Tencent Investasikan 14,5 Juta Dollar AS Untuk Esports Peacekeeper Elite

Tencent Interactive Entertainment Group baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka akan melakukan investasi senilai 100 juta yuan atau sekitar 14,5 juta dollar AS untuk esports PUBG Mobile versi Tiongkok, Peacekeeper Elite. Pengumuman tersebut dilakukan di Tencent Global Esports Summit, oleh Leo Liao selaku Marketing Director of Tencent Interactive Entertainment Group juga President of Peace Elite League (PEL) Union.

Dikatakan bahwa investasi ini termasuk juga turnamen Peacekeeper Elite tingkat internasional yang menawarkan total hadiah sebesar 2 juta dollar AS. Mengutip dari Esports Observer, turnamen itu disebut Leo sebagai G-League. Lebih lanjut soal turnamen ini, Leo Liau menjelaskan bahwa akan ada strategi bagi-hasil, dan multi-channel network partners dari PEL Union. Masih dari Esports Observer, Leo Liao juga menjelaskan bagaimana struktur ekosistem esports Peacekeeper Elite di Tiongkok di masa depan.

Sumber: Esports Observer
Sumber: Esports Observer

Soal PEC, Leo Liao mengatakan bahwa turnamen tersebut akan diadakan lewat kerja sama dengan VSPN, dan diadakan di Shanghai Easter Sports Center dari 13 sampai 15 November 2020. Melihat ini, sepertinya akan ada integrasi antara ekosistem Peacekeeper Elite dengan PUBG Mobile.

Tanggal 25 Agustus 2020 lalu, tim pengembang  PUBG Mobile sempat mengumumkan soal update besar yang akan dilakukan terhadap game dan juga beberapa perubahan dari ekosistem esports PUBG Mobile. Dalam pengumuman terkait esports, tim pengembang PUBG Mobile, yang diwakili oleh James Yang selaku Director of PUBG Mobile Global Esports, mengatakan akan mengadakan PUBG Mobile Global Championship dengan total hadiah sebesar 2 juta dollar AS, dan akan diselenggarakan sekitar bulan November.

Di luar soal Peacekeeper Elite, Tencent sendiri sudah melakukan beberapa pengumuman dalam konferensi Tencent Global Esports Summit. Diselenggarakan pada 24 Agustus 2020 lalu, Tencent juga mengumumkan 5 brand yang akan jadi rekan bisnis Co-Branding perusahaan teknologi yang bermarkas di kota Shenzen tersebut. Dalam konferensi tersebut, Tencent bersama Riot Tiongkok juga mengumumkan jadwal penyelenggaraan League of Legends World Championship 2020, mulai dari babak Play-In hingga Grand Finals.

Jika benar ada integrasi antara ekosistem Peacekeeper Elite dengan PUBG Mobile, maka jalan bagi Bigetron RA untuk mempertahankan gelar juara dunia kemungkinan besar akan jadi lebih berat. Jadi lebih berat karena mengingat analisis yang diberikan Florian George (Wolfy), soal betapa kuat dan berbahaya tim asal Tiongkok.

Coba Masuki Pasar Tiongkok, Dignitas Kerja Sama dengan HUYA

Dignitas, organisasi esports yang menjadi bagian dari Harris Blitzer Sports & Entertainment, mengumumkan bahwa mereka telah menandatangani kontrak kerja sama dengan platform streaming game asal Tiongkok, HUYA. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai kerja sama antara Dignitas dengan HUYA ini.

Melalui kerja sama ini, tiga pemain Counter-Strike: Global Offensive dari Dignitas akan mulai membuat konten untuk disiarkan di HUYA mulai 1 Agustus 2020. Ketiga pemain tersebut antara lain Patrik “f0rest” Lindberg, Christopher “GeT_RiGhT” Alesund, dan Adam “friberg” Friberg, menurut laporan The Esports Observer.

