Dear YouTube, Mulai Bertanggung Jawab dengan Isi Kontenmu!

Saya dan mungkin jutaan pengguna lainnya menjadikan YouTube sebagai pilihan media untuk mencari berbagai informasi dan hiburan yang sesuai dengan selera dan keinginan kita. Layanan Content on Demand seperti YouTube ini memang sudah menjadi tren dan akan semakin kuat di masa mendatang yang tidak bisa dielakan lagi. Disruptif bagi tatanan ekosistem yang sudah terlebih dahulu ada.

Bentuk layanan on-demand seperti YouTube ini juga memiliki banyak tantangan dan juga peluang bagi para pelaku bisnis. Bagi para pelaku kreatif, YouTube merupakan celah baru untuk menyalurkan kreativitas dan juga menjadi tempat untuk berekspresi. Indikasinya sangatlah mudah; ingin menjadi Youtubers menjadi keinginan banyak orang. Ingin mendapat pengakuan dan juga menjadikan ladang mencari uang. Wajar dan sangatlah lumrah. Dengan modal konsistensi untuk memproduksi konten yang kreatif dan menarik maka subscriber akan bertambah dan jumlah view semakin meningkat.

Namun apakah semua konten dari para kreator di YouTube layak ditonton? Tentu tidak. Karena di YouTube tidak ada yang melakukan monitoring dan kontrol terhadap isi konten, kecuali jika memang ada konten yang fenomenal dan tidak sesuai lalu menjadi viral, maka barulah YouTube akan mengambil sikap. Bagaimana dengan konten-konten lain yang tidak pantas namun tidak menjadi bahan perbincangan? Tetap akan ada dan bisa dinikmati.

Tidak untuk di bawah 13 tahun

Celakanya, dalam Term of Service YouTube sendiri disebutkan bahwa YouTube tidak diperuntukkan bagi anak yang berumur kurang dari 13 tahun!

12. Ability to Accept Terms of Service

You affirm that you are either more than 18 years of age, or an emancipated minor, or possess legal parental or guardian consent, and are fully able and competent to enter into the terms, conditions, obligations, affirmations, representations, and warranties set forth in these Terms of Service, and to abide by and comply with these Terms of Service. In any case, you affirm that you are over the age of 13, as the Service is not intended for children under 13. If you are under 13 years of age, then please do not use the Service. There are lots of other great web sites for you. Talk to your parents about what sites are appropriate for you.

Apakah Anda pernah membaca ini? Hal ini ada di artikel Nomor 12 yang letaknya di bawah dan dikeluarkan pada 14 Juni 2012, hampir 6 tahun yang lalu.

Lalu jika YouTube menyatakan bahwa layanannya bukan untuk orang yang berusia di bawah 13 tahun, mengapa mereka masih memelihara konten-konten bagi anak-anak yang notabene anak-anaklah audience-nya. Bahkan YouTube juga mendapatkan uang dari para pengiklan di konten tersebut. Sebuah hal yang ambigu.

Kita tidak perlu menampik kenyataan bahwa ratusan ribu orangtua memberikan tontonan YouTube bagi anaknya. Sekali kita menggunakan YouTube maka dengan segala teknologi canggihnya, YouTube akan menawarkan konten-konten lainnya untuk ditonton. Tidak ada jaminan bahwa suatu saat akan ada konten yang tidak sesuai yang tampil di bagian rekomendasi konten. Sebetulnya tidak usah jauh-jauh ke sana, pada bagian Trending di YouTube pun menjadi gerbang yang “mudah” disisipi konten-konten lain bagi anak-anak yang sudah terbiasa menggunakan YouTube.

Belum lagi iklan yang ditampilkan oleh pengiklan, nampaknya YouTube sama sekali tidak melakukan penyaringan terhadap iklan yang ditampilkan. Memang sudah menjadi strategi dan bagi para pengiklan agar iklannya diklik dan mendapatkan hasil yang bagus sesuai keinginan mereka dengan cara apapun. Bayangkan jika iklan itu tampil ke anak-anak.

Contoh iklan di YouTube yang tidak cocok jika ditonton anak-anak
Contoh iklan di YouTube yang tidak cocok jika ditonton anak-anak

Saya merasa bahwa YouTube memang harus sudah mulai ditata agar lebih baik lagi. Ditata tanpa mengurangi kebebasan dan kreativitas bagi para pelaku. Dimulai dari peruntukan konten, iklan yang tampil serta kelayakan dari konten yang ada. Pada dasarnya YouTube adalah platform penyiaran, hanya berbeda media saja jika dibanding dengan institusi penyiaran yang konvensional.

YouTube juga tidak bisa hanya bersembunyi di balik kedok hanya sebagai penyedia platform semata. YouTube harus bertanggung jawab terhadap semua konten yang ada dan peruntukkannya. Jika memang tidak diperuntukkan bagi anak-anak di bawah 13 tahun, jangan menyediakan konten bagi anak-anak di bawah umur tersebut. Atau hadirkan YouTube untuk anak secepatnya (di Indonesia) dan lakukan pembersihan konten. Bagaimanapun YouTube mendapatkan pemasukan dari platformnya sehingga tidak boleh melepaskan tanggung jawabnya.


Tulisan ini dibuat oleh pengamat dan pengguna internet Dolly Surya Wisaka. Dolly bisa dikontak di [email protected]

Soal Bigo: Pemblokiran, Pembatasan Konten Negatif, dan Penambahan Konten Positif

Konten digital di Indonesia semakin berkembang seiring dengan pertumbuhan kecepatan internet dan adopsi perangkat mobile oleh masyarakat. Tak hanya menikmati konten video secara streaming masyarakat kini juga sudah terbiasa dengan konten live streaming yang mulai tumbuh bersama dengan banyaknya layanan live streaming seperti Periscope, Cliponyu, Bigo, dan beberapa lainnya.

