Rekap Combo Breaker 2019: Pergulatan Hebat Veteran Fighting Game Dunia

Tanggal 24 – 26 Mei 2019 kemarin adalah tanggal yang sangat spesial bagi para penggemar fighting game, terutama di Amerika Serikat. Dalam dua hari itu, telah digelar sebuah kompetisi fighting game besar-besaran di wilayah Illinois, kompetisi bernama Combo Breaker yang sudah jadi tradisi tahunan sejak 2015. Para penggemar fighting game dari seluruh dunia berkumpul dalam acara yang berlokasi di gedung The Mega Center yang memiliki luas 5,5 km2.

Selama tiga hari, kita dimanjakan dengan lusinan turnamen yang mengusung judul-judul game terkenal dari berbagai era. Tak hanya judul-judul baru seperti Mortal Kombat 11 dan Super Smash Bros. Ultimate, namun juga beragam game populer lawas seperti Capcom vs. SnK 2: Mark of the Millennium 2001 dan Street Fighter III 3rd Strike ada di sini. Combo Breaker 2019 juga menjadi wadah untuk tiga turnamen resmi, yaitu Capcom Pro Tour 2019 (Premier Event), Tekken World Tour 2019 (Master Event), serta Mortal Kombat Pro Kompetition 2019 (Premier Event).

Ada banyak drama dan pertandingan menarik di acara ini, yang mungkin akan terlalu panjang bila kita bahas semua. Berikut ini adalah rekap Combo Breaker 2019 untuk lima cabang game terpopuler yang dimainkan di sana. Simak keseruannya.

Street Fighter V: Arcade Edition

Komunitas Street Fighter V belakangan ini sedang dilanda drama karena Daigo Umehara mulai menggunakan controller baru yang dikenal dengan nama “hitbox”. Sebetulnya hitbox bukanlah controller yang benar-benar baru, namun baru-baru ini saja jadi buah bibir karena Daigo. Kelebihannya adalah controller ini memiliki bentuk seperti arcade stick, tapi tidak menggunakan lever untuk arah, melainkan tombol seluruhnya. Selain memberi kemampuan input lebih cepat, hitbox juga dapat diatur peletakan tombolnya secara custom. Daigo misalnya, menggunakan 3 tombol berbeda sebagai arah atas (Up).

Berhubung Combo Breaker 2019 merupakan bagian dari Capcom Pro Tour, peraturannya pun harus disetujui oleh pihak Capcom. Setelah pertimbangan yang cukup panjang akhirnya Capcom memutuskan untuk melarang penggunaan hitbox karena dinilai “memberikan keuntungan kompetitif”. Mereka mengatakan bahwa peraturan CPT di masa depan bisa saja berubah, tapi untuk sekarang hitbox secara tegas dilarang.

Daigo sendiri tidak masalah dengan pelarangan itu. Tapi karena selama ini ia berlatih menggunakan hitbox, tiba-tiba berganti controller tentu menempatkannya di posisi kurang menguntungkan. Apalagi turnamen ini penuh dengan nama-nama besar. Daigo harus puas di peringkat 17, seri dengan pemain-pemain veteran lain seperti Nemo, Fujimura, Xiao Hai, dan Dogura.

Pemain yang berhasil merangsek hingga ke babak Grand Final adalah “Sang Alpha” dari Amerika, Punk. Ia bertemu dengan sang juara EVO 2018, Problem X alias Benjamin Simon dari Inggris. Grand Final ini adalah pertempuran kontras antara Karin (Punk) yang lincah melawan Abigail (Problem X) yang berbadan raksasa. Anda dapat menonton replay pertandingannya dalam video di atas, pada timestamp 6:27:10.

Dalam pertandingan berformat best-of-5, Problem X berhasil memimpin melibas Punk dengan skor 0-3. Akan tetapi Punk datang dari Winners’ Bracket, sehingga Problem X harus menang 2 set untuk jadi juara. Berbeda dengan EVO 2017 di mana mental Punk jatuh setelah terkena bracket reset, kali ini ia justru tampil semakin tenang. Ia memanfaatkan kecepatan Karin untuk memberi tekanan ofensif yang sangat besar, kemudian menghajar Problem X tanpa balas!

https://twitter.com/richardsuwono/status/1133158655396679680

Menang dengan skor 3-0, Punk pun keluar sebagai juara Combo Breaker 2019. Begitu dominan permainan Punk di set terakhir Grand Final ini sehingga ilustrator terkenal Richard Suwono mengibaratkannya seperti game Sonic the Hedgehog.

Combo Breaker 2019 - SFV Winners
Ki-ka: Machabo, Punk, Problem X; para juara SFV di Combo Breaker 2019 | Sumber: tempusrob/Robert Paul

Peringkat Top 8 Street Fighter V: Arcade Edition:

  • Juara 1. REC|Punk (Karin)
  • Juara 2. Mouz|Problem X (M. Bison, Abigail)
  • Juara 3. YOG|Machabo (Necalli)
  • Juara 4. FD|Haitani (Akuma)
  • Juara 5. RB|Gachikun (Rashid)
  • Juara 5. Liquid|John Takeuchi (Rashid)
  • Juara 7. iDom (Laura)
  • Juara 7. Takamura (Akuma)

Tekken 7

Tekken 7 sama spesialnya dengan Street Fighter V: Arcade Edition, karena kedua game ini sama-sama mengadakan turnamen yang dinaungi oleh sirkuit esports resmi. Combo Breaker 2019 dalam Tekken World Tour termasuk ke dalam turnamen tingkat Master, dengan kata lain merupakan turnamen kasta tertinggi di luar EVO 2019. Sudah jelas bahwa turnamen ini pun akan menarik para “dewa” Tekken dari seluruh dunia, seperti JDCR, Jeondding, Rangchu, dan banyak lagi.

Salah satu pertandingan paling seru terjadi di babak Top 8 Losers’ Bracket, di mana Knee bertemu dengan Rickstah. Knee dalam turnamen ini menggunakan beberapa karakter berbeda, dan di pertandingan yang satu ini ia bermain mengandalkan Bryan. Sementara itu lawannya tampil dengan Akuma, karakter yang tergolong jarang digunakan oleh pemain-pemain di level profesional.

Knee sempat mencuri angka terlebih dulu, namun Rickstah menunjukkan perlawanan yang baik dengan memenangkan game kedua. Di game ketiga, terjadi sebuah adegan yang sangat dramatis. Ketika kedua pemain sama-sama bertarung agresif, bertukar combo hingga sama-sama sekarat, Knee mencoba menutup pertarungan dengan serangan Rage Drive. Namun Rickstah cepat tanggap, ia membalas serangan itu dengan Rage Drive juga.

Sayangnya meski dengan permainan gemilang demikian, Rickstah tetap harus menyerah pada Knee. Knee akhirnya melaju ke babak Grand Final dan berhadapan dengan Anakin, setelah mengalahkan LowHigh, JDCR, serta Rangchu yang merupakan juara Tekken World Tour Finals 2018.

Pertarungan antara Knee dengan Anakin di Grand Final disebut-sebut oleh banyak orang sebagai pertarungan terseru di tahun 2019. Atlet Tekken 7 Indonesia, R-Tech (Christian Samuel) juga merasa bahwa pertarungan ini menarik. “Menurut saya USA di turnamen kali ini banyak memberi kejutan. Dan untuk Grand Final Anakin vs Knee sangat menghibur karena Knee dari loser (bracket) yang akhirnya comeback dan bisa jadi juara. Anakin juga memberikan perlawanan yang bagus,” ujarnya kepada Hybrid.

https://twitter.com/BNEesports/status/1132816148142051328

Di babak Grand Final ini pada awalnya Knee bertarung menggunakan Devil Jin. Tapi kemudian di tengah-tengah ia berganti karakter menjadi Paul. Performa Knee dengan Paul sangat dahsyat, bahkan ada salah satu ronde di mana ia menghabisi Jack-7 milik Anakin dalam waktu 12 detik saja! Paul-lah yang menyelamatkan Knee dari eliminasi, hingga akhirnya melakukan bracket reset dan menjadi juara.

Combo Breaker 2019 - Tekken 7 Winners
Ekspresi Knee (kanan) setelah menang melawan Anakin (kiri) | Sumber: tempusrob/Robert Paul

Peringkat Top 8 Tekken 7:

  • Juara 1. ROX|Knee (Geese, Paul, Devil Jin, Bryan, Steve, Jin)
  • Juara 2. RB|Anakin (Jack-7)
  • Juara 3. Tasty|Rangchu (Panda, Katarina)
  • Juara 4. JDCR (Armor King)
  • Juara 5. ROX|Chanel (Julia, Alisa, Eliza)
  • Juara 5. UYU|LowHigh (Shaheen)
  • Juara 7. Princess Ling (Xiaoyu, Lei)
  • Juara 7. Rickstah (Akuma)

Mortal Kombat 11

Turnamen dalam Mortal Kombat Pro Kompetition hanya terbagi ke dalam dua jenis, yaitu Premier (offline) dan Online. Combo Breaker 2019 ini adalah turnamen Premier pertama sejak Mortal Kombat 11 dirilis pada bulan April lalu. Hebatnya, game ini berhasil menarik jumlah partisipan terbesar di acara Combo Breaker 2019 dengan 750 peserta. Mortal Kombat 11 juga memiliki posisi spesial karena merupakan game yang paling baru dirilis dalam ajang ini, serta memiliki posisi “menu utama” sebagai game terakhir yang dipertandingkan dalam Combo Breaker.

Turnamen Mortal Kombat 11 kali ini dihiasi oleh nama-nama besar, termasuk SonicFox, Semiij, A Foxy Grampa, Big D, dan banyak lagi. Bila kita berbicara tentang Mortal Kombat, tentu nama yang menjadi andalan adalah SonicFox alias Dominique McLean. Tapi ada satu masalah besar. SonicFox terkenal memiliki “kutukan” dalam kariernya: ia sama sekali belum pernah bisa memenangkan turnamen Mortal Kombat di ajang Combo Breaker, entah mengapa.

