NXL Mobile Esports Cup, Bentuk Komitmen NXL Kembangkan Esports Indonesia

Menyikapi perkembangan esports yang pesat belakangan, NXL baru-baru ini menggelar sebuah kompetisi untuk menyaring bakat-bakat baru di dunia esports. Kompetisi tersebut bernama NXL Mobile Esports Cup 2019, yang digelar pada akhir pekan lalu, Minggu, 17 Maret 2019.

NXL Mobile Esports Cup 2019 mempertandingkan dua cabang game, yaitu Mobile Legends dan PUBG Mobile. Mempertandingkan dua game yang memang sedang populer belakangan, turnamen tersebut berhasil menarik antusiasme para gamers. Tercatat, lebih dari 1000 orang lebih mendaftar untuk turut serta dalam kompetisi ini.

Sumber: Dokumentasi Resmi NXL
Sumber: Dokumentasi Resmi NXL

Setelah pertandingan sengit, ada tim VINS keluar sebagai jawara dari kategori Mobile Legends. Sementara dari kategori PUBG Mobile ada tim WAW yang keluar sebagai juara. Masing-masing juara mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp25 juta. Lalu untuk peringkat kedua dan ketiga, mereka masing-masing menerima hadiah sebesar Rp15 juta dan Rp10 juta.

Melihat antusiasme dari para pemain dengan kompetisi ini, Richard Permana selaku CEO NXL pun turut berkomentar. “Turnamen yang dibuka untuk umum itu, diharapkan bisa memunculkan tim ataupun nama-nama baru di esports. Harapannya mereka nantinya bisa menjadi calon-calon atlet esports di masa mendatang.”

Memang menjadi atlet esports di zaman sekarang terbilang lebih menjanjikan dibandingkan di zaman dahulu. Salah satu alasannya adalah, esports yang kini telah menjadi cabang olahraga resmi di SEA Games. Sebelumnya esports juga sudah menjadi cabang eksibisi di Asian Games 2018. Hal tersebut juga menjadi faktor lain, yang meningkatkan kepercayaan khalayak terhadap karir sebagai pemain esports.

Sumber: Dokumentasi Resmi NXL
Sumber: Dokumentasi Resmi NXL

Gelaran ini juga semakin lengkap dengan kehadiran Charles Honoris, anggota Komisi I DPR. Melihat semaraknya gelaran NXL Mobile Esports, Charles juga turut memberikan komentarnya. “Tentunya harapan saya, atlet Esports Indonesia bisa bersaing bukan hanya di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat internasional. Kalau nanti sampai dipertandingkan di Asian Games berikutnya (Hangzhou 2022), dan kalau jadi di Olimpiade, saya rasa ada kesempatan yang baik bagi atlet-atlet Indonesia untuk bisa mengharumkan nama bangsa melalui Esports.”

Kompetisi ini juga digelar sebagai bentuk komitmen NXL dalam mengembangkan esports di Indonesia. Maka dari itu, turnamen ini juga jadi ajang untuk memperkenalkan NXL Esports Center. Fasilitas latihan esports milik NXL tersebut nantinya akan di The Breeze, BSD City. Fasilitas ini dibangun, agar para gamers bisa belajar dan menguji kemampuan untuk menjadi atlet esports yang sesungguhnya.

Sumber: Dokumentasi Resmi NXL
Sumber: Dokumentasi Resmi NXL

“Kami melihat BSD City sebagai wadah komunitas digital dan creative. NXL tidak ingin ketinggalan dan akan memulai Esports Training Centre di The Breeze, BSD City. Nantinya di sana kami akan memberikan pelatihan bagi gamers yang ingin menjadi lebih baik. Tidak hanya hard skill, namun juga soft skill, ada edukasi yang akan kami berikan dalam pelatihan.” Ucap Richard Permana terkait persiapan program latihan di NXL Esports Center.

Kehadiran NXL Esports Center tentu menjadi angin segar bagi gamers di Indonesia. Memang setelah esports kini melesat dengan cukup jauh, hal yang harus dipikirkan selanjutnya adalah soal regenerasi, soal keberlanjutan ekosistem esports. Harapannya adalah, kehadiran training center seperti ini nantinya bisa menjadi wadah pengembangan bakat bermain game, dan bisa memunculkan bibit baru di dunia esports.

Apa yang Seharusnya Dilakukan Pemerintah untuk Esports Indonesia?

Tanggal 28 Januari 2019 yang lalu, berbagai instansi pemerintah bekerja sama mengumumkan Piala Presiden Esports 2019. Ada beberapa instansi yang bergandengan tangan menggelar turnamen ini, seperti Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), Kementrian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA), Kantor Staf Presiden (KSP), dan Kementrian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO). Sejumlah instansi tadi mengajak IESPL dan RevivalTV untuk menjalankan turnamen ini.

Tak sedikit yang memuji langkah pemerintah tadi karena menunjukkan dukungan mereka terhadap komunitas dan industri esports Indonesia. Namun demikian, jika kita ingin melihatnya lebih kritis, benarkah turnamen-turnamen seperti itu yang kita butuhkan dari pemerintah?

Piala Presiden 2019 - Juara Regional Surabaya
REVO Esports, juara regional Surabaya | Sumber: Dokumentasi Piala Presiden 2019

Bagi saya pribadi, negara seharusnya mengurusi hal-hal makro seperti infrastruktur digital, kebijakan perdagangan ISP, perpajakan, landasan hukum, ataupun yang lainnya yang menguntungkan semua pihak di ekosistem esports kita. Bukannya menggelar turnamen yang bersifat mikro. Apalagi, sudah banyak event organizer di Indonesia yang memang fokus menggarap esports. Kecuali memang belum ada EO esports sama sekali di Indonesia, mungkin langkah tadi benar-benar bisa diacungi jempol.

Saat pemerintah menggelar event yang sudah biasa jadi proyek swasta, mereka justru menjadi kompetitor dari EO yang tak ditunjuk. Contoh argumentasi ini sangat mudah karena memang kebetulan acara Grand Final Piala Presiden Esports 2019 (30-31 Maret 2019) bertabrakan tanggalnya dengan Grand Final ESL Indonesia Championship dan ESL Clash of Nations.

Aneh tidak sih? Ini saya bertanya ya…

Lalu, apa yang seharusnya pemerintah lakukan untuk esports Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tadi, saya pun mengumpulkan beberapa pendapat dari berbagai pemangku kepentingan di esports Indonesia.

Gisma Priayudha Assyidiq A.K.A Melondoto

Sumber: Melondoto via Instagram
Sumber: Melondoto via Instagram

“Pemerintah bisa men-support dengan cara mengapresiasi apa yang dilakukan oleh para atlet esports, mulai dari kompetisi lokal maupun internasional. Tidak perlu menambah hadiah atau iming-iming A, B, C, D. Biarkan esports berjalan dengan ekosistem yang sekarang sudah sangat baik.” Kata Gisma yang mengawali perjuangannya di esports Indonesia sebagai shoutcaster Dota 2.

“Diundang dong ke Istana Negara, contoh misal BOOM ID. Meski belum meraih kesuksesan di ajang dunia, tapi apresiasi kecil dari pemerintah akan saat berarti. Apresiasi ini tak hanya cuma buat BOOM ID, tapi buat semua pelaku esports.” Lanjutnya.

Menurut Melon, ia juga berharap pemerintah bisa memberikan asosiasi yang benar-benar netral ataupun merumuskan landasan hukum dan perpajakan soal esports. Selain itu, menurut Project Director JD High School League dan Chief Creative Officer untuk MoobaTV Indonesia ini, pemerintah juga bisa membantu mengenalkan esports dan dunia gaming ke arah yang baik. Sebagai pekerjaan atau profesi, misalnya. Pasalnya, hal tersebut dapat menghilangkan keresahan orang tua.

Satu hal yang ia percayai adalah segala sesuatu yang diatur dengan baik, hasilnya pun baik.

“Tolong GBK digratisin untuk event Mobile Legends. Wkwkwkwkw.” Tutupnya sembari bercanda.

