Mendalami Seluk Beluk Mata Uang Kripto untuk Pemula

Dimulai dengan Bitcoin, lalu diiringi dengan Ethereum dan Solana. Mata uang kripto mungkin bukan merupakan sesuatu yang mudah dicerna pada awal kemunculannya. Bagi seseorang yang awam dalam dunia blockchain dan crypto, mata uang ini akan semakin sulit dikenali karena keberadaannya yang hanya berbentuk virtual.

Apa saja mata uang kripto yang beredar pada masyarakat? Pada artikel ini, kita akan membahas di mana perbedaan dari mata uang kripto dan fiat serta mengenal Ethereum dan Solana sebagai inovator dalam decentralized finance.

Kripto vs Fiat

Ilustrasi mengenal mata uang kripto | Unsplash
Ilustrasi mengenal mata uang kripto | Unsplash

Bicara mengenai uang, rasanya tidak akan ada habisnya. Kita (hampir) selalu membutuhkan uang untuk mendapatkan hal yang kita inginkan. Oleh karena itu, uang menjadi salah satu solusi pertukaran nilai terbesar di dunia. Dewasa ini, inovasi teknologi terus menerus memudahkan seseorang dalam bertransaksi.

Dimulai dari uang kertas sebagai mata uang standar, sampai dengan aplikasi mobile banking yang tidak hanya memudahkan transaksi, akan tetapi juga aspek investasi masyarakat.  Salah satu inovasi radikal yang bisa kita temukan saat ini adalah mata uang yang bersirkulasi di dalam ekosistem blockchain yaitu cryptocurrency atau yang dapat kita sebut dengan “mata uang kripto”.

Fiat, mata uang yang diterbitkan oleh pemerintah (seperti Rupiah, Dolar, Yen, dan mata uang lainnya), memiliki perbedaan yang cukup mendasar dengan mata uang kripto. Salah satu perbedaan tersebut adalah mata uang kripto tidak dikelola oleh pemerintah atau terdesentralisasi (decentralized finance).

Lantas, apa saja contoh mata uang kripto yang tidak hanya menjadi pionir tetapi juga inovator di perkembangan blockchain ini? Berikut dua kategori dari koin kripto, Stablecoins dan Altcoins.

Stablecoins, Koin-koin Kripto Bernilai Stabil

Stablecoin adalah mata uang kripto yang nilainya sudah dipatok –atau diikat– dengan mata uang seperti Rupiah atau instrumen keuangan lain seperti emas. Mata uang kripto ini –Stablecoin– dapat dikatakan sebagai solusi bagi investor yang mencari alternatif dari mata uang kripto yang populer lain yakni Bitcoin.

Mata uang Bitcoin terkenal dengan volatilitasnya yang tinggi, hingga mungkin tidak cocok dijadikan instrumen investasi untuk investor yang kurang suka akan risiko. Beberapa Stablecoins yang populer antara lain adalah Tether (USDT), USD Coin (USDC), Binance USD (BUSD). Ada juga mata uang kripto dengan kearifan lokal berdenominasi Rupiah yang dihadirkan oleh StraitsX, yaitu XIDR.

Kombinasi dari stabilitas aset tradisional dengan fleksibilitas aset digital ini akhirnya terbukti menjadi ide yang sangat populer dan digandrungi banyak kalangan. Kita dapat melihat dari valuasi masing-masing Stablecoin populer. Miliaran dolar US telah mengalir ke Stablecoin seperti USD Coin (USDC). Hal ini menjadi bukti bahwa Stablecoin menjadi alternatif sehat untuk menyimpan nilai dolar US dan memperdagangkan nilainya di dalam ekosistem kripto.

Altcoins, koin-koin kripto yang gemar berinovasi

Alternative coins, disingkat Altcoins, secara sederhana adalah koin kripto yang beredar selain Bitcoin. Salah satu mata uang Altcoin yang paling populer adalah Ethereum. Selain Ethereum yang kaya fungsi dan utility, ada juga koin kripto yang sensasional yakni Dogecoin.

Mata uang kripto lainnya lagi adalah Solana. Saat ini, Solana –secara diam-diam menghanyutkan– dengan segala potensinya merebut mahkota Altcoin dengan valuasi yang lebih tinggi dari Ethereum.

