Acer Chromebase Adalah PC AIO yang Dioptimalkan untuk Kebutuhan Rapat via Panggilan Video

Meski popularitasnya masih kalah jauh dibanding PC Windows maupun Mac, perangkat berbasis Chrome OS masih punya daya tarik tersendiri di dunia kerja, khususnya untuk keperluan meeting maupun video conferencing. Dari situlah Google memulai inisiatif “Chromebox for Meetings” di tahun 2014.

Sejauh ini sudah ada dua set perangkat yang dipasarkan, namun Acer belum lama ini memperkenalkan Chromebase, sekaligus menjadi anggota ketiga dari lini perangkat Chromebox for Meetings. Chromebase dirancang untuk keperluan video conferencing hingga dua orang, ideal digunakan di ruangan kecil yang terhubung ke mitra-mitra kerja lainnya via layanan Google Hangouts.

Acer Chromebase pada dasarnya merupakan PC all-in-one dengan Chrome OS sebagai sistem operasinya. Ia dibekali layar sentuh 24 inci beresolusi 1080p, prosesor Intel Celeron dual-core dan RAM 4 GB. Tidak ketinggalan juga sebuah kamera HD, empat buah mikrofon dan speaker stereo yang menjadikannya kian relevan sebagai perangkat untuk video conferencing.

Yang membedakan Acer Chromebase dari perangkat lain di lini ini adalah kemudahan penggunaannya. Google mengklaim pengguna hanya perlu menyambungkannya ke jaringan internet, bisa via Wi-Fi atau ethernet, untuk mulai memakai perangkat sebagai sarana berkomunikasi dan berkolaborasi jarak jauh.

Acer Chromebase

Google tak lupa membundelnya dengan software khusus sehingga tim IT di sebuah perusahaan bisa mengoptimalkan pengaturannya secara remote, alias dari kejauhan. Kapabilitas layanan Hangouts sendiri turut ditingkatkan, kini bisa mengakomodasi 25 orang secara bersamaan.

Sebagai perangkat produktif, konektivitas Chromebase tergolong lengkap. Ada total empat port USB di belakang, tiga di antaranya adalah USB 3.0. Kemudian hadir pula sebuah SD card reader dan colokan headphone standar.

Perangkat ini dijajakan seharga $799, sudah termasuk biaya berlangganan software remote management tool-nya selama setahun. Sayang belum ada kepastian terkait kapan Chromebase maupun lini perangkat Chromebox for Meetings lainnya bakal tersedia di Indonesia.

Sumber: Google for Work via Engadget.

Sepi Pengguna, Google Akan Hapus Fitur Chrome App Launcher

Tak hanya dikenal akan kecepatannya, Google Chrome juga dipandang sebagai browser yang mengemas begitu banyak fitur. Namun pada kenyataannya, tidak semua fiturnya bermanfaat bagi para pengguna. Salah satunya adalah Notification Center, dimana Google memutuskan untuk menghapusnya menjelang akhir tahun lalu karena jumlah pengguna yang memakainya sangatlah sedikit.

Kini Google kembali memutuskan untuk memangkas salah satu fitur Chrome yang dinilai kurang populer, yaitu Chrome App Launcher. Anda tidak tahu apa itu Chrome App Launcer? Itulah mengapa Google memutuskan untuk menghapusnya.

Chrome App Launcher pada dasarnya merupakan sebuah icon yang bisa ditempatkan di taskbar atau dock untuk memberikan akses cepat ke beragam aplikasi dalam browser Chrome. Akan tetapi menurut pengakuan Google sendiri, mayoritas pengguna lebih sering mengakses aplikasi langsung dari dalam Chrome.

Dalam beberapa minggu ke depan, launcher ini tak akan lagi tersedia saat pengguna baru meng-install Chrome untuk pertama kalinya. Barulah di bulan Juli, Google akan menghapus semua Chrome App Launcher pada perangkat Windows, Mac OS X maupun Linux yang sudah terlanjur memilikinya. Satu-satunya platform yang masih akan mengemas launcher ini adalah Chrome OS, dimana ia merupakan bagian dari interface utamanya.

Ke depannya, aplikasi-aplikasi Chrome masih bisa diakses dengan mengklik icon Apps di Bookmarks Bar atau mengetikkan “chrome://apps” (tanpa tanda petik) di kolom URL. Namun sepertinya semua pengguna Chrome juga sudah tahu kedua cara ini, sebab sekali lagi hal inilah yang mendasari keputusan Google untuk menghapus Chrome App Launcher.