Andrian Pauline (AP), CEO Rex Regum Qeon

Sumber: Andrian Pauline via Instagram
Sumber: Andrian Pauline via Instagram

Buat yang mengikuti perkembangan industri dan ekosistem esports Indonesia, Anda seharusnya tahu AP (panggilan akrabnya) dan Rex Regum Qeon (RRQ). Buat yang belum terlalu familiar, Anda bisa membaca obrolan kami dengan AP tentang RRQ beberapa waktu yang lalu.

Ia pun mengatakan, “menurut saya, (pemerintah bisa) membuat sebuat roadmap yang jelas untuk esports, mengaktifkan asosiasi, dan membantu atau memfasilitasi player, komunitas, EO, dan semua stakeholder di esports; khususnya di daerah. Karena mereka butuh peran serta pemerintah.”

Lebih lanjut, CEO dari organisasi esports besar yang merupakan bagian dari MidPlaza Holding ini menjelaskan beberapa contoh konkret tentang apa yang ia maksud di kalimat sebelumnya.

Pertama, ia berharap akan adanya jadwal event yang jelas (khususnya untuk event-event besar atau premium) agar tidak lagi bertabrakan tanggalnya. Selain itu, agar komunitas esports sehatdibutuhkan sebuah wadah yang dapat merangkul semua pelaku esports, seperti EO, developer, dan brand, untuk bisa duduk bersama. Event-event di daerah yang skalanya kecil dan menengah juga bisa jadi garapan pemerintah.

Terakhir, ia juga berargumen bahwa ada sebuah kebutuhan atas pelatihan dan pembinaan sehingga kita bisa mencetak para pemain yang bagus dengan perencanaan yang matang.

Reza Afrian Ramadhan, Head of Marketing Mineski Event Team

Reza Afrian Ramadhan. Dokumentasi: Yota Reiji
Reza Afrian Ramadhan. Dokumentasi: Yota Reiji

“Banyak sih… Tapi off-the-record ya hahaha…” Kata Reza sembari bercanda, mengawali perbincangan kami soal ini.

Lebih serius, Reza pun menjawab, “supporting grassroot events. Regenerasi kurang banget. Esports harusnya udah bisa jadi ekstra kulikuler karena udah seperti olahraga beneran yang butuh effort dan latihan.”

Selain itu, Reza juga menambahkan soal kebutuhan infrastruktur internet yang lebih baik. Pasalnya, ia bercerita jika salah satu momok untuk event berskala besar juga ada di internet. “Salah satu hambatan kita sebagai EO juga di internet. Even di kota besar masih aja ada gak stabilnya.” Ujar Reza yang bahkan sudah malang melintang bekerja untuk brand-brand internasional sekalipun.

Ditambah lagi, menurutnya, akses internet di Indonesia yang belum merata menyulitkan talenta-talenta dari kota kecil jadi lebih sulit terlihat. “Terus, dukungan konkret pemerintah untuk para pemain yang bertanding di tingkat international juga belum ada. Padahal mereka bela Indonesia.” Tutupnya.

Yohannes P. Siagian, Kepala Sekolah SMA 1 PSKD & Vice President EVOS Esports

“Kalau seperti itu pertanyaannya, sedikit susah jawabnya. Kalau apa yang SEHARUSNYA mereka lakukan adalah memberikan esports ruang untk berkembang secara alami dan tidak perlu masuk terlalu dalam operasional esports sehari-hari. Seperti anak remaja yang sedang berkembang, esports membutuhkan fasilitas dan support tanpa intervensi yang berlebihan.” Ujar Kepala Sekolah pemegang gelar M.M dari Universitas Indonesia dan M.B.A. dari I.A.E de Grenoble, Universite Piere Mendes, Perancis ini.

Menurutnya, campur tangan pemerintah yang berlebihan justru akan menghambat perkembangan esports.  Meski memang, bukan berarti pemerintah tidak dibutuhkan. Namun bentuk peran tersebut yang perlu dipertimbangkan.

Yohannes pun menjelaskan, “yang paling diperlukan adalah support pembangunan infratrustruktur dan regulasi yang mendukung esports berkembang. Misalnya pengembangan jaringan internet di Indonesia dan pengakuan esports sebagai bidang usaha/kerja yang sah.”

Contoh regulasi yang ia maksud di atas salah satunya adalah soal mempermudah proses pembuatan visa kerja bagi pemain, pelatih, ataupun pekerja asing di esports. Kalau proses ini bisa dipermudah, hal ini dapat menjadi penunjang positif untuk esports Indonesia karena ada pertukaran informasi dan pengetahuan yang sangat bermanfaat.

“Kalau Indonesia pintar mengelola perkembangan esports, maka ia akan menjadi suatu sektor yang sangat menguntungkan bagi Indonesia; tapi harus diberikan kesempatan untuk berkembang secara alami.” Ungkap Yohannes menutup perbincangan kami.

Sumber: ESL
IEM Chicago 2018. Sumber: ESL

Akhirnya, jika boleh saya menyimpulkan pendapat-pendapat narasumber kita kali ini, pemerintah sebenarnya/seharusnya bisa melakukan hal-hal yang tak dapat dijangkau atau sulit dilakukan oleh pelaku industri swasta.

Infrastruktur digital dan aspek pendidikan misalnya. Kedua hal tadi jelas tak mudah dilakukan oleh pelaku industri, tanpa campur tangan pemerintah. Perihal regenerasi dan meratakan tren esports untuk seluruh kalangan dan daerah di Indonesia juga bisa dilakukan, mengingat pelaku industri swasta mungkin akan kesulitan mencari modal ataupun sponsor untuk 2 kebutuhan ini.

Tidak lupa juga, berhubung esports sekarang sudah jadi industri dengan nilai yang cukup besar, dibutuhkan juga sebuah wadah yang mau dan mampu bersikap netral serta aktif mengakomodasi berbagai kepentingan; atau setidaknya menjadi fasilitator agar berbagai pelaku industrinya dapat duduk bersama mencari jalan tengah jika terjadi konflik kepentingan… Bukannya menjadi kompetitor ataupun malah jadi bagian dari konflik kepentingannya.

Apakah Anda setuju dengan pendapat kami dan para narasumber kita kali ini? Akankah harapan-harapan itu tadi hanya akan sekadar jadi teriakan-teriakan di ruang hampa? Entahlah…

Rekap Metaco Circuit Cup Qualifier 2, Armored Project Alpha Libas Tim-Tim Amatir

Setelah menyelesaikan kualifikasi pertamanya minggu lalu, Metaco Circuit Cup kini telah memasuki babak kualifikasi kedua. Sama seperti sebelumnya, kualifikasi ini mempertemukan 40 tim PUBG Mobile, baik profesional ataupun amatir, yang telah disaring dari ratusan pendaftar dari seluruh Indonesia. Metaco memang sengaja mengadakan turnamen ini untuk membuktikan bahwa masih banyak talenta esports yang belum tergali di tanah air, tidak hanya di kota-kota besar.

Bila minggu lalu kualifikasi Metaco Circuit Cup penuh dengan tim-tim besar seperti BOOM.ID atau Louvre Esports, minggu ini justru berbeda. Kebanyakan tim peserta kualifikasi kedua ternyata adalah tim-tim amatir. Namun tetap ada nama besar yang muncul, antara lain WAW Letsgo, NARA Esports, serta Armored Project Alpha. Kita tentu jadi bertanya-tanya, mungkinkah muncul tim amatir “kuda hitam” yang dapat mengungguli mereka?

Armored Project Alpha merupakan tim yang tampil paling bersinar di kualifikasi ini. Berhadapan dengan tim-tim amatir tidak membuat mereka memandang remeh lawannya. Mereka tetap menunjukkan permainan terbaik, hingga berhasil mendapatkan Chicken Dinner di game pertama dan kedua.

Metaco Circuit Cup - Qualifier 2 Teams

Ada dua tim yang mampu mengimbangi permainan Armored Project Alpha di setiap game, yaitu Streamer Bidut dan OPi Gaming. Mereka terus memberikan ancaman bagi tim-tim lainnya, juga berhasil mendominasi di beberapa momen. Streamer Bidut dan OPi Gaming akhirnya menduduki posisi lima besar dan turut lolos ke babak Grand Final, akan tetapi performa keseluruhan mereka masih ada di bawah Armored Project Alpha.