Ethereum

Ilustrasi Ethereum | Unsplash
Ilustrasi Ethereum | Unsplash

Ada alasan khusus mengapa kita sering mendengar Ethereum, walaupun kamu mungkin tidak terus menerus catch-up dengan dunia cryptocurrency. Selain nilainya yang cukup stabil (di luar bear market) dan perkembangan yang konsisten dalam finansialnya, Ethereum berkembang dengan sangat cepat di sisi inovasinya. Jaringan Ethereum mempunyai koin dengan kode mata uang terdaftar ETH, atau sering dipanggil ‘ether’, singkatan dari Ethereum.

OpenSea sebagai marketplace NFT terbesar di dunia merupakan marketplace eksklusif yang memperdagangkan token menggunakan mata uang Ethereum. Mekanisme tersebut telah lama ada sebelum koin kripto Solana masuk menjadi pesaing di platform tersebut beberapa bulan silam.

Ethereum lahir pada tahun 2013 oleh programmer bernama Vitalik Buterin. Jaringan Ethereum ini kemudian melakukan penggalangan dana dan memulai pengembangannya sebelum akhirnya mulai beroperasi pada 30 Juli 2015. Ethereum terus menjadi pionir dalam pembuatan smart contract dan penentuan standar paling mutakhir dalam pembuatan dan perdagangan NFT. Salah satu standar yang paling populer, memperbolehkan pengguna Ethereum untuk memberikan dan membuat token voting, fitur staking atau mata uang virtual, adalah ERC-20.

Baru baru ini, Ethereum bahkan sempat menyetujui permintaan dari ERC-4907 menjadi EIP-4907. Token standar ini memperbolehkan pengguna untuk merentalkan aset digital mereka dalam waktu tertentu kepada pengguna lainnya. Final standard Ethereum ini sangat menjanjikan dalam bidang DeFi, Gaming, dan banyak ranah lainnya yang sangat membutuhkan inovasi pada aspek rental. Untuk ulasan lengkap token standard ini, kamu dapat membaca ulasan dari Artpedia di sini.

Solana

Seperti Ethereum, Solana adalah mata uang kripto dan platform yang fleksibel untuk menjalankan aplikasi terdesentralisasi (dapps) lain. Solana dapat digunakan untuk mulai dari perdagangan NFT hingga exchange Serum (DEX). Inovasi paripurna dari Solana, yang menjadi pembeda dengan Ethereum, misalnya adalah kecepatan transaksi yang mata uang ini tawarkan.

Solana menawarkan kecepatan transaksi melalui teknologi baru dan mutakhir yang disebut Proof of History (PoH). Solana mampu memproses kurang lebih 50.000 transaksi per detik, perbedaan kecepatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan Ethereum yang membutuhkan 15 detik atau kurang. Ethereum Merge –jenis Ethereum yang akan datang– dilansir akan menambah kecepatan secara besar daripada sekarang.

Karena Solana sangat cepat, kemacetan pada transaksi dan gas fees dari mata uang ini ada pada angka yang cenderung rendah. Fitur kecepatan transaksi ini lah yang menjadi kunci kepercayaan para pengguna jaringan Solana dan koin SOL. Tidak heran Solana mampu menyalip ekosistem jaringan dan koin seperti Ethereum dalam segi porsi pasar.

Dalam perdagangan dan penukaran NFT, Solana banyak bermain di Magic Eden, marketplace NFT eksklusif pengguna ekosistem Solana; jaringan Solana dan koin SOL. Salah satu proyek NFT yang populer, telah diliput banyak media mainstream adalah Okay Bears.

Proyek NFT Okay Bears | okaybears com
Proyek NFT Okay Bears | okaybears com

Kemunculan dan popularitas dari proyek ini pun menjadi bahan gunjingan pengguna ekosistem Ethereum di marketplace OpenSea. Alih-alih memunculkan proyek sukses lagi seperti Cool Cats atau Azuki, beberapa programmer/pengembang Ethereum membuat jiplakan yang sangat mirip bernama Not Okay Bears yang dijual di OpenSea.

Pengembang Okay Bears pun tentunya tidak terima hingga drama dimulai. Kamu dapat membaca cerita lengkap dari polemik dua ekosistem NFT ini di sini. OpenSea akhir akhir ini telah membuka pintu untuk mengintegrasikan ekosistem Solana, termasuk berdagang NFT menggunakan mata uang SOL ke dalam platformnya. Dengan keputusan ini, akankah perkubuan antar kedua ekosistem Ethereum dan Solana berakhir? We’ll just have to wait and see.

