Pendekatan Omnichannel untuk Imbangi Perubahan Tren Belanja Ritel di Indonesia

Sepanjang pandemi, jargon omnichannel mungkin terkubur. Berbagai aktivitas offline terhambat. Perusahaan teknologi mencoba beradaptasi. Dengan asumsi adanya perubahan perilaku yang lebih memilih menjaga jarak, layanan-layanan difokuskan ke arah go online. Sejak tahun 2022 lalu, kondisinya membaik. Masyarakat kembali ke mall, restoran, salon untuk merasakan pengalaman beraktivitas.

Strategi omnichannel, yang mengombinasikan kehadiran offline dan online, kembali mencuat dengan pendekatan berbeda.

Menurut hasil riset yang dirilis The Trade Desk pada Februari 2022, konsumen Indonesia kembali berbelanja secara offline setelah pandemi mulai terkendali. Namun, percepatan adopsi online di industri ritel tidak serta merta ditinggalkan. Kehadiran saluran berbelanja online dan offline jadi saling melengkapi.

Kondisi ini didukung hasil survei McKinsey berjudul “Indonesian consumer sentiment during the coronavirus crisis” pada Agustus 2022. Survei menunjukkan ada 60%-90% responden Indonesia menggunakan solusi omnichannel di tahap pembelian. Kedua riset ini memvalidasi bahwa omnichannel akan tetap ada untuk sekarang dan yang akan mendatang bagi bisnis ritel.

McKinsey : Indonesian consumer sentiment during the coronavirus crisis

Di sisi lain, menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, 90% dari anggotanya telah mengadopsi strategi omnichannel. Akan tetapi, sebagian besar peritel fisik di seluruh Indonesia masih tidak memiliki keahlian dan sumber daya internal yang memadai maupun investasi teknologi yang substansial untuk menjalankan model ritel omnichannel secara efektif. Oleh karenanya, hanya sejumlah kecil peritel besar mampu menerapkan inisiatif omnichannel.

Bagi perusahaan yang sudah mengadopsi konsep ini, pekerjaannya tidak bisa dilakukan sekali. Usaha terus dilakukan secara berkelanjutan, karena harus ada nilai tambah yang diciptakan agar tetap unggul. Perusahaan perlu mencermati target konsumen yang diinginkan dari perspektif omnichannel.

“Dengan menanamkan prinsip-prinsip ini ke dalam strategi ritel mereka, para pemimpin ini dapat menggunakan momentum—dan urgensi— pada saat ini untuk menentukan keuntungan yang ingin dicapai,” tulis laporan McKinsey dalam laporan terpisah bertajuk “Omnichannel: The path to value”.

Blibli

DailySocial.id menghubungi dua pemain e-commerce, Blibli dan Sociolla, yang menerapkan strategi omnichannel untuk memahami hipotesis masa depan dalam rangka mendukung posisi perusahaan.

SVP O2O Blibli David Michum menyampaikan, hipotesis Blibli dalam memulai strategi ini selalu dilihat dari perspektif konsumen Indonesia yang terus berevolusi. Di satu sisi, omnichannel adalah masa depan bagi bisnis ritel, terutama setelah melihat potensi pasar di sektor ini semenjak pandemi. Prospek tersebut menjadi langkah bagi Blibli untuk menjadi perusahaan berkelanjutan.

“Strategi physical (physical-digital) atau omnichannel dalam hal ini menjadi salah satu fokus utama kami yang bertujuan meningkatkan customer journey untuk berbelanja dan bertransaksi secara seamless di setiap touchpoints pelanggan, baik secara online maupun offline,” terang David.

Riset yang dirilis The Trade Desk dan McKinsey tersebut menjadi alasan kuat bagi Blibli untuk menguatkan strategi omnichannel. Perusahaan berambisi ingin menjadi omnichannel commerce dan platform gaya hidup terdepan di Indonesia.

Peresmian Toko Tukar Tambah pertama yang berlokasi di Dago, Bandung / Bali

Dalam membangun misi tersebut, perusahaan mencoba menjawab tantangan yang ada, di antaranya: membangun multiple touchpoints, menstandarkan pengalaman konsumen, mengintegrasikan keberadaan toko online dengan fisik, dan menciptakan pengalaman ritel yang lebih baik untuk pelanggan.

