Canon Tak Lagi Kesampingkan Kamera Mirrorless

Entah sudah berapa lama para penggemar kamera mirrorless mencemooh Canon. Alasannya sederhana: sejak merilis kamera mirrorless pertamanya di tahun 2012, Canon terkesan tidak serius menghadapi segmen tersebut dengan hanya merilis produk yang biasa-biasa saja.

Bandingkan dengan Sony dan Fujifilm yang begitu all-out dan pada akhirnya bisa cukup dominan di segmen mirrorless. Kendati demikian, Canon EOS M50 yang dirilis baru-baru ini bisa menjadi indikasi akan adanya pergeseran fokus buat Canon; kamera tersebut bisa merekam video 4K di saat DSLR high-end Canon EOS 6D yang seharga $2.000 cuma mentok di 1080p.

Asumsi ini semakin diperkuat dengan adanya laporan baru dari Nikkei. Salah satu petinggi Canon, Masahiro Sakata, mengatakan kepada Nikkei bahwa Canon bakal secara aktif merilis produk untuk pasar yang pertumbuhannya bagus meskipun kanibalisasi harus terjadi.

Berbekal teknologi Dual Pixel AF dan opsi perekaman video 4K, Canon EOS M50 pada dasarnya merupakan 'kanibal' terhadap sejumlah DSLR Canon / Canon
Berbekal teknologi Dual Pixel AF dan opsi perekaman video 4K, Canon EOS M50 pada dasarnya merupakan ‘kanibal’ terhadap sejumlah DSLR Canon / Canon

Pernyataan ini pada dasarnya bisa diterjemahkan menjadi: Canon akan lebih memprioritaskan segmen mirrorless ketimbang sebelumnya. Terkait kanibalisasi, ini merujuk pada DSLR kelas entry yang posisinya memang sering terancam oleh mirrorless, dan nampaknya Canon sudah mulai siap mengambil kompromi soal ini, seperti bisa dilihat dari EOS M50 itu tadi.

Canon juga menyampaikan kepada Nikkei bahwa mereka bakal merilis kamera mirrorless kelas entry baru bulan ini juga, dengan target pasar kalangan keluarga, macam para mama yang gemar memotret keseharian buah hatinya. Bisa jadi suksesor EOS M100, atau model baru yang harganya lebih terjangkau lagi (idealnya di bawah $600 sudah termasuk lensa).

Saya sendiri melihat belakangan mirrorless memang mulai populer di kalangan mama-mama muda, yang kerap membuatkan akun Instagram khusus buat anaknya. Mayoritas foto yang terdapat pada akun-akun tersebut bagus, bahkan terlalu bagus untuk kamera smartphone, dan ternyata dari beberapa yang saya temui langsung (di tempat bermain anak) memang menggunakan kamera mirrorless.

Sumber: Nikkei via Ubergizmo.

Flash Terbaru Canon Dapat Mengatur Posisinya Secara Otomatis

Selama tiga tahun menulis seputar kamera untuk DailySocial, ternyata baru satu kali saya membahas tentang flash eksternal, itu pun yang ditujukan buat smartphone. Namun untuk flash besutan Canon yang satu ini, saya tidak rela melewatkan pembahasannya, sebab fitur pintarnya bakal sangat berguna terutama buat fotografer pemula.

Nama lengkapnya Canon Speedlite 470EX-AI, dan fitur unggulannya adalah pengoperasian secara otomatis, spesifiknya untuk teknik bounce flash (bukan langsung ke arah subjek, tapi dipantulkan ke langit-langit atau dinding). Dengan flash yang memiliki guide number 47 ini, sudut pantulannya dipastikan akan selalu optimal.

Ini dimungkinkan berkat kemampuan flash mengalkulasi jaraknya ke subjek dan ke langit-langit. Caranya dengan pertama-tama ‘menembakkan’ flash terlebih dulu ke subjek dan langit-langit, sebelum akhirnya bergerak ke posisi finalnya. Semuanya berlangsung dalam hitungan detik, dan dari situ pengguna tinggal asal menjepret saja.

Canon Speedlite 470EX-AI

Semisal hendak berganti orientasi (dari landscape ke portrait, atau sebaliknya), 470EX-AI rupanya juga bisa menyesuaikan dengan sendirinya. Cukup tekan separuh tombol shutter sebanyak dua kali setelah memutar orientasi kamera, maka flash-nya pun juga akan menyesuaikan posisinya.

Fitur ini membuat 470EX-AI sangat berguna di tangan fotografer berpengalaman (yang sudah bisa dengan cepat mengatur sudut pantulan flash sendiri), sebab perangkat turut dibekali mode semi-otomatis, di mana ia mampu mengingat-ingat posisi flash yang ditetapkan sang fotografer. Jadi saat berganti orientasi, cukup tekan dua kali tombol shutter agar flash bisa kembali mengarah ke posisi sebelumnya.