Berikut inilah lima tim yang berhasil lolos dari Metaco Circuit Cup Season 1 Qualifier 2:

  • Armored Project Alpha
  • Streamer Bidut
  • OPi Gaming
  • PRB Wanted
  • NO LOGIC Gaming

Kelima tim di atas akan bertanding lagi di Grand Final bersama 15 tim lainnya pada tanggal 14 April mendatang. Masih ada dua tahap kualifikasi lagi tersisa dalam Metaco Circuit Cup Season 1, yang akan digelar pada tanggal 6 dan 7 April 2019. Saat ini pendaftaran untuk kualifikasi 3 dan 4 masih dibuka. Jadi bila Anda berminat, langsung saja ajukan tim Anda dengan mengisi formulir di tautan berikut. Siapkah Anda menjadi jawara PUBG Mobile Indonesia berikutnya?

Disclosure: Hybrid adalah media partner Metaco Circuit Cup.

Kenny Prasetyo Siap Kembali Berlaga di London untuk FUT Champions Cup April 2019

Kabar baik yang mengejutkan datang dari esports FIFA 19 dan tim SFI Esports. Pasalnya, Kenny “Rainesual” Prasetyo akan kembali berlaga di London, untuk FUT Champions Cup April 2019.

Sebelumnya, Kenny mendapatkan undangan untuk berlaga di FUT Champions Cup December 2018 yang juga di London. Sayangnya, kala itu, Kenny tak lolos babak Grup karena hanya mampu mengantongi 2x kemenangan. Bagaimanakah ceritanya ia bisa kembali lolos ke London dan persiapannya kali ini?

Untuk itulah, kami langsung menghubungi Kenny untuk berbincang-bincang soal ini.

Bagaimana ceritanya bisa lolos ke London kali ini? Apakah benar Kenny lolos gara-gara ada yang kena diskualifikasi?


“Jadi, sekitar 1 bulan yang lalu itu diadain kualifikasi online buat nentuin 1 orang yang berhak lolos ke FUT Champions Cup #6 di London ini… Nah, kebetulan aku itu kalah dengan si juaranya di semifinal dan beberapa minggu lalu juaranya ini dinyatakan melanggar aturan EA dan di-ban dari kompetisi. Lalu secara tiba-tiba aja kemaren malem (20 Maret 2019), aku dapet email dari orang Gfinity yang mengurus event di London dan menyatakan kalo aku qualified ke event di London ini.” Cerita pemain yang modal tim FUT nya mencapai Rp35 juta.

Sebelumnya kan pernah ke London juga nih tapi kurang maksimal, kira-kira sekarang apa yang bisa dipersiapkan supaya hasilnya lebih baik?

“Yang pasti latihan lagi karena sekarang META gameplay-nya beda banget dari yang waktu itu aku ke London. Waktu ke London kemaren sepertinya persiapan aku masih belum mateng banget. Kalo sekarang pastinya bakal latihan setiap hari sampe ke hari H biar bisa maksimal dan tetap berdoa agar hasilnya lebih mantap. ”

Target minimal yang harus dicapai supaya bisa lolos ke Global Series Playoff itu harus sampai mana?

Sumber: EA
Sumber: EA

Kenny pun menjelaskan bahwa FIFA Global Series, rangkaian esports FIFA 19 tingkat dunia dalam satu musim, itu menggunakan sistem ranking (yang bisa dilihat di fifa.gg). Nah setiap partisipasi peserta di event resmi EA akan mendapatkan poin, tergantung dari pencapaiannya. Dari situ, para pemain yang masuk ranking 60 besar global akan mendapatkan undangan untuk berlaga di Global Series Playoff.

Kenny sendiri mengatakan bahwa ia harus lolos grup di FUT Champions Cup #6 nanti agar bisa mengamankan ranking 60 besar. Saat ini, ia berada di peringkat 86. “Kalo lolos Group Stage dapat 275 poin paling minimal. Jadi bisa naik sekitar 20 peringkat kalau lolos.”

Namun demikian, ia juga tahu bahwa perjalanannya tidak mudah. Menurut ceritanya, dari FUT 1-5, belum ada wakil Asia yang lolos dari babak Group.

Andaikan ia tidak lolos kali ini, menurut dia, masih ada kesempatan dari beberapa turnamen berikutnya seperti event License Qualifier. Jika FUT Champions Cup ini diibaratkan Major di Dota 2, License Qualifier bisa dibilang setingkat Minor. Selain itu, masih ada lagi kualifikasi Asia Tenggara untuk event Virtual Bundesliga (VBL) yang akan digelar tanggal 31 Maret 2019 di Malaysia. Namun Kenny sendiri mengaku tidak mengetahui apakah event VBL tadi akan mendapatkan poin untuk ranking.

FIFA 19
Sumber: EA

Akhirnya, kita doakan saja ya semoga Kenny bisa mendapatkan hasil yang lebih baik dari petualangannya di London bulan Desember kemarin. Semoga ada kejutan istimewa lagi dari pemain SFI yang satu ini, seperti lolos ke Global Series Playoffs.

Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Komunitas FIFA 19 Indonesia

Pringles Akan Sponsori Turnamen Esports ESL di 13 Negara Eropa Sepanjang 2019

Siapa yang tak kenal nama Pringles? Brand keripik kentang asal Amerika Serikat itu telah menjadi camilan favorit di berbagai belahan dunia, dan telah bertahan di pasaran selama lebih dari lima puluh tahun. Meski tidak punya kaitan langsung dengan industri game, esports atau teknologi, Pringles sebenarnya juga telah berinvestasi dalam esports sponsorship. Ketika brand seperti Pringles terjun ke dunia esports, maka dalam ilmu marketing mereka disebut sebagai brand non-endemic.

Pringles pertama kali menjalin kerja sama dengan ESL pada Oktober 2017, ketika mereka menjadi sponsor untuk turnamen ESL One Hamburg di Jerman. Di tahun 2018, Pringles mengambil langkah lebih jauh dengan menjalin kerja sama jangka panjang bersama ESL. Sepanjang 2018, Pringles telah mensponsori event ESL Meisterschaft, Gamescom Cologne, ESL One Cologne, serta IEM Katowice.

“Ajang perdana kami di Hamburg telah mengkonfirmasi: Pringles dan esports memiliki kecocokan,” demikian kata Dominik Schafhaupt, Senior Brand Manager Pringles untuk wilayah Eropa Utara, dilansir dari The Esports Observer. Tak puas mensponsori empat event saja, tahun 2019 ini Pringles meningkatkan investasi mereka di esports hingga hampir dua kali lipat.

Pringles - IEM Fan Edition
Pringles edisi khusus yang hanya tersedia di IEM Katowice 2019 | Sumber: Intel Extreme Masters

Pringles akan mensponsori delapan event ESL sepanjang tahun 2019, tidak hanya di Eropa Utara tapi juga di Eropa Tengah dan Eropa Timur (Central and Eastern Europe/CEE). Laporan dari AdAge menyebutkan bahwa sponsor ini mencakup tujuh turnamen di 13 negara. Artinya kemungkinan salah satu dari delapan event itu bukanlah berbentuk turnamen, namun saat ini belum ada info lebih detail tentangnya.

Pringles juga tidak mengungkap berapa nilai nominal sponsorship dalam kerja sama ini. Akan tetapi, Toan Nguyen, Executive Strategy Director dari marketing agency yang bekerja sama dengan Pringles, berkata bahwa nilai sponsorship di tahun 2019 mencapai 80% lebih tinggi daripada tahun 2018 kemarin. Brand Pringles akan hadir dalam wujud iklan digital, kemunculan logo, serta booth di turnamen yang menawarkan Pringles gratis pada para hadirin.