Tahun lalu, SonicFox baru saja mendapatkan penghargaan Best Esports Player dari acara The Game Awards. Combo Breaker 2019 ini merupakan ajang pembuktian apakah ia benar-benar layak menyandang gelar tersebut, sekaligus mematahkan kutukan yang menghantuinya selama bertahun-tahun. Tapi apakah ia berhasil?

SonicFox berhasil maju hingga babak Grand Final setelah mengalahkan sederet penantang kuat, namun perjalanannya bukan tanpa kesulitan. Pertarungan seru terjadi di babak semifinal Losers’ Bracket, ketika SonicFox berhadapan dengan Semiij. Menjagokan Kitana, Semiij tampil sangat dominan melawan Erron Black milik SonicFox. Ia bahkan nyaris mengeliminasi SonicFox dengan skor memimpin 2-0.

Merasa bahwa Erron Black sulit melawan Kitana, SonicFox mengganti karakternya ke Jacqui Briggs setelah kehilangan 1 angka. Namun ia masih tetap belum bisa menang dari Semiij. Akhirnya SonicFox mengganti karakter sekali lagi ke Skarlet. Bermain di jarak menengah dengan berbagai serangan tak terduga, SonicFox akhirnya membalikkan kedudukan.

Pertarungan Grand Final Mortal Kombat 11 ini pun tak kalah seru, dengan SonicFox (Jacqui Briggs) melawan Scar (Sonya) yang ia sebut sebagai “teman latihan”. Pertarungan ini terasa menegangkan sebab keduanya sama-sama bermain dengan pertahanan yang kuat. Satu kali serangan masuk saja sudah bisa membuat lawan terkena combo panjang dan terdesak hingga ke ujung arena.

SonicFox dan Scar kejar-mengejar angka, dari skor 1-1 berubah menjadi 2-2. Namun di ronde terakhir SonicFox melakukan beberapa kesalahan yang berdampak fatal. Mulai dari bantingan yang meleset hingga kegagalan menangkis serangan proyektil dari Sonya, SonicFox pun tumbang dalam pertarungan yang menegangkan namun berakhir sedikit antiklimaks.

Combo Breaker 2019 - MK11 Winners
SonicFox (kiri) menerima kekalahan dari Scar (kanan) dengan lapang dada | Sumber: vexanie/Stephanie Lindgren

Peringkat Top 8 Mortal Kombat 11:

  • Juara 1. END|Scar (Sonya, Scorpion)
  • Juara 2. FOX|SonicFox (Jacqui, Erron Black, Skarlet)
  • Juara 3. Noble|Tweedy (Baraka, Geras, Jacqui)
  • Juara 4. Noble|Semiij (Kitana)
  • Juara 5. Dragon (Cetrion)
  • Juara 5. PXP|A Foxy Grampa (Cassie Cage, Kung Lao)
  • Juara 7. Big D (Cetrion, Jade)
  • Juara 7. Deoxys (Geras, Kitana)

Dragon Ball FighterZ

Dragon Ball FighterZ berhasil menjadi salah satu turnamen paling ramai juga di ajang Combo Breaker 2019, meskipun ini bukan turnamen resmi. Sejak Dragon Ball FighterZ World Tour Saga pertama berakhir pada bulan Januari lalu, memang masih belum ada kabar tentang pengadaan sirkuit turnamen resmi lanjutan untuk game ini. Apalagi sempat muncul isu bahwa game ini bermasalah gara-gara lisensi. Singkatnya, esports Dragon Ball FighterZ sedang lesu. Tapi Go1 yang merupakan salah satu atlet terbaik Dragon Ball FighterZ berkata bahwa ini hanya sementara, dan para penggemar pasti akan ramai lagi bila Bandai Namco mengumumkan sirkuit turnamen resmi (Anda dapat menonton wawancaranya di bawah).

Akan tetapi itu semua tidak menyurutkan semangat para pemain yang datang ke Combo Breaker 2019. Turnamen ini tetap didatangi oleh pemain-pemain veteran baik dari dalam maupun luar negeri. Kazunoko yang merupakan juara Dragon Ball FighterZ World Tour 2018/2019 memang tidak hadir, namun masih ada jagoan-jagoan seperti Go1, SonicFox, HookGangGod, Dogura, dan lain-lain.

Rivalitas SonicFox dan Go1 sayangnya tidak terwujud kembali, karena SonicFox harus gugur terlebih dahulu di babak semifinal Losers’ Bracket melawan Shanks. SonicFox memang mengikuti banyak turnamen sekaligus. Ia terhenti di peringkat 4 Dragon Ball FighterZ dan peringkat 2 Mortal Kombat 11, namun berhasil meraih juara di cabang Skullgirls.

Update baru Dragon Ball FighterZ di bulan April lalu membuat keseimbangan gameplay berubah cukup banyak. Beberapa karakter yang mendapat buff besar antara lain Bardock (yang pada dasarnya sudah top tier), Piccolo, Goku SSGSS, serta Goku SSJ. Jadi wajar bila kita melihat banyak kemunculan karakter-karakter ini.

Go1, yang menguasai Winners’ Bracket hingga ke Grand Final, bahkan menggunakan kombinasi Bardock, Goku SSJ, dan Goku GT yang baru saja dirilis sebagai DLC. Sementara itu lawannya adalah HookGangGod yang telah mengalahkan Shanks di Losers’ Final. Timnya terdiri dari Bardock, Piccolo, dan Vegeta SSJ.

Kekuatan tim HookGangGod terletak pada mixup yang sangat bervariasi. Namun Go1 menunjukkan pertahanan yang sangat baik sehingga HookGangGod sulit menyerangnya dengan optimal tanpa menghabiskan meter. Taktik Hellzone Grenade milik Piccolo yang populer pun tidak menunjukkan ketajaman taringnya di sini.

Sebaliknya, Go1 justru sangat kuat ketika terjadi pertarungan satu lawan satu. Goku SSJ dan Goku GT berperan besar dalam melakukan solo damage. Namun HookGangGod berhasil mencuri poin terlebih dahulu. Di sinilah terjadi adegan lucu di mana Go1 membuka buku catatannya di sela-sela pertarungan, dan HookGangGod berusaha mengintip isinya.

“Contekan” Go1 itu rupanya membawa hasil. Setelah kehilangan 1 poin, Go1 terus menekan HookGangGod, mematahkan berbagai serangannya kecuali beberapa combo yang tidak terlalu optimal. Dalam 2 ronde berikutnya bahkan Go1 menang tanpa ada karakter mati sama sekali. Ronde terakhir, HookGangGod menunjukkan perlawan lebih kuat dan berhasil membunuh Goku GT, tapi itu tak cukup untuk menghentikan langkah Go1 ke podium juara.

Combo Breaker 2019 - DBFZ Winners
Go1, juara Dragon Ball FighterZ | Sumber: vexanie|Stephanie Lindgren

Peringkat Top 8 Dragon Ball FighterZ:

  • Juara 1. CO|Go1 (Bardock, Goku GT, Goku SSJ)
  • Juara 2. NRG|HookGangGod (Bardock, Piccolo, Vegeta)
  • Juara 3. VGIA|Shanks (Android 18, Adult Gohan, Goku SSJ)
  • Juara 4. FOX|SonicFox (Bardock, Fused Zamasu, Android 16)
  • Juara 5. EG|NYChrisG (Teen Gohan, Tien, Yamcha)
  • Juara 5. BC|Tachikawa (Kid Buu, Hit, Frieza)
  • Juara 7. BC|ApologyMan (Piccolo, Tien, Goku SSJ | Piccolo, Teen Gohan, Goku SSJ)
  • Juara 7. SubatomicSabers (Vegito, Cell, Gotenks)

Demikianlah rekap singkat tentang beberapa fighting game terpopuler di acara Combo Breaker 2019. Sebetulnya masih banyak lagi game lain yang dipertandingkan, bahkan ada lebih dari 20 turnamen di festival besar ini. Namun akan menjadi terlalu panjang bila ditulis semuanya. Bila Anda tidak sempat mengikuti acaranya dan tertarik menonton lebih banyak, Anda dapat melihat berbagai klip highlight lewat akun Twitter resmi Combo Breaker 2019 di tautan berikut.

Sumber: EventHubs, Capcom, Bandai Namco, Combo Breaker 2019

Evil Geniuses Diakuisisi oleh Perusahaan Investasi, PEAK6

PEAK6 adalah sebuah perusahaan investasi dan teknologi yang berbasis di Chicago, Amerika Serikat. Mereka pun mengumumkan bahwa telah mengakuisisi Evil Geniuses (EG) dan menunjuk CEO baru untuk organisasi ini sebagai bagian dari kesepakatannya.

Nilai kesepakatan akuisisi organisasi ini memang tidak dibuka ke publik. Menurut The Esports Observer, tim ini pun menolak untuk mengungkap informasi lebih lanjut tentang nilai akuisisinya.

Nicole LaPointe Jameson, yang sebelumnya seorang associate untuk divisi Strategic Capital di PEAK6, akan menjadi CEO Evil Genius yang baru. Sedangkan Phillip Aram, COO EG, masih akan menjabat posisi yang sama sejak dipilih dari bulan September 2017 yang lalu.

Dikutip dari The Esports Observer, Jenny Just, Co-Founder PEAK6, sempat memberikan komentarnya tentang akuisisi ini. “Kami memang telah lama menjadi investor untuk olahraga tradisional dan kami sangat bersemangat bisa terjun langsung ke komunitas gaming kompetitif.”

Ia pun melanjutkan, “melihat industri esports yang berkembang dan berevolusi, kami memang memiliki kesamaan visi dengan EG untuk menciptakan pengalaman yang inovatif sekaligus berkesan untuk para fans dan atletnya. Kerjasama ini menguatkan misi kami untuk memimpin semangat kompetitif dan hasrat untuk merangkul pengguna melalui teknologi.”