Perjalanan awal Blibli membangun omnichannel dimulai pada 2016 melalui peluncuran fitur Blibli Instore dan diikuti Click & Collect pada 2018, dengan menggandeng para mitra bisnis dalam menjawab kebutuhan immediate omnichannel presence, dan opsi pembayaran yang beragam dalam satu platform terintegrasi. Layanan Click & Collect semakin terintegrasi sejak diluncurkan Bliblimart sebagai toko offline pertama Blibli pada 2020, serta akuisisi Ranch Market pada 2021.

Inovasi terus berlanjut hingga tahun lalu dengan memperkuat kehadiran di toko fisik untuk flagship store. Inisiatif toko fisik ini dijalankan oleh anak usaha Blibli, Blibli Omnichannel Mobility Group (Blibli OMG). Terdapat monobrand store, seperti Samsung Experience Store dan Hello (monobrand store Blibli untuk Apple, khusus untuk partner tier-1 di Indonesia). Bila ditotal, saat ini perusahaan telah mengoperasikan lebih dari 100 flagship stores dan 70 gerai Ranch Market yang tersebar di seluruh Indonesia.

Selanjutnya, terdapat multibrand store, seperti Blibli Store dan toko Tukar Tambah yang jumlahnya lebih dari 27 ribu titik per September 2022. Lokasinya tersebar di tujuh kota, temasuk Jakarta, Bandung, Medan, dan Surabaya.

David optimistis sinergi tiga layanan di bawah Blibli: e-commerce, OTA (Tiket.com), dan groceries (Ranch Market) menempatkan perusahaan tetap di posisi relevan dengan kebutuhan masyarakat masa kini.

“Melalui ekosistem Blibli Tiket, kami dapat memenuhi hingga 90% kebutuhan masyarakat Indonesia, mulai dari belanja kebutuhan harian hingga leisure. Kami memahani kesibukan para pelanggan, untuk itu pelanggan kian dimudahkan dengan pemesanan kebutuhan harian lewat aplikasi Blibli.”

Sociolla

Pendekatan yang mirip juga ditempuh Sociolla agar tetap relevan dengan konsumennya. Co-Founder dan President Social Bella (perusahaan pengelola Sociolla) Christopher Madiam menyampaikan, sejak awal meski Sociolla beroperasi sebagai platform e-commerce kecantikan, mereka paham betul bahwa pengalaman belanja offline akan selalu relevan bagi konsumen di segmen ini.

“Karena para pecinta kecantikan ingin dapat menyentuh dan mencoba produk secara langsung sebelum membeli produk. Memahami hal tersebut, pada 2019 kami memperkenalkan toko berkonsep omnichannel, yang memadukan pengalaman berbelanja online dan offline secara seamless dan terintegrasi bagi konsumen kami,” kata Chris.

Dari pengamatan perusahaan, saat ini konsumennya —yang mayoritas adalah perempuan— mengharapkan tempat belanja yang dapat memberikan pengalaman berbelanja yang seamless dari URL ke IRL (In Real Life), memiliki spesialisasi dalam hal produk yang dijual, dan menawarkan pengalaman berbelanja yang unik. Perusahaan menyebut tren ini sebagai Future Commerce 3.0 dan sudah dihadirkan melalui toko omnichannel-nya.

Menurutnya, konsep omnichannel harus menawarkan pengalaman online ke offline atau sebaliknya, seamless dan mudah bagi konsumen. Kunci utama untuk memberikan pengalaman kecantikan yang seamless dan holistik di omnichannel Sociolla terletak pada kemampuan dalam membangun kolaborasi yang solid, berjalan secara seamless dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk fungsi internal dan eksternal (brand, supplier, layanan pengiriman, dll).

“Kedua, being agile is a must. Kami selalu berusaha untuk beradaptasi dan berkembang agar dapat memenuhi perubahan permintaan yang konstan dari konsumen yang sangat digital.”

