Point Blank Indonesia: yang Kembali ke Pangkuan Sang Pencipta

Sejarah perjalanan Point Blank (PB) adalah salah satu dari segudang cerita menarik di industri game Indonesia. Awalnya, PB dirilis oleh Gemscool di Indonesia tahun 2009 – 1 tahun setelah dirilis pertama kali di dunia, di Korea Selatan oleh NCSoft.

Tahun 2015, PB diambil alih oleh Garena dari tangan Gemscool sebelum akhirnya dikembalikan lagi untuk dijalankan oleh sang developernya, Zepetto, di penghujung tahun 2018. Cerita ini menarik karena PB seolah seperti sebuah pepatah habis manis sepah dibuang.

Di 2009, PB memang langsung mencuri perhatian karena menjadi alternatif dari para pemain Counter Strike yang tak ingin membayar Counter Strike: Global Offensive. Kala itu, PB menjadi game terlaris yang berkembang pesat seiring meroketnya tren warnet di masa yang sama. PB juga seolah menjadi sebuah kembang gula manis yang membuat sejumlah publisher asal Korea Selatan mendirikan kantor di Indonesia.

Di 2015, PB memang mungkin sudah menurun hype-nya namun ia masih jadi game PC terlaris di Indonesia saat itu. Garena yang mengambilnya dari Gemscool berhasil membangkitkan gairah itu kembali sembari mengangkat esports PB ke titik tertinggi. 1 Desember 2018, Garena pun memulangkan kembali PB ke tangan developernya, Zepetto.

Sumber: Garena PB E-Sports Indonesia
Sumber: Garena PB E-Sports Indonesia

Entah apa yang sebenarnya jadi alasan Garena melepas PB namun, bisa jadi, ada sangkut pautnya dengan menurunnya antusiasme gamer kelas free-to-play di platform PC dan bergeser ke mobile. Kembalinya PB ke pelukan sang developer langsung tentu saja melahirkan sejumlah tanda tanya. Apalagi mengingat sepak terjang Garena sebelumnya yang berhasil menghindarkan PB dari kematian (berhubung tidak banyak juga memang game Free-to-Play yang bisa bertahan sampai 10 tahun).

Untuk itulah, kami mengajak berbincang langsung perwakilan Zepetto Indonesia tentang PB di tangan sang developernya. Kali ini, Hybrid berbincang dengan Head Marketing & PR Zepetto Indonesia, Jodie Indiana Ramadhan.

Pertama, kami pun bertanya apa yang akan berbeda setelah PB ditangani langsung oleh Zepetto?

Jodie pun menjelaskan bahwa Zepetto ingin lebih dekat dengan komunitas gamer PB dan lebih mudah dalam implementasi perubahan in-game. Kedekatan dengan komunitas ini salah satu contohnya sudah dilakukan dengan salah satu program Zepetto Indonesia yang berjudul Grebeg Warnet. Sedangkan untuk implementasi mode baru di dalam game, Zepetto juga berencana untuk memberikan fitur baru mode Battle Royal pada bulan Maret 2019.

Lalu bagaimana dengan esports PB? Apakah esports-nya juga akan ditangani langsung oleh PB? Apa yang akan berbeda nanti dengan jaman Garena?

“Esports PB juga akan ditangani oleh Zepetto sendiri. Kami juga tidak akan mengurangi apapun dari yang pernah dijalankan oleh Garena, termasuk produksi sampai total hadiah.” Tutur Jodie.

Selain tak mengurangi apapun, Zepetto juga bahkan akan menambahkan berbagai kelas turnamen seperti PBJC (Point Blank Junior Championship) dan PBCL (Point Blank Champions League). Untuk informasi lebih detail tentang agenda esports PB Indonesia di 2019, Anda bisa membaca lebih lanjut di artikel yang pernah kami tuliskan sebelumnya. 

Jodie juga menambahkan bahwa, intinya, Zepetto bisa lebih bebas membuat turnamen PB yang seperti apa sekarang ini. Misalnya, Jodie menambahkan bahwa kualifikasi untuk PBNC tahun ini akan digelar di 41 kota.

Sebelum Zepetto turun tangan langsung, tentunya, mereka juga pasti memantau PB saat masih ditangani Garena. Menurut Zepetto, hal apa yang jadi tantangan terbesar saat itu?

“Tantangan terbesar untuk PB adalah cheat, apalagi game ini sudah 10 tahun.” Cerita Jodie. Ia juga mengaku memegang warisan Gemscool dan Garena itu berat. Dalam artian, keduanya tadi berhasil membuat PB meledak di pasaran Indonesia. Jadi Zepetto harus bisa mempertahankan hal tersebut.

Untuk mengatasi masalah ini, Zepetto pun membuat tim anti cheat sendiri agar mereka bisa lebih serius menanganinya. Ia juga bercerita ada banyak private server yang sudah mereka tutup.

Sumber: Pic2.me
Sumber: Pic2.me

Lalu, bagaimana sebenarnya rencana Zepetto di Indonesia? Seberapa panjang dan besar rencana mereka di sini? Misalnya, apakah mereka juga akan membawa game mereka lainnya ke Indonesia?

Hal ini kami tanyakan karena, jujur saja, ada kekhawatiran tentang perusahan-perusahaan luar yang hanya sekadar numpang lewat di sini.

Bagi Zepetto, rencana mereka di awal 2019 adalah ingin membuat PB stabil dulu setelah pergantian dari Garena. Muasalnya, Jodie mengakui bahwa ada banyak masalah saat pergantian server. Baru di semester kedua mereka ingin memasukkan lebih banyak game, termasuk mobile dan PC. Mereka juga akan stay sampai akhirnya, sampai tidak ada lagi orang yang bermain PB.

Sedangkan untuk rencana, Jodie mengaku mereka memang baru punya rencana untuk satu tahun ke depan. Namun ia mengklaim Zepetto akan masih bertahan di Indonesia sampai 5 tahun ke depan.

Salah satu yang mungkin jadi banyak keluhan komunitas gamer PB sendiri adalah sistem sewa senjata (yang punya batas waktu penggunaan) yang sebenarnya jarang ditemukan di game FPS lainnya. Apakah mereka akan mengubah sistem sewa jadi sistem beli (yang bisa digunakan tanpa batasan sesudah membayar)?