Membahas terkait kripto, blockchain, NFT, serta istilah-istilah mutakhir lainnya mungkin adalah hal yang cukup rumit bagi kamu yang kurang familier dengan adopsi Web3. Web3 adalah suatu ekosistem internet yang terdesentralisasi dan akan sangat terhubung dengan konsep blockchain serta token-based economics.

Jika kamu tertarik dengan pembahasan seputar Web3, kripto, blockchain, metaverse dan topik terkait ekosistem digital terkini lainnya, kamu dapat mengikuti Web3 Developer Bootcamp yang diselenggarakan oleh DailySocial.id dan didukung oleh Sinar Mas Land dan WIR nih!

Dengan mengusung tema “Building Builder of the Future”, Web3 Developer Bootcamp akan diisi oleh keynotes yang sudah ahli dalam bidangnya seperti Antonny Liem (GDP Venture), Intan Wibisono (ArtPop Up, Indo NFT Festiverse), On Lee (GDP Labs), Yohanes Adhi (DailySocial.id), dan para trainers serta expertise seperti Muqorrobin Marufi (Ansvia), Tata Tricipta (Exclusor), Reza Anwar (Inamart).

Selengkapya kamu dapat mendaftarkan diri pada Web3 Developer Bootcamp pada tautan ini. Selain itu, kamu juga dapat bergabung bersama Artpedia NFT Marketplace untuk berdiskusi seputar ekosistem teknologi Web2 serta Web3 melalui tautan berikut ini.

Penulis: Faisal Mujaddid dari Artpedia – L2 Ethereum NFT Marketplace 

Editor: Nandang Ary Pangesti

3 Project Blockchain yang Wajib Kamu Tahu

Dengan semakin globalnya adopsi Web3, semakin banyak juga bermunculan proyek-proyek blockchain yang menarik. Web3 memungkinkan masyarakat untuk mengakses ekosistem internet yang terdesentralisasi dan akan sangat terhubung dengan konsep blockchain serta token-based economics.

Proyek besar blockchain di antaranya adalah DeFi yang melakukan optimalisasi finansial dari penggunanya, sampai ke metaverse yang sarat akan hiburan dan inovasi bagi media sosial. Demi menyongsong ekosistem internet yang kedepannya akan semakin berporos pada Web3, kamu tentunya harus lebih mengetahui aspek seputar Web3 ini.

Ada beberapa proyek blockchain yang layak untuk kamu ketahui untuk menambah pengetahuan kamu seputar Web3. Berikut ini adalah 3 proyek blockchain yang setidaknya harus kamu ketahui dari sekarang.

Jagoan dari DeFi, Uniswap

Uniswap sebagai salah satu dari 3 project blockchain yang wajib kamu ketahui
Uniswap sebagai salah satu dari 3 project blockchain yang wajib kamu ketahui | uniswap.org

Salah satu leader dari ranah Decentralized Finance atau DeFi adalah Uniswap. Bekerja di atas Ethereum blockchain, Uniswap memegang peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan banyaknya transaksi mata uang kripto.

Uniswap adalah exchange atau platform penukaran mata uang dalam blockchain. Lantas, apa yang membuat Uniswap lebih unggul dibandingkan dengan exchange serupa seperti Coinbase, Binance, atau Tokocrypto? Keunggulan dari Uniswap dibanding platform lainnya tentu saja adalah siapa yang memegang kendali atas operasi atau transaksi yang dilakukan.

Memegang teguh filosofi kepemilikan data dan privasi, Uniswap beroperasi secara  desentralisasi. Uniswap tidak dikendalikan oleh suatu perusahaan atau entitas tertentu. Platform Uniswap berdiri pada tahun 2018 dan bekerja dalam blockchain Ethereum, menjadikannya salah satu dari sekian banyak proyek cryptocurrency yang berharga.

Selain terdesentralisasi, Uniswap adalah proyek yang open source secara penuh, artinya siapapun baik pengguna maupun pihak pengembang di luar sistem dapat menyalin kodenya untuk membuat platform exchange mereka sendiri. Bahkan, pengguna dapat mendaftarkan token mereka di platform secara gratis.

