Salim Group Siap Rambah Perbankan Digital di Indonesia

Besarnya peluang sektor perbankan digital saat ini menjadi salah satu alasan mengapa akhirnya Salim Group mengakuisisi 51 persen saham Bank Ina Perdana dengan nilai yang diperkirakan mencapai 42 juta dolar AS atau setara Rp570 miliar. Akuisisi ini dilakukan sebagai upaya Salim Group memperkuat layanan e-payment untuk bisnis online.

“Menjadi masuk akal bagi kami untuk kembali fokus ke perbankan karena transaksi yang dilakukan bank saat ini cukup besar,” kata salah seorang eksekutif Salim Group kepada Nikkei.

Makin meningkatnya penetrasi smartphone membuktikan layanan e-payment semakin dibutuhkan, dalam hal ini sektor perbankan di Indonesia masih memiliki posisi krusial untuk pengembangan layanan e-payment. Keputusan Salim Group untuk mengoperasikan bank milik sendiri karena sangat penting untuk menjalankan bisnis digital end-to-end.

Mengembangkan layanan bank digital di Indonesia

Setelah mengakuisisi Bank Ina Perdana, Salim Group memiliki kesempatan untuk mengembangkan layanan e-payment menargetkan pemain skala kecil dengan menghadirkan layanan keuangan seperti pembayaran elektronik dan pinjaman peer-to-peer, yang saat ini makin marak bermunculan di tanah air. Untuk melancarkan rencana tersebut, melalui Indomaret, yang saat ini telah memiliki jaringan di seluruh Indonesia berjumlah 14 ribu gerai, bakal diterapkan teknologi pengenalan sidik jari yang dikembangkan oleh perusahaan patungan antara Salim Group dengan Liquid yang berbasis di Tokyo.

Untuk uji coba, Salim Group akan mulai menguji layanan baru secara internal untuk 500 ribu karyawannya pada paruh kedua tahun 2017. Nantinya karyawan Salim akan membuka rekening bank di Bank Ina dan membayar barang di Indomaret menggunakan pembaca sidik jari yang terhubung dengan rekening mereka.

Salim Group juga berencana untuk mengembangkan layanan peer-to-peer transfer uang dan pinjaman melalui gerai indomaret yang berfungsi sebagai cabang dari bank. Hal tersebut diungkapkan oleh  Presiden bank Ina Edy Kuntardjo. Kegiatan tersebut akan mulai diimplementasikan pada tahun 2018 mendatang. Saat ini Bank Ina masih terus berbenah terkait sistem utama dari perbankan, untuk meningkatkan proses transaksi yang nantinya akan dilakukan melalui Indomaret.

Langkah Salim Group ini menambah daftar panjang usahanya memasuki bisnis berbasis teknologi di Indonesia. Salim dan Lotte saat ini sedang membangun layanan e-commerce Indo Lotte. Mereka juga membawa co-working space Block 71 ke Indonesia.

Maraknya layanan perbankan digital lokal hingga asing di Indonesia

Bukan hanya Salim Group dengan Bank Ina Perdana yang membidik layanan perbankan digital di Indonesia, bank lokal dan bank asing lainnya juga sudah mempersiapkan perbankan digital.

Salah satu bank asing yang mulai serius merambah layanan pembayaran digital, adalah Digibank milik bank DBS (Singapura) diperkenalkan ke publik India April 2016 silam. Digibank disebut-sebut menjadi satu-satunya layanan mobile-only bank yang ada saat ini. Dengan dilengkapi teknologi AI (Artificial Intelligence) untuk membantu para penggunanya, Digibank mencoba menghadirkan pengalaman baru dalam dunia perbankan.

Bank lokal lainnya yang saat ini sudah menunjukkan niatnya untuk menjadi bukan sekedar bank biasa adalah bank BTPN, yang menawarkan terobosan baru dalam dunia perbankan berbentuk aplikasi yang dirancang dapat membantu masyarakat dalam mengatur finansial pribadi lebih mudah lewat perangkat smartphone, dinamai Jenius.

Produk terkini yang sempat dipuji oleh Menkominfo Rudiantara, dibuat untuk menyasar segmen orang dengan mobilitas tinggi dan akses ke konektivitas internet.

Meskipun masih dalam pengembangan, besarnya peluang dan faktor pendukung yang ada bisa menjadi kunci utama Salim Group memasuki perbankan digital di Indonesia.

OJK Bentuk Tim Khusus untuk Tangani Digital Banking

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membentuk tim Digital Banking untuk melakukan kajian terhadap berbagai aktivitas digital terkait perbankan. Termasuk agenda di dalamnya untuk menyampaikan rekomendasi tentang penerapan digital banking oleh perbankan di seluruh Indonesia. Hal ini sejalan dengan dorongan pemerintah kepada perbankan nasional untuk mengoptimalkan layanan digital guna meningkatkan efisiensi operasional bank.

Sebelum memulai, OJK mengatakan telah melakukan diskusi bersama beberapa perbankan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemdagri, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam kegiatan operasionalnya, OJK juga akan dibantu Bareskrim Polri, Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Desk Ketahanan dan Keamanan Informasi Cyber Nasional (DK2ICN) Kemkopolhukam, perwakilan perusahaan telekomunikasi dan pakar pengamanan informasi.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon, efisiensi perbankan dengan digital banking bisa meringankan biaya operasionalitas. Termasuk bagi lembaga penyalur kredit untuk bisa menekan bunga yang dibebankan kepada nasabah. Kebijakan ini juga didorong untuk mendukung program pemerintah dalam ekonomi digital yang dicanangkan oleh Presiden RI.

“Proses jual beli secara online, interaksi sosial secara digital di media sosial, diskusi masalah Go-Jek dan Grab di DPR, dan kegiatan digital lainnya turut memberi dampak pada industri perbankan Indonesia. Presiden Jokowi mendorong perbankan digital banking, maka perbankan Indonesia harus mampu mendukung kebijakan baru tersebut,” kata ujar Nelson Tampubulon dalam sebuah diskusi seperti dikutip Detik.

Banyak tantangan yang masih ditemui oleh sektor perbankan untuk beranjak ke digital banking. Salah satunya pemikiran industri perbankan dan masyarakat yang belum merasa perlu untuk mengoptimalkan teknologi digital secara optimal. Terlebih untuk mengaplikasikan bank juga harus mengeluarkan investasi yang cukup besar.

Tim OJK spesialis Digital Banking ini diharapkan dapat mendampingi perbankan untuk menemukan strategi yang optimal menuju perbankan dengan konsep digital yang lebih matang.