Sayangnya, Jodie mengatakan belum ada rencana untuk mengubah sistem sewa jadi beli. Namun Zepetto berencana untuk mengeluarkan senjata-senjata premium yang low-end alias ramah di kantong. Hal ini mereka lakukan sembari memonitor pasar gaming yang ada dan melihat daya beli penggunanya.

Jadi, Jodie sendiri juga mengatakan memang tidak menutup kemungkinan bahwa sistem sewa senjata itu akhirnya diganti.

Sumber: Point Blank Indonesia
Sumber: Point Blank Indonesia

Terakhir, dengan CS:GO yang jadi free-to-play dan game-game FPS atau shooter PC lain yang semakin menanjak popularitasnya (Apex Legends, R6S, dkk.), bagaimana Zepetto melihat persaingan tersebut?

Jodie pun mengaku bahwa persaingan justru akan lebih seru dan Zepetto mengaku tak khawatir dengan hal tersebut. Mereka masih percaya diri karena PB butuh spesifikasi ringan yang sesuai dengan pasar di Indonesia berkat engine game ini yang sudah berusia 10 tahun.

Walau demikian Jodie juga menambahkan bahwa Zepetto tentunya juga akan menambahkan penambah fitur-fitur baru di PB seperti Kill Cam.

Akhirnya, itu tadi obrolan singkat Hybrid dengan Zepetto Indonesia. Apakah benar mereka akan bertahan lama di Indonesia? Apakah mereka juga bisa mempertahankan popularitas PB di scene esports dalam negeri? Bagaimana mode Battle Royal PB yang akan mereka rilis nanti? Semoga saja sejarah panjang PB di industri game Indonesia masih punya banyak waktu untuk menorehkan cerita-cerita baru ya…

Inilah Tim-Tim yang Lolos Kualifikasi Piala Presiden 2019 Surabaya dan Makassar

Kompetisi esports Piala Presiden 2019 saat ini tengah berlangsung, dengan tim-tim dari seluruh Indonesia yang bertarung memperebutkan hadiah senilai total Rp1.500.000.000. Dari tanggal 28 Januari – 23 Februari 2019, tim-tim tersebut harus menjalani pertandingan babak regional sesuai kota domisilinya. Namun beda dari kualifikasi regional biasanya, kualifikasi Piala Presiden ini seluruhnya diadakan di Jakarta.

Babak regional Piala Presiden Esports 2019 untuk kota Surabaya dan Makassar telah berlangsung pada tanggal 16 – 17 Februari lalu, disiarkan secara langsung di stasiun televisi Metro TV pada pukul 13.00 WIB. Mengusung game Mobile Legends: Bang Bang (MLBB), acara ini mendapat sambutan minat yang tinggi dari masyarakat. Antusiasme itu jugalah yang mendorong Indonesia Esports Premier League (IESPL) untuk menjalin kerja sama dengan Metro TV.

“Kerja sama ini menjadi awal mula yang baik untuk membesarkan dan menyebarluaskan segala yang positif dari esports ke masyarakat. Untuk itulah Piala Presiden Esports akan terus ada dan makin banyak game yang dipertandingkan,” demikian ujar Giring Ganesha, Presiden IESPL, dalam siaran persnya.

Piala Presiden Esports 2019 juga mendapat dukungan penuh dari pemerintah Republik Indonesia. Abraham Wirotomo, Tenaga Ahli Madya Kantor Staf Presiden, sepaham dengan Giring tentang penyebarluasan aspek-aspek positif esports. Namun menurutnya esports juga masih punya kekurangan yang membuatnya kerap dipandang sebelah mata oleh masyarakat awam.

Piala Presiden 2019 - Juara Regional Surabaya
REVO Esports, juara regional Surabaya | Sumber: Dokumentasi Piala Presiden 2019

“Pemerintah hadir untuk menyediakan wadah dan batasan-batasan supaya industri game online bisa tumbuh. Untuk itu, saat ini kami akan membuat regulasi untuk mengatur semua ini agar melaju ke arah yang lebih baik,” kata Abraham. Dukungan serupa juga diutarakan oleh Andi Hasbullah (Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Sulawesi Selatan), serta Ferdinandus Setu (PLT Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informasi).

Pertandingan final kualifikasi regional Surabaya mempertemukan tim REVO Esports dan DRANIX. Pertandingan ini dimenangkan oleh REVO Esports dengan skor 2-0. Sementara di regional Makassar, dua tim yang tersisa adalah Starlest dan Soldier.57, dengan Starlest keluar sebagai juaranya.

REVO Esports dan Starlest kini berhak maju ke babak Grand Final Piala Presiden Esports 2019 yang akan berlangsung pada tanggal 30 – 31 Maret 2019 di Istora Senayan, Jakarta. Siapakah tim yang akan menjadi juara Piala Presiden Esports 2019? Kita tunggu saja tanggal mainnya.

Andalkan Zeku dan Kolin, Momochi Raih Gelar Juara EVO Japan 2019

Ketika melihat beberapa video-video permainan Yusuke Momochi di awal season 4 Street Fighter V: Arcade Edition, saya langsung berharap Momochi akan menjadi juara turnamen EVO berikutnya. Pasalnya, permainan Momochi terlihat begitu kreatif, apalagi ketika menggunakan karakter dengan banyak tools seperti Kage. Tiga bulan kemudian, harapan saya jadi kenyataan. Tapi ternyata bukan Kage-lah yang mengantarkan Momochi menuju gelar juara.

Akhir pekan lalu merupakan hari yang besar bagi komunitas fighting game dunia, terutama di Jepang. EVO Japan 2019 mencapai klimaksnya, dengan berbagai turnamen seru di berbagai fighting game populer. Street Fighter V: Arcade Edition masih menjadi hidangan utama, dan kali ini EVO Japan berhasil menghadirkan pertarungan-pertarungan yang mengejutkan.

Posisi Top 8 diisi oleh nama-nama pemain yang pasti sudah akrab di telinga penggemar esports Street Fighter. Selain Momochi, ada Nemo, Punk, OilKing, serta Fuudo. Mereka juga ditemani oleh Jyobin, Powell, dan Crusher. Menariknya, banyak di antara mereka yang ternyata bermain mengandalkan karakter yang lain dari biasanya.