Industri esports diperkirakana akan menjadi industri bernilai US$1 miliar pada 2020. Tiongkok menjadi salah satu pasar esports paling besar di dunia. Berdasarkan data dari iResearch Consulting Group, pemasukan industri esports di Tiongkok pada tahun 2020 akan mencapai 117,5 miliar yuan (sekitar Rp250 triliun). Jika dibandingkan dengan tahun lalu, pemasukan industri esports di Tiongkok tahun ini naik 25 persen. Salah satu alasan industri esports di Tiongkok bisa tumbuh pesat adalah karena dukungan dari pemerintah.

dignitas huya
Lima pemain CS:GO Dignitas untuk 2020. | Sumber: Gaming.net

Mengingat besarnya industri esports di Tiongkok dan pesatnya pertumbuhan industri esports di sana, tidak heran jika Dignitas juga tertarik untuk memasuki pasar tersebut. Faktanya, Dignitas bukanlah satu-satunya organisasi esports yang mencoba untuk menembus pasar Tiongkok melalui kerja sama dengan HUYA.

Pada Mei 2020, Team Secret mengumumkan kerja samanya dengan platform streaming game asal Tiongkok tersebut. Sementara Team Liquid memperbarui kolaborasinya dengan HUYA per Juni 2020. Bagi HUYA, menjalin kerja sama dengan berbagai organisasi esports yang berasal dari luar Tiongkok akan membantu mereka untuk mengembangkan bisnis di luar negara asalnya.

Dignitas merupakan organisasi esports asal Amerika Utara yang dibentuk pada 2003. Saat ini, mereka memiliki tim yang berlaga di berbagai game esports, seperti League of Legends, CS:GO, Super Smash Bros. Rocket Laegue, SMITE, dan Clash Royale. Pada September 2016, organissai esports ini diakuisisi oleh tim basket Amerika Serikat, Philadephia 76ers. Sementara pada September 2019, mereka akhirnya selesai melakukan merger dengan Clutch Gaming dan membuat perusahaan induk baru bernama New Meta Entertainment.

Tesla dan Rolls Royce Jalin Kerja Sama Dengan Ekosistem Esports Mobile Tiongkok

Brand barang mewah sepertinya semakin tidak ragu untuk masuk ke ranah gaming dan esports. Terakhir kali kita melihat ada Lous Vuitton kolaborasi dengan Riot Games untuk League of Legends World Championship 2019. Tak hanya itu, Gucci juga kolaborasi dengan divisi Fnatic untuk lini merchandise bertajuk Fnatic x Gucci.

Namun, potensi esports tidak berhenti pada game PC saja. Baru-baru ini malah ada dua brand mobil mewah mengumumkan kerja sama dengan ekosistem esports mobile. Dua brand tersebut adalah Rolls Royce, yang berkolaborasi dengan dua pemain QQ Speed Mobile (Speed Drifter versi Tiongkok), dan pabrikan mobil listrik, Tesla, yang bekerja sama dengan Peacekeeper Elite (PUBG Mobile versi Tiongkok).

Sumber: Twitter @ZhugeEX
Sumber: Twitter @ZhugeEX

Rolls Royce sendiri menggandeng pemain S League, liga kasta utama QQ Speed Mobile di Tiongkok. Dua pemain yang digandeng adalah Ning Qing dari tim QG dan Yun Hai dari tim Royal Never Give Up. Pengumuman ini dilakukan lewat media sosial Weibo, yang menampilkan kedua pemain tersebut berfoto bersama mobil Rolls Royce. Mengutip dari Esports Observer, dikatakan bahwa dua pemain tersebut telah menjadi “kawan untuk branding esports Rolls Royce.”

Sementara dalam hal Tesla, mereka menggandeng Tencent untuk menampilkan Tesla Model 3 ke dalam game. Hal ini juga diumumkan lewat Weibo dalam bentuk video, yang menampilkan Tesla Model 3, pabrik Tesla di Shanghai, dan sebuah kotak airdrop Peacekeeper Elite. Mobil Tesla Model 3 akan menjadi model kendaraan di dalam game mulai 24 Juli 2020.

Menariknya, ini ternyata bukan kali pertama Peacekeeper Elite bekerja sama dengan perusahaan otomotif. Pada Januari 2020 mereka pernah bekerja sama dengan Maserati, perusahaan mobil mewah asal Italia. Dalam kerja sama tersebut, Peacekeeper Elite menampilkan tiga skin kendaraan berbentuk Maserati Ghibli, yang merupakan produk mobil Grand Tourer.

Tak heran ada banyak perusahaan besar mau bekerja sama dengan Peacekeeper Elite, mengingat PUBG Mobile versi Tiongkok tersebut merupakan game mobile Top Grossing nomor 1 menurut laporan SuperData. Laporan tersebut tak hanya menyebut VALORANT sebagai game free-to-play dengan momentum peluncuran tersukses, tetapi juga menyertakan peringkat game Top Grossing kategori PC, konsol, dan mobile.

