Sociolla Terbuka Untuk Garap Lini Bisnis Pergudangan Digital [UPDATED]

Social Bella, induk usaha dari retailer omnichannel Sociolla, mengungkapkan rencananya untuk terbuka merambah lini bisnis dari bidang pergudangan digital. Prospek digitalisasi pergudangan dinilai sangat cerah karena prosesnya saat ini masih manual.

Co-founder, CEO & President Social Bella Christoper Madiam menyampaikan optimisme untuk menyeruisi lini bisnis baru ini dikarenakan inovasi yang dikembangkan secara in-house ini telah terbukti membawa efisiensi yang begitu signifikan bagi internal Sociolla.

“Selama ini kita bangun teknologi untuk bisnis kita sendiri, namun terbuka untuk menjajakinya sebagai model bisnis baru. [Penggunanya] bisa multiple industry dengan kompleksitas yang sama [dengan Sociolla] bisa pakai,” ucap Christopher di sela-sela memperkenalkan Sociolla Warehouse di Cikupa, Tangerang, pekan lalu (27/10).

Dia mengaku, teknologi yang dikembangkan Sociolla untuk gudangnya ini sepenuhnya dikerjakan sendiri oleh tim teknologi, setelah melalui berbagai proses trial and error. Dari pengamatannya, tidak ada penyedia teknologi gudang yang mampu menjawab tantangan di Sociolla.

Tidak ada juga benchmark yang diambil oleh Sociolla dari pemain sejenisnya, mau di dalam negeri maupun di luar negeri untuk implementasinya. Akhirnya, diputuskan untuk bangun teknologinya dari awal. “Bahkan ada chip yang kami belinya dari Tokopedia,” tambahnya.

Tantangan Sociolla dalam menciptakan efisiensi ini terbilang unik dan tidak dialami oleh kebanyakan pemain digital lainnya. Seperti diketahui, produk kecantikan itu dalam proses penyimpanannya tergolong kompleks karena ukurannya kecil-kecil dan jumlah SKU yang banyak.

Alhasil, sulit untuk diidentifikasi oleh picker sebelum masuk ke proses pengemasan oleh packer. Ditambah lagi, setiap batch produk memiliki waktu kadaluarsa yang berbeda-beda. Kedua hal ini menjadi tantangan utama bagi Sociolla, sangat berbeda tantangannya dengan pemain fesyen.

“Tantangan ini sangat kompleks, kalau tidak ada teknologi yang mumpuni akan susah [durasi pengemasannya]. Kita melihat dari dua sisi, tim teknologi harus bisa bangun teknologi yang bisa dipakai dengan mudah oleh user [tim operasional].”

Sistem pergudangan di Sociolla

Christopher Madiam, Co-Founder, President and CEO of PT Social Bella Indonesia / Social Bella

Perusahaan mengembangkan sistem backend label harga digital yang didukung dengan IoT. Sistem ini terintegrasi dengan sempurna, memberi pandangan yang komprehensif dan real time untuk tim inventaris di semua saluran penjualan.

Hal ini memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi lokasi terdekat dan memilih mitra logistik yang optimal untuk pesanan online, memberikan panduan kepada toko offline mengenai penyimpanan produk, dan mengotomatiskan tugas-tugas, seperti pesanan pembelian, permintaan pembayaran, dan persetujuan.

Alurnya, setiap pesanan dari aplikasi Sociolla akan masuk ke sistem admin di gudang berdasarkan lokasi terdekat konsumen. Tim admin akan memberikan notifikasi ke PDA (Personal Digital Assistants) yang dipegang oleh masing-masing picker yang sudah bersiap di masing-masing area gudang.

Begitu notifikasi masuk, picker akan menerima tugas untuk mengambil pesanan konsumen ada apa saja dan titik produknya ada areanya di mana saja. Semua titik diberitahu secara akurat agar durasi picker jauh lebih efisien. Bisa jadi ada beberapa pesanan yang dikumpulkan oleh beberapa picker karena lokasi produk pesanannya berjauhan.

Setiap mengambil satu barang, picker akan scan barcode dari PDA yang tertera di tiap dus. Notifikasi ini akan langsung ke sistem admin untuk menandakan produk sudah berhasil diselesaikan oleh picker. Berikutnya, di ujung gudang terdapat console area yang menggabungkan seluruh pesanan.

“Dalam kotak console, terdapat chip yang terhubung dengan Wi-Fi dan dilengkapi lampu-lampu warna hijau, kuning, merah. Warna ini menandakan lengkap atau tidaknya pesanan. Bila ada pesanan yang belum digabungkan, sistem akan membaca dalam waktu tiga jam lampu berwarna merah. Bisa di-trace juga siapa picker yang ditugaskan, tracing-nya sangat detail.”

Berikutnya, setelah pesanan terkumpul dalam satu wadah akan diserahkan ke tim packer untuk pengemasannya. Terdapat tanda barcode di atas paket yang nantinya akan dibaca oleh kamera pintar untuk menandai barang tersebut sebaiknya dikirim oleh ekspendisi apa berdasarkan lokasi konsumen, dimensi dan ukuran paket. Seluruh proses ini dibantu dengan conveyer yang ditenagai dengan IoT.

Seluruh paket akan dikumpulkan dalam satu wadah berdasarkan masing-masing jenis ekspedisi yang sudah bekerja sama dengan Sociolla. Para ekspedisi ini biasanya sudah bersiap untuk melanjutkan prosesnya.

“Ketika kamera sudah scan paketnya, konsumen juga akan mendapat update status di aplikasi bahwa pesanannya sudah diproses oleh ekspedisi.”

Disebutkan implementasi teknologi ini membuat perusahaan jadi lebih efisien karena proses dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari satu jam sejak pemesanan. Produktivitas pekerja juga jauh lebih tinggi.

Chris menjelaskan, sistem ini sudah diimplementasikan ke tujuh gudang Sociolla yang tersebar di seluruh Indonesia. Cikupa adalah lokasi gudang pusat terbesar milik Sociolla dengan luas 12 ribu meter persegi. Gudang tersebut sudah berdiri sejak tahun lalu.

“Karena teknologi ini dibangun sendiri, jadi bisa terapkan ke pameran kecantikan punya kita. Konsepnya jadi mini gudang, konsumen beli barangnya langsung dari gudang Sociolla. Brand fokus di branding-nya.”

Model bisnis Sociolla

Sejak beroperasi di 2015, Social Bella membangun SHEcosystem yang menyatukan ekosistem dari berbagai industri ke dalam satu ekosistem terintegrasi dan menjadi rumah bagi lebih dari 2.000 karyawan di tiga negara. Perusahaan punya empat model bisnis. 1) SOCO, superapp kecantikan, telah menjadi wadah bagi para beauty enthusiast dan komunitas dalam berbagi ulasan dan insight akan produk-produk kecantikan. SOCO memiliki hampir 3 juta ulasan yang mencakup sekitar 36.000 produk.

2) Beauty Journal, media online untuk kecantikan dan gaya hidup dengan layanan pemasaran O2O dari hulu ke hilir, 3) Sociolla, retailer omnichannel untuk produk kecantikan dan perawatan diri. Kini gerai Sociolla tersebar di 55 toko yang tersebar di 35 kota di Indonesia dan 12 gerai di empat kota di Vietnam. Selain menjadi retailer, Sociolla juga menggarap segmen B2B dengan menjadi retailer untuk distribusi produk ke toko modern dan tradisional. 4) Lilla, ekosistem yang dibangun oleh ibu untuk ibu dengan toko omnichannel pertama dibuka pada 2022.

Perusahaan juga membawa brand kecantikan lokal untuk ekspansi ke Asia Tenggara. Sejauh ini sudah ada tiga brand, yakni Esqa, Carasun, dan Avoskin yang sudah diorbitkan ke Vietnam.

