Xiaomi Ungkap Mi Mix Alpha, Nyaris Seluruh Bodinya Merupakan Layar

Sejak tahun 2016, Xiaomi sudah menelurkan tiga smartphone eksperimental di bawah seri Mi Mix. Tahun ini bisa dibilang merupakan puncak dari keberanian mereka dalam berinovasi, dan itu mereka tunjukkan lewat smartphone ekstrem bernama Mi Mix Alpha.

Di saat pabrikan-pabrikan lain berlomba-lomba mengadopsi tren layar yang sisi kiri dan kanannya melengkung sampai menutupi bagian samping perangkat, Xiaomi rupanya ingin melampaui lebih jauh lagi. Layar Mi Mix Alpha bukan cuma melengkung sampai ke samping, tapi terus menyambung hingga ke bagian belakang ponsel.

Xiaomi Mi Mix Alpha

Xiaomi menyebutnya dengan istilah Surround Display, dan benar saja, nyaris seluruh penampang ponsel ini ditutupi oleh layar. Xiaomi bilang rasio layar ke bodinya mencapai angka 180%, tapi apalah arti angka tersebut kalau perangkatnya memang tidak menyisakan ruang untuk komponen lain yang bukan layar.

Namun sisa ruang tetap ada, spesifiknya untuk bezel tipis di atas dan bawah, serta rumah kamera di belakang yang memanjang sampai ke bawah. Xiaomi bilang rumah kameranya ini terbuat dari kaca safir utuh yang ditambatkan ke atas keramik, sedangkan rangka atas dan bawah Mi Mix Alpha sendiri terbuat dari bahan titanium, yang dikenal lebih kuat dari stainless steel meskipun lebih ringan.

Xiaomi Mi Mix Alpha

Bicara soal kamera, Mi Mix Alpha juga ingin membuat gebrakan melalui kamera utama beresolusi 108 megapixel. Sensor hasil kolaborasi Samsung dan Xiaomi ini bukan cuma mengunggulkan resolusi yang luar biasa tinggi saja, tapi juga ukuran penampang yang memang lebih besar dari biasanya di angka 1/1,33 inci, yang berarti ia bisa menyerap lebih banyak cahaya.

Urusan video, Xiaomi memang tidak menyinggungnya, akan tetapi Samsung sempat bilang bahwa sensor bikinannya ini sanggup merekam dalam resolusi 6K 30 fps. Optical Image Stabilization (OIS) tentu ada, bahkan Xiaomi menyebut OIS-nya berbasis empat poros. Sebagai perbandingan, kamera mirrorless paling top dari Sony mengemas sistem OIS lima poros.

Xiaomi Mi Mix Alpha

Di samping kamera 108 megapixel, masih ada dua kamera lain di belakang Mi Mix Alpha: kamera telephoto 12 megapixel berbekal teknologi dual pixel autofocus, serta kamera ultra-wide 20 megapixel yang siap menyenangkan hati para pencinta macro photography berkat kemampuannya menjepret subjek secara close-up hingga sedekat 1,5 cm.

Layar dan kamera kelas ekstrem itu tentu turut didampingi oleh spesifikasi kelas flagship: chipset Qualcomm Snapdragon 855+, RAM 12 GB dan storage internal tipe UFS 3.0 berkapasitas 512 GB. Baterainya pun besar, dengan kapasitas 4.050 mAh serta dukungan fast charging ber-output 40 W. Pertanyaan saya, apakah cukup besar untuk layar semasif ini?

Yang mungkin jadi pertanyaan lain adalah, ke mana semua tombol fisik yang biasa kita jumpai pada sebuah smartphone? Tidak ada. Sebagai gantinya, bagian layar yang berada di samping telah dibekali panel pressure-sensitive, yang menurut Xiaomi dapat menyimulasikan sensasi mengklik tombol fisik. Bagian sampingnya ini juga menjadi rumah untuk indikator seperti sinyal jaringan dan sisa baterai.