Dari segi konsep beberapa layanan banyak ditujukan untuk kegiatan hiburan seperti halnya Bigo. Sayangnya konsep awal yang diusung Bigo sebagai live stream untuk fashion dan hiburan justru banyak dimanfaatkan untuk konten negatif berbau pornografi. Pada akhirnya maraknya konten negatif di Bigo memaksa pemerintah melakukan “pembatasan” (yang mengarah ke pemblokiran) terhadap layanan live stream asal Singapura tersebut.

[Baca juga: Ketika Konten Platform Live Video Mulai Menjurus Ke Arah Negatif]

Bigo sebenarnya punya konsep yang positif. Bigo mencoba memberikan kesempatan penggunanya untuk menunjukkan bakat mereka mulai dari menyanyi hingga bakat dalam memilih mode pakaian. Sayangnya konsep positif dari Bigo “diselewengkan” para penggunanya. Bigo digunakan sebagai ajang untuk memproduksi konten negatif yang erat dengan pornografi. Image Bigo yang terlanjur sebagai layanan live stream negatif membuat pemerintah akhirnya mulai menutupi akses DNS Bigo.

Aksi blokir pemerintah ini memang bukan hal baru. Sudah banyak layanan yang kena blokir dikarenakan oleh konten-konten yang ada di dalamnya. Untuk kasus Bigo sendiri pemerintah disebutkan sudah memberikan surat kepada kantor pusat Bigo di Singapura. Karena tidak kunjung ada balasan, akhirnya pemerintah memutuskan untuk melakukan aksi.

Konten negatif memperburuk citra Bigo

Sama seperti layanan user generate lainnya, Bigo sebenarnya sudah menerapkan kebijakan melarang penggunanya, terutama broadcaster untuk menayangkan konten-konten negatif. “Polisi” Bigo pun tidak segan untuk melakukan blokir permanen terhadap akun yang terbukti melanggar. Sayangnya hal ini tidak begitu efektif dalam memberikan efek jera terhadap penggunanya. Malahan citra Bigo semakin buruk akibat dipublikasikannya konten Bigo di platform video lain dengan embel-embel yang menjurus ke arah negatif.

Bigo, sama seperti layanan live stream lainnya, sebenarnya menyimpan potensi untuk digunakan dalam berbagai hal positif. Contohnya seperti menyiarkan seminar, sosialisasi program, iklan, atau hal positif lainnya.

[Baca juga: Apakah Pemblokiran Efektif Memerangi Pembajakan?]

Sangat susah sebenarnya menghapus konten negatif di sebuah platform. Media sosial populer seperti Twitter, Facebook, dan YouTube pun sebenarnya tidak lepas dari konten-konten negatif.

Executive Director Indonesia ICT Institure Haru Sutadi menilai bahwa kontrol terhadap konten negatif memang tidak mudah. Tanggung jawab pembersihan konten ini merupakan tanggung jawab penyedia platform dan juga pengguna pengisi konten.

“Sepanjang transparan, akuntabel dan nondiskrimintif, jika ada pelanggaran UU ITE, pemblokiran sah saja. Namun, sebenarnya kan yang juga tak kalah penting dilakukan adalah, pertama, sosialisasi aturan kepada penyedia platform maupun masyarakat. Kedua, menjalin koordinasi khususnya dengan penyedia platform untuk misal men-delete konten yang dilarang UU, seperti pornografi. Memang masalahnya, kadang penyedia platform susah diajak koordinasi atau bahkan cuek saja kalau layanan mereka diblokir di sini karena mungkin Indonesia bukan pasar utama,” terang Heru.

Pemblokiran sebenarnya bukan langkah bagus untuk menghentikan konten negatif. Toh selama ini pemblokiran masih belum efektif meringkus konten tersebut. Yang ada konten-konten negatif muncul dengan cara lain dan bentuk lain. Yang harusnya dilakukan untuk memerangi konten negatif adalah menambah lebih banyak konten positif sehingga menjadi highlight utama yang dicari masyarakat kita.

Indonesia’s Communications Ministry Blocks Vimeo, Claims It’s a Porn Site

On Sunday Indonesians on Twitter discovered that Telkom Indonesia had begun to block access to video site Vimeo. While the block doesn’t seem to be affecting all customers, a number of complaints had arose and the move was confirmed by Telkom CIO and director of innovation and IT solutions and strategic portfolio Indra Utoyo.

Continue reading Indonesia’s Communications Ministry Blocks Vimeo, Claims It’s a Porn Site

Microsoft Indonesia Cripples Windows Phone By Blocking Twitter Apps and Other Popular Services

Microsoft is counting on Windows Phone to put it back in the race for mobile computing supremacy and it’s relying on partners like Nokia and HTC to deliver the best phones possible to get people to use Windows Phone. It has also pushed developers and companies to make their apps available on the platform. Unfortunately this desire hasn’t seemed to reach the minds of the people at Microsoft Indonesia because many significant apps are not available to download in the Indonesian Windows Phone Store.

Continue reading Microsoft Indonesia Cripples Windows Phone By Blocking Twitter Apps and Other Popular Services

Did the Indonesian government order Telkomsel and XL to block news website Asia Sentinel?

In the past two days, there had been suspicion of online censorship that came from the Indonesian Ministry of Communication and Informatics. Mobile subscribers trying to access news website Asia Sentinel had been prevented from doing so if they were connecting using Telkomsel or XL numbers. There hasn’t been any clear reason as to why access to this website was being blocked, and why only on Telkomsel and XL networks. The news site is still accessible using other networks and landline connections.

Continue reading Did the Indonesian government order Telkomsel and XL to block news website Asia Sentinel?