*) Kami mengoreksi minor judul artikel

Application Information Will Show Up Here

Omnichannel Semakin Populer Dorong Pemasyarakatan Beauty Tech

Pandemi mempercepat pertumbuhan industri beauty tech, termasuk di Indonesia. Salah satu faktor utama yang mendorong pertumbuhan platform beauty tech di Indonesia adalah penutupan toko dan salon kecantikan (gerai fisik) selama masa social distancing.

Brand D2C (direct-to-consumer) semakin marak. Model D2C populer karena memungkinkan brand menjual produk langsung ke konsumen melalui saluran sendiri maupun platform pihak ketiga. Mereka memotong perantara dan

Menurut data Tokopedia, kategori kecantikan menjadi salah satu kategori dengan peningkatan jumlah transaksi paling tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya di periode Januari-Maret 2023.

Di tahun 2023, pandemi melandai. DailySocial.id mencoba melihat bagaimana strategi omnichannel, kehadiran secara online dan offline/gerai fisik, dihadirkan para pemain beauty tech.

D2C semakin populer

Menurut President & CEO PT Social Bella Indonesia Christopher Madiam, dibandingkan produk kecantikan konvensional, startup kecantikan/marketplace D2C cenderung memiliki pendekatan yang lebih customer-centric approach, dengan fokus pada memberikan pengalaman belanja yang personal dan seamless.

Perusahaan seperti ini memanfaatkan kehadiran media sosial dan saluran pemasaran digital lainnya untuk membangun kesadaran terhadap brand dan mencapai audiens target mereka. Di sisi lain, brand kecantikan konvensional biasanya mengandalkan metode pemasaran yang lebih tradisional, seperti iklan cetak dan TV.

Selama perjalanan bisnis, Sociolla mengklaim telah mempelajari pentingnya beradaptasi dengan perilaku digital yang terus berkembang.

“Di Sociolla, kami mengutamakan pemahaman terhadap pelanggan kami dan preferensi mereka. Kami tahu bahwa menjaga fleksibilitas dan fokus pada kebutuhan konsumen serta merespons dengan cepat perubahan di pasar sangat penting. Pendekatan kami selalu mengutamakan pengalaman pelanggan, memungkinkan kami untuk membangun loyalitas pelanggan dan mencapai pertumbuhan bisnis,” kata Christopher.

Menurut Founding dan Managing Partner Creative Gorilla Capital Benz  Budiman, segmen beauty tech menjadi bisnis yang menjanjikan. Hal ini terlihat dari besarnya penjualan dan pemasaran yang dilakukan oleh para pemain memanfaatkan berbagai platform media sosial.

“Namun demikian saat ini beauty industry juga sangat kompetitif dan sangat tersaturasi. Karena semua orang ingin melakukan hal tersebut, mereka yang bisa bermain dan bertahan di industri ini adalah, pemain yang harus bisa menjalin kolaborasi dengan pemain yang sudah established di industri tersebut,” kata Benz.

Kehadiran omnichannel memberi dampak

Industri kecantikan adalah pasar yang sangat kompetitif, dan pelanggan memiliki banyak pilihan. Dengan pertumbuhan layanan marketplace dan mobile shopping, pelanggan berharap memiliki akses ke produk dan informasi kapan saja, di mana saja, dan di perangkat apa saja.

Menurut data Riverty, pelanggan generasi muda lebih memilih memesan produk kecantikan secara online. 71% responden disebutkan membeli melalui perangkat mobile.

Preferensi baru ini memberikan kelonggaran bagi startup dan brand untuk memanfaatkan keunggulan kompetitif mereka: kemampuan memanfaatkan data untuk memberikan pelanggan apa yang mereka inginkan dengan cepat.

Perwakilan East Ventures mengatakan, “Kami melihat penerapan strategi omnichannel ini melibatkan integrasi antara toko fisik dan toko online, yang tentunya memerlukan manajemen operasional yang baik. Hal ini meliputi manajemen stok barang, distribusi, metode pembayaran, dan penerapan teknologi serta pengelolaan data yang baik. Penerapan strategi omnichannel juga menerima respon yang sangat baik di Indonesia. Kami melihat perkembangan positif dari sisi portofolio kami, Sociolla, yang telah memiliki 50 toko di 30 kota.”

Amir Karimuddin berkontribusi untuk penulisan artikel ini

The Big Leap: Peran Teknologi Tingkatkan Retensi Pengguna Lewat Personalisasi

Isu tech winter masih hangat dibicarakan, mengingat terus mengalirnya pemberitaan layoff  dari startup teknologi. Perusahaan rintisan kini semakin mengencangkan ikat pinggang dan fokus pada strategi perusahaan untuk mendulang profit. Dimulai dari menjaga retensi pengguna yang sudah ada di platform.

Platform manajemen pelanggan CleverTap berkolaborasi dengan e27 mengadakan Roadshow The Big Leap di 6 kota di Asia Tenggara, termasuk Jakarta. Acara yang bertajuk “The Indonesia Retention Pinnacle: Personalized Customer Journeys with Innovative Technology” ini bertujuan untuk membantu para pemain industri meningkatkan pertumbuhan dan retensi pelanggan.

Beberapa pemain industri yang turut hadir dalam acara ini adalah VP of Brand Communication Kitabisa.com Iqbal Hariadi, Co-Founder & CMO Sociolla Chrisanti Indiana, serta VP of Marketing Rukita Lika Aprilia Samiadi. Mereka mewakili perusahaan rintisan di Indonesia yang juga tengah berjuang mempertahankan retensi pengguna.

Membangun relasi personal

Memberi pengalaman personal kepada pengguna merupakan salah satu strategi bisnis yang sangat penting, agar setiap pengguna merasa mereka dikenal secara personal dan merasa yakin dapat mengandalkan sebuah brand untuk setiap kebutuhan. Bila perusahaan bisa menangkap peluang itu, maka penjualan dan kesetiaan pelanggan secara otomatis akan mengikuti.

Startup retailer kecantikan Sociolla mengungkapkan bahwa mereka memiliki misi untuk menjadi user’s best friend atau sahabat pengguna. Setiap kampanye yang digalakkan juga selalu disesuaikan dengan preferensi para penggunanya. Hal ini sesuai dengan misinya ‘liberating self-care for everyone’, menjangkau semakin banyak beauty enthusiast di seluruh Indonesia.

Terkait pendekatan secara personal ini, Chrisanti angkat bicara, “Kami ingin menciptakan nilai dalam produk-produk yang kami salurkan melalui Sociolla. Kami ingin menjadi merek yang autentik. Hal ini memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar, tetapi kami merasa ini penting untuk bisa bertahan di industri.”

Sociolla sendiri saat ini tengah fokus pada solusi omnichannel dengan menggabungkan pengalaman online dan offline yang seamless. Dari situ, perusahaan dapat menghilangkan semua hambatan dan batasan bagi pelanggan untuk berbelanja sesuai keinginan mereka, di mana saja dan kapan saja.

Selain itu, strategi omnichannel menjadi lebih relevan dengan perilaku pelanggan saat ini. Bertahannya preferensi digital dan omnichannel di antara konsumen Indonesia adalah salah satu dari lima tema konsumen baru yang diperkirakan akan terus berlanjut pasca-COVID 19.

Fokus pada solusi

Salah satu startup yang juga hadir dalam acara ini adalah Rukita, yang dikenal sebagai platform penyedia sewa hunian jangka panjang. Perusahaan dinilai memiliki tingkat pertumbuhan yang cukup pesat dengan usia yang masih terbilang belia.

Rukita saat ini berfokus pada banyak hal. Salah satunya adalah tentang bagaimana pengembangan produk teknologi Rukita mampu meningkatkan pengalaman terhadap para pelaku ekonomi di dalam ekosistemnya, mulai dari konsumen (penyewa), agen properti, hingga rekan atau mitra.

Dalam memasarkan brand terkadang pemasar juga terlalu fokus pada kinerja perusahaan. “Fokus pada apa yang dapat dilakukan brand dalam menyediakan solusi bagi pengguna, daripada sekadar apa yang bisa dilakukan brand,” tegas VP of Marketing Rukita Lika Aprilia Samiadi.