Momochi misalnya, selama ini dikenal sebagai pakar karakter-karakter Shoto, terutama Ken dan Evil Ryu. Karakter itu pula yang ia jagokan ketika menjuarai EVO di tahun 2015 lalu. Tapi ternyata kini Momochi justru memainkan Zeku dan Kolin. Fuudo, yang sudah sangat lekat dengan Rainbow Mika, justru memainkan Birdie. Tiga karakter ini memang belakangan tengah naik daun, bahkan beberapa pemain Jepang meletakkan Birdie di posisi tertinggi dalam tier list.

Momochi maju ke babak Grand Final dengan meyakinkan lewat jalur Winners’ Bracket. Kolin dikenal sebagai karakter agresif yang ahli melakukan bermacam-macam setup, akan tetapi Momochi tak takut untuk bermain sabar jika dibutuhkan. Apalagi ia berhadapan dengan Fuudo yang merupakan seorang pemain veteran. Persaingan dua orang ini memunculkan ronde-ronde yang berjalan ketat dan panjang, bahkan nyaris Time Over.

Pada set pertama, Fuudo akhirnya berhasil mengalahkan Momochi dengan skor 1-3 dan melakukan bracket reset. Tapi Momochi tak gentar. Ia dengan cepat beradaptasi, memanfaatkan celah-celah kecil dalam pertahanan Fuudo untuk melakukan beberapa Crush Counter krusial.

Fuudo sebetulnya sempat unggul dalam footsies dan berhasil menekan Momochi ke ujung arena berkali-kali. Tapi Momochi selalu memanfaatkan V-Trigger II milik Kolin di waktu yang tepat. Ketika Kolin melakukan combo dengan V-Trigger II (Absolute Zero), ia dapat melakukan corner carry yang dahsyat, bahkan mendorong lawan dari ujung arena ke ujung yang satu lagi. Setelah pertarungan-pertarungan panjang, Momochi akhirnya berhasil membalas kekalahan di set pertama, dan mengirim Fuudo pulang dengan skor persis sama, 3-1.

https://twitter.com/EVO/status/1097118615189372928

Momochi berhak pulang membawa hadiah uang senilai 1.500.000 Yen, atau sekitar Rp191,5 juta. EVO Japan 2019 bukan turnamen EVO utama yang akan digelar di Las Vegas bulan Agustus nanti. Juga bukan bagian dari Capcom Pro Tour (CPT) 2019 yang baru akan dimulai pada bulan Maret mendatang. Tapi gelar ini menunjukkan bahwa Momochi memang layak menyandang predikat salah satu pemain Street Fighter terbaik dunia. Mudah-mudahan saja ia dapat menunjukkan level permainan yang tak kalah tinggi di turnamen-turnamen CPT 2019 nanti.

Sumber: EventHubs, EVO Japan News

G2 Juarai Six Invitational 2019 Bawa Pulang US$800K

Turnamen Rainbow Six: Siege (R6S) paling bergengsi di dunia, Six Invitational, akhirnya selesai merampungkan seluruh rangkaian kompetisinya hari Minggu 17 Februari 2019 kemarin. Di turnamen yang menawarkan total hadiah sampai dengan US$2 juta ini, G2 menegaskan diri menyandang predikat tim terbaik di R6S.

Tim yang digawangi oleh Fabian “Fabian” Hällsten ini berhasil menjadi juara setelah menaklukkan lawannya Team Empire di partai final dengan skor akhir 3-0 (Bo5). Meski Team Empire tak berhasil memenangkan 1 game pun, mereka sebenarnya sempat membuat kewalahan sang juara di setiap match. Dengan kemenangan tadi, G2 pun berhasil membawa pulang hadiah sebesar US$800K.

Sedangkan perjalanan G2 di Six Invitational 2019 ini terbilang mulus sejak awal kompetisi. Mereka berhasil jadi juara grup B dengan 2 kemenangan atas Mock-it Esports dan mantis FPS. Di babak perempat final, mereka berhasil mengalahkan Spacestation Gaming dengan skor 2-1 (Bo3). Berlanjut ke semifinal, Pengu dan kawan-kawan berhasil membungkam Team Reciprocity dengan skor 2-0.

Kemenangan G2 tersebut mungkin memang sudah diprediksi sebelumnya oleh para fans esports R6S karena performa mereka yang paling stabil di beberapa turnamen bergengsi sebelumnya, dibanding tim-tim lain yang berlaga di sini. Selama tahun 2018 sampai saat artikel ini ditulis, G2 berhasil mengantongi total 5 piala kejuaraan bergengsi untuk R6S yaitu:

  • Juara 1 Six Invitational 2019
  • Juara 1 DreamHack Winter 2018
  • Juara 1 Pro League Season 8 – Finals
  • Juara 1 Pro League Season 8 – Europe
  • Juara 1 Six Major Paris 2018

G2 Esports sendiri merupakan sebuah organisasi esports terbesar di Eropa yang cukup legendaris di CS:GO yang didirikan tahun 2013. Sampai hari ini, mereka punya 10 tim untuk game yang berbeda seperti League of Legends, Fortnite, Hearthstone, Rocket League, dan kawan-kawannya.

Selain divisi CS:GO mereka yang dulu sempat disebut-sebut sebagai tim terbaik di dunia, divisi LoL mereka juga sebenarnya cukup diperhitungkan di regional Eropa – meski dunia persilatan LoL sendiri memang tak pernah berpihak ke kawasan-kawasan barat sana.

Untuk Six Invitational 2019 nya, turnamen ini awalnya ‘hanya’ menyiapkan total hadiah sebesar USD500 ribu. Namun jumlah tersebut bertambah seiring dana tambahan yang didapat dari penjualan produk Pro League dan Road to Six Invitational.

Berikut ini adalah daftar pemain G2 yang berhasil menjadi juara Six Invitational:

  • Niclas “Pengu” Mouritzen
  • Joonas “jNSzki” Savolainen
  • Daniel “Goga” Mazorra Romero
  • Fabian “Fabian” Hällsten
  • Juhani “Kantoraketti” Toivonen

Setelah Esports, Econcert Berpotensi Jadi Tren Besar Berikutnya

Sudah bukan rahasia lagi bahwa Fortnite Battle Royale kini telah menjadi sebuah fenomena yang luar biasa. Lebih dari sekadar game, buah karya Epic Games tersebut adalah gaya hidup, tempat berkumpul, serta sarana sosialisasi baru para anak muda era digital. Tahun 2019 ini Fortnite Battle Royale kembali menciptakan sejarah dengan meluncurkan konser virtual DJ/musisi elektronik asal Amerika Serikat, Marshmello.