Lebih jelasnya Anda bisa tonton sendiri video perkenalannya di bawah. Canon berencana memasarkannya pada bulan April seharga $400.

Sumber: DPReview.

Canon EOS M50 Jadi Kamera Mirrorless Pertama Canon yang Sanggup Merekam Video 4K

Dua tahun terakhir ini Canon sibuk mengejar ketertinggalannya di segmen mirrorless. Yang belum kesampaian selama ini adalah opsi perekaman video 4K, namun akhirnya mereka bisa mewujudkannya lewat Canon EOS M50 yang baru saja dirilis.

M50 masih menggunakan sensor APS-C 24 megapixel, lengkap dengan sistem autofocus Dual Pixel seperti sejumlah model lain di seri EOS M. Yang baru adalah, M50 dapat merekam video 4K, meski hanya terbatas pada kecepatan 24 fps saja.

Ini dimungkinkan berkat penggunaan prosesor baru DIGIC 8, yang turut berjasa memberi M50 kemampuan untuk merekam video 1080p 120 fps (untuk dijadikan video slow-motion). Performanya secara keseluruhan juga cukup lumayan, dengan kemampuan menjepret tanpa henti secepat 10 fps, atau 7,4 fps dengan continuous autofocus.

Canon EOS M50

Secara desain, M50 banyak mewarisi penampilan EOS M5. Hand grip-nya sama-sama cukup besar, tapi sayang kenop-kenop di panel atasnya tidak selengkap M5. Beruntung M50 juga mewarisi viewfinder elektronik, yang mengandalkan panel OLED beresolusi 2,36 juta dot.

Yang lebih superior justru adalah layar sentuhnya di belakang. Kalau di M5, layarnya hanya bisa dimiringkan ke atas atau bawah. Di M50, layar ini bisa dibuka ke samping dan diputar 360 derajat. Desain semacam ini pastinya akan sangat bermanfaat ketika kamera digunakan untuk merekam video, dan ini sejalan dengan peningkatan di sektor video yang dibawa M50.

Canon EOS M50

Selebihnya, ada fitur-fitur pemanis seperti Bluetooth (di samping Wi-Fi dan NFC), yang memungkinkan fitur transfer gambar secara otomatis ke perangkat mobile. Kemudian ada juga format gambar RAW baru berlabel CR3, yang diyakini masih bisa menawarkan kualitas tinggi dalam ukuran file separuh lebih kecil.

Canon berencana memasarkan EOS M50 mulai bulan April mendatang seharga $780 (body only). Bundel bersama lensa juga tersedia: $900 dengan lensa 15-45mm f/3.5-6.3 IS STM, atau $1.250 dengan lensa yang sama plus 55-200mm f/4.5-6.3 IS STM (dua lensa sekaligus).

Sumber: DPReview.

12 Kamera Terbaik di Tahun 2017

2017 adalah tahun yang cukup menarik buat industri kamera. Tidak tanggung-tanggung, Sony meluncurkan dua kamera mirrorless kelas high-end sekaligus tahun ini, demikian pula Panasonic. Lalu ada Fujifilm yang terus mengimplementasikan fitur-fitur modern ke kameranya, demi menuruti permintaan pasar.

Di sisi lain, Nikon mengungkap DSLR paling komplet dan paling cekatan sepanjang sejarah, sedangkan Canon, well, Canon tetaplah Canon. Tahun ini juga menjadi saksi atas action cam baru GoPro yang mengemas prosesor buatan mereka sendiri. Tidak ketinggalan pula DJI yang terus menciutkan ukuran drone-nya sampai ke titik di mana kita bisa menganggapnya sebagai sebuah kamera.

Tanpa perlu berpanjang-panjang lagi, berikut adalah 12 kamera terbaik yang dirilis di tahun 2017.

Sony a7R III

Sony a7R III

Mungkin inilah salah satu kamera yang paling dinanti kehadirannya tahun ini. Sony a7R III melanjutkan jejak a7R II yang dirilis dua tahun sebelumnya, membawa sederet peningkatan yang tidak kelihatan secara kasat mata. Utamanya peningkatan performa continuous shooting dan autofocus dalam kondisi low-light, serta opsi perekaman video 4K dalam format RAW.

Namun kalau menyimak ulasan-ulasan yang beredar di internet, fitur baru a7R III yang paling disukai adalah baterainya yang kini berkapasitas dua kali lebih besar. Pengoperasiannya juga lebih mudah berkat kehadiran joystick kecil di sebelah layar, serta layar sentuh yang bisa difungsikan sebagai touchpad untuk mengatur titik fokus.