Ke depannya, perusahaan memiliki long-term goal untuk bisa menyediakan tempat tinggal yang nyaman, terjangkau, dan assle-free di seluruh Indonesia. Beberapa waktu lalu, Rukita juga baru saja mengakuisisi Infokost yang merupakan startup yang bergerak di bidang online listing untuk sewa hunian seperti indekos dan sejenisnya.

Memanfaatkan data

Terlepas dari industrinya, pemanfaatan data telah diakui menjadi kunci pengambilan keputusan yang cerdas. Selain dapat mengukur tingkat retensi secara akurat dan memperbaiki metrik, data menyediakan semua hal yang dibutuhkan untuk mengukur kinerja serta mengidentifikasi strategi dan fitur yang memberikan dampak.

Kitabisa.com turut berbagi mengenai strategi perusahaan dalam menjaga retensi dan mendorong pertumbuhan penggunanya. Salah satunya adalah dengan mengembangkan donasi otomatis yang bisa dipersonalisasi sesuai preferensi pengguna. Dalam hal ini, Kitabisa fokus pada aplikasi mobile dan menggunakan teknologi pemasaran untuk mengingatkan pengguna memberikan donasi.

Saat ini kecerdasan artifisial (AI) juga menjadi salah satu teknologi yang ramai dikembangkan perusahaan teknologi. Melihat kesuksesan dari ChatGPT, tidak sedikit startup yang berusaha mengaplikasikan teknologi AI terhadap solusi yang ditawarkan perusahaan. Meskipun begitu, beberapa perusahaan masih yakin pada pendekatan personal untuk bisa menjangkau dan menjaga loyalitas pengguna.

Salah satu contohnya adalah chatbot yang sudah banyak digunakan sebagai pengganti customer service (cs). Untuk pertanyaan dasar, teknologi ini sangat membantu, namun untuk pertanyaan yang lebih spesifik, chatbot bukanlah sebuah solusi. “Para pengguna kalian adalah manusia, maka layani mereka layaknya seorang manusia,” tegas COO PT MNC OTT Network Roy Debashis.

“Mulai dari rasa empati untuk bisa lebih dekat dengan pengguna. Dari situ, kita akan mulai mendapatkan data, karena data adalah basis untuk menciptakan solusi. Ingatlah juga untuk berinvestasi pada customer service atau pelayanan pelanggan,” tambah Chrisanti.

6 Aplikasi Belanja Online yang Populer dan Banyak Digunakan Terbaik 2023

Kegiatan berbelanja saat ini sangat familiar bahkan bisa dilakukan secara online melalui berbagai toko yang ada di pasar. Melalui aplikasi e-commerce, seseorang dapat membeli berbagai barang yang berhubungan dengan makanan, barang rumah tangga, fashion, transportasi, dll. Apalagi di Indonesia, belanja online bukan lagi kata yang asing, mengingat belanja online terus berkembang.

Kehadiran aplikasi belanja online semakin memudahkan pemenuhan kebutuhan masyarakat karena sangat mudah digunakan. Hanya dengan koneksi internet, semua produk yang ada di pasaran cepat tersedia dimanapun dan kapanpun. Banyak orang yang memilih belanja online biasanya karena lebih murah dan banyak cash reward yang menanti, terutama diskon gratis, diskon menarik, bundle dan masih banyak jenis lainnya.

Lalu apa saja sih aplikasi belanja online terbaik dan terpercaya hingga hari ini yang masih diminati oleh banyak pengguna?

1. Shoope

Google Play Store

E-commerce atau aplikasi belanja online yang pertama kali diperkenalkan di Singapura sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia, khususnya yang menyukai belanja online murah. Selain itu toko online ini merupakan brand ambassador dari girl group asal Korea Selatan yaitu Blackpink.

Selain popularitas para brand ambassador yang bekerja sama dengan Shopee, Shopee juga dikenal dengan beberapa promo menarik yang sering dipublikasikan, mulai dari flash sale, Shopee 12.12 hingga gratis ongkos kirim yang kami terima dengan syarat tertentu.

Selain itu, program ini juga menawarkan pengalaman bertransaksi online yang aman dengan adanya “Garansi Toko”. Berkat jaminan ini, Anda tidak perlu khawatir jika barang yang Anda beli tidak sampai atau melebihi batas waktu yang ditentukan oleh sistem, karena uang yang dibayarkan akan langsung dikembalikan ke rekening kamu.

2. Tokopedia

Google Play Store

Tokopedia adalah platform belanja online terbesar di Indonesia dan perusahaan teknologi pertama di Asia Tenggara yang dikenal dengan warna hijau dengan simbol burung hantu khasnya. Pendiri Tokopedia adalah William Tanuwijaya. Ia mendirikan platform pemasaran ini pada 17 Agustus 2009 dengan misi pemerataan ekonomi digital untuk membantu perusahaan, khususnya UKM, meningkatkan penjualan mereka di platform online. Saat ini, aplikasi elektronik tersebut menjadi unicorn paling berpengaruh di Indonesia dan Asia Tenggara.

Tak mau kalah, Tokopedia menggandeng boyband terpopuler Korea Selatan BTS sebagai brand ambassador. Tokopedia menawarkan berbagai kemudahan dalam berbelanja online, terutama dengan slogan “Waktu Belanja Indonesia”, dengan berbagai penawaran menarik dan diskon untuk membantu kamu dalam berbelanja menjadi lebih hemat.

Tokopedia adalah salah satu marketplace terpercaya. Pada tahun 2021, unicorn e-commerce ini bekerja sama dengan GoJek kemudian bergabung dengan GoTo, nama gabungan GoJek dan Tokopedia, dan bisa juga dikatakan bahwa GoTo berarti gotong royong. Pasca merger, perusahaan ini melantai sahamnya di bursa saham (IPO) pada April 2021.

3. Lazada

Google Play Store

Lazada adalah salah satu toko online B2C terbaik dan termurah, yang merupakan anak dari Grup Alibaba China. Didirikan di Jerman pada tahun 2012 oleh Rocket Internet dan Pierre Poignant, namun diakuisisi oleh Alibaba pada tahun 2016. Hingga saat ini, Lazada telah memperluas cakupannya ke hampir semua negara di Asia, termasuk Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

Tak mau kalah dengan pesaing aplikasi e-commerce lainnya, Lazada memperkenalkan beberapa fitur menarik untuk dinikmati para penggunanya. Mendukung diskon harian, penawaran di acara tertentu, bahkan LazMall yang menawarkan berbagai produk dari brand ternama menjadikan Lazada sebagai salah satu aplikasi belanja online terbaik dan termurah.

Beragam produk dari Lazada bisa kamu dapatkan mulai dari harga termurah. Oleh karena itu, program elektronik ini cocok bagi pedagang maupun konsumen biasa untuk mendapatkan berbagai barang. Lazada menjual berbagai kebutuhan pokok seperti peralatan rumah tangga, alat masak, elektronik, pernak pernik, aksesoris dan lainnya, dengan diskon menarik untuk membantu kamu berhemat saat berbelanja.

4. Bukalapak

Google Play Store

Toko online atau toko online yang identik dengan warna merah tua itu didirikan pada 10 Januari 2010 oleh Achmad Zaky. Bukalapak juga cukup terkenal dengan iklannya yang unik dan menarik. Bukalapak yang sedikit berbeda dengan toko online lainnya juga kerap memberikan penawaran menarik, seperti flash sale dan program diskon lainnya.

Toko online ini juga memiliki kategori khusus yaitu BukaMall yang menawarkan barang-barang yang dijamin asli dari berbagai merek, dan BukaMart yang menawarkan berbagai kebutuhan rumah tangga dan sehari-hari seperti berbelanja di mini market virtual. Dengan demikian, Bukalapak merupakan aplikasi belanja online murah dan terpercaya.