Konser yang digelar pada tanggal 2 dan 3 Februari 2019 itu meraih sukses besar. Lebih dari 10 juta pemain online bersamaan, bersama-sama berpesta dan menikmati suguhan musik dari artis yang bernama asli Christopher Comstock itu. Mereka yang tidak menonton langsung dalam game dapat menontonnya di YouTube, dalam video yang saat ini sudah meraih lebih dari 25 juta view.

Tentu saja, konser ini juga dibarengi dengan peluncuran merchandise bertema Marshmello dan Fortnite, serta album remix khusus berisi playlist lagu-lagu Marshmello yang diputar dalam konser tersebut. Album yang dimaksud—berjudul “Marshmello Fortnite Extended Set”, langsung merajai tangga Billboard sebagai album musik dance/electronic nomor satu di dunia.

Para gamer yang pernah memainkan Phantasy Star Online 2 mungkin sudah familier dengan adanya konser dalam game online. Tapi konser-konser di Phantasy Star Online 2 adalah konser artis fiktif dengan penampilan yang sudah diprogram. Pengalaman menyaksikannya tentu berbeda dengan konser live milik Marshmello yang merupakan artis sungguhan. Fortnite dan Marshmello telah menciptakan fenomena baru, dan ini memunculkan pertanyaan, “Akankah konser virtual jadi tren di masa depan?”

Ed Tomasi, mantan veteran ESL yang kini menjadi kepala divisi esports di Big Block, berkata bahwa musik dan video game adalah dua hal yang sudah memiliki kaitan erat sejak lama. Tapi ide memasukkan konser sebagai bagian dari game itu sendiri adalah hal yang revolusioner. Dan Epic Games telah menunjukkan bahwa mereka sangat serius menggarap event ini. “Pengalaman (konsernya) sangat sempurna. Rasanya seperti konser itu merupakan bagian natural dari game, bukan sesuatu yang ditempelkan begitu saja. Jadi penting untuk dicatat bahwa Epic telah memasang standar tinggi untuk siapa pun yang akan mengikuti jejak mereka,” kata Tomasi kepada Forbes.

Menurut Tomasi, ada banyak sekali potensi arah perkembangan konser virtual—atau “econcert”—di masa depan. Kita sudah melihat bagaimana game belakangan ini memiliki fitur-fitur beraroma esports terintegrasi ke dalamnya. Tidak aneh bila nantinya, para developer akan berlomba menciptakan fitur konser virtual ke dalam game mereka. Game tak lagi hanya hiburan, tapi menjadi platform entertainment baru.

Tentu saja, ada atau tidaknya fitur konser virtual tergantung dari jenis game itu sendiri. “Setiap game memiliki fan base sendiri-sendiri. Dan musik adalah bagian yang sangat intrinsik dari pengalaman bermain game. Jadi saya rasa ada banyak judul game yang sangat cocok untuk konser live,” kata Tomasi.

Ada oportunitas baru bagi brand dalam econcert

Tomasi juga berpendapat bahwa ada potensi besar untuk peran brand dalam econcert nantinya. Apalagi econcert adalah sesuatu yang dapat mendatangkan engagement tinggi. “Saya rasa bila saya pemilik brand dan ingin merangkul generasi baru ini, mensponsori in-game concert adalah ide yang sangat menarik. Dalam pandangan saya, iklan 30 detik bisa menyentuh hati, tapi konser virtual 10 menit, itu akan memindahkan diri Anda, terutama bila konser itu terjadi di dunia virtual yang Anda sangat akrab dengannya.”

Implementasi brand ke dalam econcert pun bisa beraneka ragam. Contohnya menciptakan semacam ruang VIP di mana para pemain bisa berinteraksi dengan brand dalam berbagai cara. Wujud lain misalnya dengan menciptakan skin eksklusif, bahkan mungkin yang lebih ekstrem, yaitu menciptakan konser versi VR/AR eksklusif. Ada banyak alternatif menarik selain sekadar menempelkan logo brand di lokasi konser. Kemungkinannya tak terbatas.

https://twitter.com/FortniteGame/status/1091123970080788481

Syarat yang penting bagi mereka yang ingin mengikuti jejak Fortnite, adalah mereka harus mau mendedikasikan sumber daya agar konser itu berjalan sempurna dan organik. Konser Marshmello bukan hanya pertunjukan musik. Mengkombinasikan panggung yang keren dengan tata pencahayaan gemerlap, berbagai efek-efek spesial, serta elemen-elemen gameplay, kolaborasi ini betul-betul menghasilkan hiburan baru yang hanya dapat terjadi di dalam sebuah game.

Di lagu yang berjudul “Fly”, misalnya, gravitasi dalam Fortnite tiba-tiba menghilang, membuat seluruh pemain melayang seperti dalam kondisi sedang terjun di awal permainan. Pesta digital ini begitu menyenangkan, dan tidak bisa direplikasi ke dunia nyata. Merancang konser dengan mekanisme kompleks seperti ini tentu tidak mudah. Bayangkan betapa kecewanya penonton jika terjadi bug di tengah konser, atau bila terjadi masalah jaringan karena server terlalu penuh. Hal-hal seperti inilah yang jadi tantangan.

Kemudian hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah posisi antara brand, game, serta musisi itu sendiri. Jangan sampai keberadaan brand menjadi terlalu menonjol sehingga para gamer merasa jengah dibuatnya. “Anda harus menjaga brand agar tetap ada di latar belakang—peran mereka adalah enabler. Pertunjukan serta game itulah bintangnya,” ujar Tomasi.

Sumber: Forbes

ESL Indonesia akan Gelar Clash of Nations Akhir Maret 2019. ESL One Jakarta Kapan?

Bertempat di CGV, West Mall Grand Indonesia, ESL Indonesia menggelar konferensi pers pertama mereka tanggal 15 Februari 2019. Pada acara tersebut ESL memperkenalkan diri ke banyak media yang menjadi undangan. Selain memperkenalkan diri, ESL juga mengumumkan ESL Clash of Nations – Arena of Valor yang akan digelar pada tanggal 29-31 Maret 2019.

Pada kesempatan yang sama tadi, sebelum kita membahas Clash of Nation, ESL juga akan menggelar Grand Final untuk ESL Indonesia Championship Dota 2 dan Arena of Valor untuk tim-tim yang telah bertanding dari bulan Januari 2019. Total hadiah yang disediakan untuk kedua turnamen tadi mencapai US$100K.