Sony memang hampir tidak menyentuh sensor full-frame yang tersematkan padanya, tapi hasil foto maupun dynamic range-nya masih tetap merupakan yang terbaik saat ini, bahkan melampaui sejumlah DSLR kelas premium sekalipun.

Sony a9

Sony a9

Kalau a7R III sudah lama dinantikan, Sony a9 malah muncul di luar dugaan. Hasil fotonya memang tidak sefenomenal a7R, tapi toh sensor yang digunakan masih full-frame. Yang justru diunggulkan a9 adalah performanya, yang di titik tertentu bahkan bisa mengungguli DSLR.

Bagaimana tidak, a9 sanggup mengambil 362 gambar JPEG atau 241 gambar RAW tanpa henti dalam kecepatan 20 fps. Begitu cepatnya kinerja a9, foto-foto hasil ‘berondongannya’ dapat disatukan dan disimak sebagai video yang mulus. Tidak percaya? Tonton sendiri video di bawah ini.

Performa selama ini kerap dinilai sebagai kekurangan utama kamera mirrorless jika dibandingkan dengan DSLR, namun Sony a9 berhasil mematahkan anggapan tersebut.

Panasonic Lumix GH5

Panasonic Lumix GH5

Diperkenalkan secara resmi di awal tahun, Lumix GH5 meneruskan peran Lumix GH4 sebagai kamera mirrorless favorit para videografer. Kelebihannya? Ia mampu merekam video 4K dalam kecepatan 60 atau 50 fps secara internal dan tanpa batas waktu, alias sampai sepasang SD card yang terpasang terisi penuh.

Kedengarannya memang sepele, tapi hampir semua videografer pasti tahu kalau sampai sekarang pun belum banyak kamera lain yang sanggup melakukannya. Lumix GH5 juga masih mempertahankan gelar sebagai salah satu kamera dengan kemampuan mengunci fokus tercepat di hampir segala kondisi.

Panasonic Lumix G9

Panasonic Lumix G9

Seperti Sony a9, Lumix G9 juga diumumkan di luar ekspektasi. Tidak seperti GH5, kamera ini didedikasikan buat para fotografer, utamanya fotografer olahraga maupun satwa liar, yang mendambakan kamera mirrorless dengan kinerja yang amat ngebut.

Sebanyak 50 foto berformat RAW sanggup ia jepret tanpa henti dalam kecepatan 20 fps. Itu dengan continuous autofocus. Dengan single autofocus, kecepatannya malah naik tiga kali lipat menjadi 60 fps.

Sebagai bagian dari keluarga Lumix, G9 tentu saja masih mewarisi sistem autofocus super-cepat serta kemampuan merekam video 4K 60 fps, meski itu tak lagi menjadi prioritas utamanya. Seperti yang saya katakan, fotografer satwa liar adalah salah satu target utama G9, terlebih karena sasisnya sudah memenuhi standar weather resistant.

Fujifilm X-E3

Fujifilm X-E3

Sebagai pengguna Fujifilm X-E2, X-E3 jelas mendapat tempat spesial di hati saya. Desainnya masih mempertahankan gaya rangefinder yang dicintai banyak orang, tapi di saat yang sama ukurannya sedikit menciut sampai-sampai kita bisa tertipu dan menganggapnya sebagai kamera pocket saat tidak ada lensa yang terpasang.

Namun yang lebih penting untuk disorot dari X-E3 adalah bagaimana Fujifilm mendengarkan dan mewujudkan banyak masukan dari konsumen. Kalau sebelumnya hampir semua pengguna X-E2 tidak ada yang mau memakainya untuk merekam video (termasuk saya), X-E3 menghadirkan opsi perekaman video 4K 30 fps, lengkap dengan efek Film Simulation.

Navigasinya juga turut disempurnakan berkat kehadiran layar sentuh, plus joystick kecil yang sepenuhnya menggantikan tombol empat arah. Komitmen Fujifilm untuk mengadopsi teknologi-teknologi modern terus berlanjut sampai ke konektivitas Bluetooth LE yang memungkinkan X-E3 untuk terus terhubung ke perangkat mobile demi memudahkan proses transfer gambar.

Nikon D850

Nikon D850

Diumumkan tidak lama setelah Nikon merayakan ulang tahun yang ke-100, satu-satunya DSLR yang masuk dalam daftar ini bisa dibilang merupakan DSLR terkomplet sepanjang sejarah. Hilang sudah kebiasaan Nikon untuk menyisihkan fitur-fitur tertentu pada kamera termahalnya; D850 menawarkan hampir segala yang terbaik yang bisa diberikan oleh Nikon.