5. Bibli

Google Play Store

Dengan lebih dari 3,2 juta produk yang terbagi dalam 15 kategori, toko online atau toko online beridentitas biru ini tidak diragukan lagi merupakan salah satu toko online terbesar di Indonesia. Blibli.com menawarkan banyak fitur seperti kemungkinan untuk membayar dengan cicilan 0% untuk membeli produk yang diinginkan.

Selain itu, Blibli.com juga memiliki kategori khusus BlibliMart yang menawarkan berbagai kebutuhan sehari-hari seperti minimarket virtual dengan pilihan grosir untuk produk tertentu. Selain aman, kamu juga bisa membeli dalam jumlah banyak untuk berbagai kebutuhan sehari-hari dengan harga lebih murah.

6. Sociolla

Google Play Store

Sebagian besar wanita Indonesia biasanya mengetahui platform belanja online yang satu ini yaitu Sociolla. Karena sebagian besar Sociollas menjual berbagai kebutuhan dari ujung rambut hingga ujung kaki, parfum, kosmetik, dan produk kecantikan menjadi basis produk yang dijual di platform tersebut. Toko kecantikan online ini banyak diminati kalangan wanita karena menjamin keaslian produknya.

Sociolla, toko kecantikan online, didirikan pada tahun 2015 dengan situs webnya. Kemudian di tahun 2019 berkembang menjadi toko O2O (Online To Offline) yang menawarkan pengalaman berbelanja terbaik di toko offline yaitu Sociolla Store. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak orang Indonesia yang mengenali marketplace ini karena kemampuannya meyakinkan konsumen bahwa produk yang dijual 100% asli.

Nah, itulah aplikasi belanja online terbaik yang paling banyak dipakai hingga sekarang.

Penguatan Strategi Omnichannel, Sociolla Kini Miliki 50 Toko di 30 Kota

Startup retailer kecantikan Sociolla meresmikan toko omnichannel yang ke-50 di Bengkulu. Pencapaian ini diraih dalam waktu tiga tahun sejak toko pertama diresmikan pada 2020, demi mewujudkan ambisinya sebagai pemain omnichannel kecantikan terdepan di Indonesia.

50 toko tersebar di 30 kota yang berada di provinsi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa. Di Sumatera saja, Sociolla telah meresmikan tokonya di tujuh dari 10 kota terbesarnya.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & CMO Sociolla Chrisanti Indiana menyampaikan perusahaan mendapat banyak tanggapan yang positif dari pengguna dan pelanggan di setiap toko omnichannel yang dibuka. Tanggapan ini mendorong perusahaan untuk memberikan pengalaman terbaik sesuai dengan misinya ‘liberating self-care for everyone’, menjangkau semakin banyak beauty enthusiast di seluruh Indonesia.

“Sekarang kami telah membuat kehadiran Sociolla jauh lebih luas melalui 50 toko di 30 kota, kami siap meningkatkan layanan  untuk memastikan penggemar kecantikan di seluruh Indonesia dapat memiliki pengalaman belanja kecantikan terbaik, baik secara online, offline, ataupun keduanya,” kata Chrisanti.

Dia melanjutkan, pembukaan toko ke-50 ini merupakan pencapaian besar bagi perjalanan perusahaan. Seiring dengan kondisi yang terus membaik dan aktivitas kembali normal di masa pasca-pandemi, Sociolla akan hadir secara bertahap ke kota lapis dua dan tiga, seperti Karawang, Sidoarjo, dan Purwokerto. “Ke depan, kami berencana untuk terus memperluas cakupan kehadiran toko fisik Sociolla di banyak kota.”

Di dalam toko omnichannel, perusahaan menyediakan sejumlah fitur khusus, seperti Makeup Wall, fitur toko tempat pelanggan dapat menemukan semua jenis produk makeup untuk riasan wajah mereka; Makeup Bar, fitur toko tempat pelanggan dapat mencoba tester produk makeup; dan Wall of Mask, fitur toko tempat mereka dapat menemukan berbagai macam masker wajah untuk dipilih.

Di samping itu, tersedia fitur lainnya bagi pelanggan agar mereka dapat berbelanja sesuai dengan keinginan, seperti Click & Collect, pelanggan dapat memilih barang secara online melalui situs web Sociolla atau aplikasi SOCO dan mengambilnya di toko Sociolla pilihan mereka dan Shop & Deliver, pelanggan dapat berbelanja di toko Sociolla pilihan mereka dan barang-barangnya akan diantarkan ke alamat pilihan mereka.

Pelanggan juga dapat memanfaatkan opsi pengiriman gratis dan mengecek halaman toko pada aplikasi SOCO untuk melihat promo-promo yang bisa mereka temukan saat berbelanja di toko Sociolla pilihan mereka.

Melalui pendekatan unik dengan menggabungkan pengalaman online dan offline yang seamless, Sociolla dapat menghilangkan semua hambatan dan batasan bagi pelanggan untuk berbelanja sesuai keinginan mereka, di mana saja dan kapan saja.

Model omnichannel juga dikembangkan oleh startup lain yang memiliki pangsa pasar utama kalangan perempuan. Termasuk beberapa peritel fesyen, misalnya Hijup, iStyle, dan Pomelo. Terakhir, Female Daily juga masuk ke ranah ini menjajakan produk perempuan yang mereka kurasi.

Tren omnichannel

Perusahaan mengamati terjadinya peningkatan pengunjung toko yang signifikan dari tahun ke tahun, yang mana sebagian besar didorong oleh perilaku masyarakat yang secara bertahap kembali beraktivitas normal saat memasuki era pasca-pandemi. Berdasarkan laporan dari NielsenIQ, 6 dari 10 konsumen memiliki keinginan untuk mengunjungi toko fisik hanya untuk menelusuri pilihan produk kecantikan.

Sociolla juga melihat beberapa tren belanja yang menghadirkan kemudahan bagi pelanggan sejak era pandemi diprediksi akan tetap ada. Selain itu, strategi omnichannel menjadi lebih relevan dengan perilaku pelanggan saat ini. Bertahannya preferensi digital dan omnichannel di antara konsumen Indonesia adalah salah satu dari lima tema konsumen baru yang diperkirakan akan terus berlanjut pasca-COVID 19.

Selama bertahun-tahun, akses yang dapat diandalkan untuk mendapatkan produk otentik dan berkualitas hanya terbatas di kota-kota besar seperti Jakarta. Melalui peluncuran Sociolla.com pada 2015, Sociolla ingin menghilangkan batasan tersebut. Data Sociolla menunjukkan bahwa konsumen masih sangat bergantung pada belanja online dengan peningkatan pengguna Aplikasi SOCO meningkat hingga tiga kali lipat pada 2023 sejak pandemi.

Namun, di satu sisi Sociolla memahami pentingnya kehadiran toko fisik dalam hal produk kecantikan, pelanggan membutuhkan wujud fisik untuk melihat dan menemukan produk sesuai dengan kebutuhan mereka. Ini juga yang menjadi salah satu alasan perusahaan membawa konsep toko omnichannel di 2019.

Application Information Will Show Up Here

Pendekatan Omnichannel untuk Imbangi Perubahan Tren Belanja Ritel di Indonesia

Sepanjang pandemi, jargon omnichannel mungkin terkubur. Berbagai aktivitas offline terhambat. Perusahaan teknologi mencoba beradaptasi. Dengan asumsi adanya perubahan perilaku yang lebih memilih menjaga jarak, layanan-layanan difokuskan ke arah go online. Sejak tahun 2022 lalu, kondisinya membaik. Masyarakat kembali ke mall, restoran, salon untuk merasakan pengalaman beraktivitas.

Strategi omnichannel, yang mengombinasikan kehadiran offline dan online, kembali mencuat dengan pendekatan berbeda.

Menurut hasil riset yang dirilis The Trade Desk pada Februari 2022, konsumen Indonesia kembali berbelanja secara offline setelah pandemi mulai terkendali. Namun, percepatan adopsi online di industri ritel tidak serta merta ditinggalkan. Kehadiran saluran berbelanja online dan offline jadi saling melengkapi.