Meski begitu, 2 tim yang akan bertanding di Grand Final masing-masing game tadi masih belum ditentukan karena proses penyisihan yang belum berakhir. Dari informasi yang kami dapat dari ESL Indonesia, tim Dota 2 yang akan berlanjut ke Grand Final baru akan terlihat di tanggal 27 Februari 2019. Sedangkan untuk tim AoV-nya, penyisihannya baru selesai tanggal 10 Maret 2019.

Dokumentasi: ESL Indonesia
Dokumentasi: ESL Indonesia

Untuk pemenang Grand Final ESL Indonesia Championship AoV, mereka akan langsung bertanding kembali di ESL Clash of Nations melawan tim-tim terbaik dari Asia Tenggara. Clash of Nations ini nantinya juga akan jadi yang pertama kalinya di Asia Tenggara.

Ada 4 tim lain yang mewakili wilayahnya masing-masing, kualifikasinya akan digelar tanggal 23-24 Februari 2019, yang akan bergabung dengan juara Indonesia di Clash of Nations yaitu:

  • 1 tim dari Thailand
  • 1 tim dari Vietnam
  • 1 tim dari Filipina
  • 1 tim dari Malaysia / Singapura

Dalam rilis yang kami terima, Nick Vanzetti, Senior Vice President ESL Asia-Pacific Japan, mengatakan, “Clash of Nations menandakan saat yang menarik bagi ESL di Indonesia. Dengan dukungan yang telah diperlihatkan di National Championships, kami menjadi lebih semangat untuk bisa membawa event sekelas dunia kepada fans lokal. Tujuan kami adalah untuk memberi peluang agar setiap level bisa berkompetisi dan Clash of Nations adalah puncak perjalanan tersebut bagi para pemain.”

Dokumentasi: ESL Indonesia
Dokumentasi: ESL Indonesia

Sedangkan Direktur Indofood, Axton Salim, juga tak ketinggalan memberikan komentarnya dalam rilis yang sama. “Kami bangga dipercaya untuk bekerjasama membawa dan menyelenggarakan ESL Clash of Nations 2019 – Arena of Valor, kompetisi top level esports pertama dan terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Bagi kami, esports merupakan cabang olahraga elektronik yang digemari oleh generasi muda dan perlu terus kita dorong perkembangannya.

Melalui tiga brand kami yakni Pop Mie, Chitato, dan Indomilk Good To Go, Indofood akan turut menyukseskan penyelenggaraan ESL Clash of Nations 2019. Kami berharap ajang ini memberikan kesempatan bagi pemain-pemain esports tanah air untuk berkompetisi dan mengukir prestasi di tingkat internasional.” Ujar anak dari Anthony Salim dan cucu dari Sudomo Salim tadi.

Lebih menariknya lagi, pertandingan Grand Final ini nanti akan memiliki harga tiket masuk (HTM) sebesar Rp30 ribu per hari dan Rp150 ribu untuk tiket premium 3 hari yang bisa dibeli langsung di Elevania, yang merupakan partner ticketing resmi ESL Indonesia. Buat yang ingin menonton dari rumah, seluruh pertandingan tadi juga akan disiarkan langsung di kanal YouTube ESL Indonesia.

Jadwal ESL Indonesia Championship & ESL Clash of Nations. Sumber: ESL Indonesia
Jadwal ESL Indonesia Championship & ESL Clash of Nations. Sumber: ESL Indonesia

Meski memang bergengsi, Clash of Nations mungkin memang bukan yang paling ditunggu-tunggu oleh fans esports dalam negeri. ESL One, yang jadi salah satu ajang kompetitif andalan dari ESL, bisa jadi salah satu harapan terbesar komunitas esports Indonesia dari masuknya ESL ke sini. Muasalnya, pertama, ESL One biasanya berkelas Major sehingga mampu menarik tim-tim kelas dunia untuk turut berlaga. Kedua, ESL One Genting di Malaysia sudah 2 kali digelar di 2018 dan 2017 sedangkan ESL One Mumbai di India juga akan segera digelar bulan April tahun ini.

Saya pun menanyakan hal ini kepada Nick dalam sesi tanya jawab yang digelar di konferensi pers tadi. Sayangnya, Nick sendiri belum mampu memberikan kejelasan mengenai kapan ESL One akan digelar di Indonesia. “Setidaknya tahun 2020 atau mungkin lebih lama lagi.” Ujar Nick.

Jawaban tadi mungkin sekilas terdengar mengecewakan karena belum adanya kepastian namun, bagi saya pribadi, ada kelegaan yang tersirat. Kenapa? Karena hal ini berarti ESL Indonesia masih punya rencana panjang untuk Indonesia, setidaknya sampai 2020 atau lebih. Pasalnya, dari pengalaman yang saya lihat selama 10 tahun berkecimpung di industri game, ada banyak sekali perusahaan-perusahaan luar negeri yang lebih suka ngebut namun tak bertahan lama di sini.

Kesuksesan Apex Legends Kalahkan Fortnite, Kenyataan atau Cuma Ilusi?

Belakangan game battle royale terbaru besutan EA, Apex Legends, menyebar seperti virus di internet. Game ini dengan cepatnya jadi pusat perhatian baru. Gameplay Apex Legends mungkin tidak bisa dibilang segitu istimewa, hanya saja ia menggabungkan yang terbaik dari berbagai game.

Banyak yang klaim game ini seperti gabungan dari gunplay tempo cepat nan seru dari Call of Duty, elemen battle royale dengan map super jumbo dari PUBG, elemen skill dan spesialisasi karakter dari Overwatch, dan tentunya mekanik pergerakan karakter yang bisa fleksibel ke berbagai tempat dari Titanfall.

Dalam sesaat, game ini langsung jadi fenomena. Dalam waktu 3 hari, Apex Legends berhasil mengumpulkan 10 juta pemain dalam satu waktu. Angka ini juga pernah didapatkan oleh Fortnite ataupun PUBG, namun kedua game tersebut butuh waktu lebih lama untuk mendapatkannya. PUBG butuh enam bulan, sementara Fortnite butuh dua pekan untuk bisa mencapai angka tersebut.