Sumber: The Verge dan Chromium Blog.

Apa Itu Google Chrome dan Sepenggal Sejarahnya

Google Chrome adalah sebuah aplikasi peramban yang digunakan untuk menjelajah dunia maya seperti halnya Firefox, Opera ataupun Microsoft Edge. Jika Firefox dikembangkan oleh Mozilla, Google Chrome dibuat dan dirancang oleh Google, perusahaan internet terbesar di dunia yang juga empunya Android.

Proyek open source yang digunakan oleh Google disebut Chromium, menggunakan mesin rendering Webkit sampai dengan versi 27 dan dirancang untuk bekerja dengan kecepatan di atas rata-rata namun tetap ringan dijalankan di perangkat desktop dan mobile.

Google_Chrome_icon_(2011).svg

Sejarah Google Chrome

Versi beta pertama Google Chrome lahir pada 2 September 2008, empat setelah berita pertama soal pengembangan aplikasi browser oleh Google merebak. Di versi awal ini Google masih menggunakan mesin rendering Webkit dan baru tersedia untuk perangkat Windows XP. Beberapa bulan mengembara di fase beta, pada 11 Desember 2008 Google resmi merilis Chrome ke publik.

Tak butuh waktu lama bagi Chrome untuk menarik perhatian publik, dan di awal-awal peluncurannya, ia mengklaim 1% pangsa pengguna peramban global, namun jatuh di angka 0,69% pada bulan Oktober 2008. Tapi setelah versi stabilnya dirilis ke publik, tepat di bulan Desember 2008 persentase pengguna Chrome kembali melampuai angka 1%.

Sukses di Windows, Google langsung mengembangkan versi OSX yang dimulai pada awal tahun 2009 dan versi preview pengembangnya dirilis pada 4 Juni di tahun yang sama. Baru di akhir tahun 2009 Google membawa Chrome versi OS X keluar dari fase preview ke versi beta, termasuk untuk versi Linux. Setahun kemudian, pada 25 Mei 2010 Google akhirnya merilis versi stabil yang mendukung semua platform desktop.

Debut dan performa sempurna menjadikan Chrome begitu disukai, bahkan pada Desember 2015 StatCounter memperkirakan aplikasi peramban tersebut sudah diadopsi oleh 58% pengguna desktop. Tak cuma di platform desktop, di ranah mobile Chrome juga mempunyai banyak penggemar. Bila digabungkan antara semua platform yang didukung, Chrome mengantongi 45% pangsa pasar global. Saking populernya, Google bahkan berhasil memperlebar jangkauan Chrome ke ranah lainya dalam wujud Chromecast dan Chrome OS.

Chrome hadir di platform mobile Android pada 7 Februari 2012, kemudian disusul oleh iOS pada 26 Juni di tahun yang sama. Di bulan Juni itu pula Google memboyong Chrome ke Windows 8.

Fitur Utama Google Chrome

Google Chrome membawa sejumlah fitur-fitur unggulan, selain dari fitur standar yang ditemukan di kebanyakan aplikasi peramban ternama. Chrome mendukung di antaranya, Javascript, HTML 5, CSS 2.1, dan sejumlah fitur antara lain private mode, multi tab, berbagai pilihan tema dan ekstensi dan tambahan plugin pihak ketiga, pilihan bahasa, dan beberapa fitur unggulan lain, yang akan dibahas berikutnya.

Keamanan

Demi menjaga keamanan penggunanya, Chrome secara rutin mengunduh berkas terbaru yang berisi daftar phishing dan malware. Bermodalkan fitur tersebut, Chrome akan memberikan peringatan ketika pengguna mengakses salah satunya atau situs yang menyimpan potensi berbahaya.

Masih demi keamanan, Chrome juga dipersenjatai fitur kata sandi utama yang difungsikan untuk melindungi kata sandi yang tersimpan di dalam aplikasi. Misalnya kata sandi internet banking, akun jejaring sosial, email dan layanan berbasis online lainnya.

Kecepatan

Kecepatan menjadi modal paling penting bagi Chrome, faktor ini pulalah yang membuatnya berhasil merangsek menjadi peramban paling populer mengalahkan Firefox dan Internet Explorer yang notabene berkiprah lebih dulu. Chrome menggunakan mesin virtual yang disebut dengan V8 JavaScript, di mana ia terdiri dari generasi kode dinamis dan dua fitur utama lain yang menghasilkan performa di atas rata-rata.