Kondisi ini didukung hasil survei McKinsey berjudul “Indonesian consumer sentiment during the coronavirus crisis” pada Agustus 2022. Survei menunjukkan ada 60%-90% responden Indonesia menggunakan solusi omnichannel di tahap pembelian. Kedua riset ini memvalidasi bahwa omnichannel akan tetap ada untuk sekarang dan yang akan mendatang bagi bisnis ritel.

McKinsey : Indonesian consumer sentiment during the coronavirus crisis

Di sisi lain, menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, 90% dari anggotanya telah mengadopsi strategi omnichannel. Akan tetapi, sebagian besar peritel fisik di seluruh Indonesia masih tidak memiliki keahlian dan sumber daya internal yang memadai maupun investasi teknologi yang substansial untuk menjalankan model ritel omnichannel secara efektif. Oleh karenanya, hanya sejumlah kecil peritel besar mampu menerapkan inisiatif omnichannel.

Bagi perusahaan yang sudah mengadopsi konsep ini, pekerjaannya tidak bisa dilakukan sekali. Usaha terus dilakukan secara berkelanjutan, karena harus ada nilai tambah yang diciptakan agar tetap unggul. Perusahaan perlu mencermati target konsumen yang diinginkan dari perspektif omnichannel.

“Dengan menanamkan prinsip-prinsip ini ke dalam strategi ritel mereka, para pemimpin ini dapat menggunakan momentum—dan urgensi— pada saat ini untuk menentukan keuntungan yang ingin dicapai,” tulis laporan McKinsey dalam laporan terpisah bertajuk “Omnichannel: The path to value”.

Blibli

DailySocial.id menghubungi dua pemain e-commerce, Blibli dan Sociolla, yang menerapkan strategi omnichannel untuk memahami hipotesis masa depan dalam rangka mendukung posisi perusahaan.

SVP O2O Blibli David Michum menyampaikan, hipotesis Blibli dalam memulai strategi ini selalu dilihat dari perspektif konsumen Indonesia yang terus berevolusi. Di satu sisi, omnichannel adalah masa depan bagi bisnis ritel, terutama setelah melihat potensi pasar di sektor ini semenjak pandemi. Prospek tersebut menjadi langkah bagi Blibli untuk menjadi perusahaan berkelanjutan.

“Strategi physical (physical-digital) atau omnichannel dalam hal ini menjadi salah satu fokus utama kami yang bertujuan meningkatkan customer journey untuk berbelanja dan bertransaksi secara seamless di setiap touchpoints pelanggan, baik secara online maupun offline,” terang David.

Riset yang dirilis The Trade Desk dan McKinsey tersebut menjadi alasan kuat bagi Blibli untuk menguatkan strategi omnichannel. Perusahaan berambisi ingin menjadi omnichannel commerce dan platform gaya hidup terdepan di Indonesia.

Peresmian Toko Tukar Tambah pertama yang berlokasi di Dago, Bandung / Bali

Dalam membangun misi tersebut, perusahaan mencoba menjawab tantangan yang ada, di antaranya: membangun multiple touchpoints, menstandarkan pengalaman konsumen, mengintegrasikan keberadaan toko online dengan fisik, dan menciptakan pengalaman ritel yang lebih baik untuk pelanggan.

Perjalanan awal Blibli membangun omnichannel dimulai pada 2016 melalui peluncuran fitur Blibli Instore dan diikuti Click & Collect pada 2018, dengan menggandeng para mitra bisnis dalam menjawab kebutuhan immediate omnichannel presence, dan opsi pembayaran yang beragam dalam satu platform terintegrasi. Layanan Click & Collect semakin terintegrasi sejak diluncurkan Bliblimart sebagai toko offline pertama Blibli pada 2020, serta akuisisi Ranch Market pada 2021.

Inovasi terus berlanjut hingga tahun lalu dengan memperkuat kehadiran di toko fisik untuk flagship store. Inisiatif toko fisik ini dijalankan oleh anak usaha Blibli, Blibli Omnichannel Mobility Group (Blibli OMG). Terdapat monobrand store, seperti Samsung Experience Store dan Hello (monobrand store Blibli untuk Apple, khusus untuk partner tier-1 di Indonesia). Bila ditotal, saat ini perusahaan telah mengoperasikan lebih dari 100 flagship stores dan 70 gerai Ranch Market yang tersebar di seluruh Indonesia.

Selanjutnya, terdapat multibrand store, seperti Blibli Store dan toko Tukar Tambah yang jumlahnya lebih dari 27 ribu titik per September 2022. Lokasinya tersebar di tujuh kota, temasuk Jakarta, Bandung, Medan, dan Surabaya.

David optimistis sinergi tiga layanan di bawah Blibli: e-commerce, OTA (Tiket.com), dan groceries (Ranch Market) menempatkan perusahaan tetap di posisi relevan dengan kebutuhan masyarakat masa kini.

“Melalui ekosistem Blibli Tiket, kami dapat memenuhi hingga 90% kebutuhan masyarakat Indonesia, mulai dari belanja kebutuhan harian hingga leisure. Kami memahani kesibukan para pelanggan, untuk itu pelanggan kian dimudahkan dengan pemesanan kebutuhan harian lewat aplikasi Blibli.”

Sociolla

Pendekatan yang mirip juga ditempuh Sociolla agar tetap relevan dengan konsumennya. Co-Founder dan President Social Bella (perusahaan pengelola Sociolla) Christopher Madiam menyampaikan, sejak awal meski Sociolla beroperasi sebagai platform e-commerce kecantikan, mereka paham betul bahwa pengalaman belanja offline akan selalu relevan bagi konsumen di segmen ini.

“Karena para pecinta kecantikan ingin dapat menyentuh dan mencoba produk secara langsung sebelum membeli produk. Memahami hal tersebut, pada 2019 kami memperkenalkan toko berkonsep omnichannel, yang memadukan pengalaman berbelanja online dan offline secara seamless dan terintegrasi bagi konsumen kami,” kata Chris.

Dari pengamatan perusahaan, saat ini konsumennya —yang mayoritas adalah perempuan— mengharapkan tempat belanja yang dapat memberikan pengalaman berbelanja yang seamless dari URL ke IRL (In Real Life), memiliki spesialisasi dalam hal produk yang dijual, dan menawarkan pengalaman berbelanja yang unik. Perusahaan menyebut tren ini sebagai Future Commerce 3.0 dan sudah dihadirkan melalui toko omnichannel-nya.

Menurutnya, konsep omnichannel harus menawarkan pengalaman online ke offline atau sebaliknya, seamless dan mudah bagi konsumen. Kunci utama untuk memberikan pengalaman kecantikan yang seamless dan holistik di omnichannel Sociolla terletak pada kemampuan dalam membangun kolaborasi yang solid, berjalan secara seamless dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk fungsi internal dan eksternal (brand, supplier, layanan pengiriman, dll).

“Kedua, being agile is a must. Kami selalu berusaha untuk beradaptasi dan berkembang agar dapat memenuhi perubahan permintaan yang konstan dari konsumen yang sangat digital.”

Gerai Sociolla / Sociolla

Chris tidak memungkiri perjuangan untuk mewujudkan omnichannel tidaklah mudah. Namun, ia optimistis berbekal pemahaman yang mendalam tentang perilaku dan kebutuhan pecinta kecantikan yang berkembang secara konstan, serta didukung dengan kapabilitas teknologi yang kuat, mampu mengisi kesenjangan antara kebutuhan konsumen dan solusi yang tersedia di pasar.

“Sejak pertama kali didirikan, Social Bella telah berinvestasi dengan kuat tidak hanya dalam peningkatan teknologi front-end tetapi juga pengoperasian back-end, dengan warehouse pusat yang dilengkapi dengan sistem teknologi end-to-end.”