Untung membayangkan seberapa besar Peacekeeper Elite, PUBG Mobile versi global sendiri sudah mengumpulkan 3 miliar dollar AS pada bulan Juli 2020 lalu. Dalam rangkuman tersebut PUBG Mobile ternyata cuma bertengger di peringkat 10, sementara Peacekeeper Elite melesat di peringkat 1. Namun patut dicatat juga, laporan tersebut hanya merangkum data penjualan game di bulan Juni, dan SuperData tidak mengungkap besarnya penjualan yang dihasilkan oleh masing-masing game.

Batal Kerja Sama dengan Huya, ESL Kukuh untuk Masuk ke Pasar Tiongkok

Tiongkok adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak, menjadikannya sebagai pasar yang menggiurkan bagi pelaku dari industri apapun, tak terkecuali game dan esports. Menurut Statista, industri mobile game di Tiongkok pada tahun ini akan bernilai hampir US$20 miliar. Karena itu, tidak heran jika Modern Times Group (MTG), perusahaan induk dari ESL dan DreamHack, tertarik untuk masuk ke pasar Tiongkok. Pada September 2019, ESL mulai berdiskusi dengan Huya, platform streaming asal Tiongkok, untuk membuat perusahaan joint venture.

Tidak hanya itu, Huya juga berencana untuk menanamkan modal sebesar US$30 juta ke ESL, yang membuat mereka menjadi pemegang saham minoritas. Ketika itu, ESL juga berencana untuk menerbitkan saham baru dengan total nilai US$22 juta untuk melakukan ekspansi ke Tiongkok, termasuk mendanai perusahaan joint venture yang hendak mereka buat dengan Huya. Sayangnya, diskusi tersebut tidak berbuah manis. MTG dan Huya mengumumkan bahwa mereka tidak akan melanjutkan diskusi untuk bekerja sama.

Sumber: Esports Insider
MTG sempat mulai bernegoisasi dengan Huya pada September 2019. Sumber: Esports Insider

MTG mengatakan, alasan kedua belah pihak untuk berhenti melanjutkan diskusi adalah karena “perbedaan pandangan kedua perusahaan tentang alokasi risiko dan hal-hal komersial lainnya”. Setelah MTG mengumumkan batalnya kerja sama dengan Huya, nilai saham mereka turun 19,2 persen. Meskipun begitu, MTG menyebutkan, mereka tetap berencana untuk melakukan ekspansi ke pasar Tiongkok.

“Kami tetap percaya bahwa kerja sama ini akan memberikan untung baik untuk MTG, Huya, dan industri esports secara global. Meskipun begitu, kedua belah pihak percaya bahwa jalan terbaik saat ini adalah untuk menghentikan negoisasi kerja sama,” kata CEO dan President MTG, Jørgen Madsen Lindemann, seperti dikutip dari The Esports Observer. “Namun, memasuki ke pasar Tiongkok tetap menjadi prioritas bagi MTG dan kami akan mengambil kesempatan yang ada dalam waktu dekat.”

MTG juga meyakinkan, batalnya kerja sama dengan Huya tidak akan memengaruhi rencana operasi ESL pada 2020. Minggu lalu, MTG mengumumkan tentang hasil peninjauan dari finansial mereka. Mereka memiliki simpanan senilai 90 juta krone (sekitar Rp128 miliar). Sebesar 40 juta krone (sekitar Rp57 miliar) akan mereka investasikan untuk ESL.

Super League Gaming Kolaborasi dengan Wanda Cinemas Games untuk Masuki Pasar Tiongkok

Penyelenggara turnamen esports amatir, Super League Gaming, berencana untuk memperluas sayapnya ke Tiongkok. Untuk itu, mereka bekerja sama dengan Wanda Cinemas Games, anak perusahaan dari konglomerasi media Tiongkok, Wanda Media. Melalui kolaborasi tersebut, kompetisi esports amatir yang diadakan oleh Super League Gaming akan disiarkan di lebih dari 700 bioskop di Tiongkok.

Ini bukan kali pertama Super League bekerja sama dengan perusahaan bioskop. Sebelum ini, Super League Gaming juga telah mengadakan kolaborasi serupa dengan Cinemark Theatres di Amerika Serikat, lapor VentureBeat. Kerja sama tersebut memungkinkan Super League Gaming untuk mengadakan turnamen esports di bioskop sehingga mereka tidak harus menyewa stadion besar.

