DJI Umumkan Edisi Spesial Spark Berwajah Karakter Line

DJI Spark yang dirilis tahun lalu merupakan bukti bahwa kategori produk drone telah merambah kalangan konsumen mainstream. Pertama, harganya cukup terjangkau jika mempertimbangkan semua fiturnya. Kedua, pilihan warna yang tersedia buat drone tersebut bahkan lebih ceria ketimbang ponsel-ponsel terkini.

Terkait variasi warna ini, DJI baru saja merilis alternatif yang bahkan lebih ceria lagi untuk Spark. Warnanya bukan sembarang cokelat, tapi dari atas Anda bisa melihat bahwa ada wajah sebuah karakter populer yang terpatri di tubuhnya. Ya, karakter yang dimaksud adalah Brown dari aplikasi pesan instan Line.

Yang awalnya cuma sebatas emoji dan sticker, karakter-karakter Line Friends ini telah berkembang menjadi bisnis merchandise di 108 negara. Sekarang bisnis itu pun juga sudah merambah segmen drone, dan kalau merujuk pada siaran pers resmi dari DJI yang menyatakan ini sebagai “characterized drone pertama” mereka, sudah pasti bakal ada edisi karakter lain yang menyusul.

DJI Spark Line Friends (Brown)

Selebihnya, drone bernama resmi Line Friends (Brown) | Spark ini tidak ada bedanya sama sekali dengan Spark standar. Spesifikasinya sama persis, dan fitur-fiturnya pun tidak ada yang absen, termasuk kemampuannya untuk merekam video hanya dengan membaca gesture.

DJI mengamini anggapan bahwa drone telah menjadi aksesori gaya hidup, sama seperti barang-barang lain yang biasa konsumen bawa di dalam tasnya masing-masing. Edisi spesial hasil kolaborasinya dengan Line ini tentu bakal membawa konsep tersebut lebih jauh lagi.

Kabar baiknya, banderol harganya tidak dipatok lebih mahal ketimbang harga jual Spark standar sekarang: $399, sudah termasuk remote control dan sejumlah aksesori lainnya. Sangat disayangkan DJI cuma akan memasarkannya di Amerika Serikat, Tiongkok, Hong Kong dan Korea saja.

Sumber: TechCrunch dan PR Newswire.

Bocoran Foto Konfirmasi DJI Mavic 2 Bakal Tersedia dalam Dua Model yang Berbeda

Bocoran foto DJI Mavic 2 sempat beredar beberapa waktu lalu. Sekarang, bocoran lain semakin meyakinkan kita akan eksistensi drone tersebut. Semuanya berkat jaringan toko ritel asal Inggris, Argos.

Seorang konsumen baru-baru ini mengunggah sebuah foto ke Twitter yang menunjukkan Mavic 2 pada edisi terbaru katalog milik Argos. Di lembaran tersebut, tampak bahwa Mavic 2 bakal ditawarkan dalam dua model yang berbeda, sesuai rumor sebelumnya: Mavic 2 Pro dan Mavic 2 Zoom.

Berdasarkan informasi yang tercantum di lembar katalog, perbedaan terbesar di antara kedua model adalah; Mavic 2 Pro mengemas kamera Hasselblad bersensor 1 inci, sedangkan Mavic 2 Zoom dibekali lensa 24–48mm sehingga dapat melakukan zooming, macam Parrot Anafi.

Gambar DJI Mavic 2 Pro dan Mavic 2 Zoom pada lembar katalog Argos / @Chromonian (Twitter)
Gambar DJI Mavic 2 Pro dan Mavic 2 Zoom pada lembar katalog Argos / @Chromonian (Twitter)

Secara umum generasi kedua Mavic ini juga membawa sejumlah peningkatan dibanding pendahulunya. Di antaranya ada top speed hingga 72 km/jam, waktu mengudara sampai 31 menit, transmisi sinyal video 1080p sampai sejauh 8 km, Active Track 2.0, dan kemampuan menghindari rintangan dari segala arah (omnidirectional).