Disebutkan, jangkauan toko offline Sociolla meningkat hingga 30 kali lipat dibandingkan sebelum pandemi dengan total 49 toko omnichannel di 29 kota di seluruh Indonesia. Di Vietnam sendiri, kini mencapai 13 toko sejak ekspansi perdana di 2020 lalu.

“Rencana kami berikutnya di tahun 2023 adalah terus memperluas jangkauan dan melayani konsumen untuk berbelanja dengan cara yang mereka sukai, baik itu secara online, offline, ataupun keduanya melalui aplikasi SOCO, situs Sociolla, serta gerai omnichannel.”

Beberapa fitur yang sudah dihadirkan untuk mendukung omnichannel di antaranya:

● Click and Collect: Belanja produk dari berbagai brand melalui aplikasi SOCO atau web Sociolla dan konsumen dapat memilih untuk mengambil barang langsung di gerai Sociolla sesuai pilihan.
● Shop and Deliver: Belanja berbagai brand dan produk di gerai Sociolla yang konsumen kunjungi saat ini, lalu hanya dengan memindai Kode QR dari aplikasi SOCO. Kemudian kirim barang ke rumah/tujuan sesuai keinginan konsumen.
● Store Page on SOCO App: Ketika mengunjungi gerai Sociolla mana pun, konsumen dapat mengetahui informasi tentang promosi atau hal baru yang ditawarkan pada hari itu dengan memindai Kode QR di stasiun check-in SOCO dan menggunakan voucher khusus yang tersedia untuk transaksi.

“Kami terus berinovasi dengan fitur-fitur baru di omni stores kami untuk memastikan bahwa konsumen akan mendapatkan pengalaman belanja kecantikan terbaik sesuai keinginan dan preferensi mereka,” pungkas Chris.

Social Bella Raih Pendanaan 927 Miliar Rupiah Dipimpin Temasek dan L Catterton

Startup beauty-tech Social Bella, pemilik brand dari Sociolla, mengumumkan perolehan investasi baru yang dipimpin oleh Temasek dan L Catterton. East Ventures, Jungle Ventures, dan investor lain yang berpartisipasi dalam putaran sebelumnya juga bergabung dalam putaran yang bernilai $60 juta ini (lebih dari 927 miliar Rupiah).

Seluruh investor yang berpartisipasi dalam putaran ini adalah investor lama Social Bella. L Catterton merupakan investor sebelumnya yang memimpin pendanaan Social Bella pada Mei 2021 senilai $57 juta. Sementara, Temasek berpartisipasi dalam putaran senilai $58 juta pada Juli 2020.

Penggalangan ini dinilai sukses terlepas dari kondisi ekonomi makro yang menantang. Social Bella berhasil membuktikan pertumbuhan berkelanjutan, dengan peningkatan margin dan ekspansi bisnis yang tumbuh hingga 20 kali lipat sejak 2020.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan perusahaan pada hari ini (18/10), President dan Co-Founder Social Bella Christopher Madiam menyampaikan, strategi keberlanjutan telah menjadi prinsip inti Social Bella sejak pertama kali berdiri dan semua langkah berani perusahaan selalu diperhitungkan dengan baik.

“Inilah mengapa kami mampu menghasilkan pertumbuhan yang luar biasa meskipun ada pandemi dan mengumpulkan dana baru dari investor besar, memvalidasi model bisnis kami dan fundamental yang kuat. Meskipun kami tidak pernah takut untuk menjadi pengubah permainan industri, pengejaran tanpa henti kami untuk pertumbuhan berkelanjutan dalam jangka panjang yang mendefinisikan kami dan akan terus memandu jalan kami ke depan,” kata Christopher.

Sementara itu, Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca, investor lama Social Bella, mengungkapkan pujiannya terhadap rekam jejak Social Bella yang terbukti berhasil dalam bisnis berkelanjutan. Menurutnya, Social Bella selalu bersemangat membangun bisnis berkelanjutan yang mengutamakan pelanggan.

Misalnya, terkesan menyaksikan bagaimana perusahaan dapat mengubah tantangan pandemi menjadi peluang ekspansi sambil beradaptasi dengan cepat untuk melayani perubahan kebutuhan jutaan pelanggan dengan lebih baik selama pandemi COVID-19, dengan strategi luar biasa yang belum pernah terlihat sebelumnya di industri ini.

“Kami telah menyaksikan bagaimana tim Social Bella, dari mengelola perusahaan selama pandemi hingga pasca-pandemi, dengan terampil menyalip pemain lain dan melaju kencang saat hujan deras,” ucap Willson.

Christopher melanjutkan, Social Bella berambisi menyasar kategori SHEconomy di Asia Tenggara yang bernilai lebih dari $10 miliar. Pihaknya percaya diri memosisikan Social Bella sebagai pemimpin industri yang jelas di Indonesia lewat sejumlah pencapaian.

Di antaranya, platform Sociolla diklaim telah dikunjungi oleh jutaan pengunjung bulanan, didorong oleh kekuatan ekosistem, fokus konsumen, dan kemampuan teknologinya. Gerai omnichannel kini tersebar di 48 titik di 15 kota di Indonesia, bahkan sudah masuk ke Vietnam yang mencakup di 13 lokasi. Di negara tersebut, Social Bella memboyong produk lokal untuk ekspansi. Sejauh ini ada tiga brand, yakni Esqa, Avoskin, dan Carasun.

Selain itu, meluncurkan Lilla, unit bisnis yang berfokus pada pasar ibu dan bayi, mendapatkan daya tarik yang signifikan. Sama seperti Sociolla, Lilla juga mencapai tonggak sejarah terbaru melalui pembukaan toko fisik pertama di Indonesia yang berhasil mendapat respons positif dari pasar.

Selain Lilla, Social Bella telah bertransformasi dari awalnya platform e-commerce menjadi ekosistem terlengkap yang didukung dengan pilar bisnis lainnya. Yakni, aplikasi super SoCo, media kecantikan dan gaya hidup dengan layanan end-to-end O2O marketing Beauty Journal, dan Brand Development, sebuah layanan distributor produk kecantikan dan perawatan diri dari hulu ke hilir.

Application Information Will Show Up Here

Dapat Cuan dari Sociolla dengan Menjadi Partner Affiliate

Sociolla adalah marketplace kosmetik terbesar di Indonesia. Berbeda dengan marketplace yang lain Sociolla berfokus pada penjualan kebutuhan perawatan tubuh, mulai dari rambut, wajah, hingga keseluruhan perawatan tubuh. Selain itu Sociolla juga menawarkan berbagai peralatan make up dari berbagai brand.

Sociolla juga menawarkan untuk membantu Anda menjual barang Anda baik itu perawatan tubuh atau make-up melalui program affiliate yang ditawarkan. Penawaran ini, bisa dilakukan untuk menambah jangkauan pembeli yang dijangkau oleh Sociolla. Untuk Anda yang tertarik untuk menjadi affiliate Sociolla, Anda bisa menggunakan cara ini untuk menjadi merchant di sociolla.

Buka Link Affiliate  Sociolla

Link affiliate bisa anda temukan di Sociolla di menu affiliate with us, tetapi jika tidak ingin sulit Anda bisa langsung mengakses link ini.

Isi Formulir yang Disediakan

Untuk menjadi affiliate di Sociolla, Anda harus mengisi beberapa data yang diminta oleh Sociolla. Data yang harus diisi berupa data pribadi, data produk yang akan dijual, hingga informasi toko. Informasi ini digunakan untuk tim Sociolla untuk mengkurasi awal bisnis yang akan menjadi affiliate dari Sociolla.

Tunggu konfirmasi Tim Sociolla

Setelah semua data diisi dengan benar, Anda bisa mengirimkan jawaban dengan mengklik tombol submit. Setelah data dikirimkan Anda hanya perlu menunggu pemberitahuan lebih lanjut oleh tim Sociolla mengenai kelanjutan kerjasama yang akan dilaksanakan.