Belakangan, semakin banyak pelaku esports yang bekerja sama dengan perusahaan bioskop. Minggu lalu, startup infrastruktur esports Vindex mengumumkan kerja samanya dengan Imax. Ketika itu, Imax menyebutkan bahwa tujuan mereka bekerja sama dengan Vindex adalah untuk memperkaya jenis konten yang mereka tampilkan di bioskop. Selain menjadi tempat untuk pertandingan esports, bioskop memang bisa dijadikan tempat untuk kegiatan nonton bareng. Sama seperti olahraga tradisional, menonton esports bersama dengan penggemar yang lain akan terasa lebih seru.

Sumber: Esports League
Sumber: Esports League

Sejauh ini, Super League Gaming fokus untuk menyelenggarakan berbagai game esports, termasuk Super Smash Bros. Ultimate, Madden NFL, Fortnite, dan Minecraft. Menurut laporan The Esports Observer, dalam waktu 18 bulan terakhir, Super League Gaming menjalin juga kerja sama dengan perusahaan besar agar bisa mengadakan turnamen esports dari game lain. Mereka menggandeng Tencent untuk menyelenggarakan turnamen esports amatir PUBG Mobile dan berkolaborasi dengan Capcom untuk mengadakan turnamen esports amatir Street Fighter.

Terkait keputusan Super League Gaming untuk masuk ke pasar Tiongkok, itu bukan hal yang aneh. Negara Tirai Bambu tersebut merupakan salah satu pasar esports terbesar di dunia. Pada 2017, Tencent melaporkan bahwa jumlah pendapatan industri esports di Tiongkok merupakan yang terbesar kedua setelah Amerika Utara. Sementara jumlah penonton esports di Tiongkok ketika itu mencapai 250 juta orang. Menurut laporan Newzoo dan PwC, pasar esports Tiongkok diperkirakan masih akan tumbuh 21 persen per tahun sampai 2023. Niko Partners memperkirakan, pasar esports di Tiongkok akan mencapai US$41,5 miliar pada 2023. Pada Desember 2019, organisasi esports G2 Esports juga mengumumkan rencananya untuk masuk ke pasar Tiongkok setelah mendapatkan investasi dari Co-founder Alibaba Group.

Minimalisir Dampak Buruk Game, Pemerintah Tiongkok Buat Regulasi Baru

Pada tahun lalu, pemerintah Tiongkok berencana untuk membatasi waktu bermain anak dan remaja karena game dianggap sebagai penyebab bertambahnya penderita rabun dekat di kalangan anak dan remaja. Selain rabun dekat, game juga dipercaya menyebabkan penurunan performa akademis di kalangan anak dan remaja. Dalam rangka untuk mengatasi hal ini dan meminimalisir tingkat kecanduan game di kalangan anak dan remaja, pemerintah Tiongkok mengeluarkan peraturan baru untuk membatasi waktu yang bisa dihabiskan oleh anak dan remaja untuk bermain game. Dengan peraturan baru ini, setiap anak dan remaja berumur di bawah 18 tahun hanya boleh bermain game selama 90 menit pada hari kerja, yaitu Senin sampai Jumat. Sementara pada akhir pekan, mereka boleh bermain selama tiga jam maksimal. Tak hanya itu, anak dan remaja di Tiongkok juga memiliki jam malam. Anak dan remaja tak boleh bermain game pada pukul 10 malam sampai 8 pagi. Jam malam tetap berlaku sepanjang minggu.

Di bawah pemerintahan Presiden Xi Jinping, Tiongkok memang menjadi lebih ketat dalam mengawasi industri game online yang memberikan pendapatan lebih dari US$33 miliar per tahun dan memiliki ratusan juta pengguna. Selain pembatasan waktu bermain, pemerintah juga mengeluarkan peraturan terkait besar uang yang bisa gamer muda habiskan untuk membeli item dalam game, seperti skin atau senjata. Setiap bulannya, anak dan remaja hanya bisa menghabiskan uang maksimal sekitar US$28 (sekitar Rp392 ribu) sampai US$57 (sekitar Rp800 ribu), tergantung pada umur sang gamer. Semakin dewasa sang pemain, semakin besar pula jatah maksimal yang bisa mereka habiskan. Pemerintah Tiongkok mengatakan, mereka membuat peraturan ini dengan tujuan untuk mencegah kecanduan game di kalangan pemain.