Sebelumnya, EG sendiri dimiliki oleh Twitch, sebuah platform streaming untuk komunitas gaming; saat mereka mengakuisisi Good Game Agency di 2014. Desember 2016, Twitch pun melepas kepemilikan mereka dan memberikannya kepada para pemainnya. Kala itu, para pemainnya bahkan dipersilakan untuk memilih manajemennya sendiri.

EG memang punya banyak divisi seperti Dota 2, Rainbow Six Siege, Fortnite, Call of Duty, dan Rocket League. Namun demikian, divisi Dota 2 mereka lah yang membuat organisasi ini meroket popularitasnya. EG adalah tim yang membesarkan pemain muda berbakat Sumail Hassan. EG juga pernah jadi juara dunia di Dota 2 saat menjuarai The International 2015.

Sebelumnya, EG juga teken kontrak kerjasama dengan brand gaming peripheral, Razer.

Serba-Serbi, Potensi, dan Risiko Investasi di Industri Esports

Industri esports telah berkembang dengan begitu pesat dalam lima tahun terakhir. Perkembangan yang dimaksud terjadi di banyak aspek, termasuk ukuran pasar, jumlah uang yang berputar, hingga persebaran platform dan demografi yang mendukungnya. Berbagai pihak berlomba-lomba melakukan investasi di bidang ini, apalagi setelah mereka melihat besarnya potensi yang masih terus tumbuh.

Tahun 2018 terutama telah menjadi tahun yang sangat signifikan, karena dalam satu tahun itu saja, total investasi di dunia esports global telah mencapai angka US$4,5 miliar. Angka tersebut luar biasa besar, tapi sebetulnya ada yang lebih penting daripada besarnya angka. Dinamika investasi esports dalam lima tahun terakhir menunjukkan bahwa industri ini memiliki suatu staying power. Ada kekuatan dalam esports untuk terus bertahan dan menjadi industri yang dewasa di masa depan, bukan sekadar bubble yang akan pecah lalu menghilang.

Media bisnis esports The Esports Observer beberapa waktu lalu telah merilis laporan yang menunjukkan kondisi iklim investasi industri esports selama lima tahun terakhir. Seperti apa perkembangannya, dan wawasan apa yang bisa kita dapatkan dari sana? Berikut ini beberapa intisarinya.

Mereka yang berinvestasi di bidang esports

Permainan game kompetitif sudah ada sejak lama, tapi keberadaannya sebagai bidang profesional (esports) masih terhitung baru. Di tahun 2000an, esports mesih merupakan suatu hobi yang mahal. Jumlah game yang mendukung kompetisi jaringan (LAN dan online) masih sedikit, perangkat untuk memainkan game berkualitas masih relatif mahal, dan infrastruktur online masih merupakan kemewahan yang tidak dimiliki semua orang. Apalagi diperburuk dengan adanya krisis ekonomi global pada tahun 2007 – 2008. Di era ini pun sarana untuk menyiarkan pertandingan video game masih sangat terbatas. Lebih-lebih monetisasi, mungkin bahkan belum terpikirkan.

Titik awal yang melejitkan pertumbuhan esports adalah terjadi di era 2010an. Banyak faktor terjadi secara bersamaan yang membuat esports berkembang pesat. Di antaranya adalah tren model bisnis baru yaitu games as a service (GaaS), di mana penerbit/developer game tidak hanya merilis game sebagai barang sekali jadi tapi terus memberikan update serta mendapatkan revenue dari sana.

Model bisnis GaaS memberi alasan bagi para penerbit/developer untuk terus menjalankan sebuah game hingga bertahun-tahun lamanya—bahkan hingga beberapa dekade. Popularitas GaaS juga didorong oleh menjamurnya berbagai game free-to-play, salah satunya League of Legends yang meledak hebat di pasar barat. Karena penerbit/developer perlu terus-menerus mendatangkan revenue, mereka juga perlu terus-menerus melakukan usaha marketing. Dukungan terhadap ekosistem kompetitif sejatinya merupakan perpanjangan dari upaya marketing itu. Karena itu wajar bila penerbit/developer game merupakan salah satu stakeholder terbesar di dunia esports, juga salah satu investor terbesar di dalamnya.

Paralel dengan mulai membesarnya ekosistem esports, dunia layanan streaming video juga sedang berkembang pesat. Popularitas platform-platform seperti YouTube dan Twitch memungkinkan penyelenggara esports untuk menyiarkan pertandingan secara rutin, juga menjangkau audiens dalam jumlah besar. Peningkatan minat masyarakat terhadap esports memungkinkan para penyelenggara ini tumbuh menjadi perusahaan mandiri yang bergerak di bidang event (tournament operators).

Perusahaan-perusahaan event itu kemudian menarik minat investasi dari berbagai brand teknologi raksasa dunia. Lagi pula, audiens yang menikmati esports itu kebanyakan memang sejalan dengan demografi konsumen penikmat produk-produk teknologi. Beberapa perusahaan venture capital juga menunjukkan minat untuk memberikan sokongan, tapi beberapa faktor risiko seperti potensi high-growth, sejarah operasi yang masih pendek, serta stabilitas industri esports awal yang kurang baik membuat perusahaan-perusahaan konglomerat besar ragu untuk berinvestasi.

The Esports Observer mencatat sejumlah investasi signifikan yang berperan besar dalam mempercepat pertumbuhan esports selama satu dekade terakhir. Investasi-investasi ini diterima oleh perusahaan-perusahaan developer game, streaming, event, teknologi, serta tim esports. Sementara pelaku investasinya adalah perusahaan-perusahaan developer game, teknologi, media, serta perusahaan ekuitas. Delapan contoh investasi tersebut dapat Anda lihat dalam tabel di bawah.

TEO - Notable Investments Table
Beberapa investasi esports signifikan dalam dekade terakhir | Sumber: The Esports Observer

Menginjak tahun 2018, industri esports mulai bergerak ke fase kedewasaan (maturity). Prioritas sudah mulai bergeser, dari sekadar mengejar pertumbuhan menjadi mengejar keberlanjutan (sustainability). Tanda-tandanya dapat kita lihat dari munculnya kompetisi-kompetisi esports tingkat pelajar/mahasiswa, program-program franchise, lembaga-lembaga regulasi, dan lain-lain. Masyarakat pun telah semakin menerima esports sebagai bagian dari hiburan di era modern.

Fase kedewasaan ini menarik minat industri-industri yang bertetanggaan dengan esports untuk turut berpartisipasi. Industri tetangga yang dimaksud adalah industri olahraga dan entertainment. Tim-tim besar dunia olahraga telah banyak yang membuka divisi esports, bahkan turut berpartisipasi mengadakan liga esports tertentu. Perusahaan venture capital pun menunjukkan peningkatan minat.

Meskipun nilai investasi terbesar di tahun 2018 masih datang dari penerbit game, platform streaming, dan developer software, jumlah investasi dari venture capital tahun tersebut meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Terdapat 49 investasi venture capital di industri esports sepanjang 2018. Total pendanaan yang diraih lima tim esports terbesar di tahun ini mencapai US$150 juta, namun investasi venture capital ini tidak hanya untuk tim saja. Tim esports hanya mengisi 18% dari keseluruhan investasi itu, sementara sisanya tersebar ke platform media dan periklanan (45%) serta developer (31%).

TEO - Investor Type Breakdown
Perbandingan jenis-jenis investor industri esports | Sumber: The Esports Observer

Menariknya, banyak investasi dari venture capital tersebut adalah investasi yang sangat erat dengan teknologi baru. Contohnya investasi BITKRAFT Esports Venture ke Epics.gg yang merupakan platform trading card digital. Perusahaan analitik dan kecerdasan buatan juga diminati. Di samping venture capital, investasi dunia esports ini juga diisi oleh para individu atau keluarga (family office), perusahaan private equity (PE), dan perusahaan-perusahaan strategis, namun jumlahnya masih jauh di bawah venture capital.

Sebagai catatan tambahan, sebetulnya ada dua investasi besar lain yang terjadi di tahun 2018 namun tidak tertera dalam tabel dan grafik di atas. Pertama yaitu investasi Tencent Holdings terhadap dua perusahaan streaming terkemuka Tiongkok, Douyu TV dan Huya TV, senilai total US$1,1 miliar. Epic Games juga telah mendapatkan investasi senilai US$1,3 miliar dari berbagai perusahaan venture capital. Dua transaksi merupakan kasus khusus dengan nilai investasi tunggal yang sangat besar, sehingga dikhawatirkan dapat membuat grafik investasi menjadi timpang dan kurang representatif.

Mengapa berinvestasi di industri esports?

Setiap investasi pasti memiliki dua sisi, yaitu potensi keuntungan (benefit) dan potensi tantangan atau kerugian (risk). Dua sisi ini pun harus kita lihat lagi dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang investor dan sudut pandang penerima investasi (investee). Secara umum, esports adalah industri yang menawarkan potensi keuntungan besar, namun setiap investasi harus disertai juga dengan riset mendalam untuk menghindari investasi salah sasaran, terutama untuk investor non-endemic.