Tujuh Tahun Social Bella, Ungkap Ambisi Garap Potensi “SHEconomy”

Social Bella, perusahaan beauty-tech pemilik brand Sociolla, mengungkapkan ambisi dan model bisnis baru guna memperluas jangkauan di luar pasar kecantikan dan perawatan diri dan fokus menggarap potensi “SHEconomy” di Indonesia secara maksimal. Salah satu inisiatif yang akan gencar dilakukan adalah pengembangan Lilla, brand untuk ibu dan anak.

SHEconomy yang dimaksud ini adalah istilah yang dibuat oleh Social Bella, merujuk pada pertumbuhan ekonomi yang semakin berfokus pada kebutuhan kaum perempuan. Perusahaan mengestimasi segmen ini menyimpan potensi bisnis sebesar $59 miliar dengan proyeksi CAGR sebesar 9,4%.

“Kami secara terbuka memperkenalkan model bisnis baru kami, yaitu SHEcosystem yang akan membantu kami membangun dan menghubungkan beberapa ekosistem dari berbagai industri berbeda menjadi satu ekosistem yang terintegrasi. SHEcosystem akan menciptakan peluang bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi multi-dimensional,” ujar Co-founder & President Social Bella Christopher Madiam dalam konferensi pers virtual, Selasa (29/3).

Untuk mewujudkan SHEcosystem, perusahaan akan menyatukan semua lini bisnis, baik itu dari platform dan logistik, kemudian mengintegrasikannya ke dalam satu sistem. Langkah tersebut menandai ambisi perusahaan menggarap pasar di luar kecantikan dan perawatan diri di usianya yang telah memasuki tahun ke-7. Bentuk nyata yang nantinya dirasakan konsumen akhir dari penyatuan ekosistem ini adalah program loyalitas yang tersambung di Sociolla dan Lilla.

Dirinci lebih jauh, salah satu inisiatif yang akan dijalankan perusahaan secara agresif pada tahun ini adalah mengembangkan platform Lilla, brand ibu dan anak, yang sekaligus menandai langkah pertama perusahaan untuk ekspansi di luar pasar kecantikan dan perawatan diri. Platform ini resmi diperkenalkan pada pertengahan 2020, kini telah bertransformasi menjadi sebuah ekosistem yang menjawab segala kebutuhan ibu dan anak di era digital.

Aplikasi Lilla ditenagai dengan empat fitur, di antaranya Easy Shopping yang menghadirkan produk dan kategori yang menyesuaikan dengan tahap tumbuh kembang anak; Motherhood Tracker untuk memantau perjalanan kehamilan, mengamati setiap fase tumbuh kembang anak; Personalized Experience; dan Learn from the Expert berisi berbagai informasi tentang ibu dan anak yang sudah divalidasi oleh para ahli di bidangnya.

Chris menyebut, untuk menyempurnakan pengalaman para ibu yang menjadi pengguna Lilla nantinya akan tersedia toko offline yang bisa dikunjungi. Strategi tersebut sebelumnya telah sukses dibuktikan lewat Sociolla yang kini memiliki 35 gerai tersebar di seluruh Indonesia, sejak pertama kali hadir dengan dua gerai di 2019. Sepanjang dua tahun mendatang, jumlah gerai akan ditambah hingga tiga kali lipat. “Salah satu fokus kami adalah ingin menjadi ekosistem terlengkap untuk ibu dan anak. Ada rencana omnichannel agar kami bisa berikan yang terbaik.”

Selain Lilla, Social Bella telah bertransformasi dari awalnya platform e-commerce menjadi ekosistem terlengkap yang didukung dengan pilar bisnis lainnya. Yakni, aplikasi super SoCo, media kecantikan dan gaya hidup dengan layanan end-to-end O2O marketing Beauty Journal, dan Brand Development, sebuah layanan distributor produk kecantikan dan perawatan diri dari hulu ke hilir.

Perjalanan tujuh tahun

Co-founder & CEO Social Bella John Rasyid menuturkan, selama tujuh tahun banyak pembelajaran yang dipetik oleh tim, dari awalnya sekadar platform e-commerce menjadi ekosistem. Menurutnya satu per satu inovasi yang diambil perusahaan ini membentuk keyakinan bahwa Social Bella ingin menjadi perusahaan tech-beauty dengan ekosistem terlengkap karena belum ada yang melakukan hal tersebut di Indonesia.

“Gerai omnichannel dan semua keputusan dan kesalahan ini adalah momen-momen yang paling bagaimana merayakan kesuksesan kita,” kata John.

Chris melanjutkan, tantangan terbesar yang datang di perusahaan, justru terjadi saat pandemi. Dalam kondisi tersebut, perusahaan mampu membuktikan dapat memberikan pengalaman yang terbaik buat konsumennya lewat ekspansi besar-besaran gerai omnichannel di berbagai kota, hingga ekspansi ke Vietnam. Kini di negara tersebut, perusahaan telah memiliki sembilan gerai.

Di Vietnam, perusahaan pertama kali hadir pada Oktober 2020 lewat platform e-commerce. Sebulan kemudian disusul dengan kehadiran satu gerai omnichannel di Hanoi. Chris mengaku, pada awal kehadirannya disambut dengan antusias oleh masyarakat, namun harus berjuang ekstra karena di sana berlaku lockdown penuh. “Namun ketika lockdown di longgarkan toko kami mulai ramai. Kami berusaha membawa brand lokal ke sana yang secara organik ternyata dapat respons yang baik.”

Dalam menyesuaikan strategi di sana, perusahaan tidak ujug-ujug mengasumsikan bahwa selera konsumennya persis sama dengan orang Indonesia. Co-founder dan CMO Social Bella Chrisanti Indiana menuturkan, perusahaan tetap memegang pedoman pada consumer-centric sebagai filter awal dalam rangka mengerti profil konsumennya seperti apa.

“Kami berusaha untuk mengerti market-nya seperti apa karena ternyata di Vietnam bagian utara itu kondisinya dingin, beda dengan Indonesia yang mayoritas tropis. Kurang lebih consumer profile-nya agak mirip tapi seleranya yang berbeda, jadi tren produknya juga berbeda,” katanya. Sejauh ini, Social Bella baru memboyong satu brand lokal ke Vietnam, yakni Esqa.

Dalam diskusi, manajemen Social Bella juga turut memamerkan gudang terbaru sekaligus terbesar seluas 12 ribu meter persegi. Gudang tersebut berlokasi di Cikupa, Tangerang, yang berfungsi untuk mengakomodasi seluruh kebutuhan online dan offline di ekosistem Social Bella dan mampu memroses pesanan antara 40 ribu-45 ribu pesanan dalam sehari. Gudang tersebut sekaligus untuk mendukung 24 gudang multifungsi lainnya yang tersebar di seluruh Indonesia, mampu melayani lebih dari 55 ribu titik penjualan untuk bisnis Brand Development.

Saat ini, Sociolla memiliki lebih dari 150 brand kecantikan dan perawatan diri yang dipasarkan. Adapun jumlah pengguna meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan sebelum pandemi, secara signifikan lebih tinggi dari rata-rata 15% peningkatan pengguna e-commerce di Indonesia pada tahun lalu.

Dari segi retensi, diklaim juga jauh lebih baik dengan angka lebih dari 40% retensi dalam satu tahun, lonjakan lebih dari 23% dari AOV, serta lebih dari 109% untuk jumlah pembelian harian jika dibandingkan dengan pra-pandemi. Untuk jumlah karyawan, hampir menyentuh angka 2 ribu orang yang tersebar di Indonesia, Vietnam, dan India.

Application Information Will Show Up Here

Lilla by Sociolla Hadirkan Aplikasi, Bantu Penuhi Kebutuhan Ibu Muda di Era Digital

Sebagai sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi kecantikan terintegrasi, Social Bella menguatkan kehadirannya dengan meluncurkan aplikasi Lilla by Sociolla. Setelah resmi diperkenalkan pertengahan tahun 2020, platform ini bertransformasi untuk menghadirkan ekosistem, serangkaian solusi, yang menjawab segala kebutuhan ibu dan anak di era digital.

