Bigetron beberapa kali tak berhasil finis di posisi 10 besar.

Sumber: PUBG Mobile Esports
Sumber: PUBG Mobile Esports

Untungnya, bagi Bigetron, selisih 1000 poin lebih di hari pertama tadi berbuah manis. Mereka pun tetap bisa bertengger di puncak klasemen dan diikuti oleh EVOS Esports dan RRQ.

Sumber: PUBG Mobile Esports
Sumber: PUBG Mobile Esports

Dengan hasil tersebut, Bigetron Esports pun berhak membawa pulang ‘santunan’ sebesar Rp.188.500.000 dan tiket untuk bertanding lagi di Dubai untuk bertanding lagi melawan tim-tim dari seluruh penjuru dunia. Kira-kira bagaimana peluang mereka ya di Dubai nanti?

SEACA Selesai, Inilah Daftar Para Pemenangnya

South East Asia Cyber Arena atau disingkat SEACA telah rampung menggelar semua kompetisinya. Setelah selesai menggelar kualifikasi WESG, rangkaian acara yang berlangsung di Mall Taman Anggrek, Jakarta Barat (20-21 Oktober 2018) pun berlanjut ke kompetisi SEACA yang meliputi tim-tim berbagai game dari negara-negara Asia Tenggara.

Berikut ini adalah daftar para pemenangnya dari 5 game yang dipertandingkan, Dota 2, Mobile Legends, Arena of Valor, Point Blank, dan PUBG:

Dota 2

Juara 1 SEACA Dota 2
Nama Tim: Tigers
Negara Asal: Malaysia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.200.000.000 juta + Trofi + Medali
.
Juara 2 SEACA Dota 2
Nama Tim: Pondok Gaming BarracX
Negara asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.100.000.000 juta + Trofi + Medali
.
Juara 3 SEACA Dota 2
Nama Tim: Alpha Red
Negara Asal: Thailand
Hadiah yang dimenangkan: Rp.60.000.000
.
Juara 4 SEACA Dota 2
Nama Tim: Resurgence
Negara Asal: Singapore
Hadiah yang dimenangkan: Rp.40.000.000

Sumber: Unipin Esports
Sumber: Unipin Esports

Mobile Legends: Bang Bang

Juara 1 SEACA Mobile Legends: Bang Bang
Nama Tim: Bren Esports
Negara Asal: Filipina
Hadiah yang dimenangkan: Rp.200.000.000
.
Juara 2 SEACA Mobile Legends: Bang Bang
Nama Tim: Onic NV
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.100.000.000
.
Juara 3 Bersama SEACA Mobile Legends: Bang Bang
Nama Tim: Boom.ID & Louvre
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.60.000.000 + Rp.40.000.000
.
Juara 5 SEACA Mobile Legends: Bang Bang
Nama Tim: Rex Regum Qeon
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.25.000.000
.
Juara 6 SEACA Mobile Legends: Bang Bang
Nama Tim: EVOS
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.25.000.00
.
Juara 7 SEACA Mobile Legends: Bang Bang
Nama Tim: IDNS
Negara Asal: Thailand
Hadiah yang dimenangkan: Rp.25.000.000
.
Juara 8 SEACA Mobile Legends: Bang Bang
Nama Tim: Alter Ego
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.25.000.000

Arena of Valor

Juara 1 SEACA Arena Of Valor
Nama Tim: Saudara Esports
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.50.000.000
.
Juara 2 SEACA Arena Of Valor
Nama Tim: DG Esports
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.25.000.000
.
Juara 3 SEACA Arena Of Valor
Nama Tim: Elite 8
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.15.000.000
.
Juara 4 SEACA Arena Of Valor
Nama Tim: Team NXL>
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.10.000.000

Sumber: Unipin Esports
Sumber: Unipin Esports

Point Blank

Juara 1 SEACA Point Blank
Nama Tim: Team Capcorn
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp 50.000.000
.
Juara 2 SEACA Point Blank
Nama Tim: Rex Regum Qeon
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.25.000.000
.
Juara 3 SEACA Point Blank
Nama Tim: Elite 8 DV
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.15.000.000
.
Juara 4 SEACA Point Blank
Nama Tim: Bigetron Raftel ID320
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.10.000.000

Sumber: Unipin Esports
Sumber: Unipin Esports

PUBG

Juara 1 SEACA PUBG
Nama Tim: Ghost Alliance PIF
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.50.000.000
.
Juara 2 SEACA PUBG
Nama Tim: Victim RISE
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.25.000.000
.
Juara 3 SEACA PUBG
Nama Tim: Rex Regum Qeon
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.15.000.000
.
Juara 4 SEACA PUBG
Nama Tim: Aura Esports
Negara Asal: Indonesia
Hadiah yang dimenangkan: Rp.10.000.000