Bagian terbaiknya adalah, meski smartphone yang sudah mendukung jaringan 5G ini dikategorikan sebagai perangkat konsep, Xiaomi sudah punya niatan untuk memproduksinya dalam skala kecil menjelang akhir tahun nanti, dan menjualnya seharga 20.000 yuan (kurang lebih sekitar 40 jutaan rupiah).

Sumber: Xiaomi.

Tanpa Integrasi Layanan Google, Huawei Mate 30 dan Mate 30 Pro Resmi Diperkenalkan

Bertempat di kota Munich, Jerman, Huawei resmi menyingkap duo smartphone flagship terbarunya: Mate 30 dan Mate 30 Pro. Keduanya tentu membawa sederet pembaruan dibanding masing-masing pendahulunya, akan tetapi mereka juga menjadi ponsel pertama Huawei di luar pasar Tiongkok yang tidak dilengkapi layanan Google.

Ya, dampak dari sengketa panjang antara Huawei dan pemerintahan Amerika Serikat akhirnya sudah langsung kelihatan. Sebagai gantinya, Huawei harus menggunakan sistem operasi Android versi AOSP (Android Open Source Project), dan deretan aplikasi pihak ketiga untuk duo Mate 30 pun harus didistribusikan melalui Huawei AppGallery, bukan Google Play Store.

Saya yakin banyak yang merasa kecewa mendengar hal ini, apalagi setelah melihat potensi besar dari keduanya. Singkat cerita, Huawei Mate 30 dan Mate 30 Pro merupakan ponsel yang sangat menarik, terlepas dari ada atau tidaknya layanan Google di dalamnya.

Huawei Mate 30 / Huawei
Huawei Mate 30 / Huawei

Kita mulai dari layarnya. Huawei memang belum lepas dari tren notch, tapi itu bukan berarti mereka tidak tertarik mengejar tren lain di sektor display. Kalau kita lihat layar Mate 30 Pro, tampak bahwa bagian kiri dan kanan layarnya melengkung hingga nyaris menutupi seluruh bagian samping perangkat.

Konsekuensi dari gaya desain baru ini adalah, Huawei tidak punya cukup ruang untuk menempatkan tombol fisik. Yang tersisa pada Mate 30 Pro hanyalah tombol power, sedangkan tombol volumenya telah digantikan oleh tombol virtual yang bisa diakses dari sisi kiri layar. Skenarionya mirip seperti yang kita jumpai pada Vivo NEX 3 belum lama ini.

Layarnya sendiri merupakan panel OLED 6,53 inci dengan resolusi 2400 x 1080 pixel. Perlu dicatat, layar yang Huawei sebut dengan istilah “Horizon Display” ini hanya tersedia di Mate 30 Pro saja. Mate 30 di sisi lain harus tabah dengan layar berbentuk biasa, meski spesifikasinya tetap saja menarik: OLED 6,62 inci, dengan resolusi 2340 x 1080 pixel.

Huawei Mate 30 Pro

Beralih ke kamera, tanpa harus terkejut ini merupakan aspek yang paling dibanggakan oleh Huawei. Mate 30 hadir dengan tiga kamera belakang, sedangkan Mate 30 Pro dengan empat kamera belakang. Di atas kertas, rincian teknisnya terdengar mengesankan.

Baik Mate 30 dan Mate 30 Pro sama-sama mengandalkan kamera utama beresolusi 40 megapixel yang diklaim mampu menangkap 137% lebih banyak cahaya ketimbang iPhone 11 Pro Max, dan ini kemungkinan besar terwujud berkat penggunaan filter warna RYYB pada sensornya. Keduanya pun turut dibekali kamera telephoto 8 megapixel, lengkap dengan lensa f/2.4 dan OIS.

Namun kesamaannya terhenti di situ. Dua kamera lain Mate 30 Pro mencakup kamera ultra-wide 40 megapixel dan kamera 3D depth-sensing, sedangkan Mate 30 hanya menyisakan kamera ultra-wide beresolusi 16 megapixel. Di depan, ada kamera selfie 24 megapixel untuk Mate 30, sedangkan Mate 30 Pro lagi-lagi lebih superior dengan kamera selfie 32 megapixel sekaligus kamera 3D depth-sensing satu lagi.