Resolusinya sangat tinggi (45,7 megapixel), performa autofocus-nya menyamai Nikon D5 yang dihargai nyaris dua kali lipatnya, serta konstruksinya tahan banting dan tahan terhadap cuaca buruk. Nikon bahkan mengambil langkah yang lebih jauh lagi dengan tidak melupakan aspek perekaman video, di mana D850 menawarkan opsi perekaman 4K 30 fps.

Juga jarang ditemukan pada DSLR kelas atas adalah layar sentuh, plus konektivitas Bluetooth LE yang menjadi rahasia di balik teknologi SnapBridge yang inovatif. Singkat cerita, D850 bukanlah kamera termahal Nikon, tapi Nikon terkesan tidak mau melewatkan satu fitur pun untuknya. Ini jelas berbeda dari apa yang Canon lakukan dengan 6D Mark II, yang bahkan tidak bisa merekam video 4K.

Canon G1 X Mark III

Canon G1 X Mark III

Tanpa ada maksud menjelek-jelekkan Canon, mereka sebenarnya merilis satu kamera yang cukup mengesankan tahun ini, yaitu G1 X Mark III, yang masuk ke kategori kamera pocket premium. Label premium sejatinya belum bisa menggambarkan kapabilitas kamera ini sebenarnya, sebab pada kenyataannya G1 X Mark III mengemas jeroan DSLR.

Bukan sebatas “ala DSLR”, tapi benar-benar spesifikasi milik DSLR, mulai dari sensor APS-C 24 megapixel, teknologi Dual Pixel AF, continuous shooting dalam kecepatan 9 fps, sampai viewfinder OLED beresolusi 2,36 juta dot. Semua ini dikemas dalam wujud yang tidak lebih besar dari mayoritas kamera mirrorless.

Olympus OM-D E-M10 Mark III

Olympus OM-D E-M10 Mark III

Jujur sebenarnya OM-D E-M10 Mark III kurang begitu bersinar jika dibandingkan kamera mirrorless lain yang ada dalam daftar ini, akan tetapi hanya sedikit yang bisa menyainginya dalam hal keseimbangan harga dan performa. Yup, dengan modal $650 saja (atau $800 bersama lensa), Anda sudah bisa mendapatkan kamera yang bisa dibilang amat komplet.

Dibandingkan generasi sebelumnya, pembaruannya memang tergolong inkremental, namun setidaknya ia masih menyimpan opsi perekaman video 4K seperti kakaknya, OM-D E-M1 Mark II, yang berlipat-lipat lebih mahal. Lebih lanjut, sistem image stabilization 5-axis Olympus saya kira masih belum tertandingi sampai saat ini, dan itu pun juga hadir di sini.

GoPro Hero6 Black

GoPro Hero6 Black

Tampangnya sama seperti pendahulunya, akan tetapi Hero6 Black pada dasarnya bisa menjadi bukti atas kebesaran nama GoPro di ranah action cam. Ini dikarenakan Hero6 merupakan kamera pertama yang mengemas prosesor buatan GoPro sendiri, bukan lagi buatan Ambarella seperti sebelum-sebelumnya.

Perubahan ini penting dikarenakan belakangan mulai banyak action cam lain yang memakai chip buatan Ambarella, yang pada akhirnya menghadirkan peningkatan kualitas gambar dan performa yang cukup signifikan. Dengan menggunakan prosesor buatannya sendiri, GoPro setidaknya punya nilai jual unik yang tak bisa ditawarkan kompetitornya.

Keseriusan GoPro tampaknya terwujudkan cukup baik. Hero6 Black menjanjikan performa yang belum tersentuh rival-rivalnya, yang mencakup opsi perekaman video 4K 60 fps, serta 1080p 240 fps untuk slow-mo. Sampai detik ini masih belum banyak kamera atau smartphone yang mampu merekam 4K 60 fps ataupun 1080p 240 fps.

Rylo

Rylo

Satu-satunya kamera dalam daftar ini yang berasal dari pabrikan tak dikenal, Rylo sebenarnya dikembangkan oleh sosok yang tidak asing dalam perkembangan teknologi kamera. Mereka adalah pencipta Hyperlapse, teknologi image stabilization berbasis software yang efektivitasnya tidak kalah dibandingkan tripod.

Mereka memutuskan untuk memanfaatkan teknologi Hyperlapse pada kamera buatannya sendiri, dan dari situ lahirlah Rylo. Sepintas ia kelihatan seperti kamera 360 derajat pada umumnya, akan tetapi hasil rekaman beresolusi 4K-nya jauh lebih stabil dan mulus dibandingkan kamera lain di pasaran.