Rumor sebelumnya juga sempat berspekulasi mengenai kemampuan gimbal Mavic 2 yang dapat dilepas-pasang, namun tidak ada konfirmasi tentang hal itu di bocoran info kali ini. Harga jual dan jadwal peluncurannya juga belum diketahui, tapi semestinya tidak jauh dari sekarang kalau memang Argos sudah berani mencantumkannya di katalog produknya.

Sumber: DroneDJ.

Project Loon dan Wing Kini Merupakan Perusahaan yang Berdiri Sendiri di Bawah Alphabet

Masih ingat dengan Project Loon? ‘Balon Wi-Fi’ garapan Google yang pertama diumumkan ke publik di tahun 2013 dan sempat beberapa kali melintasi tanah air? Belakangan memang tidak banyak kabar mengenainya, akan tetapi baru-baru ini, X, anak perusahaan Alphabet (induk Google) yang bertanggung jawab atas Loon, telah mengumumkan ‘kelulusan’ proyek ambisius tersebut.

Lulus di sini maksudnya adalah Loon telah resmi berganti status dari yang tadinya sebatas proyek eksperimental menjadi perusahaan yang berdiri sendiri di bawah Alphabet. Misi yang diemban tidak berubah, yakni untuk menyebarkan jaringan internet ke seluruh pelosok dunia.

Selain Loon, ada satu lagi proyek eksperimental X yang juga dinyatakan lulus, yaitu Project Wing. Tim Wing pada dasarnya mengembangkan layanan pengiriman barang berbasis drone, dan mereka juga sudah rutin melakukan pengujian sejak lama, tepatnya sejak tahun 2014.

Project Wing

Baik Loon dan Wing kini sama hierarkinya dengan Waymo, yang juga berawal dari salah satu proyek X dan kini sudah beroperasi sendiri mengembangkan teknologi kemudi otomatis. Pengumuman kelulusan ini sejatinya menegaskan bahwa fondasi teknologi yang dibutuhkan kedua proyek ambisius tersebut sudah benar-benar matang dan siap dieksekusi ke tingkat yang lebih lanjut.

Yang cukup menarik, pengumuman ini datang tidak lama setelah Facebook diberitakan batal meneruskan pengembangan proyek serupa yang bernama Aquila. Apakah Alphabet melihat mundurnya Facebook sebagai peluang bagi Loon untuk berkembang lebih jauh lagi? Bisa jadi, tapi yang pasti pengumuman kelulusan ini boleh dilihat sebagai bukti agar kita tak lagi meremehkan proyek-proyek yang pada awalnya terkesan terlalu ambisius.

Sumber: VentureBeat dan X.

Bocoran Foto Ungkap Perubahan yang Diusung DJI Mavic 2

Kalau ditanya drone buatan DJI apa yang paling revolusioner, saya bakal menjawab Mavic Pro. Diluncurkan hampir dua tahun silam, Mavic memulai era baru drone berwujud ringkas dan berdesain foldable, namun di saat yang sama tidak terlalu banyak mengorbankan performa maupun kualitas gambar.

Sekarang, beredar rumor bahwa DJI tengah menyiapkan penerusnya, lengkap dengan bocoran fotonya. Dalam foto tersebut, tampak drone dengan gaya desain mirip Mavic Pro orisinil, namun tentu saja dengan sedikit perubahan dan label “Mavic 2” di salah satu lengannya.

Perubahan yang paling menarik, kalau mengacu pada bocoran gambarnya, adalah gimbal kamera model baru yang sepertinya bisa dilepas-pasang, macam yang diunggulkan oleh almarhum GoPro Karma. Juga tidak menutup kemungkinan adalah variasi kamera yang tersedia buat Mavic 2, dengan satu varian yang bersensor lebih besar dari biasanya.

Perubahan lain yang tampak dari gambarnya adalah kehadiran sensor di sisi kiri dan kanan bodi drone (kemungkinan di belakang juga ada), sehingga Mavic 2 dapat menawarkan fitur obstacle avoidance 360 derajat. Atau dengan kata lain, kemampuan bermanuver secara otomatisnya bakal meningkat pesat.

Hal lain yang mungkin juga mengundang pertanyaan adalah, mengapa label “Pro” tak ada lagi pada namanya? Kemungkinan DJI memang sengaja menyiapkan dua model Mavic 2 yang berbeda, kurang lebih seperti yang mereka lakukan dengan lini Phantom selama ini.