The Esports Observer mencatat bahwa ada tiga faktor utama yang bisa menjadi daya tarik industri esports terhadap para investor. Tiga faktor itu adalah:

  • Profil pertumbuhan yang kuat. Dengan total revenue senilai US$869 juta sepanjang 2018 dan prediksi nilai pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 34,9% dalam empat tahun ke depan, industri esports jelas merupakan pasar yang menjanjikan. Selain itu industri ini juga merupakan industri yang bersifat disruptif terhadap media dan olahraga tradisional. Ada potensi untuk menjadi “the next big thing” yang merupakan daya tarik tersendiri bagi investor.
  • Kesempatan diversifikasi. Keunikan industri esports dapat menjadi pilihan bagi investor-investor tradisional yang sedang mencari cara diversifikasi. Ditambah lagi esports adalah industri yang masih baru, sehingga tren yang terjadi di dalamnya belum tentu merepresentasikan industri secara keseluruhan. Implikasinya, investasi dalam esports bisa menawarkan hedging yang kuat, dan itu berarti pengurangan risiko.
  • Akses ke demografis kunci. Industri esports di tahun 2018 memiliki basis penggemar global sebanyak 370 juta jiwa, dengan 37% di antaranya adalah pria berusia 21 – 35 tahun, dan 16% di antaranya adalah wanita berusia 21 – 35 tahun. 61% dari penikmat esports Amerika Serikat memiliki penghasilan di atas US$50.000 per tahun. Artinya ada porsi besar demografis esports ini yang merupakan orang-orang dengan buying power. Mereka juga merupakan demografis yang semakin lama semakin kurang tertarik dengan media-media tradisional. Demografis seperti ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan awareness terhadap brand non-endemic tertentu, melakukan penjualan silang dengan produk-produk dan jasa yang ada di bawah satu investor yang sama, atau potensi lainnya. Yang pasti, demografis penggemar yang unik ini dapat menjadi faktor kunci investasi.

Sementara dari sudut pandang penerima investasi (investee), ada satu hal penting yang patut diketahui. Yaitu bahwa keuntungan yang datang dari investasi ini bukanlah dukungan finansial semata, tapi juga mengandung banyak keuntungan lain. Pemahaman terhadap keuntungan-keuntungan tersebut dapat menjadi pertimbangan investee dalam memilih partner yang akan menjadi investor mereka, juga menentukan sejauh mana peran investor dalam operasi perusahaan investee.

Ada tiga keuntungan utama yang didapat oleh investee dari sebuah investasi, antara lain:

  • Pemasukan (Proceeds). Keuntungan yang paling jelas dan langsung diterima perusahaan adalah masuknya modal. Di tengah industri esports yang tumbuh begitu cepat, banyak perusahaan esports yang mengandalkan investasi modal untuk meraih oportunitas baru, atau mempertahankan market share mereka. Selain itu, beberapa liga esports ternama seperti LoL Championship Series dan Overwatch League menggunakan sistem franchise, di mana tim partisipan wajib membayar biaya franchise yang besarnya bisa mencapai US$ – 20 juta. Ini bukan angka yang kecil, dan banyak tim esports belum bisa mendatangkan cukup revenue untuk membayar biaya tersebut. G2 Esports adalah salah satu contoh tim yang memanfaatkan modal investasi untuk membiayai franchise, ketika mereka mendapat pendanaan senilai US$17 juta pada bulan Februari 2019.
  • Pengetahuan (Knowledge). Industri esports adalah industri baru, dan dalam proses menuju kedewasaan, masih memiliki sisa-sisa karakteristik akar rumput. Banyak perusahaan, baik itu tim, organizer, atau startup yang berdiri pada mulanya sebagai passion project. Mereka memang memiliki keahlian tertentu dan paham tentang industri esports, tapi mungkin masih kekurangan pengetahuan, pengalaman, serta koneksi untuk membesarkan bisnis mereka. Investor memiliki kesempatan untuk masuk sebagai anggota dewan, penasihat, atau posisi strategis lainnya dalam perusahaan investee. Justru sering kali perusahaan esports bukan mencari investor yang sekadar menyuntikkan dana, tapi lebih butuh investor yang bisa mengarahkan mereka agar berkembang.
  • Kredibilitas (Credibility). Dalam setahun terakhir industri esports telah mendapatkan kredibilitas yang baik, namun masih butuh perbaikan agar dapat dipandang setara dengan industri-industri tradisional. Sering kali, ketika terjadi diskusi dengan partner, investor, sponsor, atau pemerintah, pelaku esports masih harus mengedukasi mereka tentang bagaimana industri ini bekerja. Begitu pula para investor masih perlu diyakinkan tentang potensi ekonomi yang ada. Memiliki ikatan dengan investor ternama dapat membuat organisasi esports jauh lebih dipercaya. Sebagai contoh brand non-endemic mungkin tidak pernah mendengar nama aXiomatic, atau tidak begitu mengenal nama Team Liquid. Tapi begitu mereka tahu bahwa salah satu investor aXiomatic dan Team Liquid adalah sang legenda NBA Michael Jordan, mereka akan lebih berminat untuk melirik. Kekuatan selebritas atau perusahaan investasi tradisional (venture capital, private equity, dan sebagainya) dapat menjadi pendongkrak kredibilitas organisasi esports yang menjadi investee.

Peran infuencer, kekuatan dan ancamannya

Sama seperti olahraga konvensional, esports pun memiliki pemain-pemain bintang yang keahliannya dapat memikat banyak penggemar. Kemajuan teknologi streaming tidak hanya menguntungkan event organizer, tapi juga memberi ruang bagi pemain-pemain tersebut untuk berinteraksi secara langsung dengan penggemar sambil unjuk keahlian. Beberapa streamer besar dapat menarik jutaan penggemar, dan ini merupakan kekuatan tersendiri.

Uniknya, di industri esports istilah “influencer” memiliki konotasi yang dipandang negatif. Walaupun sebetulnya sama saja dan penggunaan istilah ini sudah umum di dunia marketing, para selebritas internet ini—dan penggemarnya—lebih suka menggunakan istilah streamer atau content creator. Penyebabnya adalah karena kultur industri esports yang sangat mengutamakan kejujuran, atau keaslian, atau autentisitas dari para pelakunya. Ide tentang autentisitas ini bertentangan dengan peran para gamer profesional sebagai sebuah kekuatan marketing.

Sebetulnya tidak ada yang salah dengan influencer secara mendasar, tapi kemudian muncul kasus-kasus yang membuat nama influencer menjadi jelek. Contohnya skandal CSGO Lotto di tahun 2016, atau kontroversi beberapa nama besar seperti Pewdiepie (Felix Kjellberg). Skandal CSGO Lotto, di mana dua YouTuber populer mempromosikan situs judi skin tanpa menginfokan bahwa merekalah pemilik situs tersebut, menjadi kasus pertama yang dilayangkan oleh Federal Trade Commission (FTC) terhadap influencer.

Fenomena influencer menjadi sebuah ironi ketika beberapa influencer—yang notabene mendapat nama besar dari bermain di tim—justru memperoleh popularitas dan kesuksesan finansial lebih tinggi dari tim-tim esports. Bagi organisasi esports, influencer bisa menjadi ancaman karena brand bisa lebih tertarik untuk berinvestasi terhadap influencer individu ketimbang tim. Apalagi bila ongkos yang dikeluarkan lebih kecil dan timbal balik yang didapat lebih besar.

Dalam beberapa kasus, pro player akhirnya meninggalkan timnya, fokus pada karier sebagai influencer, dan sukses besar. Contohnya yang sangat terkenal adalah Shroud (Michael Grzesiek), mantan atlet Counter-Strike: Global Offensive. Selain menjadi saingan terhadap timnya sendiri (dari sisi marketing), langkah seperti ini juga membuat tim kehilangan talenta penting, dan pada akhirnya berpotensi untuk menurunnya minat penggemar. Kompetisi tambahan datang dari agensi-agensi tradisional yang menciptakan divisi gaming sendiri dan kemudian “menculik” talenta-talenta dari organisasi-organisasi esports.

Meski demikian tak selamanya influencer dan tim esports itu berseberangan. Tim-tim esports populer justru memiliki pemain atau divisi khusus yang terdiri dari para influencer ini. Mereka menggunakan sosok-sosok populer dunia gaming untuk mempromosikan produk sponsor (misalnya lewat konten video), dan membagi keuntungannya dengan si pemain.

Shroud
Shroud, mantan atlet esports yang kini menjadi streamer sukses | Sumber: DreamHack

Fortnite adalah cabang esports yang memiliki posisi unik. Game ini memiliki ekosistem kompetitif, lengkap dengan turnamen dunia bertajuk Fortnite World Cup yang event utamanya menjanjikan hadiah senilai US$30.000.000—terbesar sepanjang sejarah esports. Tapi sebetulnya value utama tim-tim profesional Fortnite bukanlah sebagai kompetitor, namun sebagai streamer.

Lebih dari sebuah game, Fortnite kini telah berevolusi menjadi sesuatu yang disebut “video game social media platform”. Fortnite bukan hanya tempat bermain, tapi juga tempat untuk berkumpul dan bersenang-senang bersama teman-teman. Ekosistem Fortnite pun kini sudah banyak dimasuki selebritas, mulai dari Deadmau5, Chance the Rapper, dan lain-lain. DJ Marshmello bahkan pernah mengadakan konser khusus di dalam game Fortnite.

The Esports Observer mengibaratkan fenomena influencer di dunia esports seperti tayangan gulat profesional yang sempat booming di era 1980an. Bukan berarti hasil pertandingan Fortnite itu direkayasa, tapi sebetulnya masyarakat memandang Fortnite bukan sebagai sebuah kompetisi sungguhan, melainkan suatu bentuk hiburan. Bedanya, pegulat profesional tidak mengancam keberlangsung olahraga lainnya. Sementara popularitas influencer bisa jadi menempatkan tim esports dalam posisi sulit, bahkan mungkin saja influencer akan menjadi aspek dominan dari dunia siaran video game dan lebih menarik minat stakeholder.

Melihat potensi serta risiko di atas, ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab oleh tim esports yang juga memberdayakan influencer, antara lain:

  • Bisakah organisasi esports tersebut menjamin kesuksesan influencer mereka?
  • Jika investor dan brand bisa memperoleh ROI dan reach lebih tinggi lewat influencer, bagaimana pengaruhnya terhadap para pemain kompetitif?
  • Perlukah organisasi esports mengubah model bisnis untuk memfasilitasi tren influencer?
  • Apa yang harus dilakukan bila brand value (jumlah follower, nilai sponsorship, dll) seorang influencer melampaui tim tempat ia bekerja?

Apa yang dicari oleh para investor?