Ada beberapa alasan mengapa Pringles punya minat yang kuat terhadap esports. Pertama adalah audiens serta atlet esports yang umumnya terdiri dari kaum muda, berwawasan global, menyenangkan, serta berpendidikan. Pringles masih sedang dalam masa percobaan untuk mencari tahu konten apa yang terbaik untuk menjangkau mereka.

https://twitter.com/iem/status/1101486274794401793

Kedua, biaya yang dibutuhkan untuk mensponsori ajang esports masih lebih murah daripada olahraga konvensional. Menurut Nguyen, biaya sponsor itu berkisar antara US$50.000 hingga US$250.000, tergantung popularitas event. Sementara untuk mensponsori tim, perusahaan perlu merogoh kocek hingga US$500.000. Pringles saat ini tengah mencari tim esports yang layak disponsori, namun mereka tahu bahwa langkah ini merupakan investasi dengan risiko lebih besar.

Menariknya, Pringles tidak hanya ingin merangkul audiens esports, tapi mereka juga ingin dipandang sebagai brand endemic. Mereka ingin brand Pringles dipandang sebagai bagian natural dari komunitas esports. Ke depannya, langkah-langkah brand activation yang dilakukan Pringles di dunia esports pun akan terus berpegang pada visi tersebut.

Sumber: AdAge, The Esports Observer

Ubisoft Galakkan Program Revenue Sharing dengan Tim Esports Rainbow Six: Siege

Tom Clancy’s Rainbow Six: Siege karya Ubisoft mungkin bukanlah cabang esports paling populer di Indonesia. Akan tetapi dari segi penciptaan ekosistem esports yang berkesinambungan, banyak hal yang bisa kita pelajari darinya. Contohnya adalah program kerja sama bernama Pilot Program.

Pertama kali diumumkan pada tahun 2018 lalu, Pilot Program merupakan inisiatif Ubisoft untuk menjalin kolaborasi dengan organisasi-organisasi esports veteran dalam wujud revenue sharing. Seperti berbagai game online lainnya, Rainbow Six: Siege memiliki berbagai macam microtransaction, baik itu berupa pembelian karakter (Operator), Year Pass, hingga kosmetik. Dengan Pilot Program, Ubisoft dapat menciptakan benda-benda kosmetik bertema tim esports tertentu, kemudian memberikan sebagian hasil penjualannya kepada tim tersebut.

Kolaborasi ini terbukti telah membantu Rainbow Six: Siege tumbuh sebagai sebuah esports, juga meningkatkan kualitas dukungan yang diterima atlet-atlet Rainbow Six: Siege dari organisasi mereka. Di tahun 2019, Ubisoft ingin lebih memperluas lingkup kerja sama dalam Pilot Program. Langkah ini mereka sebut sebagai Pilot Program Phase 2.

Rainbow Six Siege - Pilot Program Phase 2
Sumber: Ubisoft

Pilot Program Phase 2 akan dimulai pada bulan Juni 2019 hingga Mei 2020, dengan kata lain mencakup kompetisi Pro League Season XI dan Season XII. Ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai Ubisoft dalam Pilot Program Phase 2, yaitu:

  • Menggaet lebih banyak tim Pro League ke dalam program (16 tim).
  • Memberi imbalan berdasarkan performa pemain dan organisasi.
  • Merangkul organisasi esports yang sudah senior dan berkomitmen tinggi, baik dari dalam ataupun dari luar ekosistem Rainbow Six: Siege.

Ubisoft akan melakukan seleksi kualitatif terhadap tim-tim yang mendaftar sebagai partner. Terlepas dari apakah tim itu masih baru atau sudah tua, Ubisoft ingin mencari tim yang dapat memberikan kekuatan serta stabilitas terhadap ekosistem esports mereka.

Sistem revenue sharing dalam Pilot Program Phase 2 ini terdiri dari beberapa jenis, tergantung dari tim atau event kompetisi yang berkaitan. Wujud pembagian itu adalah:

  • Pro League Items: Untuk item set bertema Pro League, 30% dari pendapatan bersih akan dibagi secara merata ke tim-tim anggota Pilot Program.
  • Pro Team Items: Untuk item yang khusus bertema tim tertentu, 30% dari pendapatan bersih akan diberikan kepada tim yang bersangkutan. Dari jumlah itu, 30% akan dibagikan kepada para pemain.
  • Road to Six Invitational Event: 30% dari pendapatan event Road to SI akan masuk ke dalam prize pool turnamen Six Invitational. Apabila ada tim anggota Pilot Program yang memenangkan hadiah Six Invitational, porsi hadiah yang yang datang dari Road to SI akan dibagi dua, 50% untuk tim dan 50% untuk pemain.
Rainbow Six Siege - Pro Team BDU
Beberapa item kosmetik Rainbow Six: Siege bertema tim esports | Sumber: Ubisoft

Pilot Program ini bukan pekerjaan Ubisoft saja, tapi juga menuntut komitmen dari organisasi esports yang menjadi partner. Ketika suatu organisasi sudah masuk ke dalam Pilot Program, mereka harus menunjukkan dukungan kepada ekosistem esports Rainbow Six: Siege secara konsisten. Contohnya seperti meliput tim Pro League saat hari pertandingan, mempromosikan kegiatan Rainbow Six: Siege di wilayah lokal, turut memasarkan item kosmetik yang dijual sebagai bagian dari Pilot Program, dan lain-lain. Sebagai gantinya, Ubisoft akan memastikan bahwa brand organisasi tersebut benar-benar direpresentasikan dengan baik.

Pilot Program adalah bukti nyata bahwa industri esports dapat berkembang dengan subur bila semua stakeholder mau bekerja sama dan menginvestasikan waktu serta tenaga untuk satu tujuan. Mirip seperti game Rainbow Six: Siege itu sendiri, yang tidak banyak dilirik ketika pertama dirilis namun pelan-pelan berkembang hingga menjangkau 40 juta pemain. Ekosistem esports Rainbow Six: Siege tidak takut menerapkan strategi yang fokus pada sustainability jangka panjang, dan ini layak diteladani oleh cabang-cabang esports lainnya.

Sumber: Ubisoft

Inilah Fakta dan Data Seputar PUBG Mobile, Setahun Setelah Perilisannya

PlayerUnknown’s Battlegrounds alias PUBG merupakan judul yang penting dalam sejarah industri video game. Meskipun bukan merupakan game battle royale pertama di dunia, juga bukan yang terbesar, PUBG telah berjasa menyebarkan tren serta mempopulerkan pakem battle royale. Lihat saja berapa banyak game yang mengekor kesuksesan PUBG dalam tiga tahun terakhir. Dari Fortnite, Call of Duty: Black Ops 4, Apex Legends, hingga Battlefield V, genre battle royale dan shooter kini seolah jadi pasangan yang tak bisa dipisahkan.

Tencent juga telah mengambil langkah berani untuk merilis port PUBG di perangkat mobile secara global pada tahun 2018 lalu. PUBG Mobile dengan cepat mewabah dan menarik perhatian gamer seluruh dunia, bahkan kini menjadi salah satu mobile game terbesar. Di bulan Maret ini, Tencent meluncurkan perayaan ulang tahun pertama PUBG Mobile dalam wujud event Anniversary Lottery. Seperti apa pencapaian PUBG Mobile selama setahun terakhir, dan apa saja langkah yang telah dilakukan Tencent untuk mendukung game ini?

PUBG Mobile - 1st Anniversary
PUBG Mobile merayakan ulang tahun pertamanya

Jumlah pengguna dan pendapatan

PUBG orisinal boleh bangga mencetak rekor sebagai salah satu game terlaris di dunia dengan lebih dari 50.000.000 kopi terjual. Akan tetapi bila kita bicara jumlah pemain, PUBG Mobile ternyata punya pencapaian yang jauh lebih tinggi. Di ulang tahun pertamanya, PUBG Mobile telah mencatatkan 200.000.000 kali jumlah unduhan, dengan jumlah pengguna aktif per hari mencapai 30.000.000 pengguna. Data ini diungkap Tencent dalam siaran persnya.

PUBG Mobile jelas lebih mudah menarik minat gamer karena dapat diunduh gratis. Bila kita bandingkan dengan saingan terberatnya, yaitu Fortnite: Battle Royale yang sama-sama gratis, karya Epic Games tersebut telah berhasil meraih 200.000.000 pengguna lebih dahulu pada November 2018. Kedua game ini memang sampai sekarang masih bersaing ketat, namun jangan lupa bahwa ada ancaman dari pendatang baru yaitu Apex Legends yang telah memiliki 50.000.000 pemain.