Sejauh ini belum banyak yang bisa kita ketahui soal Mavic 2. DJI baru-baru ini juga menunda perhelatan event-nya di kota New York, yang semestinya berlangsung di tanggal 18 Juli nanti, dan kemungkinan bakal menjadi panggung debut buat Mavic 2.

Sumber: DroneDJ.

Kemudahan Pengoperasian Drone Ialah Salah Satu Alasan Mengapa DJI Jadi Favorit Konsumen Indonesia

Meskipun berawal dari penggunaan di ranah militer, orang awam akan segera mengasosiasikan istilah drone dengan perangkat terbang yang bisa membantu mereka mengabadikan foto serta merekam video dari udara. Sudah ada banyak produk drone dalam beragam model dari produsen berbeda masuk ke Indonesia, namun belakangan, nama DJI semakin terdengar lantang.

Didirikan oleh Frank Wang 12 tahun silam, produk-produk buatan brand Tiongkok yang punya spesialisasi pada penyediaan UAV, platform terbang serta sistem pengendali penerbangan itu telah menjamur di tanah air, dan kehadirannya semakin mantap dengan pembukaan authorized retail store terbesar di Asia Tenggara. Dan minggu lalu, DJI serta partnernya Halo Robotics mengundang media lokal untuk menguji drone mereka secara langsung.

Sesi hands-on yang dilakukan hari Jumat silam di lapangan Wisma Aldiron dimeriahkan oleh empat varian drone yang terbagi dalam dua kategori, yakni kelas end-user dan komersial. Mereka adalah Mavic Pro, Phantom 4 Pro, Matrice 210 dan Agras MG-12. Jika dua model terakhir terdengar kurang familier, alasannya ialah karena dikhususkan untuk segmen enterprise.

 

Drone enterprise

Ada dua aspek yang menjadi nilai jual utama Matrice seri 200: daya tahan dan tingginya kemampuan adaptasi. Di atas kertas, ia dapat beroperasi hingga jarak 7km dari operator, mampu mengudara selama 38-menit, sanggup membopong beban maksimal 2kg, serta memperoleh sertifikasi IP43 sehingga saat turun hujan, Anda masih punya waktu untuk mendaratkan drone ini.

DJI 1

DJI Matrice sengaja dirancang untuk kebutuhan inspeksi dan pencarian, misalnya buat memeriksa sambungan kabel di menara ataupun lokasi tinggi lain, serta ketika melakukan operasi penyelamatan – sebelum tim diturunkan ke lapangan. Buat fungsi-fungsi tersebut, pengguna bisa memasangkan kamera Zenmuse Z30 dengan kemampuan zoom optik sampai 30 kali; atau Zenmuse XT2 yang memiliki kapabilitas thermal imaging via inframerah.

DJI 2

Dan seperti yang diindikasikan oleh namanya, DJI Agras MG-15 ialah UAV khusus bidang agraria. Dibekali delapan rangkai baling-baling, Agras dijanjikan sanggup menjangkau lahan seluas 4-hektar (per jam) dan membawa beban hingga 10-kilogram. Agras mempunyai tanki untuk tempat menyimpan pestisida hingga pupuk cair. Kombinasi kapabilitas terbang serta sistem penyemprotan otomatis membuat prosesnya 40 sampai 60 kali lebih cepat dari melakukan penyemprotan secara manual.

DJI 3

Seorang representasi DJI menyampaikan pada saya bahwa beberapa BUMN telah mulai mengadopsi drone sebagai bagian dari perkakas kerja, salah satunya adalah PLN. Bidang lain yang juga menunjukkan ketertarikannya pada pemanfaatan UAV ialah sektor Migas.

DJI 4

 

Kemudahan penggunaan

Namun apapun pilihan konsumen – kelas videography ataupun enterprise, bagian terbaik dari produk-produk DJI adalah kemudahan penggunannya. Drone mereka punya metode pengendalian yang kurang lebih sama. Tapi sebelum mengudara, pastikan Anda telah memenuhi segala syarat yang dibutuhkan buat jadi penerbang drone dan tidak menerbangkannya di zona-zona terlarang.