Selama pandemi, pergeseran pola perilaku konsumen dari offline ke online yang cukup signifikan terlihat dari adanya peningkatan tren berbelanja kebutuhan secara online. Dewasa ini, para ibu juga semakin digital savvy dan banyak yang memanfaatkan platform digital dalam mencari berbagai informasi penting serta pemenuhan kebutuhan mulai dari masa kehamilan, menuju proses persalinan, dan terus berlanjut hingga tahapan tumbuh kembang anak.

Dalam salah satu forum diskusi yang Lilla selenggarakan bersama para ibu, ternyata kemudahan informasi di era digital juga terkadang membuat ibu mengalami kesulitan dalam mencari platform digital yang lengkap dan menyediakan informasi terpercaya serta kredibel mengenai ibu dan anak.

General Manager Lilla, Nurul Sulisto mengungkapkan, “Dampak dari keadaan tersebut tidak jarang membuat ibu menjadi overwhelmed ketika harus memilah informasi serta produk yang tepat dan juga terpercaya. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya solusi cerdas yang mampu memenuhi kebutuhan serta membantu memudahkan perjalanan ibu, terlebih di tengah banyaknya arus informasi serta produk-produk yang belum tentu sesuai dengan fase yang sedang dijalani oleh ibu”.

Secara strategis Lilla menghadirkan ekosistem dengan pendekatan yang inovatif serta berfokus pada progressive mom karena Lilla melihat ibulah yang membuat keputusan dalam pemenuhan kebutuhan dirinya dan buah hati. Dengan demikian, ekosistem baru Lilla hadir dengan tiga unsur utama, yaitu teknologi, brand, dan ritel.

“Kami paham betapa pentingnya untuk memiliki support system yang saling terintegrasi untuk kemudahan ibu dalam memenuhi segala kebutuhannya, sehingga Lilla turut mengembangkan ekosistem lengkap ini dengan memposisikan ibu sebagai fokus utama untuk segala langkah inovasi kami“, ujar Nurul.

Hal ini juga diakui oleh salah satu praktisi kesehatan yang juga berperan dalam proses validasi informasi di aplikasi Lilla, dr. Dinda Derdameisya, Sp.OG. Ia merasa para ibu semakin kritis dan menginginkan informasi cepat atas pertanyaan seputar kehamilan, terutama di era digital ini. “Karakteristik ini mendorong mereka untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk kemudian disaring dengan validasi dari dokter,” tambahnya.

Fitur utama aplikasi

Terdapat empat fitur utama dalam aplikasi Lilla yang telah tersedia dalam platform, di antaranya; Easy Shopping  yang menghadirkan rekomendasi produk dan kategori yang menyesuaikan dengan tahap tumbuh kembang anak. Produk yang tersedia sudah terkurasi yang tentunya berkualitas, bersertifikasi BPOM, Kemenkes dan SNI, sehingga terjamin aman bagi ibu dan buah hati.

Selain itu, juga terdapat fitur Motherhood Tracker, para ibu bisa memantau perjalanan kehamilan, hingga mengamati setiap fase tumbuh kembang anak. Lalu Personalized Experience untuk menerapkan konsep personalisasi dalam seluruh fitur di aplikasi. Terakhir, Learn from the Expert  yang berisi informasi terpercaya mengenai berbagai topik ibu dan anak, seperti perkembangan anak, kandungan, hingga menyusui yang sudah divalidasi oleh para ahli dalam bidangnya.

Kembangkan ritel O2O dan private label

Ke depannya, Lilla optimis dapat mencapai 1 juta pengguna hingga akhir tahun 2022 melalui terciptanya pengalaman berbelanja yang lebih lengkap. Lilla berencana mengembangkan gerai ritel berkonsep omnichannel yang menggabungkan integrasi online dan offline. Di sisi lain Lilla akan meluncurkan private label guna memenuhi kebutuhan ibu dan buah hatinya yang akan segera diluncurkan pada April mendatang. Hal ini sejalan dengan prinsip berkelanjutan yang diterapkan perusahaan untuk membantu mengurangi limbah.

Melalui pendekatan terbaru serta ekosistem digital terlengkap bagi ibu dan buah hati, Lilla diharapkan dapat menemani ibu di segala situasi. “Lilla memiliki tujuan untuk membuat perjalanan ibu menjadi lebih mudah sehingga ibu bisa menikmati berbagai momen istimewa bersama anak tercinta. Ke depannya, Lilla ingin tumbuh bersama ibu, menjadi support system terpercaya serta sahabat terbaik yang selalu ada di setiap tahap kehidupannya dan membantu mereka menikmati perannya sebagai seorang ibu dengan cara terbaik,” ujar Nurul.

Layanan sejenis yang juga telah beroperasi di Indonesia termasuk platform digital komunitas parenting, Parentalk, yang belum lama ini mengumumkan ekspansi bisnisnya dengan mengakuisisi Good Enough Parents, platform edukasi berbasis web bagi orang tua masa kini.

Ekosistem commerce Social Bella

Awalnya, memang Lilla merupakan bagian dari Sociolla dengan fokus pada pemenuhan kebutuhan kecantikan dan perawatan diri ibu serta buah hatinya. Namun seiring perjalanan Lilla, melalui pengamatan serta studi yang dilakukan kepada ibu kami pun memahami begitu luasnya kebutuhan ibu di luar perawatan diri dan kecantikan.

Saat ini Lilla sudah terpisah dari Sociolla. Lilla berdiri sebagai bisnis unit tersendiri dalam ekosistem Social Bella (induk usaha Sociolla dan Lilla), perusahaan teknologi terdepan di Indonesia yang berorientasi pada SHEconomy, yang termasuk di dalamnya kebutuhan market ibu dan anak.

Diluncurkan pada 2015, bisnis Social Bella berevolusi dari e-commerce kecantikan dan perawatan diri terdepan di Indonesia menjadi ekosistem kecantikan dan perawatan diri online dan offline yang berskala besar dan berkelanjutan.

Selain Lilla, Social Bella memiliki beberapa pilar bisnis yang terus berkembang dan diperkirakan telah melayani kebutuhan sekitar 42 juta pengguna selama tahun 2020. Ada SOCO, super app kecantikan yang dapat membantu pengguna menikmati pengalaman kecantikan secara holistik. Lalu Beauty Journal, media online kecantikan dan gaya hidup dengan layanan pemasaran O2O dari hulu ke hilir.

Selanjutnya, ada Sociolla, e-commerce terdepan di Indonesia di bidang kecantikan dan perawatan diri yang sekarang juga memiliki offline store
berkonsep omnichannel. Terakhir, Brand Development sebagai unit bisnis yang menawarkan layanan distributor ujung ke ujung untuk merek kecantikan dan perawatan diri, yang dipercaya oleh berbagai pemilik merek internasional terkemuka.

Social Bella juga telah didukung oleh para modal ventura terkemuka lokal dan global, termasuk perolehan pendanaan terakhir senilai 818 miliar Rupiah atau sekitar $57 juta dipimpin L Catterton, sebuah perusahaan investasi berbasis di Amerika Serikat. Indies Capital bersama dua investor sebelumnya, yakni East Ventures dan Jungle Ventures, turut terlibat dalam pendanaan ini.

Sebelumnya pada pertengahan tahun 2020, Social Bella juga baru mendapatkan pendanaan senilai $58 juta dari Temasek, Pavilion Capital, dan Jungle Ventures. Akhir-akhir ini perusahaan sedang agresif memperluas kanal omnichannel dengan membuka toko-toko offline di berbagai kota. Saat ini bisnis B2C mereka “Sociolla” sudah memiliki 21 toko di 9 kota di Indonesia dan 1 toko di Ho Chi Minh, Vietnam.

Application Information Will Show Up Here