PUBG Mobile - Nominations
Beberapa nominasi penghargaan PUBG Mobile | Sumber: Tencent

Sementara itu, dari segi revenue, Sensor Tower memperkirakan bahwa PUBG Mobile hingga Februari 2019 telah menghasilkan pendapatan sebesar US$242.000.000 (sekitar Rp3,4 triliun). Angka ini masih kalah jauh dengan Fortnite versi iOS yang berhasil meraih lebih dari US$500.000.000 (sekitar Rp7,1 triliun).

Salah satu penyebab ketimpangan ini adalah karena Fortnite lebih populer di negara barat, terutama Amerika Serikat, sementara PUBG Mobile lebih populer di negara-negara Asia. Masalahnya, pendapatan PUBG Mobile di Tiongkok yang merupakan pasar terbesar Asia justru kini sedang terhambat.

Pemerintah Tiongkok masih melarang Tencent untuk meluncurkan in-app purchase di PUBG Mobile. Alasannya antara lain adalah karena regulasi lisensi game yang kini diperketat, juga karena Tiongkok tengah memberlakukan larangan terhadap impor game dari Korea Selatan. PUBG Mobile adalah properti intelektual milik PUBG Corp dan Bluehole yang merupakan perusahaan asal Korea Selatan, jadi game ini juga terkena imbasnya.

Strategi pemasaran

Selain dari daya tarik gameplay battle royale itu sendiri, keberhasilan PUBG Mobile menggaet sedemikian banyak penggemar tak luput juga dari usaha Tencent yang gencar melakukan kampanye pemasaran. Ada dua strategi pemasaran yang cukup mencolok dalam PUBG Mobile, yaitu influencer marketing dan kolaborasi (cross-over) dengan brand atau properti intelektual (IP) lain.

Beberapa brand dan IP yang telah menjalin kerja sama dengan PUBG Mobile selama setahun ini antara lain brand pakaian BAPE, promosi film Mission: Impossible – Fallout, serta konten bertema Resident Evil 2 remake. Tencent sebetulnya juga memiliki kolaborasi dengan game Uncharted dan Horizon Zero Dawn, namun sayangnya keduanya hanya tersedia eksklusif di PUBG versi PS4.

Di sisi lain, kerja sama antara PUBG Mobile dengan influencer agency Viral Nation telah mendapatkan penghargaan AVA Digital Awards 2019 Platinum Winner kategori Viral Marketing. Program kerja sama ini melibatkan berbagai kreator konten ternama seperti PewDiePie, Mr. Beast, hingga Mia Khalifa untuk mendapatkan eksposur besar-besaran. Viral Nation berkata bahwa kampanye tersebut telah sukses menghasilkan lebih dari 78,8 juta impression.

PUBG Mobile - Influencer Marketing
Strategi influencer marketing PUBG Mobile | Sumber: Viral Nation

Untuk Indonesia, sayangnya belum ada data yang pasti tentang keberhasilan strategi influencer marketing ini. Akan tetapi Tencent pernah menggelar program bernama Player Well Known (PWK) Invitational, yaitu turnamen PUBG Mobile yang digelar khusus untuk para influencer ternama di Indonesia dan Thailand. Taktik serupa juga dilakukan oleh Epic Games ketika meluncurkan Apex Legends beberapa waktu lalu.

Ekosistem esports

Dengan jumlah penggemar begitu tinggi, tidak butuh waktu lama bagi PUBG Mobile untuk menjadi cabang esports populer. Di Indonesia, Tencent telah menggelar PUBG Mobile Indonesia National Championship (PINC) 2018 yang menawarkan hadiah Rp700.000.000. Tencent juga menggelar kompetisi nasional serupa di negara-negara lain, misalnya PUBG Mobile India Series.

RRQ.Athena - Roster
RRQ.Athena saat menjuarai PMSC 2018 | Sumber: Tencent

PINC 2018 juga menjadi gerbang untuk menuju ke kompetisi PUBG Mobile tingkat internasional, yaitu PUBG Mobile Star Challenge (PMSC) 2018. Kompetisi berhadiah US$600.000 (sekitar Rp8,5 miliar) ini digelar di Dubai, dan beberapa waktu lalu dimenangkan oleh RRQ.Athena.

Di tahun 2019 ini, Tencent telah mengumumkan peluncuran satu lagi turnamen global terbuka bertajuk PUBG Mobile Club Open 2019. Turnamen ini mencari para jagoan PUBG Mobile dari 10 wilayah dunia (Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, India, Asia Tenggara, Timur Tengah, Tiongkok, Korea, Jepang dan Wildcard) untuk bertarung selama dua musim (Spring & Fall Splits), untuk akhirnya memperebutkan hadiah senilai total US$2.000.000 (sekitar Rp28,4 miliar).

Memasuki tahun 2019, Tencent berkomitmen untuk terus melakukan inovasi dan kolaborasi dengan berbagai partner serta terus berkontribusi untuk perkembangan esports di Indonesia. “Tahun 2019 ini akan menjadi tahun yang penuh tantangan bagi PUBG Mobile. Pertama-tama, kami akan mengadakan liga profesional pertama, PUBGM Club Open di Asia Tenggara yang akan menjadi langkah besar bagi PUBG Mobile E-Sport. Tujuannya adalah untuk membangun sistem liga profesional secara keseluruhan. Kedua, kami akan berkomunikasi lebih banyak dengan pengguna dan melakukan aktivitas yang lebih menarik; dalam hal permainan, akan ada lebih banyak kerja sama IP seperti RE2, dan juga akan ada pembaruan dan strategi baru, silahkan ditunggu!” Demikian pernyataan dari Gaga Li, Country Director of PUBG Mobile untuk Indonesia.

Tak kalah dari dari kesuksesan versi orisinalnya, PUBG Mobile telah menjadi fenomena sendiri di dunia game dan esports, bahkan tak jarang juga ada penggemar yang berkata bahwa PUBG Mobile lebih baik daripada PUBG asli. Pencapaian-pencapaian di atas, ditambah berbagai penghargaan bergengsi seperti Best Game of 2018 dari Google Play, membuktikan bahwa Tencent tahu betul cara menghadirkan hiburan yang diinginkan oleh pasar tujuannya.

Star8 Esports dan EVOS Burnout Juarai Bali United Esports Championship

Riuh rendah esports Indonesia selama ini terbilang terpusat di Jakarta. Walaupun begitu, kini pelaku industri esports sudah mulai sadar bahwa esports di Indonesia bukan cuma Jakarta. Maka, kini banyak penyelenggara yang mencoba melebarkan sayap ke kota besar lain di Indonesia, seperti Piala Presiden, ataupun Bali United, yang pada 15-16 Maret 2019 kemarin menyelesaikan gelaran Bali United E-Sports Championship (BUEC) di Gianyar, Bali.

Anda tidak salah baca, Bali United, sebuah klub sepakbola, kini mulai terjun ke ekosistem esports. Bagi Anda yang bukan penggila bola, Bali United adalah klub sepakbola profesional yang bermarkas di Gianyar Bali. Klub yang satu ini mulai beroperasi pada tahun 2014. Sejak saat itu, klub ini terus konsisten berada di strata tertinggi kompetisi sepakbola Indonesia, yaitu Liga 1.

Merupakan bagian dari Bali United Festival, klub sepakbola ini mencoba melengkapi keseruan acara dengan kompetisi esports BUESC. Kompetisi tersebut mempertandingkan dua game, yaitu Mobile Legends dan PUBG Mobile. Selain itu, gelaran tersebut juga menjadi momen peluncuran organisasi esports milik Bali United yang bernama Island of Gods (IOG).

Sumber: Instagram @iogesports
Sumber: Instagram @iogesports

Dengan ini maka bisa dibilang, Bali United merupakan klub sepakbola pertama di Indonesia, yang memiliki tim esports sendiri. Terkait hal ini, Putri Paramitha Sudali selaku Direktur Bisnis Bali United, sempat mengungkap sedikit pandangannya terhadap ekosistem esports dalam negeri.