Sumber: Global Times
Sumber: Global Times

“Masalah-masalah ini memengaruhi kesehatan fisik dan mental generasi muda dan juga gaya hidup dan kehidupan sekolah mereka,” ungkap National Press and Publication Administration dalam pernyataan resmi yang mereka berikan pada Xinhua, dikutip dari New York Times. Untuk menegakkan regulasi baru ini, pemerintah mengharuskan para gamer untuk menggunakan nama asli dan nomor identifikasi mereka ketika mereka masuk ke akun game untuk bermain. Keputusan pemerintah Tiongkok tentunya akan memengaruhi industri game online. Namun, para analis berkata, para pelaku industri game di Tiongkok — seperti Tencent dan NetEase — telah mempersiapkan diri sehingga pendapatan mereka tak akan mengalami penurunan akibat hal ini. Sebelum peraturan ini disahkan, Tencent dan NetEase telah membatasi waktu bermain para gamer muda.

Sayangnya, para orangtua skeptik peraturan ini akan bisa ditegakkan. Dimana ada kemauan, disitu ada jalan. Para gamer muda bisa saja menggunakan ponsel dan identitas orangtua mereka untuk bermain pada malam hari atau agar mereka bisa bermain tanpa perlu khawatir soal batasan lama waktu bermain. Salah satu orangtua yang skeptik adalah Yang Bingben, pria berumur 35 tahun yang merupakan pemilik perusahaan teknologi industri di Tiongkok timur. Dia mengatakan, anaknya yang berumur 7 tahun biasanya memainkan game yang tak membutuhkan koneksi internet agar lama waktu bermainnya tak bisa dibatasi. Dia juga mengatakan, game seperti ini jauh lebih sulit untuk diawasi dan diregulasi.

Sementara itu, Daniel Ahmad, Senior Analyst di Niko Partners, perusahaan riset dan konultasi, mengatakan bahwa tak peduli seketat apa sebuah regulasi yang dibuat pemerintah, celah yang bisa dimanfaatkan akan selalu ada. “Akan selalu ada celah dalam peraturan,” katanya. Dia juga mengakui, jika dibandingkan dengan negara-negara Barat, industri game di Tiongkok memiliki regulasi yang jauh lebih ketat. Karena itu, dia memeringatkan agar para publisher dan developer berhati-hati dalam membuat atau meluncurkan game di Tiongkok.

Sumber header: China Daily

Pemerintah Shanghai-Jing’an Adakan Esports Shanghai Masters dengan Total Hadiah Rp9,86 Miliar

Pemerintah Shanghai-Jing’an mengumumkan bahwa mereka akan mengadakan Esports Shanghai Masters pada 28 November sampai 1 Desember mendatang. Ini merupakan bagian dari usaha pemerintah untuk menjadikan kota Shanghai sebagai “ibukota esports“. Salah satu kegiatan yang diadakan dalam Esports Shanghai Masters adalah kompetisi esports. Total hadiah kompetisi tersebut mencapai lima juta yuan (sekitar Rp9,86 miliar). Ada empat game yang akan dipertandingkan, yaitu Dungeon and Fighter (DNF), Overwatch, League of Legends, dan Warcraft III.

Disebutkan, akan ada lebih dari 100 pemain esports yang akan ikut serta dalam perlombaan itu. Kompetisi tersebut tidak hanya diikuti oleh tim lokal, tapi juga tim dari negara lain. Misalnya, kompetisi DNF yang diadakan pada 28 November akan mengadu tim dari Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan. Sementara untuk pertandingan Warcraft III pada 30 November, tim yang akan bertanding berasal dari Tiongkok, AS, Eropa, dan Korea Selatan, lapor The Esports Observer. Untuk kompetisi Overwatch pada 29 November, akan ada empat tim yang ikut dalam Overwatch League yang diundang. Dua di antaranya adalah Shanghai Dragon dan Hangzhou Spark. Pada hari terakhir, diadakan kompetisi League of Legends. Kali ini, pemain yang bertanding adalah atlet esports profesional yang pernah bermain di League of Legends Pro League, League of Legends Champions Korea, League of Legends European Championship, dan League of Legends Championship Series dan telah mengundurkan diri.