Uniswap menggunakan dua smart contract untuk beroperasi; kontrak “Exchange” dan kontrak “Factory”. Kedua Smart contract itu didesain untuk secara otomatis bergerak dan melakukan fungsi-fungsi tertentu. Contohnya, Factory berfungsi untuk menambahkan token-token baru ke dalam platform dan Exchange berfungsi untuk memfasilitasi perdagangan dan transaksi di dalam platform.

Game Metaverse Unggulan, The Sandbox

The Sandbox sebagai salah satu dari 3 project blockchain yang wajib kamu ketahui
The Sandbox sebagai salah satu dari 3 project blockchain yang wajib kamu ketahui | sandbox.game

Jika kita hitung dari market cap-nya, The Sandbox adalah metaverse terbesar kedua di dunia dengan total market cap $1.51B, tidak jauh dengan posisi pertama yang diraih oleh Decentraland.

The Sandbox adalah metaverse unik yang bergerak di dalam blockchain Ethereum. Metaverse The Sandbox memberikan akses bagi penggunanya untuk berkreasi dengan penuh untuk membuat, membagikan, dan melakukan monetisasi atas aset-mereka.

Pixowl adalah perusahaan developer –penemu dan pengembang– dari The Sandbox. Walaupun tampil dengan format metaverse, game virtual bukanlah sesuatu yang tidak lazim kita temukan sekarang. Pixowl pun sudah memulai kancahnya dalam pengembangan game dari tahun 2011 dan tahun 2016 dengan judul game yang sama “The Sandbox”.

The Sandbox memanfaatkan potensi dari NFT demi memberikan keleluasaan bagi penggunanya untuk menikmati dunia metaverse secara utuh. NFT pun memungkinkan pengembang The Sandbox untuk membangun ekonomi dalam metaverse tersebut.

Pada game konvensional yang banyak temukan sekarang, hak-hak yang dimiliki oleh pemain sangatlah terbatas. Hal ini terjadi karena game tersebut dimiliki oleh entitas, perusahaan, atau bahkan individu yang sentral. Banyak sekali sebenarnya aktivitas yang cenderung lebih kreatif, terutama di bidang ekonomi –seperti hal-hal transaksional– semacam trading item, sistem penghargaan (reward), dan berbagai konsekuensi dari aturan permainan.

Platform terdesentralisasi dan interoperability menjadi keunikan yang ditawarkan oleh The Sandbox. Desentralisasi memungkinkan pengguna untuk membeli atau mengakuisisi real estat yang ada pada platform dan melakukan modifikasi sesuai dengan keinginan mereka.

Selanjutnya ada opsi monetisasi, di mana pengguna bisa memperjualbelikan aset buatannya kepada pengguna lainnya, bahkan sampai sewa-menyewa aset dan real estat pun diperbolehkan. Semuanya dikelola oleh smart contract milik The Sandbox. Selain The Sandbox, ada banyak lagi metaverse yang menarik dan asyik untuk dimainkan. 

Kamu dapat melihat ulasan Artpedia seputar game metaverse pada link berikut ini

Salah Satu Proyek NFT Terkeren, Azuki

Azuki sebagai salah satu dari 3 project blockchain yang wajib kamu ketahui
Azuki sebagai salah satu dari 3 project blockchain yang wajib kamu ketahui | azuki.com

Sepertinya sudah menjadi ciri khas proyek NFT sukses, brand yang memiliki nama biasanya akan memiliki keunikan –baik dari segi kualitas maupun gaya seni– tertentu. Jika berbicara mengenai NFT, mungkin sudah sangat biasa apabila kita membahas mengenai proyek NFT mainstream seperti Bored Ape Yacht Club dan CryptoPunks. Keduanya memiliki keunikan masing-masing. 

Pada awal tahun 2022 Azuki terlahir dari ide brilian Vagabond, pendiri dan mastermind proyek yang unik ini. Azuki menuai kesan yang berbeda dari banyak brand NFT profile picture dan sejenisnya, seperti BAYC dan CryptoPunks. Banyak dari penggemar dan analis crypto menyukai Azuki karena gaya seninya yang terinspirasi dari anime, suatu fenomena kultural yang mendarah daging dari negeri sakura.

