Leo Koesmanto: Transformasi Bank Saqu dan Upayanya Gaet Solopreneur

Euforia bank digital mungkin mulai melandai, tetapi industrinya diyakini masih terus potensial. Tiga tahun terakhir dimanfaatkan untuk memperkenalkan bank digital dengan produk tabungan sebagai jalan masuknya.

Di awal, bank digital sempat diramaikan oleh pemain yang didukung grup teknologi atau bank besar, misalnya Bank Jago (GoTo), Bank Neo Commerce (Akulaku), atau blu (BCA). Rata-rata memanfaatkan skema akuisisi bank kecil agar mudah mengembangkan ekosistemnya ketimbang mendirikan dari awal.

Grup konglomerasi Astra menjadi partisipan akhir di tahun 2023 dengan memperkenalkan aplikasi Bank Saqu. Satu tahun digunakan untuk merampungkan transaksi akuisisi dengan WeLab, dan mentransformasikan Bank Jasa Jakarta (BJJ).

Akuisisi dan transisi Bank Jasa Jakarta

Selama hampir 40 tahun, BJJ beroperasi sebagai bank konvensional. Apabila ingin bertransisi ke digital, perusahaan membutuhkan investasi IT yang besar. “Kami meyakini going digital itu inevitable, tetapi investasinya besar. Dan ini bukan bicara investasi corporate banking, tetapi consumer. Perlu capex di depan. Sementara, kami adalah bank yang relatif kecil,” ucap Presiden Direktur Bank Jasa Jakarta Leo Koesmanto saat berbincang dengan DailySocial.id.

Sebagai informasi, Leo Koesmanto adalah bankir dengan jejak karier panjang di digitalisasi perbankan. Ia sempat menjabat sebagai Managing Director Head of Digital Banking di PT Bank DBS Indonesia.

Di saat yang sama, WeLab yang sudah lebih dulu mendirikan virtual bank di 2020, kala itu mempertimbangkan ekspansi ke Indonesia. Kemudian, Astra Financial dengan portofolio Astra Pay dan maucash, juga tengah gencar mengembangkan produk keuangan berbasis digital.

Ia menilai industri bank digital masih akan tumbuh positif tahun ini, terutama di Indonesia. Meski euforianya tidak sebesar beberapa tahun silam, tapi Leo menyebut bahwa perbankan adalah bisnis jangka panjang, dan tidak terpatuk pada aspek digital banking. 

“Pasar [digital] kita sedang menarik, tetapi transformasi ini tidak bisa lagi dengan cara lama. Akhirnya WeLab bersama Astra masuk ke Bank Jasa Jakarta. Dalam kesepakatan ini, WeLab membawa teknologinya, Astra membawa ekosistem untuk akses pasar. Prosesnya transisinya lumayan cepat. Dalam 7-8 bulan, kami sudah siap,” jelasnya.

Leo belum dapat membagikan rencana pengembangan Bank Saqu pada tahun ini dengan alasan fokus pada transisi teknologi dan membangun branding produknya. Demikian juga dengan integrasinya ke ekosistem milik Astra. Dalam masa transisi, BJJ menggunakan teknologi milik WeLab di Hong Kong, tetapi pihaknya tengah memproses untuk membangun teknologinya di Indonesia.

Adapun, beberapa produk Bank Saqu yang sudah meluncur antara lain Tabungmatic (Tabungan), Busposito (deposito), dan Saqu Booster yang memungkinkan pengguna mendapat booster dengan bunga hingga 10% dari kembalian transaksi.

“Ekosistem adalah salah satu aspek penting di bank digital karena biaya akuisisi itu mahal. Tentu kami akan embed function ke dalam ekosistem Astra sehingga pengguna tidak sekadar pakai tabungan saja. Namun, kami belum melakukan banyak riset mendalam karena ini masih awal, dan masih fokus di produk tabungan. Ke depannya, kami akan kembangkan ke produk pinjaman,” kata Leo.

Klaimnya, aplikasi Bank Saqu mendapat traksi positif di pasar dengan 300.000 nasabah dalam dua bulan. Pihaknya juga tidak akan menambah kantor cabang dan mengandalkan cabang existing Bank Jasa Jakarta di 13 lokasi.

Produk dalam mindset solopreneur

Bank Jasa Jakarta dikatakan ingin membawa nilai tambah berbeda dengan masuk ke segmen yang lebih spesifik, yaitu solopreneur. Menurut definisinya, solopreneur adalah pemilik usaha individu, bisa juga pekerja kantoran yang punya proyek sampingan. Jumlah solopreneur di Indonesia diperkirakan menyentuh 117 juta pada 2030.

“Dari dulu memang sudah banyak orang yang punya pekerjaan sampingan, tetapi ini solopreneur ya. Artinya, individu, berbeda dengan UKM yang punya pegawai. Solopreneur punya mindset produktif,” tutur Leo.

Dalam menerjemahkan kebutuhan solopreneur, pihaknya melihat bahwa solopreneur cenderung memiliki mindset bekerja keras, tetapi tetap dapat bersenang-senang menikmati hasilnya. Tabungan menjadi produk utamanya saat ini, di mana produk pinjaman mungkin akan menyusul.