Deputy Secretary-General of the Shanghai Esports Association, Wang Yong mengatakan, salah satu alasan Esports Shanghai Masters diadakan adalah untuk menyediakan platform netral. Selama ini, para publisher game punya kecenderungan untuk membuat kompetisi sendiri-sendiri. Kali ini, diharapkan para publisher game akan bisa saling bekerja sama. “Umumnya, pembuat satu game menyelenggarakan kompetisi sendiri. Namun, kita kini menyediakan layanan dan wasit dari pihak ketiga agar mereka semua bisa ikut dalam satu kompetisi, serupa dengan olahraga tradisional. Ini adalah cara baru,” katanya, menurut laporan Sport Business.

Sumber: Esports Observer
Sumber: Esports Observer

Menurut situs berita Tiongkok, SHINE, alasan kegiatan esports ini diadakan di Distrik Jing’an, Shanghai adalah karena pemerintah yang siap untuk mendukung penyelenggaraan acara. Tidak hanya itu, kawasan itu memang dipenuhi dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang esports. Wang mengatakan, Distrik Jing’an merupakan markas dari lebih dari 20 perusahaan esports. Selain dukungan pemerintah, Esports Shanghai Masters juga mendapatkan dukungan dari tiga perusahaan yang terlibat dalam esports, yaitu Bilibili Esports, divisi esports dari platform video Bilibili, operator telekomunikasi Tiongkok, Shanghai Unicom, dan perusahaan jaringan layanan KPMG.

“Kami harap, Esports Shanghai Masters bisa disejajarkan dengan Shanghai Rolex Masters dan balapan Formula 1 di Shanghai. Kami juga ingin, acara dari Shanghai yang membuat lebih banyak orang untuk tahu tentang industri esports di kota ini dan di Tiongkok,” kata Senior Esports Director, NetEase’s Blizzard Cooperation Section, Pang Ye. Industri esports di Tiongkok memang tengah berkembang. Sebelum ini, NetEase mengumumkan rencananya untuk membangun stadion esports kelas A senilai 5 miliar yuan (sekitar Rp10 triliun). Shanghai juga menjadi tempat diadakannya The International 2019, salah satu turnamen Dota 2 paling bergengsi.

Esports Shanghai Masters tidak hanya mengadakan kompetisi esports. Dalam acara ini, juga ada kegiatan lain seperti konferensi dan karnival untuk para fans esports. Untuk konferensi, ada dua topik yang dibahas, yaitu “tiga nilai dalam esports” dan “empat area industri terkait”. Di Indonesia, kegiatan yang menawarkan konferensi bersamaan dengan turnamen esports serupa Esports Shanghai Masters adalah IDBYTE, yang akan diadakan di ICE BSD pada 13-14 September.

Sumber header: SHINE/Ti Gong

88 Atlet Esports Tiongkok Diakui Sebagai Atlet Resmi Kota Shanghai

Asosiasi Esports Shanghai minggu lalu mengumumkan bahwa mereka baru saja memberikan persetujuan terhadap pendaftaran 88 atlet esports di kota tersebut. Dengan ini, 88 atlet itu telah dinyatakan sebagai atlet esports resmi kota Shanghai. Mereka berasal dari berbagai cabang esports berbeda, antara lain Honor of Kings (Arena of Valor versi Tiongkok), Dota 2, League of Legends, Hearthstone, Warcraft III, FIFA Online 4, serta Clash Royale.

Menjadi atlet resmi kota Shanghai artinya 88 orang tersebut berhak mendapatkan fasilitas dari pemerintah layaknya atlet olahraga resmi lainnya. Contohnya seperti fasilitas pendidikan dan dukungan visa internasional. Program ini pertama kali dicanangkan pada November 2018 kemarin, ketika pemerintah Shanghai mengumumkan kerja sama dengan berbagai organisasi esports di Shanghai Mercedes-Benz Arena. Hadir dalam acara tersebut beberapa perusahaan ternama dunia esports, termasuk Tencent, NetEase, Perfect World, dan PandaTV.

The International 2019 - Prize Pool
TI9 di Shanghai menjadi TI dengan prize pool terbesar sepanjang masa | Sumber: Wykrhm Reddy

Menjadi atlet esports resmi Shanghai bukan hal yang bisa dilakukan sembarang orang. Ada beberapa syarat dan panduan yang ditetapkan oleh Asosiasi Esports Shanghai untuk hal ini. Di antaranya, pendaftar haruslah atlet profesional dengan usia minimal 18 tahun, serta memiliki kontrak kerja dengan suatu organisasi esports.