Gerai Sociolla / Sociolla

Chris tidak memungkiri perjuangan untuk mewujudkan omnichannel tidaklah mudah. Namun, ia optimistis berbekal pemahaman yang mendalam tentang perilaku dan kebutuhan pecinta kecantikan yang berkembang secara konstan, serta didukung dengan kapabilitas teknologi yang kuat, mampu mengisi kesenjangan antara kebutuhan konsumen dan solusi yang tersedia di pasar.

“Sejak pertama kali didirikan, Social Bella telah berinvestasi dengan kuat tidak hanya dalam peningkatan teknologi front-end tetapi juga pengoperasian back-end, dengan warehouse pusat yang dilengkapi dengan sistem teknologi end-to-end.”

Disebutkan, jangkauan toko offline Sociolla meningkat hingga 30 kali lipat dibandingkan sebelum pandemi dengan total 49 toko omnichannel di 29 kota di seluruh Indonesia. Di Vietnam sendiri, kini mencapai 13 toko sejak ekspansi perdana di 2020 lalu.

“Rencana kami berikutnya di tahun 2023 adalah terus memperluas jangkauan dan melayani konsumen untuk berbelanja dengan cara yang mereka sukai, baik itu secara online, offline, ataupun keduanya melalui aplikasi SOCO, situs Sociolla, serta gerai omnichannel.”

Beberapa fitur yang sudah dihadirkan untuk mendukung omnichannel di antaranya:

● Click and Collect: Belanja produk dari berbagai brand melalui aplikasi SOCO atau web Sociolla dan konsumen dapat memilih untuk mengambil barang langsung di gerai Sociolla sesuai pilihan.
● Shop and Deliver: Belanja berbagai brand dan produk di gerai Sociolla yang konsumen kunjungi saat ini, lalu hanya dengan memindai Kode QR dari aplikasi SOCO. Kemudian kirim barang ke rumah/tujuan sesuai keinginan konsumen.
● Store Page on SOCO App: Ketika mengunjungi gerai Sociolla mana pun, konsumen dapat mengetahui informasi tentang promosi atau hal baru yang ditawarkan pada hari itu dengan memindai Kode QR di stasiun check-in SOCO dan menggunakan voucher khusus yang tersedia untuk transaksi.

“Kami terus berinovasi dengan fitur-fitur baru di omni stores kami untuk memastikan bahwa konsumen akan mendapatkan pengalaman belanja kecantikan terbaik sesuai keinginan dan preferensi mereka,” pungkas Chris.

Blibli Perbanyak Gerai Offline untuk Strategi Omnichannel

Blibli terus ekspansif perluas ekosistem omnichannel-nya melalui gerai offline. Ditargetkan pada 2024 mendatang, perusahaan dapat memiliki gerai hingga 300 unit. Langkah ini akan dicapai dengan menggandeng lebih banyak brand, khususnya untuk menjual perangkat gadget seperti handphone, dan bangun sendiri (independen).

“Kita sangat optimis akan buka 300 toko pada 2024 mendatang. Ini rencana serius kalau kita punya 300, kita akan jadi nomor dua terbesar di Indonesia. Nomor satunya kita tahu siapa [Erajaya],” ucap EVP of Consumer Electronics Blibli Wisnu Iskandar saat perayaan ulang tahun ke-11 Blibli, Senin (26/7).

Seperti diketahui, Blibli gencar masuk ke ranah offline untuk mewujudkan strategi omnichannel yang sudah dijalankan sejak 2016, ditandai dengan kehadiran Blibli Instore. Adapun peluncuran gerai offline itu sendiri dilakukan melalui anak usaha Blibli, PT Global Teknologi Niaga (GTN).

Dalam gerai offline milik Blibli ini, di antaranya mencakup Blibli Store (toko gadget dan elektronik), Blibli Mart (minimart), gerai Tukar Tambah, dan Samsung Experience Store. Khusus yang terakhir, Blibli akan menambah kemitraan dengan brand gadget lainnya, salah satunya dengan Xiaomi. Strategi ini serupa dengan yang dilakukan Erajaya, yang bekerja sama dengan iPhone (iBox), Samsung dan Huawei, lewat anak-anak usahanya.