Seiring industri esports memperoleh popularitas, jumlah investor yang berminat untuk terjun ke ekosistem ini pun semakin bertambah. Namun investor pun tidak semuanya punya tujuan yang sama, atau value proposition yang sama. Supaya sebuah organisasi esports bisa meraih potensi investasi dengan optimal, ada baiknya terlebih dahulu mengetahui jenis-jenis investor yang ada di industri ini dan apa saja yang mereka inginkan.

Jumlah investasi di dunia esports di tahun 2018 tercatat sebanyak 68 investasi, dan mayoritas investor ini terdiri dari venture capital. Sering kali, investasi venture capital ini diberikan pada perusahaan/organisasi yang masih berada di tahap awal. Investasi demikian dipandang punya risiko tinggi karena tidak adanya rekam jejak performa atau keuangan dari si investee. Karena itu, venture capital sering menginginkan nilai return on investment yang lebih tinggi daripada biasanya.

Di sisi lain, perusahaan private equity lebih lazim melakukan investasi dengan holding period selama 5 tahun, dan biasanya melakukan pembelian kepemilikan minoritas (di bawah 50%) atau mayoritas (di atas 50%). Pembelian investee secara penuh (100%) tergolong jarang, karena private equity biasanya ingin agar investee tetap menjalankan bisnis sendiri namun memberi insentif untuk pertumbuhannya. Dibanding venture capital, private equity lebih sensitif terhadap risiko, dan ingin melihat adanya rekam jejak keuangan yang baik dari investee.

Investasi individu atau family office lebih bervariasi. Wujudnya bisa bermacam-macam, tergantung dari ukuran perusahaan investornya. Target investee mereka pun bisa perusahaan baru (seperti investasi venture capital) atau perusahaan yang sudah mapan (seperti investasi private equity). Tujuan family office biasanya lebih ke arah mempertahankan nilai modal daripada mencari timbal balik sebesar-besarnya. Oleh karena itu, investasi family office biasanya tidak terikat pada jangka waktu, dan bisa saja menanamkan modal berjangka lebih dari lima tahun tanpa ragu-ragu.

Memandang karakteristik tiga jenis investor mayoritas di atas, tim esports adalah target investasi yang jarang diminati oleh private equity. Ini karena tim esports biasanya memiliki cash flow serta risiko yang masih tergolong sulit diprediksi. Penghasilan dari hadiah turnamen ataupun sponsorship bisa berubah-ubah kapan pun, dan perubahannya bisa besar sekali. Sulit untuk memperkirakan maupun memastikan pertumbuhan tim esports di masa depan.

Alih-alih tim esports, private equity lebih suka berinvestasi di perusahaan bidang-bidang pendukung esports, misalnya produk-produk konsumen atau perusahaan software. Tapi bila sebuah tim esports sudah berhasil membesarkan diri dan mendatangkan cash flow yang stabil, private equity bisa tertarik untuk berinvestasi. Di masa depan, seiring semakin banyak organisasi esports yang bisa menunjukkan performa finansial stabil, investasi private equity pun akan semakin banyak, dan ini menjadi sinyal bagi investor-investor lain untuk ikut terjun karena itu artinya investasi esports telah dipandang relatif aman.

Organisasi-organisasi esports yang belum bisa membuktikan performa cash flow dapat mencoba pendekatan lain untuk meyakinkan investor. Misalnya dengan cara menunjukkan rencana bisnis yang dapat mendatangkan revenue secara konsisten, seperti penjualan merchandise. Adanya sponsor yang konsisten berkontribusi—walaupun nilai finansialnya kecil—juga menunjukkan bahwa ada standardisasi cash flow yang merupakan faktor penting di mata investor.

Aset lain yang bisa ditonjolkan adalah basis penggemar yang besar, seperti follower di platform-platform gaming dan media sosial. Ini menarik karena investor mungkin memiliki kekuatan untuk memanfaatkan aset tersebut untuk mendatangkan revenue dengan cara yang tidak terpikirkan oleh investee sebelumnya.

TEO - Due Diligence
Pertimbangan due diligence dalam investasi esports | Sumber: The Esports Observer

The Esports Observer memaparkan beberapa poin penting yang akan menjadi pertimbangan ketika investor dan investee hendak menjalin kerja sama, antara lain:

  • Kepemilikan. Berapa besar ekuitas yang dilepas pemilik organisasi? Apakah pemilik awal masih tetap ingin memiliki kendali atas bisnisnya?
  • Pengalaman dan koneksi industri. Hal ini penting bila pemilik bisnis ingin melebarkan sayap ke pasar global, atau menurunkan biaya operasional.
  • Keputusan pergi atau tinggal. Apakah pemilik bisnis masih akan terus menjalankan bisnisnya, atau ingin melakukan exit? Lazimnya, investor esports lebih menyukai yang pertama.
  • Keselarasan. Seperti apa kecocokan visi antara investor dan investee? Apakah setelah investor masuk operasi bisnis investee akan berubah banyak? Venture capital dan private capital umumnya lebih fleksibel, namun private equity sering kali lebih ketat dalam hal ini.
  • Kekuatan manajemen. Mengingat esports adalah industri baru (dari sudut pandang investment viability), investor lebih suka bila investee memiliki tim manajemen yang kuat, supaya mereka dapat memanfaatkan wawasan serta merespons perubahan yang terjadi. Ini aspek penting untuk segala macam investee, mulai tim esports, developer, organizer, media, dan lain-lain.
  • Pengalaman. Kebanyakan investor tidak punya pengalaman mendalam di industri esports. Karena itu pengalaman harus dimiliki oleh pihak manajemen. Pengalaman ini juga mencakup koneksi, partner, serta jaringan yang dimiliki para pejabat senior sepanjang karier mereka di industri ini.
  • Dinamika industri. Investor akan memandang industri esports dari kacamata makroekonomi untuk melihat performa dan risiko yang mungkin terjadi. Dengan riset-riset mendalam, mereka akan bisa memprediksi pergerakan industri ini di masa depan. Investor juga akan mempertimbangkan ukuran pasar yang dicakup oleh perusahaan. Bila perusahaan sudah melayani sebagian besar pasar yang ada, kemungkinan untuk melakukan pengembangan menjadi lebih kecil karena market penetration lebih lanjut sulit dilakukan.
  • Kualitas finansial. Aspek ini mungkin tidak begitu disyaratkan oleh investor venture capital, namun lebih penting bagi private equity. Sifat venture capital memang cenderung suka mengeksplorasi hal baru, karena itulah mereka yang merupakan penggerak utama investasi esports di masa awal (sekitar tahun 2014). Kebanyakan tim esports masih belum bisa menunjukkan profitability yang konsisten, jadi aspek ini lebih penting untuk jenis perusahaan lain, misalnya perusahaan produk.
  • Modal kerja. Modal kerja adalah jumlah aset operasi yang ada dikurangi dengan jumlah liability. Aspek ini akan menentukan “harga beli” yang disepakati oleh investor. Tapi di dunia esports aspek ini masih belum terlalu penting, sebab kebanyakan perusahaan target investasi saat ini masih belum punya cukup waktu atau modal untuk menghasilkan aset yang cukup banyak.
  • Relasi dengan influencer. Sebagaimana sudah disinggung sebelumnya, influencer punya kekuatan besar yang mungkin bahkan bisa melampaui nilai ekonomi dari sebuah tim esports. Keberadaan influencer populer bisa menarik minat brand untuk ikut berpartisipasi, karena brand exposure yang mereka dapatkan akan sangat besar. Investor juga akan melihat kontrak yang berlaku antara perusahaan dengan influencer. Kontrak berisi revenue share besar dalam jangka panjang bisa membuat investor ragu, sebaliknya kontrak jangka pendek dengan revenue share kecil akan lebih menarik. Sering kali sposorship merupakan satu-satunya revenue konsisten dari sebuah organisasi esports, jadi kontrak-kontrak sponsorship ini akan menjadi pertimbangan besar untuk memperkirakan masa depan perusahaan investee.
ESL One Mumbai
ESL One Mumbai | Sumber: ESL

Kesimpulan

Industri esports boleh berbangga hati dengan tingkat pertumbuhannya yang pesat. Tapi dari sudut pandang investasi tradisional, sebetulnya industri ini masih penuh gejolak dan masih sangat muda secara viability. Wajar saja bila kemudian ada investor-investor yang hati-hati dalam melangkah, terutama bila perusahaan target masih belum memiliki rekam jejak yang kuat.

Salah satu aspek terbesar yang dapat menjadi daya tarik terhadap investor adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan revenue secara konsisten. Revenue sebuah perusahaan bisa terdiri dari banyak aspek, seperti merchandise, sponsorship, iklan, hadiah turnamen, dan sebagainya. Sebagian jenis revenue ini sifatnya sementara, jadi perusahaan harus tahu mana jalur revenue yang bisa dipertahankan untuk jangka panjang dan mana yang berisiko hilang sewaktu-waktu.

Organisasi-organisasi esports juga harus awas terhadap dunia influencer, karena mereka memiliki kekuatan yang sangat besar. Dengan kerja sama yang baik, influencer bisa menjadi salah satu jalur revenue yang konsisten dan menjadi daya tarik bagi investor. Tapi sebaliknya, influencer juga bisa menjadi saingan bagi organisasi esports, dan bila influencer mampu menunjukkan ROI lebih tinggi dari sebuah perusahaan, besar kemungkinan investor justru menjauhi perusahaan.

Untuk menarik kontribusi dari investor-investor besar dan private equity, perusahaan investee harus memiliki tim manajemen yang kuat, pemahaman mendalam akan industri, serta visi untuk mengembangkan perusahaan lebih lanjut. Banyak perusahaan esports yang usianya masih muda, jadi tidak bisa menunjukkan rekam jejak yang kuat. Tapi perusahaan-perusahaan seperti ini tetap bisa menonjolkan keunggulan dari sisi lain.

Seluruh paparan di atas merupakan ikhtisar dari laporan yang disusun oleh The Esports Observer dan Deloitte, dengan judul “The Rise of Esports Investments”. Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat mengakses laporan tersebut lewat tautan di bawah.