Pengujian kemudian dilakukan oleh SunSpider JavaScript Benchmark pada tahun 2008 yang menemukan bahwa Google Chrome bekerja jauh lebih cepat ketimbang semua kompetitor terdekatnya. Tapi pada tahun 2010 pengujian independen lain menunjukkan Chrome berada satu tingkat di bawah mesin Presto miliki Opera.

Bookmark

Seperti Firefox, Safari dan Microsoft Edge, Chrome juga diperkaya fitur bookmark yang memudahkan pengguna menandai sebuah halaman untuk kemudian disimpan agar mudah ditemukan lagi di waktu mendatang.

Sinkronisasi

Dengan mendaftarkan akun di Chrome, pengguna dapat mengakses berkas bookmark, riwayat jelajah, kata sandi dan pengaturan dari perangkat apapun di manapun.

Chrome Web Store

Chrome Web Store ini berperan seperti layaknya Play Store ataupun App Store di iOS. Di sinilah pengguna peramban Chrome dapat menjumpai berbagai aplikasi pihak ketiga dan juga tema untuk dipasang di aplikasinya. Atau bagi pengembang, mereka dapat menawarkan plugin dan ekstensi buatannya kepada pengguna Chrome.

Terjemahan Otomatis

Integrasi menjadi salah satu keunggulan Google, di mana hampir semua layanan online miliknya terhubung dalam satu jendela. Untuk menambahkan kemampuan terjemahan ini, Google membenamkan kemampuan Google Translate ke Chrome yang diaktifkan secara default atau dimatikan jika dirasa tak memerlukannya.

Application Information Will Show Up Here

 

Referensi WikiPedia, StatCounter, Chrome.

Mari Bereksperimen dengan Musik di Browser Lewat Chrome Music Lab

Sejak diluncurkan di tahun 2009, Chrome Experiments telah menjadi showroom berbagai program interaktif dan artistik yang bisa dinikmati langsung dari sebuah browser. Saat ini sudah ada lebih dari 1.000 proyek yang ditampung Chrome Experiments, baik yang berasal dari tim pengembang Google sendiri maupun pengembang pihak ketiga.

Proyek terbaru Google adalah Chrome Music Lab. Pada dasarnya ini merupakan kumpulan eksperimen menarik yang bisa kita manfaatkan untuk mengeksplorasi dasar-dasar bermusik, dimana kita bisa bermain-main dengan suara, irama, melodi dan masih banyak lagi.

Dijelaskan bahwa semua eksperimen ini diciptakan menggunakan Web Audio API. Mengapa hal ini penting untuk disorot? Karena sifat Web Audio API yang terbuka memungkinkan Google untuk memprogram Chrome Music Lab secara open-source, sehingga pada akhirnya pihak developer luar pun bisa ikut bereksperimen dengannya.

Chrome Music Lab

Namun yang sangat menarik dari Chrome Music Lab adalah, Anda sama sekali tidak perlu menguasai tangga nada untuk bisa mengeksplorasi dasar-dasar bermusik. Salah satu eksperimennya memungkinkan Anda untuk membuat komposisi musik sederhana dengan menggambar sejumlah objek.

Tujuan akhir dari Chrome Music Lab adalah memberikan akses yang lebih mudah bagi pengguna untuk mempelajari dasar-dasar bermusik. Semua eksperimen ini bisa diakses langsung dari browser perangkat desktop ataupun mobile tanpa harus mengunduh extension tambahan terlebih dulu.

Kalau Anda punya waktu luang, silakan kunjungi situs Chrome Music Lab dan mulailah bermain-main dengan berbagai eksperimen yang ada di sana.

Sumber: Chrome Blog.

Google Chrome Versi Desktop Bakal Dirombak Tampilannya Mengikuti Konsep Material Design

Hampir dua tahun sejak Google memperkenalkan konsep Material Design lewat Android Lollipop. Akan tetapi hingga kini masih ada salah satu produk populer Google yang belum kebagian jatah dandanan cantik tersebut: Google Chrome.

Pada kenyataannya, Google sebenarnya sudah cukup lama merencanakan pengaplikasian Material Design pada browser Chrome. Namun belakangan ini mereka sepertinya sudah semakin siap untuk merilis Chrome versi desktop yang bercita rasa Material Design.