Saat ini gerai offline Blibli sudah tersebar di 87 titik di Jabodetabek dan kota-kota besar di pulau Jawa, Medan, dan Makassar sejak pertama kali meluncur pada tahun lalu. Wisnu menyebut hingga akhir 2022 ini, perusahaan menargetkan dapat memiliki 160 gerai. Kota-kota di Sumatera dan Kalimantan masuk ke dalam daftar berikutnya yang siap disambangi.

Khusus di Blibli Store, lanjut dia, pengunjung bisa mendapatkan beragam promosi hingga layanan after sales seperti garansi kerusakan. Dalam waktu dekat, akan tersedia garansi buyback untuk pembelian gadget tertentu dari brand dan berlaku untuk produk flagship (premium) saja.

“Enggak semua brand kita entertain. Ada dua brand yang kita lakukan dan hanya untuk produk flagship karena untuk define harga agak sulit, harus ada forecast harga. Lagipula karena ini fitur baru, jadi akan lebih nyaman kalau untuk barang premium dulu [sebagai langkah awal].”

Kekuatan Blibli di produk gadget dan elektronik sejak awal berdiri, menjadi kenyamanan bagi perusahaan untuk meluncurkan berbagai fitur yang memudahkan konsumen. Terlebih lagi sebagai perusahaan teknologi, proses adopsi teknologi dari digital ke offline akan lebih mulus saat mengimplementasikan solusi omnichannel.

“Fokus kita adalah mengembangkan teknologi makanya banyak fitur yang kita rilis seperti Click&Collect untuk omnichannel. Kedua, karena kita itu consumer centric, kita tanamkan sales di sini harus punya product knowledge yang bagus.”

Khusus untuk Blibli Mart, sejauh ini baru ada satu lokasi yang terletak di kantor pusat Blibli di Gedung Sarana Jaya, Jakarta Pusat. Peresmian gerai ini sudah dilakukan pada awal 2020, mengadopsi konsep tanpa kasir (cashierless) dan pembayaran non-tunai (cashless).

Kategori barang sehari-hari dan elektronik, merupakan kontributor pendapatan terbesar di Blibli secara keseluruhan, terutama semenjak pandemi. Khusus untuk barang elektronik, tercatat tumbuh dua kali lipat sepanjang 2020 dibandingkan tahun sebelumnya. Kemudian, pada semester I 2022 ini tumbuh hingga 60% secara year-on-year.

Strategi omnichannel

Dalam kesempatan yang bersamaan, turut disampaikan oleh SVP O2O Blibli David Michum bahwa solusi omnichannel adalah masa depan bagi industri e-commerce karena menciptakan suatu fleksibilitas bagi konsumen untuk berbelanja secara online maupun offline. “Kunci dari kami adalah menjaga kepercayaan konsumen dengan menggandeng seller partner terpercaya agar konsumen tetap senang,” katanya.

Sejak 2016 masuk ke omnichannel melalui Blibli InStore, fitur ini memungkinkan konsumen bisa belanja online dari perangkat yang disediakan Blibli di toko offline yang telah menjadi merchant resmi. Keuntungan yang konsumen terima adalah beragam pilihan pembayaran dari Blibli, seperti cicilan 0%, metode pembayaran yang fleksibel, program loyalitas, dan customer care 24/7.

Dua tahun kemudian, merilis Click&Collect yang memungkinkan konsumen untuk berbelanja online di Blibli tanpa harus menunggu kurir mengantarkan pesanan ke alamat tujuan, Fitur ini menggabungkan dua kebiasaan konsumen saat berbelanja di platform online dan online. Konsumen online menggunakan platform untuk membandingkan harga, cari promosi, dan fitur. Di sisi lain, konsumen offline berbelanja karena ingin lihat barang, trial, dan memegang barang yang akan dibeli.