Sumber: The Esports Observer – The Rise of Esports Investments; Sumber Gambar: DreamHack

Pemerintah Kanazawa Ingin Kota Ini Jadi Pusat Esports di Jepang

Jepang adalah nama besar di industri game, tapi bila kita berbicara tentang perkembangan esports, negara ini masih tertinggal dibandingkan negara-negara maju lainnya. Baru-baru ini saja geliat esports di Jepang mulai meningkat, terutama setelah dibentuknya JeSU dan diubahnya aturan pemerintah tentang penyelenggaraan kompetisi permainan berhadiah.

Ekosistem esports yang mulai bergerak maju itu rupanya disambut positif oleh banyak pihak, termasuk salah satunya pemerintah kota Kanazawa. Kota yang terletak di prefektur Ishikawa ini sudah lama terkenal sebagai tujuan wisata karena industri kerajinan tangan tradisionalnya. Tapi bila ingin menarik minat anak-anak muda, mungkin ciri khas seperti itu kurang cocok. Esports dirasa bisa menjadi daya tarik yang sesuai dengan tujuan tersebut.

Dikabarkan oleh The Jakarta Post, ide tentang esports ini rupanya muncul ketika para pejabat pemerintah kota Kanazawa melakukan kunjungan ke Busan, Korea Selatan, pada bulan Mei tahun lalu. Perwakilan kedua kota ini sempat berdiskusi tentang antusiasme para penggemar muda di acara-acara gaming.

Kanazawa - Tourism
Sumber: Japan National Tourism Organization

Kanazawa, seperti banyak kota lainnya di Jepang, tengah mengalami kekurangan anak muda karena mereka umumnya lebih suka berpindah ke Tokyo. Pemerintah Kanazawa ingin supaya kaum muda ini mau tetap tinggal di kota asalnya. Oleh karena itu mereka telah meluncurkan diskusi panel di bulan Agustus lalu dengan para pakar industri game untuk merancang rencana spesifik dalam rangka menarik industri esports dan yang berhubungan dengannya.

Di bulan Februari 2019, panel ahli tersebut telah mengumpulkan rencana untuk mempromosikan esports lewat kolaborasi dengan universitas, perusahaan, serta penduduk lokal. Kanazawa memang memiliki banyak perusahaan teknologi, juga kampus-kampus dengan program pendidikan teknologi dan seni. Rencana tersebut, yang disebut “Esports Culture’s Mecca Kanazawa”, mengandung misi untuk menjadi tuan rumah acara-acara esports yang dapat menarik minat partisipan ataupun penonton dari seluruh Jepang. Puyo Puyo serta Winning Eleven adalah beberapa judul yang akan tercakup dalam acara yang dimaksud.

Pemerintah Kanazawa juga akan membantu para mahasiswa di kampus-kampus lokal, misalnya Kanazawa College of Art dan Kanazawa Institute of Technology, untuk mendapatkan kesempatan magang di perusahaan-perusahaan bidang seputar game. “Kami ingin menciptakan lingkungan di mana kawula muda dapat bergabung dengan bisnis-bisnis baru lewat esports,” kata salah satu pejabat pemerintahan.

Salah satu ajang esports itu telah digelar pada akhir April lalu di Kanazawa, yang dimotori oleh asosiasi esports prefektur Ishikawa. Saat itu game yang dilombakan adalah Puyo Puyo. “Kami ingin mengembangkan esports dari Kanazawa sebagai sarana komunikasi yang bisa dinikmati oleh semua orang, termasuk orang-orang difabel,” kata Yuichi Yoshida, sekjen asosiasi esports Ishikawa. Memang masih banyak perdebatan tentang apakah esports layak disebut olahraga atau tidak. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa esports memberi kesempatan bagi kaum difabel untuk berdiri sejajar dengan masyarakat lainnya di panggung yang sama. Ini adalah tujuan baik yang patut diapresiasi, dan merupakan salah satu keunggulan besar esports yang perlu kita lestarikan.

Sumber: The Jakarta Post

Samsung Sponsori DreamHack Mobile Series, Tandingkan Clash Royale dan Brawl Stars

DreamHack sudah lama dikenal sebagai salah satu organizer esports top dunia, dan tahun ini mereka akan menggelar sebuah turnamen esports khusus platform mobile. Bertajuk DreamHack Mobile Series, turnamen ini mengusung dua mobile game populer yaitu Brawl Stars dan Clash Royale. Turnamen ini akan digelar di beberapa negara, salah satunya di Dallas, Amerika Serikat, pada tanggal 31 Mei – 2 Juni 2019. Disusul dengan turnamen di Jonkoping, Swedia, tanggal 15 – 17 Juni nanti.

Baru-baru ini DreamHack mengumumkan kerja sama dengan raksasa teknologi asal Korea Selatan, Samsung, untuk event DreamHack Mobile Series. Bahkan Samsung kini menjadi presenting partner, alias sponsor utama/eksklusif turnamen tersebut. Salah satu peran Samsung adalah menyediakan smartphone yang akan digunakan dalam DreamHack Mobile Series. Mulai kini pun, nama turnamen ini akan didahului dengan kata-kata “Samsung Presents”.

Sebagai kompetisi mobile besar pertama yang diadakan oleh DreamHack, turnamen ini memang sangat cocok dengan Samsung yang dikenal sebagai brand kuat di dunia mobile. “Gampangnya, kami tidak bisa mencari partner yang lebih baik untuk DreamHack Mobile Series daripada Samsung, salah satu pemimpin dunia mobile phone. Kami rasa akan unik bila para penggemar DreamHack bisa berinteraksi dengan kami dengan cara-cara baru, dan pastinya dengan peran Samsung, kami akan menyajikan sinergi yang kuat untuk para penggemar di DreamHack Summer,” demikian kata Marcus Lindmark, CEO DreamHack, dilansir dari Esports Insider.

DreamHack Mobile Series - Samsung
Samsung menjadi presenting partner DreamHack Mobile Series | Sumber: DreamHack

DreamHack Summer adalah festival game besar-besaran yang diadakan oleh DreamHack pada tanggal 15 – 17 Juni nanti. Acara DreamHack Mobile Series yang berlokasi di Swedia akan digelar bersamaan dengan ajang DreamHack Summer tersebut. Ditambah lagi, Samsung akan menggelar babak kualifikasi untuk cabang Clash Royale di Samsung Experience Store, Stockholm, pada tanggal 9 Juni.

“Kami sangat gembira bisa bergabung dengan DreamHack tahun ini, karena kami memiliki basis konsumen gamer yang sedang tumbuh. Ini adalah perkembangan alami seiring kami terus memimpin industri mobile dengan produk-produk inovatif di mana kualitas layar serta kekuatan dan performanya mendukung pengalaman gaming terbaik. Kami bersemangat untuk ikut berperan aktif dalam turnamen mobile esports pertama dunia dan berharap sebanyak mungkin orang bisa mencoba produk kami secara langsung,” ujar Andreas Bergqvist, Product Manager Telecom di Samsung Nordic.

DreamHack tetap menggelar kualifikasi on the spot, namun khusus untuk kualifikasi di Samsung Experience Store, tiga pemain terbaik berhak mendapatkan berbagai hadiah menarik dari Samsung. Termasuk di antaranya smartphone Samsung Galaxy A70 dan earphone Samsung Galaxy Buds. Turnamen utamanya sendiri menawarkan hadiah senilai US$15.000 (sekitar Rp216 juta) untuk cabang Brawl Stars, serta US$5.000 (sekitar Rp72 juta) untuk cabang Clash Royale.

Sumber: Esports Insider, DreamHack

Pekan 3 Big League IGL 2019, Pertarungan Sengit RRQ.Eggsy Melawan Raja.Huggin

Fase Big League dari IGL kini sudah memasuki pekan ketiga. Seperti pekan-pekan sebelumnya, Big League kali ini mempertandingkan para pemain FIFA 19 FUT terbaik dari berbagai belahan Indonesia. Untuk pekan ini pertandingan semakin memanas, dengan berbagai pemain saling saing demi mendapatkan peringkat pertama di dalam klasemen.

Dari sisi Big West, beberapa pertandingan yang menarik untuk disimak ada FB Ghea Ananta melawan Kenny “SFI.Rainesual” Prasetyo, dan Ega “RRQ.Eggsy” Rahaditya melawan Raja Huginn. Sementara itu dari sisi Big East ada pertandingan RS Yoga Harahap melawan Raja.Pugu yang juga tak kalah menarik.

Namun, dari semua daftar pertandingan tersebut, big match pekan ketiga adalah pertandingan antara RRQ.Eggsy melawan Raja Huginn. Keduanya merupakan jagoan di dalam klasemen grup Big East. Pada saat sebelum pertandingan, Raja.Huginn dan RRQ.Eggsy sama sama memiliki 12 poin, dengan Raja.Huginn di peringkat 4 dan RRQ.Eggsy di peringkat 1.

Sumber: Instagram @igl.id
Sumber: Instagram @igl.id

Seperti yang diduga, pertandingan antar keduanya berlangsung dengan sangat sengit, demi bisa membuktikan siapa yang terbaik di antara kedua pemain ini. Mengutip dari Instagram @igl.id, Raja.Huginn mengakui bahwa Eggsy bukan lawan yang mudah, apalagi mengingat prestasinya yang segudang, dan beberapa di antaranya yang berasal dari tingkat internasional.

Babak pertama, leg pertama, keduanya sama sama menahan possession, buntu tidak dapat menemukan peluang. Namun kebuntuan tersebut terpecah setelah umpan terobos yang sangat cantik dari RRQ.Eggsy berhasil membuat barisan pertahanan Raja.Huginn tak berdaya. 1-0 untuk RRQ.Eggsy.