Pada saat peraturan ditetapkan, Asosiasi Esports Shanghai hanya memfasilitasi lima judul game (LoL, Dota 2, Hearthstone, Warcraft III, dan FIFA Online 4). Tapi rupanya program ini sudah melebar ke beberapa judul lain seperti disebut di atas.

Pemerintah Tiongkok baik pusat maupun daerah memang belakangan ini cukup gencar menunjukkan dukungan terhadap esports. Wakil walikota Shanghai Weng Huitie misalnya, turut hadir dalam acara di bulan November itu. Bersamaan dengan pengumuman bahwa turnamen Dota 2 The International 2019 akan digelar di Shanghai, Valve juga mengungkap peluncuran Steam China, cabang platform distribusi game Steam yang merupakan hasil kerja sama Valve, pemerintah Tiongkok, dan Perfect World.

Steam China
Sumber: Shanghai Municipal People’s Government via The Esports Observer

Keputusan pemerintah Tiongkok untuk mengakui esports sebagai bidang profesi resmi di awal 2019 lalu tampaknya memang berbuah manis. Kini para pekerja industri esports bisa mendapatkan perlakukan yang lebih layak dan serta berbagai keuntungan lebih lengkap di dunia kerja. Pemerintah juga terus berusaha mendukung ekosistemnya, misalnya dengan membuat regulasi-regulasi yang diperlukan.

Bila perkembangan ini terus berlanjut, tidak mustahil prediksi bahwa Tiongkok akan memiliki hingga 2 juta tenaga kerja esports dalam lima tahun ke depan benar-benar terwujud. Bagaimana dengan Indonesia?

Sumber: The Esports Observer

Tiongkok Prediksi Akan Hasilkan 2 Juta Talenta Esports di Tahun 2024

Tiongkok selama ini dikenal sebagai salah satu negara yang paling maju dan kompetitif di bidang esports. Selain memiliki sejumlah organisasi besar dan berprestasi global, serta perusahaan-perusahaan raksasa penerbit game yang mendunia, dukungan dari pemerintah juga jadi salah satu pendorong ekosistem esports negara tersebut. Contohnya dengan mengakui esports sebagai profesi resmi serta menciptakan berbagai regulasi yang bertujuan membuat iklim esports dan game di sana lebih baik.

Beberapa bulan lalu, salah satu media Tiongkok yaitu China Central Television (CCTV) melaporkan bahwa industri esports di sana diperkirakan akan menyerap tenaga kerja hingga 250.000 orang pada tahun 2020, dengan nilai output industri mencapai 21,1 miliar Yuan (sekitar Rp44,1 triliun). Kali ini Kementerian Sumber Daya Manusia dan Kesejahteraan Sosial Tiongkok merilis laporan industri esports yang sedikit berbeda.

Dilansir dari The Esports Observer, laporan yang datanya disediakan oleh perusahaan bernama IRE Research itu menyebutkan bahwa industri esports Tiongkok telah menghasilkan total output senilai 94 miliar Yuan (sekitar Rp193,39 triliun) di tahun 2018. Angka ini diprediksi akan meningkat menjadi lebih dari 135 miliar Yuan (sekitar Rp277,74 triliun) pada tahun 2020.

Vici Gaming - Epicenter Major
Tiongkok adalah rumah sejumlah tim esports kuat, contohnya Vici Gaming | Sumber: Wykrhm Reddy

Selain itu, masih ada dua poin penting lainnya. Pertama adalah bahwa 86% pekerja Tiongkok di bidang yang berkaitan dengan esports ternyata memperoleh gaji 1 – 3 kali lebih tinggi dari upah rata-rata Tiongkok. Kedua, bahwa negara ini diproyeksikan menciptakan sekitar 2 juta talenta di bidang esports selama lima tahun ke depan.

Laporan ini membuat pandangan masyarakat Tiongkok terhadap esports semakin positif, bahkan dikatakan bahwa esports adalah kunci pengembangan berikutnya di negara tersebut. Namun perlu diperhatikan adanya ketimpangan yang besar antara data IRE Research dengan data yang sudah ada sebelumnya dari CCTV dalam hal prediksi output 2020. IRE Research memproyeksikan angka 135 miliar Yuan, sementara CCTV hanya 21,1 miliar Yuan.