Tidak kalah menarik adalah kemampuan Rylo untuk mengesktrak video 1080p standar dari hasil rekamannya, sehingga pada dasarnya pengguna dapat menentukan ke mana ia harus membidikkan kamera setelah video selesai direkam. Fitur ini sama seperti yang diunggulkan GoPro Fusion, kamera 360 derajat perdana GoPro yang diumumkan bersamaan dengan Hero6 Black.

DJI Spark

DJI Spark

Oke, ini sebenarnya merupakan sebuah drone, tapi dengan dimensi yang tidak lebih besar dari iPhone 8 Plus (saat baling-balingnya terlipat), saya kira wajar apabila Spark dikategorikan sebagai kamera – kamera yang kebetulan saja bisa terbang, sekaligus bergerak dengan sendirinya, menghindari rintangan-rintangan yang ada tanpa input dari pengguna sama sekali.

Di sisi lain, saya pribadi melihat Spark sebagai drone pertama yang bisa digolongkan sebagai gadget mainstream. Pertama karena dimensinya yang mungil, kedua karena kemudahan pengoperasiannya yang berbasis gesture, dan ketiga karena harganya yang cukup terjangkau di angka $499.

Dengan modal yang sama, Anda memang sudah bisa mendapatkan kamera mirrorless yang cukup andal. Namun apakah kamera itu bisa terbang dan mengambil potret keluarga Anda bersama background pemandangan yang menawan dari ketinggian? Pastinya tidak, dan saya kira itulah yang menjadi nilai jual utama Spark sebagai sebuah kamera.

Google Pixel 2

Google Pixel 2 XL

Anggap saja ini sebagai honorable mention, tapi menurut saya Google Pixel 2 membawa pengaruh yang cukup besar pada peran smartphone sebagai kamera secara menyeluruh. Coba Anda telusuri berbagai ulasan atau video perbandingan kualitas kamera smartphone di internet, saya yakin hampir semuanya mengatakan bahwa Pixel 2 adalah yang terbaik saat ini.

Hasil fotonya sangat bagus, oke. Namun yang lebih penting lagi menurut saya adalah bagaimana Pixel 2 bisa membuktikan bahwa itu semua bisa diwujudkan melalui software, termasuk efek foto bokeh yang diandalkan oleh deretan smartphone berkamera ganda tahun ini.

Ya, Pixel 2 hanya dibekali masing-masing satu kamera saja di belakang dan di depan, tapi keduanya sama-sama bisa menghasilkan foto dengan efek blur yang tidak kalah dibanding smartphone lain yang berkamera ganda. Hardware memang penting, dan ini juga tidak mungkin terwujud tanpa teknologi Dual Pixel pada kamera Pixel 2, namun software dan AI memegang peranan penting dalam kinerjanya secara keseluruhan.

Ketergantungannya pada software juga berarti semuanya bisa ditingkatkan dengan mudah seiring berjalannya waktu. Poin lain yang menurut saya tidak kalah penting, Pixel 2 termasuk spesies yang cukup langka karena dua modelnya yang berbeda ukuran menawarkan kinerja kamera yang sama persis. Ini jelas berbeda dari tren yang diadopsi pabrikan lain, yang mengistimewakan kualitas kamera pada satu model tertentu.

Canon PowerShot G1 X Mark III Adalah Kamera Saku Premium dengan Jeroan DSLR

Setelah disibukkan dengan segmen mirrorless dan DSLR, Canon kembali memusatkan perhatiannya ke segmen kamera saku premium. Buah pemikirannya adalah Canon PowerShot G1 X Mark III. Namun jangan tertipu oleh label “Mark III” yang diusungnya, sebab pembaruan yang dibawanya sangatlah signifikan dibanding generasi sebelumnya.

Desainnya telah dirombak total, kini mengadopsi gaya DSLR seperti seri G5 X, lengkap dengan sederet kenop di panel atasnya. Bobotnya tergolong ringkas di angka 400 gram, tapi di saat yang sama Canon berhasil menjejalkan sensor yang jauh lebih besar.

Canon PowerShot G1 X Mark III

Sensor itu bukan lagi sensor berukuran 1,5 inci, melainkan sensor APS-C 24 megapixel seperti yang terdapat pada DSLR EOS 77D. Dipadukan dengan prosesor DIGIC 7 dan teknologi Dual Pixel AF, G1 X Mark III sejatinya merupakan EOS M5 dengan lensa permanen. Namun jangan khawatir, lensa ini masih menawarkan optical zoom sejauh 3x (24-72mm), dengan aperture f/2.8-5.6.

Sensor APS-C pastinya dapat membawa G1 X Mark III menjadi raja low-light di kategori kamera saku premium. ISO-nya dapat diatur dari 100 – 25600, sedangkan pemotretan tanpa henti dapat ia lakukan di kecepatan 9 fps, atau 7 fps dengan continuous AF. Canon pun tak lupa menyematkan sistem image stabilization yang diklaim mampu mengompensasi getaran hingga 4 stop.