“Esports merupakan industri yang berkembang amat pesat, baik di Indonesia maupun dunia. Kami juga baru-baru ini mengamati bahwa banyak penggemar dan komunitas kami merupakan pengamat esports. Dengan peluncuran tim Island of Gods dan Bali United E-Sports Championship, kami ingin menyebarkan jaringan kami dan melayani para penggemar kami di luar sepak bola. Sebagai klub sepak bola Indonesia pertama yang terjun di ekosistem esports, kami juga berharap dapat berkontribusi kepada pertumbuhan industri ini di Indonesia” ujar Putri.

Walaupun Bali United masih baru pertama kali menyelenggarakan sebuah event esports, namun antusiasme para gamers terhadap BUEC ternyata cukup tinggi. Tercatat ada lebih dari 1500 tim dari seluruh negeri terdaftar di turnamen. Dari total peserta sebanyak itu, lalu disaring sampai tersisa 4 tim Mobile Legends dan 14 tim PUBGm yang berhasil mencapai babang final, dan lalu diterbangkan ke Bali untuk bertanding langsung di Bali United Cafe, Gianyar, Bali.

Selama dua hari berjalan, pertandingan berlangsung sangat sengit. Dari Mobile Legends ada beberapa tim besar seperti Flash Wolves, BOOM ID, SFI Omega dan Star8 Esports. Lalu untuk PUBGm, tim seperti Bigetron, RRQ, SFI 4S, bahkan EVOS Burnout dari Thailand turut serta bertanding dalam kompetisi ini. Tak lupa, tim IOG juga turut bertanding di dalam kedua cabang game tersebut.

[BUESC] Winner PUBG-M
EVOS Burnout, juara PUBGm BUESC. Sumber: Press Release Bali United
Star8 Esports juara BUESC Mobile Legends. Sumber: Press Release Bali United
Star8 Esports juara BUESC Mobile Legends. Sumber: Press Release Bali United

Setelah pertarungan yang sangat keras dari para tim, akhirnya tim Star8 Esports keluar sebagai juara Mobile Legends, lalu dari PUBGm ada EVOS Burnout keluar sebagai juara. Dengan kemenangan tersebut, Star8 Esports berhak menerima hadiah sebesar Rp50 juta, sementara EVOS Burnout menerima hadiah sebesar Rp 35 juta.

Kehadiran Bali United di ekosistem tentu akan membuat esports di Indonesia semakin meriah. Meriah dalam artian, tambahan saingan yang membuat kancah kompetitif Mobile Legends serta PUBGm makin seru, tambahan investasi di ekosistem yang akan semakin mengembangkan industri esports, dan tentunya pemerataan esports agar tidak hanya terpusat di Jakarta saja.

Naik ke Divisi 1, LIMITLESS Gaming Buktikan Diri di R6 IDN Star League Division Takedown

Komunitas Rainbow Six: Siege Indonesia Community (R6 IDN) mulai tahun 2019 ini telah bergerak untuk menggarap dunia esports Rainbow Six: Siege tanah air lebih serius. Mereka tidak lagi hanya membuat turnamen-turnamen single event yang berdiri sendiri, tapi justru ingin menciptakan sebuah ekosistem kompetitif yang dapat berjalan untuk jangka panjang. Usaha tersebut diwujudkan dalam sebuah sistem kompetisi baru yang disebut R6 IDN Star League.

Mirip seperti liga sepak bola, R6 IDN Star League adalah liga murni yang tidak memiliki babak playoff. Di liga ini, 32 tim peserta dibagi ke dalam tiga jenjang divisi, kemudian mereka saling bertarung sepanjang season untuk memperebutkan poin. Di akhir season, tim-tim terbawah dari Divisi 1 bisa saja terdegradasi ke Divisi 2, begitu pula tim-tim terbawah Divisi 2 bisa terdegradasi ke Divisi 3. Akan tetapi tidak seperti sepak bola di mana tim terbawah otomatis terdegradasi, R6 IDN Star League memberi kesempatan mereka untuk mempertahankan divisinya dalam pertarungan yang disebut Division Takedown.

Imbalan yang didapat oleh peserta R6 IDN Star League bukan langsung berupa gelar juara, melainkan kesempatan untuk maju ke event besar (Major Event) yang akan digelar setelah Star League berakhir. Seluruh tim yang bertahan di Divisi 1 Star League berhak untuk maju ke Major Event, sementara dari Divisi 2 hanya empat tim terbaik yang lolos.

R6 IDN Star League S1 - Poster
Sumber: R6 IDN

Selain itu, perbedaan besar R6 IDN Star League dibanding liga esports biasanya adalah bahwa penempatan divisi tiap tim akan terbawa ke Star League season berikutnya. Ketika Star League Season 2 dimulai nanti, tim-tim yang sudah menempati divisi tidak lagi perlu mengikuti Open Qualifier karena mereka sudah terdaftar sebagai tim dalam Star League. Artinya, ketika tim masuk ke Star League, mereka telah memiliki komitmen serta wadah untuk berkompetisi dalam jangka panjang.

Sistem kompetisi ini merupakan adopsi dari sistem yang digunakan Ubisoft dalam esports Rainbow Six: Siege internasional. Setelah melalui liga selama satu season yang disebut Pro League, 8 tim teratas akan maju ke Major Event berformat turnamen bernama Pro League Finals. Ubisoft juga memiliki satu lagi Major Event berisi turnamen tim-tim all-star, yaitu Six Invitational.

Untuk di Indonesia sendiri, R6 IDN belum mengumumkan seperti apa wujud pasti Major Event nantinya. Tapi saat ini mereka sudah mulai melakukan persiapan ke arah sana. “Menuntun, melatih mental dan kesiapan mereka (atlet Rainbow Six: Siege Indonesia) lebih tepatnya untuk go pro di dunia internasional, itu target kita,” kata Bobby Rachmadi Putra, founder R6 IDN, kepada Hybrid.

Rainbow Six Siege - Screenshot
Tom Clancy’s Rainbow Six: Siege | Sumber: Steam

R6 IDN Star League Season 1 memasuki fase akhir

Star League Season 1 telah berjalan mulai bulan Januari lalu, dan kini mulai memasuki fase akhir yang menegangkan. Fase utama liga yaitu fase Division Playday sendiri baru saja berakhir untuk Divisi 1 dan Divisi 2. Klasemen kedua divisi tersebut telah ditentukan, dan pada tanggal 16 Maret kemarin, kedua divisi akhirnya bertemu dalam babak Division Takedown!

Pertarungan Division Takedown Star League Season 1 ini mempertemukan dua tim peringkat 7 & 8 di Divisi 1 melawan peringkat 1 & 2 di Divisi 2. iNation e-Sports dan Team Tobat terancam degradasi dari Divisi 1, sementara itu LIMITLESS Gaming dan Solid Prominence sebagai pemimpin klasemen berjuang untuk pergi meninggalkan Divisi 2. Ini adalah ajang pembuktian yang tercermin dari pertarungan sengit keempat tim.

Ada hal menarik yang terjadi dalam pembagian divisi di R6 IDN Star League Season 1. Ketika fase Open Qualifier, sebetulnya LIMITLESS Gaming termasuk salah satu tim tangguh yang dijagokan untuk masuk Divisi 1, karena mereka merupakan juara kompetisi Rainbow Six Siege Indonesia Series League 4 (ISL4) pada bulan Desember 2018. Namun ternyata mereka masuk ke Group 1 yang merupakan “grup neraka”.

R6 IDN Star League S1 - Final Standing Divisi 1
Final Standing Divisi 1 setelah Division Takedown | Sumber: R6 IDN

Berhadapan dengan tim-tim kuat seperti Scrypt dan Ferox E-Sports, LIMITLESS Gaming harus puas menduduki peringkat tiga di grup dan terlempar ke Divisi 2. Tapi dalam pertandingan Division Takedown kemarin mereka akhirnya menunjukkan permainan gemilang dan mengalahkan lawan-lawannya dengan telak. Baik itu Team Tobat atau iNation e-Sports, keduanya harus bertekuk lutut dengan skor 2-0.