Huawei Mate 30 Pro

Soal performa, Mate 30 dan Mate 30 Pro sama-sama mengemas chipset Kirin 990 yang baru diperkenalkan pada event IFA belum lama ini. Chipset itu ditemani RAM 6 GB dan storage 128 GB pada Mate 30, sedangkan Mate 30 Pro kebagian jatah RAM 8 GB dan storage 256 GB.

Keduanya juga sama-sama mengusung baterai berkapasitas besar: 4.200 mAh pada Mate 30, dan 4.500 mAh pada Mate 30 Pro. Fast charging 40 W merupakan fitur standar, demikian pula wireless charging 27 W beserta reverse wireless charging.

Duduk di kelas flagship, harga Mate 30 dan Mate 30 Pro sudah pasti mahal. Di pasar Eropa, Mate 30 dibanderol 799 euro (± Rp 12,3 juta), sedangkan Mate 30 Pro dibanderol 1.099 euro (± Rp 17 juta). Huawei juga bakal memasarkan Mate 30 Pro versi 5G seharga 1.199 euro (± Rp 18,5 juta), tidak ketinggalan juga Mate 30 versi Porsche Design yang dibekali RAM 12 GB dan storage 512 GB seharga 2.095 euro (± Rp 32,4 juta).

Sumber: Android Authority.

Vivo NEX 3 Adalah Flagship dengan Layar Menawan, Kamera 64 Megapixel, dan Konektivitas 5G

Ada ponsel flagship baru dari Vivo. Namanya Vivo NEX 3, dan ia mengemas fitur yang begitu canggih sampai-sampai terkesan seperti barang konsep. Namun kenyataannya tidak demikian, Vivo bahkan sudah mengumumkan jadwal rilis beserta banderol harganya.

Sebelumnya, mari kita lihat kecanggihan apa yang ditawarkan NEX 3, dimulai dari wajahnya. Layar Super AMOLED dengan bentang diagonal 6,89 inci dan resolusi 1080p ini sangat istimewa. Istimewa karena sisi kiri dan kanan layarnya melengkung hingga menutupi bagian samping perangkat.

Alhasil, tidak ada ruang yang tersisa untuk menempatkan tombol power maupun volume. Sebagai gantinya, Vivo menyematkan fitur Touch Sense, yang pada dasarnya merupakan perpaduan tombol virtual beserta sistem haptic feedback.

Vivo NEX 3

Berhubung belum mencoba, saya pribadi tidak berani berkomentar terkait fungsionalitas dari fitur Touch Sense jika dibandingkan dengan tombol fisik. Terlepas dari itu, NEX 3 dengan layar yang Vivo sebut dengan istilah Waterfall FullView Display ini tampak begitu menawan. Bagi yang penasaran, Vivo bilang rasio layar ke bodinya mencapai angka 99,6 persen, dan sensor sidik jari tentunya sudah terintegrasi pada layar tersebut.

Lanjut ke sektor kamera, tampak ada tiga modul di bagian belakangnya. Kamera utamanya menggunakan sensor 64 megapixel bikinan Samsung, sedangkan dua kamera sisanya merupakan kamera wide-angle 13 megapixel dan telephoto 13 megapixel. Di depan, ada kamera selfie tipe pop-up dengan sensor 16 megapixel.

Vivo NEX 3

Spesifikasi NEX 3 juga mengesankan dan sangat pantas menyandang status flagship: chipset Qualcomm Snapdragon 855 Plus, pilihan RAM 8 atau 12 GB, serta storage internal 128 atau 256 GB. Kapasitas baterainya pun masif, 4.500 mAh, lengkap dengan dukungan fast charging 44 W.