Canon PowerShot G1 X Mark III

Di belakang, pengguna bakal disambut oleh viewfinder OLED beresolusi 2,36 juta dot, plus layar sentuh 3 inci yang dapat dimanipulasi posisinya sesuka hati. Konektivitas Wi-Fi, NFC maupun Bluetooth telah tersedia untuk memudahkan proses transfer gambar ataupun kendali dari jauh.

Satu-satunya kekurangan G1 X Mark III di atas kertas adalah opsi perekaman video yang terbatas pada resolusi maksimum 1080p 60 fps, apalagi di saat sudah banyak ponsel yang mampu merekam video 4K. Terlepas dari itu, ini merupakan upgrade yang sangat signifikan dari pendahulunya. Canon bakal memasarkannya mulai November mendatang seharga $1.299.

Sumber: DPReview.

Cuma $600, Canon EOS M100 Tawarkan Sensor 24 Megapixel dan Dual Pixel AF

Dirilis setahun yang lalu, Canon EOS M5 merupakan kamera mirrorless terbaik dari Canon yang bisa dibeli di pasaran saat ini. Kendati demikian, banderol harganya mungkin masih belum bisa menjangkau semua kalangan, terutama mereka yang baru berniat naik kelas dari kamera saku atau malah smartphone.

Buat mereka ini, Canon rupanya punya persembahan baru yang tak kalah menarik, yaitu EOS M100. Kamera ini merupakan penerus langsung dari EOS M10 yang Canon luncurkan dua tahun silam, dan waktu yang panjang itu rupanya sudah dimanfaatkan dengan baik oleh Canon untuk menggodok suksesor yang jauh lebih bisa diandalkan.

Canon EOS M100

Yang paling utama, sensornya telah diganti dengan sensor APS-C baru beresolusi 24,2 megapixel yang memiliki sensitivitas ISO 100 – 25600. Namun ternyata bukan cuma resolusi saja yang ditingkatkan, EOS M100 juga telah dilengkapi teknologi Dual Pixel autofocus seperti yang dimiliki EOS M5 maupun sederet DSLR besutan Canon.

Dipadukan dengan prosesor DIGIC 7, performa EOS M100 pun meningkat drastis jika dibandingkan pendahulunya. Mengambil foto tanpa henti dengan continuous AF bisa ia lakukan dalam kecepatan 4 fps (6 fps dengan single AF), dan kemampuannya merekam video naik dari 1080p 30 fps menjadi 1080p 60 fps.

Canon EOS M100

Dari segi pengoperasian, M100 masih mempertahankan layar sentuh 3 inci beresolusi 1,03 juta dot milik pendahulunya, namun dengan interface yang lebih baik. Tentu saja layar ini masih bisa dilipat sampai menghadap ke depan untuk memudahkan pengambilan selfie.

Pop-up flash, Wi-Fi dan NFC tetap hadir, namun sekarang tersedia pula konektivitas Bluetooth agar kamera dapat terus terhubung dengan perangkat mobile secara konstan – sangat berguna ketika hendak mengambil foto dan langsung memindah hasilnya ke ponsel. Canon tidak lupa bilang kalau M100 merupakan model teringan dan teramping dari semua lini EOS M yang ada sekarang.

Canon EOS M100

Canon EOS M100 rencananya bakal dipasarkan mulai Oktober mendatang seharga $600 bersama lensa EF-M 15–45mm f3.5–6.3 IS STM, atau bundel dua lensa seharga $950 (tambahan EF-M 55–200mm f/4.5–6.3 IS STM).

Sumber: DPReview.

Printer Portable Canon Selphy CP1300 Bantu Anda Ciptakan Photo Booth Dadakan

Printer portable adalah solusi yang menarik bagi mereka yang ingin mengabadikan momen-momen yang mereka tangkap ke dalam wujud fisik, tapi tidak tertarik dengan kamera instan. Printer portable memang tidak sepraktis kamera instan, tapi hasil cetakannya jelas lebih bagus, dan lagi kreativitas Anda tidak terbatasi oleh satu kamera saja.

Canon Selphy adalah salah satu lini yang populer di kategori ini, dan Canon baru saja memperkenalkan model baru, yakni Selphy CP1300. Dibandingkan pendahulunya, CP1300 membawa sederet pembaruan yang signifikan, utamanya adalah tiltable LCD yang lebih besar (3,2 inci) dengan tampilan antarmuka yang lebih mudah dinavigasikan.

Tombol Wi-Fi terpisah memudahkan proses setup jaringan sehingga pengguna dapat segera mencetak foto yang diambil menggunakan smartphone maupun kamera. Namun masih ada fitur yang lebih menarik lagi, namanya Party Shuffle.