Sebagai tim pengembang Azuki, Chiru Labs bertanggung jawab atas pengembangan lebih lanjut dari koleksi genesis dan manfaat yang akan didapatkan oleh pemegang aset Azuki (holders). Chiru Labs merilis 8700 token ke pasar dan hanya dalam tiga menit, koleksi tersebut ludes terbeli dan membuahkan hasil jual yang menawan; sebesar $31 juta, ditambah dengan hasil penjualan privat sebesar $2 juta dollar.

Pada bulan setelahnya di Februari, Azuki mencetak tidak kurang dari $300 juta total volume perdagangan. Satu token Azuki dapat diperoleh seharga $36,000 atau sekitar Rp 539 juta. Belum lagi di luar dari penjualan tersebut, tim pengembang Azuki secara rutin mendapatkan royalti 5% dari setiap penjualan pada pasar sekunder yang dilakukan holder-nya.

Azuki pun sempat merilis merchandise eksklusif untuk para holder-nya berupa jaket Twin Tigers yang mendapatkan banyak apresiasi lewat Twitter dan acara NFT LA yang diselenggarakan di Los Angeles, Amerika Serikat beberapa bulan lalu.

Akan tetapi, proyek masif seperti Azuki pun tetap menjadi bahan analisis bagi para ahli crypto. Tahukah Anda bahwa founder Azuki, Zagabond sempat menjadi topik panas di dunia kripto karena terindikasi berbuat curang dalam mendirikan beberapa proyek NFT? Kamu dapat membaca lebih lanjut terkait kasus tersebut melalui artikel oleh Artpedia berikut ini

Musim Dingin Kripto

Dengan Azuki semakin meroket, tanggung jawab yang diemban oleh Chiru Labs semakin berat apalagi dengan munculnya “Crypto Winter”. “Crypto Winter” adalah istilah dari musim dingin bagi hampir keseluruhan produk dan proyek crypto dunia. Fenomena ini ditandai dengan inflasi yang terjadi di beberapa negara adidaya dan negara berkembang, serta menurunnya daya beli masyarakat secara umum.

Banyak analis kripto yang percaya bahwa bear market, atau kondisi pasar yang volatil ini akan berfungsi sebagai sistem filtrasi –penyaringan– bagi proyek-proyek yang tidak tahan banting. Hasilnya, hanya dalam kurang dari satu kuartal banyak proyek yang dulu dipercaya memiliki masa depan yang cerah dan panjang, akhirnya terpaksa memilih untuk menghentikan operasinya dan gulung tikar.

Kebanyakan dari proyek-proyek ini adalah jenis proyek hedge fund, atau reksadana dalam crypto seperti Three Arrows. Bahkan, kabarnya sekitar kurang dari lima hari yang lalu, co-founders dari perusahaan pailit tersebut dikabarkan hilang.

Banyak yang berasumsi bahwa hilangnya para eksekutif tersebut tidak lain adalah karena menghindari utang yang menumpuk. Situasi yang datang tiba-tiba ini tentu hadir sebagai tantangan yang luar biasa bagi Uniswap, The Sandbox, dan Azuki. Namun demikian, karena kondisi proyek mereka masih ada dalam kondisi yang stabil, besar kemungkinan mereka dapat bertahan dalam masa bear market ini.

DailySocial.id mengajak Anda untuk mengikuti kegiatan Web3 Developer Bootcamp yang didukung oleh Sinar Mas Land dan WIR.  Perhelatan Web3 Developer Bootcamp ini akan menambah pengetahuan Anda seputar Web3 bersama para trainers yang ahli pada bidangnya. Selengkapya Anda bisa simak dan mendaftarkan diri di sini. Selain itu, Anda juga bisa bergabung bersama Artpedia NFT Marketplace untuk diskusi terkait ekosistem teknologi Web2 atau Web3 lebih lanjut melalui tautan ini.

Penulis: Faisal Mujaddid dari Artpedia – L2 Ethereum NFT Marketplace 

Editor: Nandang Ary Pangesti

Kantongi Pendanaan Pra-Awal, Marketplace NFT Lokal “Artpedia” Segera Meluncur

Bertujuan untuk memberikan opsi lebih kepada masyarakat Indonesia yang ingin menjual karya seni mereka dalam bentuk NFT (Non-Fungible Token), platform Artpedia akan segera meluncur dalam versi beta pada bulan Juli mendatang.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Artpedia Arjuna Sky Kok mengungkapkan, meskipun saat ini di Indonesia pasar NFT masih terbilang niche, namun melalui Artpedia harapannya kreator secara global juga bisa memanfaatkan platform mereka untuk bertransaksi.