Chrome Material Design

Apa saja perubahan tampilan yang dibawa konsep Material Design ke Chrome? Banyak. Yang paling mencolok adalah tampilan UI yang lebih menyiku. Tombol ‘hamburger’ di sisi kanan juga berubah menjadi tiga titik vertikal, senada dengan yang ada pada Android.

Material Design juga menitikberatkan pada animasi yang menarik. Maka dari itu, setiap tombol yang diklik pada Google Chrome akan memperlihatkan animasi-animasi tertentu.

Chrome Material Design

Sejumlah icon juga telah berubah desainnya, demikian pula dengan scrolling bar di sisi kanan. Kemudian saat pengguna mengaktifkan mode Incognito, tampilan UI akan berubah menjadi serba hitam.

Chrome Material Design

Untuk menu-menu yang biasanya akan dibuka di sebuah tab baru, seperti Downloads, Extension, Settings dan History, Material Design juga telah merombak tampilannya secara drastis. Kalau diperhatikan, tampilan menu Settings-nya jadi sangat mirip dengan di Android.

Berdasarkan laporan TheNextWeb, perubahan tampilan ke Material Design ini akan terlebih dulu mampir ke Chrome OS. Setelahnya, barulah Material Design akan merambah browser Chrome di Windows, Mac dan Linux lewat update versi 50.

Sumber: TheNextWeb.

Google Rilis Versi Baru Chrome untuk iOS yang Lebih Stabil dan Fitur Data Saver untuk Desktop

Meski di PC saya menggunakan Chrome sebagai browser utama, di iPhone saya masih setia dengan Safari. Mengapa? Sederhana saja, karena Chrome terlalu sering bermasalah. Utamanya adalah aplikasi akan crash tanpa alasan yang jelas.

Namun ini bukan sepenuhnya salah Google, sebab Apple membatasi browser pihak ketiga di iOS agar tidak menggunakan engine rancangannya masing-masing. Dengan kata lain, Chrome maupun browser lainnya di iOS harus memakai engine yang dibuat oleh Apple.

Beruntung sejak iOS 8 Apple telah menyediakan engine baru. Dan dalam versi terbaru Chrome untuk iOS (versi 48), tim pengembang Google telah memanfaatkan engine baru tersebut secara penuh. Hasilnya cukup signifikan; menurut Google, peluang terjadinya crash pada Chrome versi baru ini menurun hingga 70 persen.

Selain jadi lebih stabil, versi baru Chrome untuk iOS juga diyakini punya performa yang lebih cepat, terlebih pada situs-situs yang banyak memakai teknologi JavaScript.

Dalam kesempatan yang sama, Google juga memperkenalkan fitur Data Saver untuk Chrome versi desktop. Sebelumnya, fitur penghemat data cuma bisa dinikmati oleh pengguna perangkat Android maupun iOS.

Chrome Data Saver Extension

Fitur ini memanfaatkan teknologi kompresi yang sama seperti yang diterapkan di versi mobile-nya. Lalu apa keuntungannya buat pengguna? Well, kalau Anda sering men-tether koneksi internet dari smartphone ke laptop lalu dipakai untuk browsing, berkat fitur ini Anda bisa menghemat kuota paket internet yang dimiliki smartphone.

Fitur Data Saver untuk Chrome versi desktop ini sudah bisa dinikmati dengan mengunduh extension-nya melalui Chrome Web Store.

Sumber: Chrome Blog. Gambar header: Google Chrome app icon via Shutterstock.

Tak Lama Lagi, Google Chrome Bakal Lebih Ngebut

Bagi sobat pengguna setia Google Chrome, tak lama lagi sobat akan merasakan lonjakan performa yang jauh lebih cepat ketimbang sebelumnya. Pasalnya, algoritma kompresi terbaru Google bernama Brotli bakal segera diluncurkan bersamaan dengan update Chrome versi stabil dalam waktu dekat. Ilya Grigorik dari google Web performance mengonfirmasikan kabar itu melalui akun Google+ nya kemarin.

Google pertama kali memperkenalkan algoritma Brotli pada bulan September tahun lalu. Namun waktu itu Google tidak bersedia buka suara soal kapan algoritma itu akan digulirkan ke Chrome. Brotli sebagaimana diklaim oleh empunya mempunyai performa kompresi 20% hingga 25% lebih efisien ketimbang algoritma Zopfli yang sekarang dipergunakan. Itu artinya Chrome versi terbaru nanti bakal mampu menghantarkan halaman sekian kali lebih cepat ketimbang sebelumnya. Kelebihannya tak melulu soal kecepatan, bagi pengguna perangkat mobile, mereka juga akan memperoleh keuntungan lain yaitu efisiensi daya dan juga menyunat konsumsi data.