Fitur ini memungkinkan beberapa pengguna sekaligus untuk menyambungkan perangkatnya masing-masing ke printer, lalu mencetak satu gambar yang disusun dari beberapa foto yang diambil menggunakan perangkat yang berbeda-beda itu tadi. Bagi yang hendak menciptakan photo booth dadakan di sebuah acara pesta, tersedia pula opsi untuk mencetak photo strip berukuran 2 x 6 inci.

Baru juga untuk Canon Selphy CP1300 adalah kemampuan menyambung ke battery pack eksternal yang membuatnya semakin portable dibanding pendahulunya. Perangkat ini rencananya bakal dipasarkan seharga $130, dengan pilihan warna hitam atau putih.

Sumber: DPReview.

Canon EOS 200D Teruskan Jejak EOS 100D Sebagai DSLR Terkecil dan Teringan

Selain Canon EOS 6D Mark II, Canon belum lama ini juga memperkenalkan EOS 200D. EOS 200D merupakan penerus langsung dari EOS 100D yang sempat mencuri perhatian publik sekitar empat tahun silam sebagai DSLR terkecil sekaligus teringan.

Sama seperti pendahulunya, kamera ini masih duduk manis di kelas entry. Misi yang diembannya tidak lain dari menjadi DSLR pertama konsumen yang baru mulai menekuni hobi fotografi, terutama mereka yang ingin ‘naik kelas’ dari kamera ponsel atau kamera saku.

Canon EOS 200D

200D mempertahankan desain compact yang dibanggakan pendahulunya. Seperti halnya 6D Mark II, pembaruannya tidak kelihatan dari luar. Yang pertama tentu saja adalah sensor APS-C baru beresolusi 24,2 megapixel, ditemani oleh prosesor DIGIC 7.

ISO maksimumnya berada di angka 25600, sedangkan video bisa ia rekam dalam resolusi 1080p 60 fps. Menjepret tanpa henti bisa ia lakukan dalam kecepatan 5 fps, atau 3,5 fps dengan Continuous AF. Sistem autofocus-nya sendiri kini mengandalkan teknologi Dual Pixel CMOS AF 9 titik, sama persis seperti yang terdapat pada EOS 700D.

Canon EOS 200D

Yang mungkin paling menarik menurut saya adalah LCD-nya. Di sini Canon telah menanamkan layar sentuh 3 inci yang bisa dilipat sekaligus diputar, memberikan kemudahan memotret ala smartphone, sekaligus memudahkan hobi mengambil selfie – ini juga yang menjadi fitur unggulan baru 6D Mark II.

Konektivitas wireless macam Wi-Fi, NFC dan Bluetooth turut hadir, demikian pula dengan pop-up LED flash. Konsumen yang tertarik bisa meminang Canon EOS 200D seharga $550 (body only) atau $700 bersama lensa EF-S 18–55mm f/4–5.6 IS STM mulai akhir Juli mendatang.

Sumber: DPReview.

Canon Luncurkan Generasi Kedua DSLR Full-Frame EOS 6D

Canon EOS 5D mungkin adalah salah satu DSLR full-frame terpopuler, sekaligus yang paling digandrungi oleh kalangan pengguna DSLR Canon sendiri. Namun di tahun 2012, Canon mengumumkan EOS 6D yang dimaksudkan untuk menjembatani migrasi pengguna DSLR APS-C ke full-frame, dan kini penerusnya sudah tiba.

Canon EOS 6D Mark II sangatlah mirip dengan pendahulunya. Akan tetapi jangan tertipu penampilannya, sebab hampir semua pembaruannya tersembunyi di dalam. Yang paling utama adalah sensor full-frame baru beresolusi 26,2 megapixel, naik dari 20,2 megapixel milik 6D generasi pertama.

Tak cuma naik resolusinya saja, rentang ISO yang didukung pun kini berada di angka 100 – 40000, naik dari batasan pendahulunya, yakni 25600. Dipadukan dengan prosesor DIGIC 7, hasil foto 6D Mark II sudah pasti lebih baik ketimbang versi pertamanya.

Canon 6D Mark II

Performanya pun ikut meningkat; 6D Mark II dibekali sistem autofocus 45 titik yang kesemuanya bertipe cross-type. Jumlah ini lebih banyak empat kali lipat dibanding 6D lawas yang hanya memiliki 11 titik AF cross-type. Sistem Dual Pixel CMOS AF juga siap dimanfaatkan dalam sesi perekaman video.

Sayang sekali resolusi video maksimum yang bisa ditangkap hanya 1080p 60 fps. Kalau Anda mengincar video 4K, Anda harus naik pangkat lagi ke 5D Mark IV. Masih seputar performa, 6D Mark II siap memotret secara konstan secepat 6,5 fps dalam posisi Continuous AF aktif – naik dari 4,5 fps pada 6D orisinil.