Lewat akuisisi jaringan supermarket di bawah PT Supra Boga Lestari, turut menambah persebaran titik Click&Collect di Blibli. Ekosistem Bliblimart kini telah terintegrasi dengan lebih dari 60 gerai milik Ranch Market Group dan Ranch Market Official Store. Kebutuhan konsumen akan kebutuhan sehari-hari, mulai dari produk segar, makanan segar, hingga kebutuhan ibu dan anak, dapat terpenuhi.

Hingga saat ini, Blibli mencatat memiliki lebih dari 9,500 merchant Blibli InStore, 12,000 pick up point Click&Collect, dan Blibli Mitra yang telah menghadirkan solusi bisnis digital terpadu bagi lebih dari 100 ribu mitra di 34 provinsi. Di luar itu, perusahaan juga menawarkan nilai tambah, seperti jaminan 100% produk original, pengiriman 2 Jam Sampai, Trade-In, dan asuransi untuk memberikan kepuasan bagi pelanggan.

Application Information Will Show Up Here

Entering Its First Year, Blibli Mitra Focuses on Strengthening the Omnichannel Ecosystem

Blibli has the ambition to increase the number of grocery store owners to go digital by utilizing the Blibli Mitra application. It is targeted that partners can increase by two times higher from the current position of 16 thousand stores spread across Indonesia.

Since the launching last year, the concept of Blibli Mitra is not much different from similar services made by competitors, such as Mitra Bukalapak, Mitra Tokopedia, or Mitra Shopee. Blibli Mitra opens access to digital products, such as balance, data packages, game vouchers, electricity tokens, BPJS, and train tickets that partners can sell to their customers.

In addition, there is a wholesale feature that partners can use to replenish the merchandise stock of Blibli’s partner brand principal, one of which is Unilever. With competitive prices, allowing partners to get more benefits.

Blibli’s VP O2O, David Michum explained, Blibli Mitra is part of Blibli’s omnichannel, so that it is integrated with the e-commerce ecosystem that has been established by the company, be it payment systems, procurement & logistics, to online platforms. This strength is what distinguishes Blibli Mitra from other similar players.

In delivering wholesale products purchased by partners, Blibli Mitra utilizes the company’s warehouse and logistics fleet, Fulfillment by Blibli (FBB) which is supported by 20 warehouses and 32 hubs in 15 cities. As a result, partners can enjoy free shipping facilities.

In fact, he is preparing the Blibli B2C application, which is usually used by end consumers, to connect the products sold in it, including MSME products, to the Blibli Mitra application so that it can be sold to its customers. “Because this [Blibli Mitra] is part of the omnichannel,” he explained in a virtual press conference, Thursday (19/11).

The Blibli Mitra application is designed to be very light, only taking up a 1.6MB capacity. So that wherever the partners are located, even though the internet network is bad, they can still make transactions.

Blibli’s interest is in this segment because according to data from the Ministry of Cooperatives and UKM, it is stated that MSMEs have contributed more than 60% of the National GDP. The government is also targeting the modernization of 15 thousand traditional go digital stalls. Moreover, the pandemic has further boosted grocery store businesses as customers limit visits to shopping centers and choose to shop for daily necessities at stores near their homes.

David continued, this trend was also reflected in the performance of Blibli Mitra, where orders from partners grew by four times compared to before the pandemic. The most purchased digital products are pulses and electricity tokens. While wholesale products are ground coffee, instant noodles, and ready-to-drink milk.

In the past year, Blibli Mitra has had 16 thousand partners joining. All of these partners, if accumulated, serve 1 million consumers spread across 333 cities in Indonesia. He targets that by the end of this year, Blibli Mitra partners can increase to double the current number.

In order for the target to be realized, Blibli has a field team that is tasked with acquiring new partners and routinely providing assistance so that partners’ digital capabilities increase. The application is also equipped with business management features, including cash flow management, financial monitoring, loyalty gamification and brand promos.

“In the future, we want to increase the financial inclusion of micro entrepreneurs by establishing partnerships with financial institutions, in addition to developing payment options, including COD,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Masuki Tahun Pertama, Blibli Mitra Fokus Perkuat Ekosistem Omnichannel

Blibli berambisi perbanyak pemilik toko kelontong go digital dengan memanfaatkan aplikasi Blibli Mitra. Ditargetkan mitra dapat bertambah hingga dua kali lipat dari posisi saat ini 16 ribu toko yang tersebar di seluruh Indonesia.