Vivo berencana melepas NEX 3 ke pasar Asia Pasifik dalam beberapa bulan ke depan. Di Tiongkok, tiga varian yang ditawarkan adalah sebagai berikut, dengan dua di antaranya adalah varian 5G:

  • NEX 3 dengan RAM 8 GB dan storage 128 GB seharga 4998 yuan (± Rp 9,9 juta)
  • NEX 3 5G dengan RAM 8 GB dan storage 256 GB seharga 5698 yuan (± Rp 11,3 juta)
  • NEX 3 5G dengan RAM 12 GB dan storage 256 GB seharga 6198 yuan (± Rp 12,3 juta)

Sumber: GSM Arena.

Casing Smartphone Bikinan Razer Dirancang untuk Menjaga Perangkat Tetap Adem Selama Sesi Gaming Berlangsung

Tidak setiap hari kita mendengar perusahaan seperti Razer merilis sebuah casing smartphone. Namun saat mereka benar-benar melakukannya, sudah pasti casing tersebut ada hubungannya dengan gaming, dan itulah yang hendak ditawarkan oleh Razer Arctech.

Kompatibel dengan beragam model iPhone (iPhone XR, XS, XS Max, iPhone 11, 11 Pro, 11 Pro Max) sekaligus Razer Phone 2, Arctech dirancang untuk menjaga ponsel yang dibalutnya tetap adem selagi digunakan untuk bermain game secara intensif. Tentunya ini bukan pekerjaan mudah, sebab ponsel dalam posisi telanjang tanpa casing pun sudah bisa memanas ketika menjalankan game berat.

Razer Arctech

Rahasia di balik kapabilitas Arctech adalah lapisan material khusus bernama Thermaphene yang dirancang sendiri oleh Razer. Razer bilang Thermaphene ini merupakan material yang konduktif; mampu menyerap panas yang berasal dari dalam smartphone, sebelum akhirnya menyalurkannya ke luar, dibantu oleh lapisan eksterior yang dilengkapi lubang-lubang kecil.

Berdasarkan pengujian internal Razer, Arctech disebut mampu mempertahankan suhu perangkat hingga 6° Celsius lebih rendah dibanding casing lain. Saat dites selama 2 jam, Arctech berhasil menjaga suhu ponsel tetap di bawah batas maksimal yang disarankan pabrikan, sedangkan casing lawannya gagal melakukan itu dalam waktu 20 menit saja.

Razer Arctech

Struktur Arctech sendiri terdiri dari tiga lapisan: lapisan polycarbonate/thermoplastic elastomer berlubang di bagian terluar, lapisan Thermaphene di tengah (juga berfungsi untuk mencegah debu masuk ke dalam), dan lapisan soft microfiber yang menempel langsung ke perangkat dan melindunginya dari goresan.

Razer Arctech bakal ditawarkan dalam dua varian, Slim dan Pro, yang keduanya sama-sama kompatibel dengan Qi wireless charger. Varian Pro ini mengemas dinding dalam peredam kejut, dan diklaim tahan benturan meski terjatuh dari ketinggian 3 meter. Harganya dipatok $30 untuk Arctech Slim, dan $40 untuk Arctech Pro.

Sumber: Razer.

Apple Resmi Perkenalkan iPhone 11, iPhone 11 Pro dan iPhone 11 Pro Max

Melanjutkan tradisi tahun lalu, Apple merilis tiga iPhone baru sekaligus. Trio iPhone 11 ini masih mengusung desain yang nyaris identik seperti masing-masing pendahulunya, akan tetapi tentu saja ada perombakan signifikan di sektor spesifikasi, utamanya di bagian kamera.

iPhone 11 yang menggantikan iPhone XR datang membawa sepasang kamera belakang: 12 megapixel f/1.8 dan 12 megapixel dengan lensa ultra-wide (120°) f/2.4. Di depan, ada kamera 12 megapixel f/2.2 yang cukup istimewa. Istimewa karena kamera selfie ini siap merekam video dalam resolusi 4K 60 fps, atau video slow-motion dalam resolusi 1080p 120 fps.

iPhone 11 Pro

Untuk iPhone 11 Pro dan iPhone 11 Pro Max, jumlah kamera belakangnya malah bertambah satu lagi. Jadi selain dua kamera yang sama seperti milik iPhone 11, ada pula kamera 12 megapixel dengan lensa telephoto f/2.0. Bukaan lensa telephoto-nya ini lebih besar daripada milik iPhone XS dan XS Max, yang berarti hasil jepretannya bakal lebih bagus, khususnya di kondisi pencahayaan yang kurang optimal.