Canon 6D Mark II

Selebihnya, Anda mendapatkan kamera yang hampir identik, terkecuali bagian layarnya. LCD 3 inci milik 6D Mark II ini ternyata sudah dilengkapi panel sentuh, dan bisa dilipat maupun diputar sesuai kebutuhan. Di kategori DSLR full-frame, layar semacam ini yang dibekali panel sentuh tergolong amat langka.

Bodi 6D Mark II sendiri diklaim siap beroperasi di cuaca tidak bersahabat. Konektivitas seperti Wi-Fi, NFC, Bluetooth maupun GPS turut hadir melengkapi performa dan kualitas gambar menawan yang dijanjikannya.

Canon 6D Mark II bakal tersedia di pasaran mulai akhir bulan Juli ini seharga $1.999 (body only) – jauh lebih ramah kantong ketimbang 5D Mark IV. Ada dua bundel lensa yang ditawarkan: $2.599 bersama lensa 24–105mm f/3.5–5.6 STM, atau $3.099 bersama lensa 24–105mm f/4L IS.

Sumber: PetaPixel dan Canon.

Ditawarkan Seharga Puluhan Ribu Dolar, Drone Pertama Dari Canon Mampu Melihat Dalam Gelap

Tersedianya beragam pilihan drone kelas konsumen membuka kesempatan bagi banyak orang untuk berkreasi, terutama memudahkan mereka mengambil gambar dari udara. Menariknya, saat ini ranah videography udara malah didominasi nama-nama yang tergolong baru: DJI, 3D Robotics atau Parrots. Tapi bukan berarti brand-brand imaging raksasa tak berniat buat berkecimpung di sana.

Di website berbahasa Jepang, Canon memamerkan drone PD6E2000-AW-CJ1, menunjukkan langkah perdana sang perusahaan teknologi imaging dari Jepang itu di bidang penyediaan UAV. Namun drone racikan Canon itu tidak ditujukan untuk konsumen biasa, melainkan disiapkan sebagai perangkat kelas industri, dispesialisaskan buat membantu tugas pencarian dan penyelamatan.

Penampilan PD6E2000-AW-CJ1 tak begitu berbeda dari drone profesional DJI M600. Ia mengusung sistem propulsi hexa-copter, di mana masing-masing lengan memegang sepasang baling-baling; lalu bagian kamera dan gimbalnya diposisikan di antara dua kaki buat mendarat. PD6E2000-AW-CJ1 didesain khusus untuk membawa salah satu perangkat fotografi tercanggih ciptaan Canon, ME20F-SH: kamera dengan ISO 4.000.000.

Drone PD6E2000-AW-CJ1 sendiri bukan sepenuhnya buatan Canon. Di bulan September 2016, mereka mengumumkan kolaborasi bersama Prodrone Co., memungkinkan Canon melengkapi produk-produknya dengan drone, menggunakan branding, dan memperoleh dukungan jaringan distribusi. Berdasarkan laporan dari DPreview, Canon berharap mereka bisa memperoleh pemasukan sebesar ¥ 5 miliar (US$ 4,5 juta) di tahun 2020 dari penjualan drone.

PD6E2000-AW-CJ1 dirancang sebagai drone all-weather, mampu membopong beban hingga 10-kilogram dan terbang di kecepatan maksimal 65-kilometer per jam. Dipasangkan dengan ME20F-SH, sistem disiapkan agar sanggup melihat dalam gelap. Pendekatan ini dimaksudkan agar misi penyelamatan bisa berlangsung lancar dan cepat meskipun cuaca sedang buruk atau saat itu kondisi pencahayaan tidak memadai.

Begitu canggihnya ME20F-SH, ia tetap dapat melihat objek walaupun penerangannya hanya dibantu cahaya bintang. Kamera ini dibekali sensor CMOS full-size 35-milimeter, jumlah pixel-nya 5,5 kali lebih besar dari sensor di kamera flagship, kabarnya sudah dikembangkan semenjak tahun 2013. Dan tidak seperti kamera inframerah, hasil rekaman Canon ME20F-SH tetap bisa menampilkan semua spektrum warna.

Canon memang belum mengumumkan harga PD6E2000-AW-CJ1, namun berdasarkan info dari Canon Rumors, ada indikasi drone akan dijual seharga US$ 20 ribu, atau kisaran US$ 40 ribu untuk bundel lengkap bersama kamera ME20F-SH. Silakan simak bagaimana PD6E2000-AW-CJ1 beraksi dalam video di bawah ini:

Via Engadget. Gambar: PR Times Japan.