Dipilihnya Ethereum L2s sebagai settlement mereka, diharapkan bisa mempermudah masyarakat untuk menjual karya seni mereka melalui Artpedia. Arjuna mengklaim, Etherium merupakan teknologi yang paling banyak yang digunakan oleh pengguna NFT secara global.

“Sekilas konsep Artpedia serupa dengan OpenSea, namun Artpedia memiliki value proposition yang berbeda dengan OpenSea. Selain Indonesia, Artpedia juga bisa digunakan oleh pasar global,” kata Arjuna.

Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, Artpedia telah mengantongi pendanaan tahapan pra-awal dari sejumlah angel investor dengan nilai investasi senilai $100 ribu atu setara 1,5 mliar Rupiah. Beberapa investor yang terlibat di antaranya Windy Natriavi, (Co-founder AwanTunai), Jim Geovedi (CTO Koinworks), Dendi Suhubdy (CEO Bitwyre), dan Indira Widjonarko (Founder Sebangsa).

Dana segar tersebut dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengembangkan teknologi. Nantinya jika platform sudah diluncurkan, mereka memiliki rencana untuk menggalang dana tahapan seed — direncanakan tahun ini.

“Kami juga memiliki rencana untuk mengembangkan teknologi dan merekrut talenta baru hingga membangun on-ramp company yang nantinya bisa mengelola opsi pembayaran memanfaatkan e-wallet dan lainnya. Dengan dana segar dari putaran seed tersebut diharapkan rencana bisa kami lancarkan,” kata Arjuna.

Selain Artpedia, yang menawarkan layanan serupa dan menyasar NFT adalah TokoMall dari Tokocrypto. TokoMall menghadirkan konsep digital meets reality. Platform digital dan karya seni dalam bentuk NFT dapat menjadi jawaban atas permasalahan di dunia nyata. Dengan beralih ke NFT dan menjadikannya mainstream, kreator lokal tidak hanya bisa memasarkan karyanya ke pasar lebih luas.

Model bisnis dan strategi monetisasi

Bagi kreator yang ingin memanfaatkan layanan Artpedia, bisa menggunakan wallet yang telah dimiliki. Bagi yang belum memiliki wallet, platform menawarkan pilihan kustodian. Semua proses unggahan hingga pembayaran dikelola oleh Artpedia. Kreator cukup memberikan nomor telepon dan rekening bank, untuk mendapatkan royalty setiap bulan, bagi mereka yang ingin menjual karya seni melalui Artpedia.

“Untuk strategi monetisasi yang dikenakan adalah market fee, kepada kreator. Untuk opsi kustodian ini, Artpedia tidak mengenakan biaya tambahan kepada kreator. Pilihan kustodian ini merupakan solusi sementara yang kami tawarkan, untuk para kreator yang belum memiliki wallet,” kata Arjuna.

Meskipun untuk fase awal masih fokus kepada karya seni dalam bentuk gambar, ke depannya mereka juga ingin menjadikan Artpedia sebagai ‘token gate’ untuk berbagai komunitas. Apakah itu komunitas yoga, diving, dan lainnya. NFT berupa sertifikat nantinya bisa menjadi opsi bagi komunitas untuk memulai.

“Kami melihat nilainya lebih kepada kolektibel. Namun ke depannya kita ingin Artpedia lebih dari sekedar kolektibel. Untuk bisa menyasar dunia metaverse, kami juga berencana untuk memberikan kesempatan kepada designer merancang busana yang kemudian mereka bisa jual kepada pengguna di dunia metaverse,” kata Arjuna.

Dengan relasi yang cukup solid dengan beberapa komunitas, diharapkan saat platform meluncur bulan depan bisa didapatkan kreator NFT secara langsung.

“Secara khusus kami menargetkan kalangan milenial, karena kami melihat kalangan tersebut yang sangat terbuka dengan NFT. Berbeda halnya dengan Gen Z, yang kami lihat tidak terlalu tertarik untuk bermain NFT,” kata Arjuna.