Sumber:
Sumber: EA Official Media

Jika kita melihat secara skeptis, kemenangan Apex Legends bisa jadi disebabkan karena genre Battle Royale yang memang sudah populer saat ini. Dahulu Fortnite dan PUBG bekerja keras memahat jalur, demi membuat genre ini bisa diterima dan dinikmati oleh banyak gamers. Jadi mungkin kesuksesan Apex bisa jadi karena EA yang start belakangan namun berhasil memanfaatkan berbagai riset mereka terhadap fenomena battle royale.

Apex Legends sampai saat ini masih jadi fenomena massa, ia berkali-kali mengalahkan Fortnite terutama dari segi jumlah penonton di platform stream game ternama Twitch. Namun pertanyaan sesungguhnya dari hal ini adalah, apakah popularitas Apex di Twitch ini sebuah kenyataan atau hanya ilusi belaka.

Sebagai latar belakang, mengutip data dari esports observer, konten Apex Legends sudah ditonton selama total 31.73  juta jam dalam satu pekan (4-10 Februari 2019). Sebagai perbandingan, pada rentang waktu yang sama konten Fortnite berada di posisi ketiga yang ditonton 13.21 juta jam, lalu ada League of Legends di posisi kedua yang ditonton selama total 20.50 jam dalam sepekan.

Sumber: The Esports Observer
Sumber: The Esports Observer

Lalu apa penyebab begitu populernya Apex Legends selain dari soal gameplay. Jawabannya ada beberapa faktor, pertama karena banyaknya tokoh berpengaruh memainkan game ini, kebosanan terhadap Fortnite, dan nama besar EA di belakang dari Apex Legends. Namun apakah popularitas ini bisa bertahan lama nantinya karena faktor faktor tersebut?

Sebelum Apex Legends, sudah ada Call of Duty Black Ops IV mode Blackout yang juga mencoba menjejakkan kaki di dunia genre battle royale. Seperti Apex Legends, game tersebut segera menjadi pusat perhatian dan sempat mengalahkan jumlah penonton Fortnite di Twitch untuk beberapa waktu namun tak berhasil bertahan lama.

Sumber:
Streamer Twitch seperti Ninja yang main Apex Legends jadi salah satu faktor utama melesatnya jumlah pemain Apex Legends. Sumber: Dexerto

Hal ini disebabkan oleh kerjasama sang pengembang dengan streamer-streamer kondang di Twitch. Pada kasus Apex Legends, EA melakukan strategi yang kurang lebih mirip; meminta streamer kondang seperti Shroud, Dr.Disrespect, Summit1G, dan Ninja untuk mainkan Apex. Bedanya dulu para streamer tersebut membagi waktu antara streaming CoD dengan game utama mereka, sementara kini para streamer tersebut full-time bermain Apex; yang menyebabkan game ini bisa viral dengan cepat.

Apalagi ditambah dengan event Twitch Rivals, yang segera menyedot perhatian dari gamers seluruh dunia untuk melihat para streamer jago nan kondang bertemu di dalam satu kompetisi. Namun kembali lagi, apakah popularitas ini merupakan kenyataan yang bisa bertahan lama atau hanya tren sesaat?

Menurut opini saya, kini bola panas berada di tangan EA. Apex Legends berhasil memberi impresi pertama yang sangat kuat di kalangan gamers, bahkan membuat salah satu penulis Hybrid, yang bukan penggemar battle royale, jadi begadang main game ini sampai pagi. Langkah masuk akal selanjutnya dari EA adalah mempertahankan agar para pemain Apex Legends tetap terus bermain. Entah itu lewat konten-konten menarik, perubahan-perubahan dinamis, atau mungkin menyajikan tayangan esports dari game ini.

ESL Gelar Kejuaraan Dunia Clash of Clans Berhadiah 1 Juta Dolar

Nama Clash of Clans di Indonesia belakangan ini memang sudah meredup, kalah oleh berbagai game baru yang populer seperti Mobile Legends: Bang Bang atau Arena of Valor. Tapi itu bukan berarti Clash of Clans sudah mati. Setidaknya Supercell sang penerbit masih peduli akan ekosistem esports di sekitar game ini. Buktinya mereka baru saja menjalin kerja sama dengan ESL untuk menggelar kompetisi Clash of Clans World Championship.

Pengumuman tentang Clash of Clans World Championship sudah diungkap oleh Supercell lewat video teaser pada Desember 2018 lalu. Namun saat itu masih belum ada info detail tentang kompetisi ini, selain bahwa penyelenggaranya adalah ESL dan hadiah yang diusung sebesar US$1.000.000 (sekitar Rp14,1 miliar). Kini Supercell telah merilis info lebih lanjut, termasuk jadwal pertandingan dan sistem kualifikasi yang digunakan.

Clash of Clans World Championship dibagi ke dalam enam jalur kualifikasi yang disebut sebagai “Cup”. Mulai bulan Maret hingga Agustus 2019, akan ada satu Cup setiap bulannya yang dapat diikuti oleh Clan dari seluruh dunia. Namun ada satu syarat penting yang harus dipenuhi peserta, yaitu kepemilikan dokumen perjalanan (paspor dan visa) untuk pergi ke Polandia dan Jerman.

Dokumen ini perlu dimilliki karena setiap Cup terbagi menjadi dua tahapan, online dan offline. Di sisi online, para clan akan saling bertempur dalam Clan War League atau ESL Play, dan dari sini akan dihasilkan delapan clan terbaik. Delapan clan tersebut kemudian harus hadir di kota Katowice, Polandia, untuk menjalani pertandingan kualifikasi offline.

Setiap juara dari masing-masing Cup berhak maju ke babak final Clash of Clans World Championship nanti, dalam acara ESL One di Jerman. Mereka ditemani oleh dua clan tambahan yang berasal dari pilihan komunitas (peserta jalur wildcard). Artinya babak final akan diikuti oleh total delapan clan. Clash of Clans World Championship kali ini menggunakan format baru yaitu pertandingan 5v5.

ESL One
Final Clash of Clans World Championship akan diadakan di acara ESL One | Sumber: ESL

Clash of Clans memang muncul lebih dulu daripada Clash Royale, tapi di dunia esports, game ini tertinggal cukup jauh dari “adiknya” itu. Menurut laporan dari Esports Earnings, hingga saat ini total hadiah di dunia Clash of Clans kompetitif hanya bernilai US$1.576,87 (sekitar Rp22,3 juta). Kecil sekali dibandingkan Clash Royale yang tahun lalu sudah memiliki liga global berhadiah 1 juta dolar sendiri.