Bicara soal sesi foto dengan pencahayaan yang minimal, Apple tidak lupa membekali trio iPhone 11 ini dengan fitur Night Mode. Premis yang ditawarkan sama seperti fitur Night Shift milik Google Pixel 3 maupun fitur serupa milik Huawei P30 Pro, yang pada dasarnya memungkinkan ponsel untuk bisa melihat dalam kegelapan.

iPhone 11 Night Mode

Perihal performa, trio iPhone 11 ini mengandalkan chipset A13 Bionic, yang diklaim menjanjikan peningkatan performa CPU dan GPU hingga sebesar 20 persen jika dibandingkan dengan chipset A12 tahun lalu. Menariknya, A13 juga lebih irit daya; Apple mengklaim iPhone 11 Pro punya daya tahan baterai 4 jam lebih lama daripada iPhone XS, sedangkan untuk iPhone 11 Pro Max dan XS Max, selisihnya malah terpaut 5 jam.

Chipset A13 bukanlah satu-satunya komponen yang berkontribusi terhadap peningkatan efisiensi daya pada duo iPhone 11 Pro. Yang juga berjasa besar adalah layarnya, yang disebut mengonsumsi 15 persen lebih sedikit energi ketimbang layar milik duo iPhone XS.

iPhone 11 Pro

Ini cukup mengejutkan mengingat secara kualitas panel OLED yang digunakan iPhone 11 Pro dan 11 Pro Max justru lebih baik. Ukuran dan resolusinya memang masih sama – 5,8 inci 2436 x 1125 pixel untuk iPhone 11 Pro, 6,5 inci 2688 x 1242 pixel untuk iPhone 11 Pro Max – akan tetapi rasio kontrasnya naik menjadi 2.000.000:1, demikian pula tingkat kecerahan maksimumnya yang kini mencatatkan angka 1.200 nit.

Untuk iPhone 11, sayangnya layar LCD yang digunakan masih sama persis seperti iPhone XR: 6,1 inci, dengan resolusi 1792 x 828 pixel. Yang berubah adalah ketahanan airnya, yang sertifikasinya naik menjadi IP68 (hingga kedalaman 2 meter selama 30 menit). iPhone 11 Pro dan 11 Pro Max malah tahan sampai kedalaman 4 meter selama 30 menit.

iPhone 11

Pembaruan lainnya mencakup kinerja Face ID yang diklaim 30 persen lebih cepat, serta dapat membaca wajah dari sudut yang lebih bervariasi. Juga menarik adalah penambahan chip U1 pada trio iPhone baru ini, yang menurut Apple memanfaatkan teknologi Ultra Wideband demi menyuguhkan spatial awareness, berguna untuk meningkatkan kinerja fitur-fitur seperti AirDrop yang bergantung pada posisi (spatial).

20 September adalah tanggal yang ditunjuk sebagai pemasaran perdana trio iPhone 11 di Amerika Serikat dan sejumlah negara lain. iPhone 11 yang tersedia dalam pilihan storage 64, 128 atau 256 GB dihargai mulai $699; sedangkan iPhone 11 Pro dan 11 Pro Max dengan pilihan storage 64, 256 atau 512 GB masing-masing dibanderol mulai $999 dan $1.099.


Sumber: Apple 1, 2.