DJI 16

Kabar baik untuk saya dan tamu undangan acara DJI kemarin ialah, kami tidak perlu memikirkan itu semua karena segalanya sudah dipersiapkan. Para tamu diberikan kesempatan buat menerbangkan tiga dari empat drone DJI – kecuali Agras karena mungkin pengoperasiannya sedikit lebih kompleks dari tipe lain dan mayoritas dari media masih belum familier mengendalikan drone.

DJI 10

DJI 15

Sesi uji coba tersebut saya gunakan untuk bermain-main dengan Phantom 4 Pro dan Mavic Pro. Hampir seluruh aspek di drone ini diurus oleh sistem pintar, dari saat lepas landas, mengudara, hingga melakukan pendaratan. Yang perlu kita ketahui hanyalah cara memicu fungsi penerbangan serta pengendalian secara umum. Buat memerintahkannya lepas landas, kita hanya perlu menarik thumb-stick di unit controller ke arah belakang-dalam – membentuk huruf V.

DJI 7

Selanjutnya, baling-baling akan berputar, dan Anda tinggal mendorong stik kiri ke atas untuk menentukan tingginya. Hal yang paling mengagumkan dari drone DJI terletak pada bagaimana seluruh sistem dirancang demi kesederhanaan pemakaian. Di udara, Phantom 4 Pro dan Mavic Pro tetap berusaha menjaga posisinya stabil walaupun angin bertiup kencang. Lalu perhatikan saat drone berhenti mendadak saat melaju: ia otomatis akan memiringkan posisi ke belakang buat menghentikan gerakan.

DJI 8

DJI 9

Pernak-pernik di controller memungkinkan kita melakukan berbagai manuver serta mengendalikan kemiringan kamera. Fungsi-fungsi yang lebih canggih bisa diakses lewat layar smartphone (tersedia docking di unit remote control-nya), misalnya untuk mengaktifkan perintah follow atau mengorbit pengguna. Desain controller beberapa varian drone DJI memang berbeda, tapi mayoritas lokasi tombol serta fungsinya tetap sama.

DJI 12

DJI 11

Via display perangkat bergerak, Anda bisa melihat tampilan live preview foto atau video yang dapat diambil. Tapi saat menerbangkannya, apalagi dalam mode manual, staf DJI sangat merekomendasikan operator buat melihat drone secara langsung. Jika jam terbang kita masih belum terlalu lama, sebaiknya pastikan drone tetap berada di area pengawasan Anda. Aturan tersebut terdengar simpel namun prakteknya tidak mudah. Jika perhatian terpecah saat posisi drone berada cukup jauh, maka besar kemungkinan Anda akan kehilangan orientasi.

DJI 13

Kejadian ini sempat saya alami, namun untungnya saya segera ingat untuk mengecek live preview, mengevaluasi keadaan sekitar di sana, lalu menggerakkannya ke lokasi yang familier hingga mata saya bisa kembali melihatnya.

DJI 6

Menilai seluruh segala kecanggihan tersebut, saya bisa memahami mengapa drone-drone DJI dibanderol di harga yang cukup tinggi (walaupun kisarannya tergolong kompetitif). Kita juga harus ingat bahwa pada dasarnya, UAV end-user ini bukanlah mainan. Ia adalah platform produktif, alat canggih buat menciptakan foto-foto serta video udara – yang beberapa belas tahun silam mungkin hanya dapat diambil menggunakan helikopter.

Amazon Patenkan Teknologi Untuk Cegah Drone Pengiriman Barangnya Dibajak

Di tahun 2013, CEO Amazon Jeff Bezos mengungkapkan rencana untuk menggunakan drone sebagai sarana pengiriman. Melalui layanan inovatif itu, Bezos punya cita-cita untuk bisa mengirimkan barang dalam waktu hanya 30 menit. Dan tepat pada tanggal 7 Desember 2016, UAV Amazon Prime Air sukses melangsungkan proses ekspedisi perdana di kota Cambridge, Inggris.