Memasuki babak kedua, Raja Huginn mengamuk. Ia membuka permainan dengan umpan silang yang disambut dengan baik oleh Ronaldo. Mendapat momentum, ia kembali mencetak gol tak lama setelah gol pertama. Tendangan Neymar JR seakan jadi pernyataan keras dari Raja.Huginn kepada RRQ.Eggsy. Dengan kedudukan 2-1, Ronaldo dari Raja.Huginn kembali melancarkan aksinya dan mencetak gol yang ketiga bagi tim Raja.Huginn. Keadaan tidak berubah sampai menit 90, dan pertandingan leg pertama ditutup dengan skor 3-1.

Pada pertandingan leg kedua, keadaan awal babak masih cukup sama seperti leg pertama; saling menahan possession tanpa menemukan peluang. Namun kebuntuan pecah setelah Neymar dari Raja.Huginn terkena tackling keras oleh RRQ.Eggsy di dalam kotak penalti. Kesempatan tendangan penalti dimanfaatkan dengan baik oleh Raja.Huginn, langsung membuahkan satu gol jelang akhir babak pertama. Memanfaatkan momentum, 2 menit tersisa dimanfaatkan dengan baik oleh Raja.Huginn. Melakukan serangan balik, Ronaldo dari Raja.Huginn tak terhalau dan berhasil mencetak gol yang amat menakjubkan.

Babak kedua permainan dibuka dengan serangan balasan dari RRQ.Eggsy. Dribble ciamik ditambah dengan tendangan kencang dari RRQ.Eggsy berhasil membuahkan sebuah gol yang membuat barisan pertahanan Raja.Huginn tertegun. Sampai menit ke-90, keadaan tidak banyak berubah, pertandingan berakhir dengan skor 2-1, kemenangan untuk Raja.Huginn.

Setelah pertandingan pekan kemarin, RRQ.Eggsy sempat memberikan komentarnya atas pertandingan tersebut. “Huginn mainnya rapih, tenang, dan terbiasa dengan permainan menguasai bola.” Kata Eggsy. “Dia main oper-operan dengan sangat rapih, yang membuat gue jadi kesulitan untuk merebut bolanya dari dia.”

Achmad Fadhcommunity manager Indonesia Gaming League juga turut memberikan komentarnya. “Penampilan luar biasa dari Raja.Huginn, dia menggunakan strategi mengurung dan berhasil menahan permainan agresif, yang biasanya ditunjukkan oleh RRQ.Eggsy.”

Dengan kemenangan ini, Raja.Huginn kini berada di peringkat 2 pada grup Big West. Keseruan pertandingan Big League IGL 2019 masih berlanjut pada pekan depan, Anda bisa langsung pergi ke kanal Youtube Indonesia Gaming League untuk menyaksikan siaran langsung pertandingan setiap hari Jumat.

 

 

 

 

ASTRO Gaming Sponsori Tekken World Tour, Tambahkan Hadiah US$100.000

Sirkuit kompetisi resmi Tekken 7, Tekken World Tour, saat ini telah berjalan. Dibuka dengan turnamen The MIXUP pada akhir April lalu, sirkuit ini akan berlangsung hingga akhir tahun dan ditutup dengan ajang Tekken World Tour Finals. Sementara prize pool yang ditawarkan pada awalnya adalah sebesar US$100.000, namun kemudian meningkat menjadi US$185.000 (sekitar Rp2,6 miliar).

Kabar gembira, baru-baru ini Bandai Namco mengumumkan sebuah kerja sama sponsorship baru yang mendongkrak nilai prize pool tersebut lebih besar lagi, menjadi US$285.000 (sekitar Rp4,09 miliar). Dari seluruh total hadiah itu, US$200.000 di antaranya akan menjadi hadiah untuk acara Tekken World Tour Finals di Bangkok, Thailand nanti.

Partner baru yang dimaksud adalah ASTRO Gaming, produsen gaming gear terkemuka yang kini menjadi official audio partner untuk Tekken World Tour. Selain memberikan dana tambahan ke prize pool, ASTRO Gaming juga berkontribusi memberikan hadiah berupa produk untuk para juara event tingkat Master, menyediakan headset dan perangkat MixAmp di event, serta mensponsori turnamen tersendiri dengan nama #ASTROMASTERS.

Combo Breaker 2019 - Knee
Knee di turnamen Combo Breaker 2019 | Sumber: Vexanie/Stephanie Lindgen

Turnamen tersebut, yang memiliki judul lengkap “Astro Path to Tekken Masters Powered by Beyond Entertainment”, adalah rangkaian turnamen online di mana pemain-pemain Tekken 7 bisa berkompetisi untuk memenangkan sejumlah hadiah menarik, antara lain uang senilai US$500, bingkisan berisi perangkat ASTRO, serta yang paling ditunggu: hadiah akomodasi perjalanan serta pendaftaran untuk turnamen Tekken World Tour tingkat Master. Ini kesempatan bagi petarung-petarung hebat yang tersembunyi di berbagai penjuru dunia untuk tampil di panggung besar dan mendapatkan ketenaran.

“Tujuan kami adalah untuk memberikan rangkaian turnamen fighting game paling menarik di esports dan meningkatkan sisi olahraga dari gaming. Kami menginginkan pertumbuhan berkelanjutan Tekken World Tour dan kesempatan untuk memberikan timbal balik ke komunitas,” demikan pernyataan Bandai Namco dalam pengumuman di situs resminya.

Turnamen tingkat Master adalah kasta tertinggi kedua dalam sirkuit kompetisi Tekken World Tour, di bawah Master+ yang hanya ada satu yaitu EVO 2019. Sejauh ini baru ada satu turnamen tingkat Master yang sudah digelar, yaitu turnamen di acara Combo Breaker 2019 yang baru saja selesai di tanggal 26 Mei kemarin. Dalam turnamen tersebut, Knee (Bae Jae Min) tampil menjadi juara setelah melalui berbagai pertandingan yang seru.

Combo Breaker 2019 - Crowds
Suasana meriah Combo Breaker 2019 | Sumber: Vexanie/Stephanie Lindgen

Hadiah berupa akomodasi turnamen ini sangat berharga bagi komunitas fighting game di akar rumput, karena terkadang kita tak tahu di mana saja ada pemain dengan bakat setara pemain-pemain dunia. Di komunitas Tekken pun beberapa waktu lalu muncul jagoan tak terduga dari Pakistan, Arslan Ash, yang menjuarai EVO Japan 2019 setelah menempuh perjalanan 48 jam di atas pesawat!

Berkat Arslan Ash, kini Pakistan menjadi negara yang diperhitungkan di dunia Tekken. Tidak mustahil ada pemain-pemain hebat lainnya seperti Arslan Ash di luar sana, yang sayangnya belum punya kesempatan untuk bertanding di turnamen tingkat dunia. Semoga saja program #ASTROMASTERS ini bisa membantu mereka.

Sumber: Bandai Namco, The Esports Observer

PMCO SEA Week 3: Thailand Masih Tak Terkalahkan, Bigetron Naik Pamor

Pertandingan PUBG Mobile Club Open SEA Spring Split yang kini berada dalam fase liga, sudah memasuki pekan ketiga. Pada pekan lalu, klasemen secara keseluruhan sebetulnya tidak banyak berubah. Posisi top 3 masih dikuasai duo tim asal Thailand yaitu RRQ.Athena dan ILLUMINATE The Murder, ditambah BOX Gaming asal Vietnam yang membayangi mereka berdua.

Ketiga tim tersebut punya perbedaan poin total yang cukup tipis-tipis, hanya sekitar 100 sampai 200 poin saja; yang sebenarnya masih bisa dikejar dalam satu pekan pertandingan. Tersisa dua pekan pertandingan lagi, bagaimana kabar dari tim Indonesia? Walaupun EVOS dan Bigetron masih saling pepet di posisi 4 dan 5, namun kenyataan berat yang harus mereka terima adalah perbedaan poin mereka dengan BOX Gaming yang cukup jauh.

Kendati demikian, pekan ketiga ini bisa dibilang menjadi ajang kebangkitan bagi tim Bigetron. Setelah dua pekan bermain konsisten, pekan ini Bigetron seakan sudah berhasil menemukan celah pada musuh-musuh mereka, terutama iLMN TM, yang jadi lawan dalam pertandingan grup C vs A.

Sumber: Facebook Page @PUBGMOBILE.ID.OFFICIAL
Sumber: Facebook Page @PUBGMOBILE.ID.OFFICIAL

Dua pekan terakhir, Bigetron ataupun EVOS masih belum mampu membuat MARTIN dan kawan-kawan iLMN TM bertekuk lutut secara klasemen keseluruhan. Namun setidaknya Bigetron sudah berhasil taklukkan mereka saat pertandingan grup C vs grup A. Pada pertandingan tersebut, Bigetron tahan iLMN TM di peringkat kedua dan mengisi peringkat pertama setelah kumpulkan 4 kali chicken dinnner dari 8 ronde pertandingan.

“BTR memang jauh lebih stabil secara placement dan juga kill. Sementara EVOS di sisi lain memang lagi turun secara performa. Menurut saya itu juga jadi penyebab BTR bisa membalap mereka dan naik ke peringkat 3.” kata Florian “Wolfy” George memberi komentar seputar permainan Bigetron

Selain Bigetron, tim Indonesia lain, yaitu We Against the Worlds (WAW), juga sedang on-fire pekan ini. Setelah dua pekan terakhir kerap berada di peringkat bontot, pekan ini mereka mengalami peningkatan yang signifikan, terutama saat pertandingan grup C vs A. Sementara Bigetron menguasai klasemen di pertandingan tersebut, WAW membuntuti dengan mengumpulkan jumlah kill yang lumayan, ditambah placement yang juga tidak buruk; dua kali jadi runner-up dari delapan ronde pertandingan.

“WAW sebetulnya kuat dari sisi firepower. Sayang, mereka sering kena pickoff pada awal permainan, yang membuat mereka kesulitan ketika clash dengan tim lain pada mid phase. Tetapi minggu ini mereka melakukan sedikit perubahan. Mereka mainnya langung berkumpul 4 orang di awal-awal, membuat tingkat survivability mereka lebih tinggi di early phase. Alhasil mereka bisa lengkap di mid-late phase dan mendapatkan hasil yang baik.” Jawab Wolfy membahas peningkatan WAW di pekan ketiga ini.