Clash Royale juga telah tampil di Asian Games 2018 sebagai salah satu cabang esports uji coba, meningkatkan penyebaran game tersebut ke khalayak ramai. Mungkin Supercell ingin agar Clash of Clans meraih kesuksesan esports serupa, apalagi game ini sudah memiliki format Clan War 5v5 yang ditambahkan sejak akhir 2017 lalu. Akankah misi tersebut berhasil?

Sumber: ESL via Esports Observer, SupercellEsports Earnings

JD.ID High School League Kembali Hadir di 2019, Kini dengan Format Liga

Bermain game lalu dijadikan profesi bisa dibilang belum pernah terpikirkan oleh generasi orang tua kita. Namun seiring perkembangan zaman, hal ini menjadi mungkin untuk dilakukan apalagi seiring dengan fenomena esports yang sedang membahana kini.

Dulu anak generasi 90-an tentu akan dimarahi jika terlalu banyak main game. Sekarang, para siswa SMA malah didorong untuk jadi atlet esports berkat kehadiran JD.ID High School League (HSL). Kompetisi ini sudah ada sebelumnya di tahun 2018, yang dijuarai oleh tim dari SMA 7 Bandung, namun dengan format berupa turnamen.

Tahun ini JD.ID HSL 2019 kembali hadir dengan namun dengan format liga. Seperti liga sepakbola, JD.ID HSL 2019 kini menggunakan dua tingkatan. Tingkat pertama disebut sebagai liga seri A lalu di bawahnya ada divisi dua yang disebut sebagai seri B. Pembagian divisi ini sudah dimulai saat 2018 kemarin lewat season qualifier. Dari tim peserta yang ada, diambil 36 tim terbaik, yang mana 20 tim masuk ke seri A, dan 16 tim sisanya masuk ke seri B.

Diana Chong, sedang bercerita tentang perjuangan HSL mengedukasi sekolah soal esports. Dokumentasi Hybrid - Novarurozaq Nur
Diana Chong, sedang bercerita tentang perjuangan HSL mengedukasi sekolah soal esports. Dokumentasi Hybrid – Novarurozaq Nur

Pada gelaran roadshow pembukaan JD.ID HSL 2019 yang diadakan 13 Februari kemarin, Diana Chong selaku Direktur Turnamen JD.ID HSL 2019 cerita banyak soal visi jangka panjang dari kompetisi ini yang fokus dalam pembibitan atlet esports baru. Salah satunya adalah komitmen dari JD.ID untuk memaksimalkan potensi anak muda dalam persaingan di dunia yang disebut oleh Diana sebagai industri ekonomi digital 4.0.

“Niat kami menyelenggarakan JD.ID HSL adalah mengusung misi edukasi dalam rangka menguatkan karakter anak bangsa yang akan menjadi aktor utama dunia esports Indonesia masa depan. Kami berharap JD.ID HSL akan melahirkan talenta potensial yang memahami filosofi esports, berdedikasi, disiplin, dan sportivitas tinggi.” Diana menjelaskan dalam roadshow tersebut.

Namun melihat komitmen ini, pertanyaan sebenarnya adalah soal integrasi kompetisi ini dengan ekosistem esports di Indonesia. Seperti yang Anda mungkin pernah dengar, saat ini banyak bermunculan kompetisi untuk kelas pelajar di Indonesia. Selain JD.ID HSL ini, ada juga Youth National Esports Championship (YNEC) yang digagas oleh Kemenpora, lalu juga ada IEL University Series kompetisi esports kelas mahasiswa yang digagas IESPA.

Satu hal yang saya bayangkan, tentunya akan sangat menarik misal, tim juara JD.ID HSL 2019 ini berkesempatan mendapat beasiswa dalam salah satu kampus peserta IEL. Contoh lain misal menjadi juara JD.ID HSL membuka kesempatan para siswa SMA untuk karir yang sesungguhnya di dunia esports profesional.

JD.ID HSL adalah usaha yang baik untuk menciptakan bibit pro player baru di ekosistem esports, namun akan lebih baik lagi jika ada integrasi dengan bagian lain dari ekosistem. Dokumentasi Hybrid - Novarurozaq Nur
JD.ID HSL adalah usaha yang baik untuk menciptakan bibit pro player baru di ekosistem esports Indonesia, namun akan lebih baik lagi jika ada integrasi dengan bagian lain dari ekosistem. Dokumentasi Hybrid – Novarurozaq Nur

Diana mengatakan bahwa wacana ini sebenarnya menarik, namun ia mengatakan bahwa dari sisi JD.ID dan Yamisok selaku penyelenggara, masih fokus menjalankan JD.ID HSL itu sendiri. “Kerjasama tersebut mungkin saja dilakukan dan tentunya akan berdampak sangat baik. Tetapi kami saat ini fokus kepada JD.ID HSL terlebih dahulu untuk dapat mengedukasi masyarakat terutama para orang tua murid tentang dampak positif dari esports.” Jawab Diana kepada Hybrid.

Menurut opini saya pribadi, hal ini yang dirasa masih kurang dalam ekosistem esports Indonesia. Walaupun secara ukuran industri sudah cukup besar, sayangnya kolaborasi dan integrasi antar bagian ekosistem masih kurang terjadi. Padahal integrasi dan kolaborasi antar bagian ekosistem pada saat tertentu bisa mempercepat perkembangan industri esports di Indonesia. Contohnya seperti, integrasi JD.ID HSL, IEL University Series, dengan organisasi esports lokal, diharapkan bisa mempercepat regenerasi atlet esports yang juga selama ini terbilang jadi masalah.

JD.ID High School League akan diselenggarakan mulai Februari ini dengan rangkaian roadshow edukasi soal esports, dengan kompetisi seri A dimulai pada 16 Maret 2019 mendatang. Untuk informasi lebih lanjut seputar JD.ID HSL 2019 Anda bisa langsung pergi ke laman resmi ihsl.id.

Esports dan Dukungan Pemerintah, Wacana Sesaat atau Program Jangka Panjang?

Belakangan, esports sedang mendapat sorotan dari pihak pemeritah. Berbagai lembaga pemerintahan membuat event esports di Indonesia. Beberapa badan pemerintahan tersebut adalah Kementrian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA), Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Federasi Olahraga Masyarakat Indonesia (FORMI), juga Kementrian Komunikasi dan Informasi (KOMINFO).