Menariknya, Google melepas Brotli sebagai aplikasi open source. Artinya, perusahaan teknologi lain yang berkeinginan mengadopsi algoritma ini juga dapat memberikan keunggulan yang sama bagi penggunanya. Bahkan Mozilla yang notabene merupakan “musuh bebuyutan” Chrome juga berencana membesut Brotli, namun belum diketahui kapan mereka akan membenamkannya ke Firefox.

Bagi Google sendiri tampaknya ini bukan soal persaingan semata, Zoltan Szabadka dari tim kompresi Google mengatakan, pihaknya berharap format baru ini akan mendukung sebagian besar peramban dalam waktu dekat. Mengindikasikan bahwa Google menginginkan agar siapapun terutama pengguna internet dapat mengakses halaman situs dengan kecepatan yang baik tak peduli platform peramban apa yang digunakan. Sebelum ini, Google juga sudah meluncurkan proyek bernama Accelerated Mobile Pages yang kurang lebih mempunyai misi serupa.

Sumber berita Theverge dan gambar header Shutterstock.

Permainan Lightsaber Escape Ubah Smartphone Anda Jadi Lightsaber

Lightsaber mungkin bukanlah senjata fiksi berbasis energi murni pertama, namun merupakan yang terpopuler. Star Wars tidak akan lengkap tanpa ‘senjata elegan untuk zaman beradab’ tersebut, dan ia hampir selalu muncul di berbagai medium hiburan franchise sci-fi milik Disney itu. Begitu populernya lightsaber, harga mainan replikanya kadang ditawarkan di harga tinggi. Tapi Google punya alternatif canggih dan murah.

Anda masih ingat pengumuman kolaborasi Google dan Disney untuk mempromosikan penayangan The Force Awakens? Sesuai janji mereka, pengalaman Star Wars tak cuma diterapkan pada tampilan layanan serta app Google. Ia pun turut diaplikasikan ke fungsi hiburan. Google belum lama merilis sebuah permainan kecil berjudul Lightsaber Escape, dan dengannya, Anda bisa menguji kemahiran dalam menggunakan lightsaber.

Game bertema pertempuran lightsaber bukanlah hal baru, namun keunikan Lightsaber Escape terletak pada penyajiannya. Permainan tidak menuntut proses instalasi, murni berbasis browser. Kita tidak perlu repot-repot menyiapkan perferal input khusus, karena Lightsaber Escape memanfaatkan smartphone sebagai gagang pedang laser. Penasaran ingin mencoba? Ikuti langkah-langkah sederhana di bawah ini.

Lightsaber Escape 03

Sekali lagi, game mengubah peran smartphone jadi lightsaber. Jadi saya sarankan sebaiknya Anda tidak memakai tablet atau device apapun yang mempunyai layar enam-inci ke atas – karena tidak nyaman dan resiko terlepas dari genggaman lebih tinggi. Sudah pilih ‘lightsaber‘ Anda? Tinggal kunjungi link Lightsaber.WithGoogle.com. Website akan loading sejenak, lalu segera muncul panduan singkat.

Sesuai perintah yang tertera, buka app Google Chrome di handset, dan masukkan link. Misalnya ‘g.co/lightsaber/t9ncp‘ tanpa tanda kutip. Selanjutnya, smartphone dan browser desktop akan melakukan proses sinkronisasi. Langkah kedua ialah proses kalibrasi: posisikan device secara tegak dan tekan tombol initiate. Saya merekomendasikan agar handset berada di jarak nyaman – tidak terlalu jauh dari monitor, tapi cukup leluasa bagi tangan Anda untuk mengayun.

Lightsaber Escape 02

Permainan akan dimulai saat Anda mengaktifkan tombol lightsaber dari smartphone. Pada dasarnya, Lightsaber Escape mengusung formula arcade train shooting ala Time Crisis. Namun bukannya menggunakan pistol, Anda harus memantulkan tembakan blaster para Stormtrooper. Game dapat diselesaikan dalam hitungan menit, dan sayangnya, tidak ada duel lightsaber di momen klimaks permainan.

Meskipun demikian, saya sangat menyukai detail yang Google bubuhkan: saat Anda mengayunkan smartphone, perangkat turut mengeluarkan suara dengungan khas lightsaber. Luar biasa.