Sementara itu Solid Prominence yang juga ingin naik divisi rupanya masih belum mampu menutup perbedaan keahlian dengan tim di atasnya. Mereka kalah oleh iNation e-Sports dengan skor 2-0 juga. Dengan hasil ini, LIMITLESS Gaming naik ke Divisi 1 dan berhak maju ke Major Event. Sementara Team Tobat terpaksa lengser ke Divisi 2 dan harus berjuang lagi agar bisa promosi di musim depan.

R6 IDN Star League S1 - Final Standing Divisi 2
Final Standing Divisi 2 setelah Division Takedown | Sumber: R6 IDN

Nomad dan Kaid terlalu kuat?

R6 IDN Star League Season 1 ini sangat seru salah satunya karena meta permainan Rainbow Six: Siege itu sendiri baru saja berubah drastis. Anda mungkin masih ingat bahwa Ubisoft baru merilis dua Operator baru dalam Operation Wind Bastion bulan Desember kemarin, yaitu Nomad dan Kaid. Setelah Grace Period selama tiga bulan, kedua Operator tersebut akhirnya sudah boleh digunakan di dunia kompetitif, sehingga menggoyahkan keseimbangan strategi yang telah terbentuk.

Keahlian Kaid yang dapat memperkuat trap door sehingga tidak dapat di-breach sangat mengubah alur permainan karena berubahnya alternatif-alternatif entry point. Sementara itu Nomad dengan gadget AirJab miliknya juga sangat merepotkan para Defender. Apalagi gadget tersebut ukurannya kecil sehingga orang sering kali tidak sadar.

Dominasi dua Operator ini begitu terasa sehingga tren di fase ban pun berubah. Biasanya, Echo adalah Operator paling langganan terkena ban, namun di Division Takedown ini justru Nomad dan Kaid yang lebih sering diwaspadai. Pemain Rainbow Six: Siege profesional dari G2 Esports, Pengu, juga berkata bahwa dua Operator ini tergolong “broken”.

https://twitter.com/g2pengu/status/1065229367746400256?lang=en

Ubisoft sendiri mengaku selalu mendengarkan saran dari para penggemar, jadi bila sentimen negatif terhadap Nomad dan Kaid terus berlanjut maka tidak menutup kemungkinan mereka berdua akan terkena nerf atau bahkan karantina. Namun selama hal itu belum terjadi, tampaknya kita bisa menebak bahwa Nomad dan Kaid akan banyak hadir di pertandingan-pertandingan kompetitif.

Fase Division Playday R6 IDN Star League Season 1 masih terus berlanjut hingga tanggal 7 April 2019, dan akan diakhiri dengan pertandingan puncak yaitu Division Takedown Divisi 2 versus Divisi 3. Jangan lupa untuk terus menyaksikan pertandingan-pertandingan serunya setiap hari Selasa, Rabu, dan Kamis pukul 19:00 WIB, hanya di channel Twitch R6 IDN.

Disclosure: Hybrid adalah media partner Rainbow Six: Siege Indonesia Community (R6 IDN).

Perjuangan Perempuan di Industri Esports: Eksplorasi Tubuh Sebagai Daya Tarik Utama Selebriti Gaming Perempuan [Bagian 1]

Meski perjalanan para perempuan melawan budaya patriakal sudah cukup panjang, faktanya, masih banyak industri yang menomorduakan kaum hawa. Industri kreatif adalah salah satu ranah yang biasanya masih didominasi oleh kaum pria.

Tak hanya di Indonesia, industri kreatif di negara-negara barat yang perjuangan feminismenya lebih agresif pun masih memarginalkan perempuan. Sampai dengan 2018, para aktris Hollywood mendapatkan bayaran yang lebih rendah ketimbang aktornya. Di industri komedi juga demikian. Komedian pria dianggap lebih lucu dibanding yang perempuan di Amerika sana. Industri esports internasional ataupun lokal juga tak berbeda jauh dari industri tadi.

Berbicara mengenai perjuangan perempuan di industri yang seringkali dibalut dengan maskulinitas ini memang panjang dan kompleks. Karena itulah, kami ingin membagi pembahasannya menjadi beberapa bagian. Untuk bagian pertama ini, kami pun memilih untuk membahas topik yang mungkin paling kontroversial; yakni soal menjadikan paras dan tubuh sebagai daya tarik utama.

Untuk mendapatkan perspektif lebih soal hal ini, kami pun menghubungi Nicole Constance yang merupakan seorang Cluster Category Manager Gaming untuk Logitech. Buat yang tidak terlalu familiar dengan industri gaming ataupun teknologi, Logitech adalah salah satu brand tertua dan terbesar di kategori produk peripheral (mouse, keyboard, headset, dkk.) yang didirikan di Swiss tahun 1981.

Ditambah lagi, Nicole juga punya pengalaman unik yang mungkin tak dimiliki oleh kebanyakan perempuan yang bergelut di bisnis. Ia merupakan salah satu pendiri dan anggota pertama dari NXA Gaming. NXA Gaming adalah pionir dari tren gamer girl di Indonesia, dengan Nixia Monica sebagai ujung tombaknya. Karena itulah, Nicole pernah merasakan di dua posisi yang berbeda dan mungkin bertolak belakang.

Selain Nicole, kami juga menghubungi Wida Arfiana, yang merupakan General Manager dari Techpolitan. Techpolitan sendiri adalah sebuah pusat edukasi yang kental dengan ranah teknologi, termasuk game. Kawan kami yang satu ini juga sudah malang melintang di industri game dan teknologi sejak 2010. Ia pernah bekerja di salah satu distributor komponen PC terbesar di Indonesia, Nusantara Jaya Teknologi (NJT), dan juga pernah di ASUS Indonesia. Ia juga salah satu dari segelintir orang di industri ini yang benar-benar peduli dengan isu seputar perjuangan perempuan – setidaknya berjuang dengan caranya sendiri, menurut pengakuannya hahaha…

Eksplorasi Tubuh Sebagai Nilai Jual Utama, Salahkah?

Gamer girl atau tak jarang juga disebut influencer (meski tidak tepat juga istilah itu) adalah gadis-gadis muda yang biasanya hobi bermain game, memiliki banyak fans di media sosial, dan memanfaatkan akun mereka tersebut untuk mencari nafkah (biasanya sebagai marketing channel ataupun produksi konten).

Kontroversinya, sekarang ini, kebanyakan dari gamer girl tadi menggunakan paras dan tubuh sebagai daya tarik utama mereka. Beberapa di antaranya bahkan sengaja memamerkan bagian tubuh tertentu untuk mendapatkan lebih banyak penonton.

Paham patriakal primitif menganggap perempuan memang hanya sebagai perhiasan, pajangan, penggembira atau apapun itu namanya. Stereotipe itu justru semakin diperkuat dengan perilaku eksplorasi tubuh itu tadi (istilah yang digunakan oleh Wida). Namun demikian, Wida juga menegaskan bahwa setiap perempuan punya kebebasan untuk mengekspresikan tubuhnya masing-masing. Bertindak represif dengan melarang keras hal-hal semacam itu akhirnya juga terjebak kepada perilaku partriakal yang inginnya mengatur semua hal yang bisa dan tidak bisa dilakukan oleh perempuan.

Lagi pula menurut Wida, berperan seperti seorang polisi moral juga tidak akan berdampak apapun. Pasalnya, industri game adalah industri yang mayoritas pasarnya anak laki-laki. Jadi, eksplorasi tubuh adalah salah satu strategi paling mudah yang bisa digunakan para gamer girl untuk mencuri perhatian. “Demand-nya ada dan pasarnya juga ada. Jadi, pasti ada yang lainnya lagi yang akan menggunakan strategi eksplorasi tubuh jika salah satu berhenti.” Ujar Wida.

gamer girl1

“Walau memang, ketentuan soal age restriction tetap harus dipatuhi karena ada kewajiban moral yang harus dilaksanakan.” Tambahnya.