Sejak dirilis pada tepat pada tahun lalu, sebenarnya konsep Blibli Mitra tidak jauh berbeda dengan layanan sejenis besutan kompetitor, seperti Mitra Bukalapak, Mitra Tokopedia, atau Mitra Shopee. Blibli Mitra membuka akses produk digital, seperti pulsa, paket data, voucher game, token listrik, BPJS, dan tiket kereta yang dapat dijual mitra kepada pelanggannya.

Di samping itu, ada fitur grosir yang dapat digunakan mitra untuk mengisi kembali stok dagangan dari brand principal rekanan Blibli, salah satunya Unilever. Dengan harga yang bersaing, memungkinkan mitra dapat mendapatkan keuntungan lebih.

VP O2O Blibli David Michum menjelaskan, Blibli Mitra adalah bagian dari omnichannel Blibli, sehingga ia sudah terintegrasi dengan ekosistem e-commerce yang sudah dibentuk perusahaan, baik itu sistem pembayaran, pengadaan & logistik, hingga platform online. Kekuatan inilah yang membedakan Blibli Mitra dengan pemain sejenisnya.

Dalam pengiriman produk grosir yang dibeli mitra, Blibli Mitra memanfaatkan gudang dan armada logistik yang dimiliki perusahaan, yakni Fulfillment by Blibli (FBB) yang didukung oleh 20 gudang dan 32 hub di 15 kota. Alhasil, mitra yang berbelanja dapat menikmati fasilitas gratis ongkos kirim.

Bahkan, ia sedang mempersiapkan aplikasi B2C Blibli yang biasa dipakai konsumen akhir dapat terhubung dengan produk-produk yang dijual di dalamnya, termasuk produk UMKM, ke aplikasi Blibli Mitra agar dapat dijual kepada pelanggannya. “Karena ini [Blibli Mitra] adalah bagian dari omnichannel,” terangnya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (19/11).

Aplikasi Blibli Mitra didesain sangat ringan, hanya memakan kapasitas 1,6MB. Sehingga di manapun lokasi mitra meski jaringan internet buruk sekalipun, mereka tetap dapat bertransaksi.

Ketertarikan Blibli masuk ke segmen ini karena menurut data Kemenkop dan UKM menyatakan bahwa UMKM telah menyumbang lebih dari 60% PDB Nasional. Pemerintah pun menargetkan modernisasi pada 15 ribu warung tradisional go digital. Terlebih itu, pandemi semakin mendorong bisnis toko kelontong karena pelanggan membatasi kunjungan ke pusat perbelanjaan dan memilih untuk belanja kebutuhan sehari-hari di toko dekat rumah mereka.

David melanjutkan, tren tersebut juga tercermin dari kinerja Blibli Mitra, pertumbuhan pemesanan dari mitra naik hingga empat kali lipat jika dibandingkan sebelum pandemi. Produk digital yang paling banyak dibeli adalah pulsa dan token listrik. Sedangkan produk grosir adalah kopi bubuk, mie instan, dan susu siap minum.

Dalam satu tahun belakangan, Blibli Mitra telah memiliki 16 ribu mitra yang bergabung. Seluruh mitra ini bila diakumulasi melayani 1 juta konsumen yang tersebar di 333 kota di Indonesia. Ia menargetkan sampai akhir tahun ini mitra Blibli Mitra dapat naik hingga dua kali lipat dari jumlah saat ini.

Agar target terealisasi, Blibli memiliki tim lapangan yang bertugas untuk akuisisi mitra baru dan secara rutin melakukan pendampingan agar kemampuan digital mitra meningkat. Aplikasinya juga dilengkapi dengan fitur pengaturan bisnis, antara lain cash flow management, pemantau keuangan, loyalty gamification dan promo dari brand.

“Ke depannya, kami ingin meningkatkan inklusi finansial pengusaha mikro dengan menjalin kemitraan bersama lembaga keuangan, selain mengembangkan opsi pembayaran, termasuk COD,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here