Samsung Hadirkan Trio Smartphone Baru di Indonesia: Galaxy A50s, A30s dan A10s

Baru beberapa bulan setelah memasarkan Galaxy A50 dan A30 di tanah air, Samsung sudah tancap gas dengan penerusnya masing-masing. Masih menyasar kalangan konsumen yang Samsung sebut dengan istilah “generasi live“, Galaxy A50s, A30s serta A10s ini hadir membawa peningkatan di sejumlah aspek.

Pembaruan yang paling mencolok ada di sektor kamera. A50s dan A30s kini sama-sama mengemas tiga kamera belakang; A50s dengan kamera utama 48 megapixel, sedangkan A30s dengan kamera utama 25 megapixel. A10s di sisi lain mengusung kamera ganda 13 + 2 megapixel, lengkap beserta fitur Live Focus.

Samsung Galaxy A50s

Khusus A50s, Samsung tak lupa menambahkan fitur Super Steady demi menghasilkan rekaman video yang stabil, termasuk halnya untuk video live. Dua kamera lainnya mencakup kamera wide-angle (123°) beresolusi 8 megapixel, serta depth sensor 5 megapixel. Kamera depannya sendiri mengandalkan sensor 32 megapixel dan lensa f/2.0.

Di samping tiga kamera belakang, A50s dan A30s juga sama-sama menawarkan fitur AI Gaming Booster. Fitur ini dirancang untuk mengenali tipe game yang sedang dimainkan, sebelum akhirnya performa perangkat bisa dioptimalkan. Fitur ini tentunya bakal menjadi pelengkap yang ideal untuk baterai berkapasitas besar milik A50s (4.000 mAh).

Samsung Galaxy A30s

Bicara soal performa, A50s sudah pasti merupakan yang paling superior dibanding dua lainnya, dengan chipset Exynos 9611, pilihan RAM 4 atau 6 GB, serta pilihan storage internal 64 atau 128 GB (plus slot microSD). Layar A50s sendiri merupakan panel Super AMOLED 6,4 inci dengan resolusi 2340 x 1080 pixel.

Samsung tidak lupa menanamkan sensor sidik jari di balik layar A50s. Juga sangat menarik adalah kehadiran NFC terintegrasi, yang menandakan bahwa layanan Samsung Pay sudah semakin siap untuk beroperasi di Indonesia, setelah sebelumnya menjalani tahap pengujian dengan memanfaatkan metode pemindaian QR code.

Samsung Galaxy A10s

Dari trio Galaxy A baru ini, yang akan dipasarkan lebih dulu adalah Galaxy A50s melalui sesi pre-order pada tanggal 9 – 15 September 2019. Harganya dibanderol Rp 4,1 juta untuk varian dengan RAM 4 GB, atau Rp 4,9 juta untuk varian RAM 6 GB.

Tanggal 11 September nanti, tim DailySocial bakal mendapat kesempatan untuk menjajalnya. Buat yang penasaran, nantikan video hands-on-nya di channel YouTube DailySocial TV.

OPPO A9 2020 Bakal Dipersenjatai Empat Kamera, Salah Satunya Merupakan Kamera 48 Megapixel

Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, OPPO A9 2020 akan segera dirilis di tanah air pada pertengahan bulan September ini juga. Perangkat ini diproyeksikan bakal membawa OPPO seri A naik kelas, dan itu diwujudkan lewat sistem quad camera, dengan sensor 48 megapixel pada kamera utamanya.

Ini merupakan pertama kalinya model dari OPPO seri A dibekali sistem kamera semutakhir ini. Kita tahu bahwa selama ini OPPO seri A selalu mengunggulkan harga yang amat bersaing di kelas menengah ke bawah, namun image tersebut bakal pudar saat A9 2020 resmi dirilis tak lama lagi.

Sebagai gantinya, OPPO memosisikan para muda-mudi yang aktif dan kreatif sebagai target pasar A9 2020, utamanya mereka yang gemar berkreasi dan mengekspresikan diri melalui media sosial. Itulah mengapa sistem quad camera beserta kamera utama 48 megapixel dinilai krusial dalam mewujudkannya.