Kendati demikian, entah kenapa permainan tim Indonesia selalu kurang lepas, terutama saat pertandingan grup A vs B, atau grup B vs C. Mungkin karena pertandingan grup tersebut diisi oleh tiga sekaligus dari Big Three kompetisi PMCO SEA Spring Split, yaitu RRQ.Athena, iLMN TM dan BOX Gaming.

Tim sekelas Bigetron bahkan cuma mampu mencapai peringkat 9 saja pada pertandingan grup A vs B, dengan kehadiran RRQ.Athena dan iLMN TM. Sementara di sisi lain EVOS juga harus puas di peringkat 6 pada pertandingan grup B vs C, dengan kehadiran RRQ.Athena dan BOX Gaming di dalam pertandingan tersebut.

“Bisa dibilang A vs B itu grup neraka, ada 5 tim dari Thailand yang bisa dibilang sebagai region paling kuat. Gara-gara hal tersebut makanya tim Indonesia cukup kelimpungan, dan kemungkinan tim Thailand untuk menang juga lebih besar. Lalu kalau pada grup B vs C, Indonesia sebenarnya punya peluang. Tapi sayang, EVOS dan ONIC performanya sedang turun, walaupun Onic mainnya udah lebih bagus saat jelang akhir minggu.”

Gelaran PMCO SEA Spring Split memasuki pekan keempat pada pekan ini. Dapatkan tim-tim Indonesia mengalahkan dominasi dari regional Thailand? Anda dapat langsung mengunjungi kanal Youtube PUBG Mobile ID, untuk tayangan langsung PMCO SEA Spring Split setiap Rabu sampai Minggu.

RRQ TCN dan EVOS Galaxy Sades Raih Prestasi di Point Blank World Challenge 2019

Indopride! Kira-kira seperti itulah ekspresi kegembiraan kita para penggemar esports Indonesia melihat kabar dari kompetisi Point Blank World Challenge (PBWC) 2019 di Moskow, Rusia, 25 – 26 Mei kemarin. Diikuti oleh 8 tim perwakilan juara dari 5 negara, yaitu Rusia, Turki, Indonesia, Thailand, dan Brasil, ajang PBWC 2019 merupakan kompetisi tertinggi Point Blank untuk menentukan siapa jagoan terkuat di dunia. Dan kali ini Indonesia boleh berbangga hati karena perwakilan kita keluar sebagai juara!

Indonesia mengirimkan dua wakil untuk terbang bertanding ke Rusia. Pertama yaitu RRQ TCN, sang juara kompetisi Point Blank National Championship (PBNC) 2019 bulan April lalu. Mereka adalah tim yang beranggotakan 5 orang yaitu Pradipta, Seno Muhamad, Muhamad Hilal, Iqbal, dan Yusuf.

RRQ TCN x EVOS Galaxy Sades
Kebersamaan para wakil Indonesia | Sumber: Point Blank Indonesia

Satu perwakilan lagi datang dari tim ladies juara Point Blank Ladies Championship (PBLC) 2019, yaitu EVOS Galaxy Sades. Mereka adalah Pricilia Angelica, Maria Rasandy, Indri Sherlyana, Nur Indah, dan Devi Anggita. EVOS Galaxy Sades bertanding dalam turnamen yang disebut Point Blank International Women’s Championship (PBIWC) 2019.

Pertarungan di PBWC dan PBIWC 2019 sudah terasa sengit sejak hari pertama. Tim EVOS Galaxy Sades harus berhadapan dengan TokioStriker Lady (Thailand) dan 3A.Power (Rusia) di satu-satunya grup PBIWC. Sementara RRQ TCN yang masuk ke Group A PBWC bertemu dengan tim Vaevictis eSports (Rusia) dan Besiktas Espor (Turki). Dua tim teratas di PBIWC akan langsung maju ke babak final, sementara dua tim teratas grup PBWC maju ke babak semifinal knockout.

EVOS Galaxy Sades - PBIWC 2019
EVOS Galaxy Sades di PBIWC 2019 | Sumber: Point Blank Indonesia

Hebatnya, kedua wakil Indonesia ini sama-sama berhasil lolos hingga ke babak Grand Final! EVOS Galaxy Sades kembali bertemu dengan TokioStriker Lady di babak ini. Sementara RRQ TCN harus terlebih dahulu mengalahkan tim Black Dragons (Brasil), sebelum akhirnya berhadapan dengan Attack All Around alias AAA (Thailand). Artinya di babak Grand Final dua turnamen ini sama-sama terjadi pertarungan Indonesia versus Thailand.

RRQ TCN - PBWC 2019 Winner
Juara dunia! | Sumber: Point Blank Indonesia

RRQ TCN menunjukkan permainan yang gemilang di babak Grand Final ini. Mereka berhasil menumbangkan AAA, bahkan salah satu pemain RRQ TCN yaitu Seno Muhamad Gudiarto juga mendapatkan predikat MVP di PBWC. Sementara itu EVOS Galaxy Sades tidak memperoleh peruntungan yang sama. Mereka dikalahkan oleh TokioStriker Lady dan harus puas dengan juara dua. Meski tidak meraih gelar juara PBIWC, prestasi ini pun sudah membanggakan bagi kita.

EVOS Galaxy Sades - PBIWC 2019 Winner
Para Srikandi berprestasi | Sumber: Point Blank Indonesia

Sebagai juara PBWC, RRQ TCN berhak atas piala serta uang hadiah senilai US$30.000 (sekitar Rp431,4 juta). EVOS Galaxy Sades selaku runner-up juga mendapat hadiah senilai US$2.500 (sekitar Rp35,9 juta). Pihak PT Zepetto Interactive Indonesia selaku penerbit Point Blank di Indonesia pun membagi-bagikan in-game item berupa Kriss S.V RRQ dan Kriss S.V Evos 3D secara cuma-cuma kepada Troopers (para pemain Point Blank) sebagai kenang-kenangan dan wujud apresiasi.

Selamat kepada RRQ TCN dan EVOS Galaxy Sades! Semoga saja di masa depan kedua tim ini bisa lebih berprestasi lagi, mengharumkan nama bangsa, serta menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia adalah negara kuat di bidang esports. Maju terus esports Indonesia!

Pertama Kalinya, Ubisoft Gelar Rainbow Six Pro League Finals di Negara Asia

Rainbow Six Pro League Finals merupakan salah satu ajang rutin yang selalu ditunggu-tunggu para penggemar esports Rainbow Six: Siege. Setelah musim kompetisi yang berlangsung kurang lebih empat bulan lamanya, dengan liga-liga yang tersebar di berbagai wilayah dunia, tim-tim Rainbow Six: Siege terbaik akhirnya bertemu dalam format turnamen eliminasi untuk mencari siapa yang terkuat.

Pro League Season 9 Finals baru saja berakhir pada tanggal 19 Mei lalu, menghasilkan Team Empire sebagai juara setelah mereka membungkam tim Evil Geniuses. Team Empire berhak membawa pulang hadiah senilai US$75.000, atau sekitar Rp1 miliar, dan mendapat slot untuk bertanding di ajang Six Invitationals 2020 mendatang.

Selepas Rainbow Six Pro League Season 9, tidak ada waktu untuk berleha-leha karena Ubisoft langsung menyambungnya dengan kompetisi Rainbow Six Pro League Season 10. Uniknya adalah untuk pertama kalinya, tahap Rainbow Six Pro League Finals kali ini akan digelar di wilayah Asia Pasifik (APAC), tepatnya negara Jepang.

Ajang yang rencananya berlangsung pada tanggal 9 – 10 November 2019 itu akan mengambil tempat di sebuah lokasi baru, yaitu Aichi Sky Expo, kota Tokoname, Jepang. Menurut Ubisoft, Pro League Season 8 APAC Finals kurang memuaskan karena hanya bisa memfasilitasi sedikit penggemar untuk menonton acaranya secara langsung. Kini dengan penggunaan Aichi Sky Expo mereka berharap Rainbow Six Pro League Season 10 Finals dapat menarik lebih banyak massa. Apalagi komunitas Rainbow Six di Jepang dikenal punya komitmen tinggi. Pastinya event ini akan menjadi sebuah event yang tak terlupakan.

Rainbow Six Pro League - Team Empire
Team Empire, juara Pro League Season 9 Finals di Milan | Sumber: Rainbow Six Esports

Seperti musim sebelumnya, Rainbow Six Pro League Season 10 Finals mengumpulkan delapan tim dari empat wilayah kompetisi yaitu Asia Pasifik (APAC), Eropa, Amerika Latin (LATAM), dan Amerika Utara. Selain kompetisi Pro League, Ubisoft juga menyediakan beberapa jalur kompetisi lain, misalnya Six Major yang tahun ini akan digelar di Raleigh, North Carolina, Amerika Serikat. Turnamen tersebut akan diikuti oleh 16 tim. Ada juga Six Invitational yang sangat bergengsi, yang mengundang tim-tim terkuat dari seluruh ajang kompetisi Rainbow Six: Siege setahun ke belakang dan menawarkan hadiah menggiurkan. Ini masih ditambah dengan kompetisi-kompetisi lain dengan skala yang lebih kecil.

Uniknya adalah seluruh kompetisi ini saling terpaut satu sama lain. Kompetisi yang terus berjalan juga berarti semakin besar kemungkinan tim untuk memenangkan uang hadiah, sementara tim-tim pendatang baru dapat bertarung di liga divisi bawah untuk memperebutkan posisi sebagai peserta Pro League. Sistem kompetisi yang menyerupai olahraga konvensional ini merupakan salah satu langkah Ubisoft untuk memastikan komunitas pemain di level akar rumput tetap terjaga, serta menciptakan ekosistem esports Rainbow Six: Siege yang tak pernah sepi dari aksi serta berkelanjutan untuk jangka panjang.

Sumber: Ubisoft