“Bank digital identik dengan personal banking. Namun, DNA Bank Jasa Jakarta adalah UKM. Memang sektornya retail, tapi konsumen kami bukan di segmen mass market, melainkan mereka yang punya usaha dan butuh modal kerja. Memang personal banking memudahkan pembukaan rekening, tetapi ada hal-hal di sektor bisnis yang tidak bisa secepat itu,” ungkapnya.

Perkiraan pertumbuhan solopreneur / Sumber: BPS (2023)

Bank digital cenderung mengincar segmen milenial dan gen Z yang dicap sudah fasih dengan aktivitas digital. Bank Jago adalah salah satunya. Sementara, bank-bank digital lain masuk dengan membawa posisi berbeda di pasar, seperti Bank Raya yang membidik pekerja informal atau Bank Aladin menggaet jaringan ritel Alfamart agar lekat dengan aspek keseharian pengguna.

Menurut laporan Kementerian Koperasi dan UKM, pandemi memantik kebiasaan baru masyarakat Indonesia dalam bertransaksi digital. Kebiasaan baru ini ikut mendorong adopsi layanan e-commerce dan pembayaran digital, yang mana ikut melahirkan kemunculan pelaku usaha baru.

Application Information Will Show Up Here

Astra dan WeLab Resmikan Bank Saqu, Layanan Perbankan Digital untuk Solopreneur

Bank Jasa Jakarta (BJJ), bank milik Grup Astra dan WeLab, resmi meluncurkan aplikasi Bank Saqu pada Senin (20/11). Bank Saqu siap bersaing dengan sejumlah aplikasi perbankan digital lainnya di Indonesia.

Presiden Direktur Bank Jasa Jakarta Leo Koesmanto mengungkap, Bank Saqu punya posisi berbeda dengan perbankan digital yang sudah ada. Bank Saqu  membidik segmen anak muda, terutama para solopreneur di Indonesia.

“Kami harus memiliki positioning yang berbeda dari perbankan digital yang sudah ada. Banyak generasi muda aktif yang memiliki usaha atau side gig. Segmen ini memiliki cara berpikir yang produktif, bukan konsumtif,” ucap Leo saat acara peluncuran Bank Saqu di Jakarta.

Mengutip salah satu studi, Bank Saqu menyebut terdapat perkiraan 117 juta solopreneur di Indonesia pada 2030. Studi tersebut juga mengestimasi kontribusi solopreneur ke PDB akan mencapai 36% pada 2030.

“Dengan wawasan pasar lokal dan cakupan ekosistem Astra baik offline maupun online, serta kecakapan teknologi dari WeLab, kami percaya Bank Saqu mampu menempatkan diri untuk memasuki pasar yang menjanjikan ini,” tambahnya.

Bank Saqu kini sudah dapat diunduh di Google Play Store dan Apple Store. Berikut adalah sejumlah layanan/fiturnya:

  1. Saku: fitur kantong yang dapat dipersonalisasi nasabah hingga 20 kantong
  2. Busposito: produk deposito, diklaim pertama di Indonesia, yang memanfaatkan kekuatan komunitas. Artinya, semakin banyak yang bergabung ke Busposita, semakin besar bunga yang diperoleh nasabah.
  3. Tabungmatic: nasabah dapat menabung secara otomatis dari setiap pembulatan transaksi melalui QRIS.
  4. Saku Booster: saku khusus untuk menyimpan semua cashback yang diperoleh nasabah dari transaksi, termasuk Tabungmatic.
Produk Bank Saqu / Sumber: Bank Saqu

Sebagai informasi, Bank Saqu adalah hasil transformasi Bank Jasa Jakarta (BJJ) usai diakuisisi oleh PT Astra International Tbk melalui anak usahanya PT Sedaya Multi Investama (Astra Financial) bersama WeLab melalui WeLab Sky.

Astra Financial dan WeLab Sky menjadi pemegang saham pengendali dengan kepemilikan saham masing-masing sebesar 49,56%. Penyelesaian transaksi akuisisi telah dirampungkan pada tahun lalu.

Masih berlanjut

Tren transformasi bank konvensional menjadi bank digital masih terus berlanjut hingga sekarang. Superbank (sebelumnya Bank Fama) adalah hasil akuisisi oleh Grup EMTEK, Grab, dan Singtel. Baru-baru ini, bank digital asal Korea Selatan, Kakaobank juga akan ikut mengakuisisi 10% saham Superbank.

Kemudian, Hibank (sebelumnya Bank Mayora) juga diakuisisi oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) pada tahun lalu. BNI menggandeng Sea Group sebagai mitra teknologi Bank Mayora. Baik Superbank dan Hibank juga tengah menyiapkan layanan perbankan digital mereka yang sama-sama menyasar segmen UMKM.

Bank digital lain yang memiliki pendekatan serupa ada Bank Raya, yang membidik segmen pekerja gig economy atau pekerja informal. Sementara, Bank Aladin lebih memilih pendekatan yang menyentuh aspek keseharian pengguna dengan menggandeng jaringan ritel Alfamart.

Application Information Will Show Up Here