Lightsaber Escape 01

Fitur Safe Browsing Kini Sudah Tersedia untuk Chrome di Android

Kalau dibandingkan, internet bisa dibilang sama bahayanya seperti gang-gang kecil di kota New York. Banyak tindak kejahatan yang mengincar para pengguna internet, utamanya dalam wujud phishing (situs abal-abal) ataupun malware.

Oleh karena itu, sebagai jembatan antara pengguna dan jagat internet, sebuah browser harus memiliki fitur keamanan yang lengkap. Dalam kasus Chrome versi desktop, pengguna bisa sedikit lega berkat fitur Safe Browsing, yang akan mengingatkan pengguna setiap kali mereka hendak menjejakkan kaki di situs yang membahayakan.

Beruntung, fitur Safe Browsing ini sekarang sudah tersedia secara default untuk hampir semua pengguna perangkat Android. Dengan demikian, Chrome versi mobile pun juga bisa menampilkan laman peringatan setiap kali ada marabahaya yang mengancam.

Pada kenyataannya, fitur ini sebenarnya sudah tersedia selama hampir dua tahun. Akan tetapi, sebelum ini fitur tersebut baru akan berjalan kalau pengguna mengaktifkan fitur Data Saver, dimana semua traffic akan diarahkan ke server milik Google terlebih dulu. Alhasil, Google pun bisa melakukan kroscek URL dengan daftar situs-situs berbahaya yang dimilikinya.

chrome-android-safe-browsing

Sekarang Google sudah siap menyajikan fitur Safe Browsing untuk semua pengguna, tanpa memaksa mereka untuk mengaktifkan fitur Data Saver terlebih dulu. Google juga memastikan bahwa fitur ini bisa berjalan optimal dan tidak memakan resource (kuota data, daya baterai) terlalu banyak.

Lalu bagaimana cara mendapatkannya? Kalau Anda memakai Chrome di perangkat Android masing-masing, besar kemungkinan fitur Safe Browsing ini sudah aktif. Pasalnya, Google mengirim update-nya melalui Google Play Services.

Silakan cek menu pengaturan Chrome di bagian Privacy, atau Anda juga bisa memastikannya dengan mengunjungi situs uji coba Google. Kalau muncul peringatan, berarti fitur Safe Browsing sudah aktif. Kalau tidak, update Google Play Services dan Chrome di perangkat.

Sumber: TechCrunch dan Google Online Security Blog. Gambar header: Virus alert via Shutterstock.

Fitur Data Saver di Chrome Kini Bisa Menghemat Data Hingga 70 Persen

“Sudah lambat, kuotanya sedikit lagi,” keluh teman saya selagi menatapi sebuah situs di layar smartphone yang tak kunjung terbuka. Seperti yang kita tahu, kehabisan kuota data adalah salah satu musuh utama pengguna smartphone selain kehabisan baterai. Maka dari itu, Google pun sudah cukup lama menghadirkan fitur Data Saver pada browser Chrome.

Teman saya tadi tentu saja tidak sendirian. Saya yakin masih banyak pengguna smartphone yang kerap mengalami skenario serupa, dimana koneksi internetnya terasa lambat dan ia ‘dihantui’ oleh ancaman kehabisan kuota data. Beruntung, Google baru saja meng-update fitur Data Saver di Chrome agar kinerjanya lebih efisien lagi.

Sekarang, fitur ini diyakini bisa menghemat penggunaan data saat browsing hingga 70 persen. Jadi semisal sebuah situs sebelumnya memakan data 1 megabyte, dengan fitur Data Saver konsumsi datanya jadi cuma berkisar 300 kilobyte. Pencapaian ini dimungkinkan berkat kemampuan fitur Data Saver menyembunyikan sebagian besar gambar yang ada pada situs.

Chrome Data Saver

Fitur ini akan aktif ketika Chrome mendeteksi koneksi internet sedang lambat. Setelah situs selesai dimuat, jika memang berkenan pengguna bisa memunculkan semua gambar hanya dengan satu sentuhan – atau pengguna juga bisa memunculkan gambar satu per satu dengan menyentuh bingkainya satu per satu pada layar.

Penyempurnaan fitur Data Saver ini bakal bisa dinikmati lebih dulu oleh pengguna di India dan Indonesia. Harapannya, berkelana di web bisa lebih cepat dan terjangkau meski kecepatan koneksinya cukup terbatas.

Sumber: Chrome Blog. Gambar header: Google Chrome via Shutterstock.