Meski terdengar praktis dan futuristis, masih ada banyak hal yang harus disempurnakan di metode pengiriman via drone itu. Sedikit contohnya, UAV harus selalu terhubung ke internet demi memungkinkan sistem pengelolaan kendali penerbangan bekerja optimal. Di sana ada banyak aspek yang mesti diperhatikan, misalnya sistem deteksi objek otomatis, pengawasan lewat GPS, pemakaian rangkaian kamera beresolusi tinggi, hingga sistem keamanan.

Berdasarkan dokumentasi pengajuan paten yang disetujui United States Patent and Trademark Office minggu lalu, Amazon telah menemukan satu cara demi memastikan proses pengiriman barang lewat drone tetap aman – terutama dari upaya pembajakan. Bisa jadi saat membawa barang, sejumlah oknum mencoba menjatuhkan atau menangkap UAV Amazon Prime Air.

Amazon tampaknya belum menemukan solusi andaikan upaya pembajakan dilakukan secara fisik, misalnya dengan menggunakan jaring raksasa atau menembak drone, namun setidaknya mereka punya jalan keluar jika serangan tersebut dilangsungkan secara digital.

Dalam patennya, Amazon mengungkapkan bahwa dengan meningkatnya pemanfaatan UAV sebagai sarana pengiriman barang, akan bertambah pula resiko terhadap metode ini. Bentuk dari ‘ketidaksukaan’ itu boleh jadi dituangkan dalam bentuk serangan, misalnya dengan percobaan mencuri drone dan barang bawaannya, mencoba menjatuhkan UAV saat terbang, atau sekadar mengganggu proses pengoperasiannya.

Oknum yang lebih canggih mungkin melakukannya dengan cara menginterferensi sistem komunikasi drone. Buat menanggulanginya, Amazon membekali drone mereka bersama sistem yang bisa mendeteksi serta memulihkan usaha-usaha pengambilalihan paksa tanpa izin.

Penjelasan Amazon memang cukup teknis, tapi dari apa yang dapat saya tangkap, perusahaan mencoba mengeksplorasi pemakaian sensor ‘heartbeat‘ untuk mengirimkan sinyal dari pengendali ke drone setiap detik. Jika sensor mendeteksi ada interferensi dari pihak ketiga, sistem UAV secara otomatis mengalihkan ‘mode misi’ ke ‘mode pengamanan’, kemudian akan berupaya memantapkan lagi komunikasi dengan controller sembari merebut lagi kendali. Jika dibutuhkan, sistem bisa memerintahkan drone buat melakukan pendaratan darurat di lokasi yang aman.

Meski disetujui belum lama ini, pengajuan paten sistem pengamanan tersebut sebetulnya telah dilakukan hampir dua tahun lalu – tepatnya di tanggal 17 Agustus 2016.

Via Digital Trends.

Drone Ini Dapat Berubah Bentuk dengan Sendirinya Selagi Mengudara

Sudah ada cukup banyak drone yang mampu mengudara di dalam ruangan dengan cekatan, tapi sejauh ini baru yang ukurannya kecil saja. Drone besar di sisi lain bakal kesulitan ketika harus berhadapan dengan pintu, tembok dan berbagai perabot lainnya di dalam ruangan.

Namun drone buatan para ahli robotik di JSK Lab University of Tokyo ini berbeda. Ukurannya besar, tapi ia dapat berubah bentuk dengan sendirinya, menyesuaikan dengan kondisi di sekitarnya selagi mengudara. Kalau memang perlu, bentuknya bahkan bisa menyerupai seekor naga seperti pada gambar di atas.

Drone ini dinamai DRAGON, namun seperti proyek sains pada umumnya, nama tersebut ada kepanjangannya: “Dual-rotor embedded multilink Robot with the Ability of multi-deGree-of-freedom aerial transformatiON”. Ya, lebih baik kita panggil dia DRAGON saja.

DRAGON drone

Prototipe robot terbang ini sebenarnya terdiri dari empat modul yang disatukan. Masing-masing modul memiliki sepasang rotor yang tersambung ke gimbal, sehingga arah dorongannya bisa diatur sesuai kebutuhan. Setiap modul kemudian disambungkan dengan semacam lengan robotik, dan yang menjadi otak semuanya adalah komputer mini Intel Euclid yang dilengkapi kamera 3D.