Badan pemerintahan tersebut langsung menyambut para gamers dengan 3 turnamen esports sekaligus. Ada Piala Presiden, Youth National Esports Championship, dan IEC University Series 2019. Lalu apakah dengan campur tangan pemerintah seperti ini, masa depan esports di Indonesia jadi lebih cerah? Penasaran dengan topik ini, kami pun berdiskusi dengan salah satu sosok yang sudah cukup lama malang melintang di dunia esport Indonesia, Gisma “Melon” Priayudha.

Gisma "Melon" (Kanan) shoutcaster kondang yang terkenal oleh komunitas sebagai "peternak lele". Sumber:
Gisma “Melon” (Kanan) shoutcaster Dota kondang yang terkenal di kalangan komunitas sebagai “peternak lele”. Sumber: Melondotos

Pertama-tama mungkin adalah soal Piala Presiden yang menjadi perdebatan di komunitas gamers Indonesia gara-gara game yang dipilih. Bicara soal hal tersebut, Melon cukup kalem menanggapinya. “Sebenarnya bukan hal baru game disentuh-sentuh politik. Soal ML (Mobile Legends) yang jadi sorotan, ya nggak heran juga. Memang gamenya lagi populer banget, jadi sudah sepantasnya”.

Sampai di titik ini, pertanyaan yang sesungguhnya pun muncul. Apakah dukungan pemerintah yang bertubi-tubi seperti ini akan membuat esports melaju pesat ke depan? Melon mengatakan bahwa konsistensi dukungan lebih penting daripada bertubi-tubi tapi cuma satu saat. “Udah kenyang deh sama yang kaya ginian, makanya gue gak terlalu masalah walau tahun ini game-nya bukan Dota. Tapi harapannya cuma satu, kalau pemilihan sudah selesai dukungan terhadap esports jangan cuma wacana aja.” Jawab Melon.

Esports dan politik di Indonesia sudah berkali-kali saling interaksi, sejauh yang saya tahu semuanya dimulai pada tahun 2017. Zaman itu adalah zaman Pilkada DKI, ketika paslon Ahok Djarot mencoba meraup perhatian anak muda dengan gelaran Ahok Djarot Dota 2 Invitational. “Pas zaman Ahok Djarot itu katanya mau bikin akademi Dota, tapi berujung cuma wacana. Sejauh yang gue pantau, belum ada lembaga pemerintahan atau politik yang serius menyokong esports. Ujung-ujungnya cuma wacana.” Cerita Melon yang berawal dari seorang shoutcaster kepada Hybrid.

Dokumentas: Hybrid - Novarurozaq Nur
IEL, salah satu event esports yang digagas badan pemerintah KOI, IESPA, dan KEMENPORA. Dokumentasi Hybrid – Novarurozaq Nur

Jadi, bila program seperti ini cuma jalan satu kali, mungkin percepatan pertumbuhan ekosistem esports di Indonesia tak akan berubah. Tapi bukan berarti esports Indonesia jadi mundur tanpa dukungan pemerintah. Selama ini juga ekosistem esports Indonesia juga sehat-sehat saja, bahkan melaju pesat tanpa ada dukungan dana dari pemerintah. Namun, menurut saya pribadi, pertumbuhannya bisa jadi lebih pesat jika negara juga turut investasi dalam industri ini.

Terkait hal ini Melon juga turut memberikan komentar yang cukup lugas “pokoknya yang dekat-dekat ini semoga lancar, semoga semua program esports ini nggak cuma wacana doang. Kalau ini semua program ini bisa konsisten dampaknya pasti jadi asik, gamer indonesia bisa makan kenyang. Kalau kata Jess (JessNoLimit), uang dulu baru kita main game jadi enak” jawab Melon sembari bercanda.

Memang apapun yang terjadi, tujuan ekosistem esports adalah untuk memberi ruang bagi para generasi baru, agar mereka bisa menjadikan hobi bermain game sebagai pekerjaan. Jadi apapun dukungannya, entah dari pihak swasta ataupun pihak pemerintah, intinya semua ini soal bisnis: tujuan dasarnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar kita sebagai manusia, yaitu sandang, pangan, dan papan.

Ambil contoh Mobile Legends, yang berhasil menjadi besar secara mandiri tanpa banyak campur tangan pemerintah.
Ambil contoh Mobile Legends, yang berhasil menjadi besar secara mandiri tanpa banyak campur tangan pemerintah. Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Namun soal dukungan pemerintah, hal yang patut kita apresiasi sebenarnya bukan hanya dari soal dukungan berupa suntikan dana, melainkan soal dukungan moril. Dukungan moril pemerintah ini maksudnya memberi semacam “legitimasi” terhadap esports.

Maksud “legitimasi” adalah memberi anggapan bahwa esports kini sudah “didukung pemerintah” sehingga tingkat kepercayaan para sponsor terhadap industri jadi ini lebih mengingkat. Kehadiran sosok-sosok kepemerintahan dalam gelaran esports juga membuat industri ini jadi lebih disorot oleh media mainstream, sehingga khalayak umum kini juga turut mengenal fenomena baru ini.

Satu hal yang pasti kita tidak bisa atau bahkan tidak perlu bergantung kepada pemerintah. Selama ini, motor penggerak industri esports adalah bisnis swasta yang ada dalam ekosistemnya. Jika kita berkaca dari negara yang punya ekosistem esports matang seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, atau Tiongkok, mereka berkembang dan matang karena peran swasta. Bagaimana dengan pemerintah? Fokus pemerintah biasanya adalah membuat regulasi yang tujuannya agar ekosistem tetap terjaga dan dapat berkembang dengan sehat.

Datangnya PSG ke Indonesia bisa jadi bagus bisa jadi buruk, apalagi kalau tak ada regulasi pemerintah untuk lindungi entitas bisnis esports lokal.
Datangnya PSG ke Indonesia bisa jadi bagus. Tapi bisa jadi buruk, terutama bila tak ada regulasi pemerintah yang berguna untuk lindungi entitas serta pekerja ekosistem esports lokal. Dokumentasi Hybrid

Apalagi jika melihat rentetan investasi luar negeri terhadap industri esports di Indonesia. Kebutuhan akan regulasi dan perundangan yang baik justru semakin dibutuhkan kehadirannya agar industri ini bisa lebih sustainable. Jangan seperti RUU musik yang jelas-jelas konyol dan tak berpihak pada keberlangsungan sebuah industri dan orang-orang di dalamnya.