Spesifikasi persis kameranya masih belum diketahui, namun kemungkinan besar A9 2020 mengandalkan sensor Isocell GM1 bikinan Samsung sebagai kamera utamanya, sama seperti seri F11 yang pertama memperkenalkan tren kamera 48 megapixel di kubu OPPO. Detail mengenai tiga kamera lainnya masih misterius.

Kalau saya boleh menebak, tiga kamera sisanya adalah kamera wide-angle, kamera macro, dan sensor depth yang ditempatkan di bawah LED flash. Rumah kameranya memang hanya cukup untuk tiga lensa, akan tetapi kamera terakhir yang bertindak sebagai sensor depth ini sejatinya tidak membutuhkan ruang yang terlalu besar, seperti sudah ditunjukkan oleh Redmi Note 8 Pro.

Belajar Coding Makin Mudah, 4 Aplikasi ini Sajikan Tutorial Lengkap di Smartphone

Belajar coding tadinya lazim diadakan di kelas dengan tatap muka langsung. Pasalnya, tingkat kesulitan yang harus diajarkan cukup tinggi sehingga skema belajar jarak jauh akan sangat menyulitkan.

Tapi kini, muncul berbagai aplikasi dan layanan yang menjawab gap dan meniadakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dulu. Berikut adalah 4 aplikasi belajar coding Android yang bisa Anda coba pasang dan ikuti.

Learn Java

Debutan dari SoloLearn memberikan panduan pembelajaran mulai dari dasar bahasa pemrograman Java seperti variable, operator, array, class,  object, thread dan lain sebagainya. Bukan hanya belajar dan mengajak praktik, aplikasi ini juga dapat dijadikan ajang untuk uji kemampuan. Anda dapat bersaing dengan para programer lain dengan hasil ciptaannya.

AIDE- IDE for Android Java C++

Aplikasi ini dapat dengan mudah dimengerti dan dipraktikan secara langsung dalam perangkat Android. Fitur yang ditampilkan adalah bahasa pemrograman Java dan Android.

Terdapat beberapa kategori pembelajaran yang disajikan, diantaranya adalah Java Skill, Android Development, Game Development, dan Android Wear Development. Semua materi dapat dipelajari dengan mengeluarkan biaya terlebih dahulu, hanya ada dua materi dasar saja yang dapat diperoleh dengan gratis.

Programming Hub

Programming Hub memiliki materi untuk 15 bahasa pemrograman, diantaranya adalah Java, Python, HTML, dan PHP. Terdapat juga fitur live online compiler yang akan mengajak para penggunanya untuk bereksperimen langsung ketika mempelajari bahasa pemrograman.

Menariknya lagi, aplikasi ini dilengkapi dengan kuis dan perlombaan tingkat dunia yang berkaitan dengan pelajaran bahasa pemrograman dengan menggunakan aplikasi Programming Hub.

Codebox

Aplikasi ini mempelajari coding yaitu bahasa C dan java. Awalnya, bahasa C digunakan untuk mengembangkan aplikasi jaringan. Tapi kemudian bahasa C banyak digunakan untuk membuat dan mengembangkan aplikasi-aplikasi non-jaringan.

Materi yang diberikan dalam Codebox diberikan mulai dari dasar, yaitu mulai dari mengajarkan algoritma, sorting, perbandingan, pencarian, dan materi lainnya. Terdapat juga ringkasan pendek yang menampilkan permasalahan yang sedang dipelajari, sehingga Anda akan lebih memahami pemrograman Android atau Java.

Itulah dia beberapa aplikasi belajar coding untuk Android yang bisa jadi “kitab” baru bagi Anda yang ingin secara serius mendalami coding. Semoga dapat bermanfaat dan membuat Anda semakin produktif dalam mengembangkan pengetahuan dalam bidang pemrograman.

Gambar header Pixabay.