Pengembangnya membayangkan skenario di mana DRAGON dapat memanfaatkan kemampuan transformasinya untuk berinteraksi dan memanipulasi objek di sekitarnya. Misalnya, kedua ujungnya bisa ditemukan lalu membentuk semacam penjepit, atau malah ‘memeluk’ sebuah objek dan membawanya dari titik A ke B.

DRAGON tentu saja masih belum benar-benar matang. Prototipenya untuk sekarang baru bisa mengudara selama 3 menit saja. Selain itu, pengembangnya juga bilang bahwa DRAGON sebenarnya bisa terbentuk dari 12 modul, bukan cuma 4.

Sumber: IEEE Spectrum.

Kecil, Bisa Dilipat dan Dibekali Kamera 4K, Parrot Anafi Siap Tantang DJI Mavic Air

Dua tahun terakhir pabrikan drone lain seperti dibuat bungkam oleh DJI, apalagi setelah pabrikan asal Tiongkok itu mengungkap Mavic Air yang begitu komplet tetapi amat ringkas. Namun ternyata salah besar jika kita beranggapan pabrikan lain sudah menyerah. Coba lihat Parrot, yang baru saja mengumumkan drone anyar bernama Anafi.

Dari segi fisik dan spesifikasi, kelihatan jelas bahwa Anafi dirancang untuk menjadi penantang langsung Mavic Air. Wujudnya mungil, dengan bobot total sekitar 318 gram, dan ketika sedang tidak digunakan, keempat kakinya bisa dilipat ke dalam layaknya Mavic Air.

Parrot Anafi

Tidak seperti drone buatan Parrot sebelumnya, Bebop 2, Anafi mengemas kamera yang terpasang pada gimbal, memungkinkan kameranya untuk berotasi 180° (90° ke atas atau 90° ke bawah). Image stabilization 3-axis yang merupakan perpaduan sistem mekanis dan digital memastikan hasil rekamannya tetap mulus selagi drone bermanuver.

Kameranya sendiri mengusung sensor Sony IMX230 21 megapixel, dan ditemani oleh prosesor buatan Ambarella, sanggup merekam video 4K HDR 30 fps atau 1080 60 fps. Juga unik adalah kemampuan kameranya untuk zooming: hingga 1,4x dalam resolusi 4K, atau 2,8x dalam resolusi 1080p.

Parrot Anafi

Terkait performa, Anafi dapat melesat sampai secepat 53 km/jam dalam mode Sport, serta mampu menahan hembusan angin yang cukup keras (50 km/jam). Dalam satu kali pengisian baterai, Anafi bisa mengudara selama 25 menit. Selain mengisi ulang baterai via USB-C, pengguna juga bisa melepas baterai Anafi dan menggantinya dengan baterai cadangan jika perlu.

Anafi datang bersama controller berbentuk ala gamepad Xbox yang bisa dipasangi smartphone di atasnya. Sayangnya, ponsel harus disambungkan via kabel USB ke controller demi menjaga berlangsungnya streaming video dalam resolusi tinggi secara konstan.

Parrot Anafi

Yang cukup cerdas adalah penempatan antena dual-band (2,4 GHz dan 5 GHz) di masing-masing kaki Anafi, yang bermaksud untuk mengoptimalkan koneksi antara drone dan controller, tidak peduli drone-nya sedang menghadap ke mana. Dua frekuensi ini otomatis digunakan secara bergantian tergantung kondisi di sekitar, dan jarak terjauh antara drone dan controller mencapai angka 4 km (sama seperti DJI Mavic Air).

Sejauh ini Parrot Anafi terdengar sebagai rival potensial bagi Mavic Air, terutama di telinga konsumen yang tidak terlalu mementingkan kemampuan drone untuk menghindari rintangan dengan sendirinya (Mavic Air punya, Anafi tidak). Harga jualnya pun juga lebih kompetitif: $699 saat mulai dipasarkan pada tanggal 1 Juli mendatang.

Sumber: PR Newswire dan The Verge.