Nicole juga sependapat soal ini. Ia memang menyayangkan hal tersebut namun Nicole merasa hal ini terjadi karena ada demand-nya juga. Ia juga percaya bahwa para gamer girl itu sebenarnya bisa memberikan konten yang lebih kreatif ataupun edukatif.

Wida pun menambahkan pendapat yang senada. Menurutnya, meski memang-memang sah-sah saja, eksplorasi tubuh tadi adalah level yang yang paling rendah dalam hal strategi konten. “Jadi pro player, misalnya, adalah level yang lebih tinggi.” Katanya. Karena, strategi eksplorasi tubuh tadi memang tidak dapat digunakan terus menerus.

Karena Paras dan Tubuh adalah Aset Terdepresiasi

Mungkin, banyak kaum muda yang tidak menyadari hal ini. Namun, faktanya, raga kita adalah aset yang mutlak menurun nilainya dari waktu ke waktu. Memang, kita bisa saja menggunakan berbagai cara dan peralatan untuk menjaga paras dan tubuh namun harga yang harus dibayarkan akan semakin besar dari waktu ke waktu.

Maksudnya seperti ini, mungkin penampilan kita memang akan berada di puncak nilainya saat kita berusia 20an. Ketika kita menginjak usia 30an, usaha ataupun modal yang dikeluarkan untuk menjaga penampilan tadi akan lebih besar lagi dari sebelumnya. Tuntutan ini akan semakin besar lagi ketika kita masuk ke usia 40an dan seterusnya.

Sumber: ArtStation
Sumber: ArtStation

Contohnya, di usia 20an, mungkin kita tidak butuh berolahraga agar tetap ramping. Namun, di usia 30an (apalagi di era teknologi yang semakin memanjakan manusia sekarang ini), pola makan yang sehat dan olahraga teratur dibutuhkan agar perut tidak buncit. Percayalah, hal ini berlaku baik untuk laki-laki ataupun perempuan (sembari melihat perut saya yang semakin ‘offside’).

Hal ini yang mungkin harus disadari oleh para gamer girl yang mengandalkan strategi eksplorasi tubuh. Sayangnya, tak sedikit (karena memang tidak semuanya), mereka-mereka yang berparas rupawan merasa tak butuh lagi skill atau nilai jual lain karena beranggapan modal tadi sudah cukup untuk menghantarkan mereka mendapatkan semua yang mereka inginkan.

“Eksplorasi tubuh tadi memang level pertama tapi harus mau belajar ke level yang selanjutnya.” Ungkap Wida. Level yang lebih tinggi dari eksplorasi tubuh tadi, menurut Wida, adalah eksplorasi potensi. Lebih lanjut ia menjelaskan, eksplorasi tubuh tadi sebenarnya lebih ideal jika digunakan sebagai salah satu sarana untuk ke posisi yang lebih safe; yang tidak terlalu bergantung pada penampilan semata.

Salah satu solusi karier yang lebih aman untuk jangka panjang tadi adalah dengan pindah ke belakang layar ataupun bergabung dengan korporasi raksasa macam Logitech, seperti yang dilakukan oleh Nicole.

Kenapa? Pertama, otak atau ketajaman berpikir (yang biasanya lebih diutamakan untuk orang-orang belakang layar) adalah aset kita yang lebih mudah meningkat nilainya seiring waktu – kebalikan dari penampilan kita. Kedua, korporasi besar memang punya rencana jangka panjang yang matang – atau setidaknya sudah ada; berbeda seperti kebanyakan selebriti media sosial.

Sumber: oliversalgames via Reddit
Sumber: oliversalgames via Reddit

Nicole pun sempat bercerita kepada kami kenapa ia dulu memilih untuk melepaskan statusnya sebagai selebriti gaming. Ia memang mengaku tertarik untuk mengembangkan industri game dan esports sejak dulu dan ia tak pernah berpikir bahwa menjadi selebriti gaming sebagai impian utamanya. Lagipula, ia beranggapan memajukan industri ini tak bisa dari satu sisi saja.

Menurut Nicole, mereka-mereka yang menggunakan strategi eksplorasi tubuh tadi sebenarnya masih punya peluang untuk bergabung ke korporasi nantinya. Asalkan, mereka punya skillset yang mendukung.

Meski demikian, satu hal yang tak boleh dilupakan adalah kita, manusia, semua punya waktu yang sangat terbatas. Mengasah kemampuan itu juga butuh waktu. Menurut cerita Nicole, ia bergabung bersama Logitech setelah 7 tahun meninggalkan NXA. Inilah yang mungkin penting dicatat untuk mereka-mereka para selebriti media sosial.

Anggap saja seperti ini, popularitas sebagai selebriti tadi bisa jadi baru menurun setelah menginjak usia 30an. Namun, jika mereka baru belajar keahlian lain di usia tersebut, mereka baru akan menginjak level yang sama seperti Nicole sekarang di usia 37. Jika hal itu yang terjadi, kemungkinan besar, perusahaan besar tidak akan akan memilih orang-orang minim pengalaman di usia yang nyaris 40 tahun.

Minimnya Ruang Eksplorasi Potensi untuk Perempuan Muda di Industri Game

Sumber: Medium
Sumber: Odyssey

Kenyataannya, jika kita ingin lebih fair, perjuangan para figur publik perempuan di industri game dan esports yang tidak mengandalkan eksplorasi tubuh memang jauh lebih berat. Sebagian besar pasar di industri game sendiri yang kebanyakan laki-laki memang seringnya menilai selebriti media sosial hanya dari tampilannya semata. Kami setuju dengan pendapat Wida di atas.

Mereka-mereka yang punya paras dan bodi menarik bisa mendapatkan popularitas dengan lebih cepat dan lebih mudah. Sebaliknya, mereka-mereka yang tak mau eksplorasi tubuh harus berjuang jauh lebih keras untuk bisa sampai ke tingkat popularitas yang sama. Hal inilah yang mungkin harus disadari dan diedukasikan kepada para laki-laki yang mendominasi pasar gaming.

Untuk itu, mungkin kita perlu melihat lebih jauh kenapa tren gaming girl meningkat pesat beberapa tahun terakhir. Kenapa eksplorasi tubuh dan paras bisa jadi jalan pintas mendapatkan popularitas? Karena, yang ditawarkan (baik disengaja ataupun tidak) oleh para selebriti media sosial tadi adalah sebuah ilusi atau impian atas pasangan idaman yang punya ketertarikan yang sama.

Sjokz, salah satu selebriti gaming yang tak hanya mengandalkan paras muka rupawan. Dokumentasi: Riot Games
Sjokz, salah satu selebriti gaming yang tak hanya mengandalkan paras muka rupawan. Dokumentasi: Riot Games

Maksudnya seperti ini, jika hanya berbicara soal paras, selebriti layar kaca ataupun layar lebar macam Raisa dan kawan-kawannya juga tidak kalah. Namun kebanyakan pengguna media sosial mungkin sadar bahwa mereka ada di tingkat awan-awan. Kecuali Anda juga seorang selebriti besar, pengusaha kaya raya, ataupun punya nilai jual yang sangat berharga dan langka, selebriti di kelas tadi kemungkinan besar tak mungkin Anda raih. Sedangkan selebriti kelas media sosial mungkin memang seolah lebih achievable.

Karena itulah, biasanya, para selebriti media sosial yang terang-terangan mengaku sudah memiliki pasangan akan menurun cepat popularitasnya; sebab hal tersebut menghancurkan ilusi para penggemarnya.

Jadi, buat para pengguna sosial media, khususnya laki-laki dan jomlo, percayalah para selebriti sosial media itu juga tidak mau sama Anda jika yang Anda lakukan hanyalah sharelike, retweet, swipe up, ataupun yang lainnya tanpa interaksi dan komunikasi yang lebih berarti. Tak ada salahnya juga untuk melihat dan menilai lebih jauh seorang selebriti gaming dari sekadar paras dan bodi, seperti kemampuan mereka bermain, kreatifitas konten, pengetahuan yang luas, ataupun yang lain-lainnya.

Karena, bagaimanapun juga, pasar juga turut menentukan kedewasaan konten seperti apakah yang menjadi tren baru di sebuah industri.