Motorola One Zoom Ramaikan Tren Smartphone Quad Camera

Motorola One Action yang diumumkan sebulan lalu bukanlah smartphone flagship, tapi ia tetap menarik berkat sistem kameranya yang unik. Belum lama berselang, Motorola kembali merilis ponsel lain yang lagi-lagi mengunggulkan sistem kameranya, yakni Motorola One Zoom.

Diperkenalkan di ajang IFA 2019, One Zoom merupakan jawaban Motorola atas tren quad camera yang sedang naik daun. Kamera utamanya mengandalkan sensor 48 megapixel dan lensa f/1.7, sedangkan kamera keduanya dengan sensor 16 megapixel dan lensa wide-angle (117 derajat).

Kamera yang ketiga adalah alasan mengapa Motorola menamai perangkatnya demikian: 8 megapixel, dengan lensa telephoto yang menawarkan optical zoom sebesar 3x, lengkap beserta sistem OIS (optical image stabilization) seperti pada kamera utamanya. Terakhir, kamera keempatnya merupakan sensor 5 megapixel yang bertugas merekam informasi depth.

Motorola One Zoom

Di depan, ada kamera selfie 25 megapixel f/2.0 yang bernaung di balik notch. Seperti kamera utamanya, kamera depan ini juga dilengkapi mode khusus low light yang akan mengaktifkan metode pixel binning, menggabungkan empat pixel jadi satu agar hasil akhir fotonya kelihatan lebih jernih dan lebih terang.

Layarnya sendiri merupakan panel OLED 6,39 inci, dengan resolusi 2340 x 1080 pixel dan sensor sidik jari terintegrasi. Motorola memercayakan chipset Qualcomm Snapdragon 675 sebagai otak One Zoom, tidak ketinggalan pula RAM 4 GB dan storage internal 128 GB (plus slot microSD). Kapasitas baterainya pun cukup mumpuni di angka 4.000 mAh.

Semua ini bisa didapat dengan mahar $450 saja, menjadikannya sebagai salah satu penawaran terbaru yang memikat di kelas menengah. Satu hal yang agak aneh sekaligus mengejutkan, Motorola One Zoom tidak termasuk dalam program Android One, terlepas dari namanya yang demikian. Untungnya Motorola tidak pernah memodifikasi OS-nya secara berlebihan.

Sumber: Ubergizmo dan Engadget.

Berkat Android 10, Alat Bantu Dengar Dapat Berfungsi Layaknya Headset Bluetooth

Google telah merilis Android 10 secara resmi, diawali dengan lini Pixel terlebih dulu. Dari sekian banyak fitur barunya, ada satu yang sangat menarik meski tidak ditujukan untuk semua orang. Namanya Audio Streaming for Hearing Aids (ASHA), didedikasikan untuk para konsumen yang menggunakan alat bantu dengar sehari-harinya.

Fitur ini sejatinya dapat menyulap alat bantu dengar yang kompatibel menjadi headset Bluetooth. Semua suara yang berasal dari ponsel, baik itu musik dari layanan streaming, ringtone maupun percakapan telepon akan diteruskan langsung ke alat bantu dengar melalui Bluetooth Low Energy (BLE).

ASHA pada dasarnya merupakan sejenis protokol baru yang Google kembangkan dari nol. Menariknya, ASHA dirancang sebagai proyek open-source, yang berarti siapapun bebas memodifikasinya sesuai kebutuhan, dan ini sangat krusial guna memperluas kompatibilitasnya dengan berbagai alat bantu dengar.

Untuk sekarang, alat bantu dengar yang kompatibel memang baru sedikit, tapi seperti yang saya bilang, itu semua hanya masalah waktu jika melihat sifat ASHA yang open-source. Selama alat bantu dengarnya dilengkapi konektivitas Bluetooth LE, semestinya tidak akan begitu sulit menambahkan dukungan terhadap ASHA.

Bluetooth LE juga sudah bisa dibilang merupakan konektivitas standar untuk smartphone saat ini, yang berarti konsumen non-Pixel hanya tinggal menunggu update Android 10 tersedia buat mereka.

Sumber: Android Headlines dan Engadget. Gambar header: Pexels.