Drone Canggih Skydio R1 Kini Dapat Mengikuti Pergerakan Mobil dengan Sendirinya

Terlepas dari banderol harganya yang kelewat mahal, Skydio R1 merupakan drone yang begitu mengesankan berkat kemampuannya mengudara dan bermanuver selagi mengabadikan video tanpa input secara konstan dari pengguna. Cukup tentukan apa yang hendak direkam, maka R1 bakal mengerjakan tugasnya tanpa ragu-ragu.

Sampai sejauh ini, apa yang bisa R1 rekam menggunakan kamera 4K-nya baru terbatas pada subjek manusia saja. Namun mengingat fondasi utama R1 adalah AI (artificial intelligence) dan software, Skydio selaku pengembangnya dapat dengan mudah menambahkan kemampuan-kemampuan baru lewat sebuah update.

Tanpa harus menunggu lama, Skydio pun baru saja merilis update yang menghadirkan fitur bernama Car Follow pada R1. Sesuai namanya, fitur ini memungkinkan R1 untuk mengikuti dan mengabadikan pergerakan kita di atas kendaraan roda empat. Tentunya semua ini R1 lakukan sembari menghindari rintangan yang menghadang di rutenya.

Skydio R1 Car Follow

Skydio bilang bahwa fitur ini ideal digunakan ketika kita sedang memacu mobil di medan off-road, bermain-main di sirkuit rally, atau sekadar menyusuri lapangan golf dengan golf cart. Satu-satunya batasan yang ada adalah jangan manfaatkan fitur ini di jalanan terbuka, melainkan hanya di lokasi-lokasi tertutup saja.

Selain Car Follow, masih ada tiga mode sinematik baru yang dijuluki Car Tripod, Quarter Follow dan Quarter Lead. Skydio pun tidak lupa mengoptimalkan sistem prediksi R1 agar kemampuannya menghindari rintangan bisa jadi lebih baik lagi. Terakhir, aplikasi pendampingnya sekarang dapat menunjukkan persis di mana drone bakal mendarat.

Sumber: Engadget dan Skydio.

DJI Phantom 4 Pro V2.0 Lebih Hening dan Lebih Superior Soal Transmisi Data

Dengan munculnya drone seperti Spark dan Mavic Air dalam setahun belakangan, DJI terkesan seperti melupakan lini Phantom yang ditujukan untuk segmen yang lebih profesional. Namun kenyataannya tidak demikian, sebab mereka baru saja meluncurkan versi baru Phantom 4 Pro.

Memang bukan Phantom 5, dan hanya Phantom 4 Pro V2.0, yang mengindikasikan pembaruannya tergolong minor. Meski begitu, dampaknya masih terbilang cukup signifikan, sebab dua pembaruan yang diusungnya melibatkan performa mengudara sekaligus transmisi datanya.

Dibandingkan versi pertamanya, Phantom 4 Pro V2.0 bisa mengudara jauh lebih hening, hingga 60% tepatnya. Kemungkinan besar ini disebabkan penggunaan baling-baling berdesain baru, sama kasusnya seperti Mavic Pro Platinum. Baling-baling baru ini sepertinya juga sedikit lebih ringkas, sebab bobot V2.0 jadi 13 gram lebih ringan ketimbang pendahulunya.

DJI Phantom 4 Pro V2.0

Kemudian yang tidak kalah penting adalah penggunaan teknologi transmisi data OcuSync, yang menggantikan sistem Lightbridge yang sudah tergolong uzur. DJI bilang bahwa OcuSync benar-benar dioptimalkan untuk meneruskan video beresolusi tinggi dan dengan latency yang sangat minim.

Berkat OcuSync, Phantom 4 Pro V2.0 pun dapat disambungkan ke perangkat DJI Goggles secara wireless, dan jarak maksimum transmisi datanya kini mencapai angka 7 kilometer. Sisanya, baik desain dan kemampuan perekamannya, masih sama persis seperti sebelumnya.

DJI saat ini telah memasarkan Phantom 4 Pro V2.0 seharga $1.769, sudah termasuk sederet aksesorinya. Konsumen juga bisa memilih varian lain seharga $2.139 yang dilengkapi controller dengan monitor 5,5 inci terintegrasi.

Sumber: PetaPixel dan DJI.