Bila kita perhatikan perkiraan jumlah tenaga kerja pun, yaitu 250.000 jiwa di tahun 2020 (tahun depan) namun meningkat menjadi 2.000.000 pada tahun 2024 (lima tahun lagi), artinya terjadi peningkatan 800% dalam waktu 4 tahun saja. Padahal bila dibandingkan dengan industri olahraga, data Biro Statistik Tiongkok hanya menunjukkan peningkatan sekitar 15,7% dari tahun 2016 ke tahun 2017.

Proyeksi peningkatan yang sedemikian meroket tentu saja tidaklah mustahil. Akan tetapi bila kita lihat dari rekam jejak, ada perbedaan yang cukup besar antara 800% selama 4 tahun dengan 15,7% per tahun. Antusiasme masyarakat dan optimisme pemerintah terhadap perkembangan industri esports adalah hal yang kita sambut baik, namun seyogyanya para pelaku industri di Tiongkok harus hati-hati agar tidak mengambil keputusan gegabah setelah melihat proyeksi seperti ini.

Sumber: The Esports Observer, Invictus Gaming

Industri Esports Tiongkok Diprediksi Serap 250.000 Tenaga Kerja di Tahun 2020

Industri esports belakangan tengah menjadi pembicaraan yang sangat hangat. Dengan banyaknya atlet lokal yang meraih prestasi di kancah global, serta kemunculan beragam event berskala besar dan berkualitas tinggi belakangan ini, ekosistem esports Indonesia seolah mendapat suntikan gairah baru. Meskipun tentu masih ada yang ragu, sebetulnya sebesar apa potensi industri ini di dalam roda perekonomian sebuah negara.

Saat ini esports Indonesia memang sudah ramai, tapi sebetulnya kita tergolong negara yang cukup terlambat dalam pengembangan esports. Negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Tiongkok sudah lebih dahulu terjun ke dalamnya, dan kini pun industrinya sudah lebih besar dan maju dibandingkan esports negara kita. Pencapaian negara-negara tersebut bisa kita jadikan pelajaran sekaligus gambaran akan kemungkinan yang dapat dicapai oleh industri esports kita di masa depan.

Worlds 2018 - Photo 1
Sumber: Riot Games

Salah satu pelajaran itu bisa kita ambil dari Tiongkok, yang sudah diakui sebagai salah satu wilayah esports paling kompetitif dunia. Belum lama ini, China Central Television (CCTV) melaporkan perkembangan terbaru industri esports di negara tersebut, serta proyeksi perkembangan dalam setahun ke depan. CCTV adalah stasiun televisi milik negara yang populer di Tiongkok, dan merupakan sumber informasi terpercaya dengan pemirsa mencapai 1 miliar orang.

Dilansir dari Esports Insider, laporan CCTV itu menyebutkan bahwa nilai pasar esports Tiongkok di tahun 2018 telah mencapai 8,48 miliar Yuan (sekitar Rp17,8 triliun). Sementara nilai total output industri ini diperkirakan akan mencapai 21,1 miliar Yuan (sekitar Rp44,1 triliun) pada tahun 2020 mendatang.

Sementara dari sisi tenaga kerja, CCTV menyebutkan saat ini telah ada lebih dari 50.000 orang yang bekerja di industri esports Tiongkok. Sama seperti nilai industrinya, penyerapan tenaga kerja tersebut diperkirakan akan meningkat pesat bahkan hingga 250.000 jiwa di tahun 2020. Tenaga kerja ini bukan hanya atlet, tapi meliputi semua elemen profesi dalam dunia esports.

Invictus Gaming
Sumber: Invictus Gaming

Bang Xu, Vice President Tomorrowland Esports Ltd, mengungkapkan kepada CCTV, “Tiga tahun lalu, mungkin bisa butuh dua atau tiga bulan untuk mendapat satu atau dua aplikasi untuk posisi direktur sebuah liga esports. Jumlah liga esports di tahun 2016 masih kurang dari 10. Sekarang, kita bisa mendapatkan lusinan aplikasi dalam sebulan, dan jumlah liga esports (di Tiongkok) telah melebihi 100.”

Angka demikian mungkin terlihat besar, tapi menurut Xu sebetulnya masih kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan tenaga kerja di industri ini. “Meskipun makin banyak orang yang mau masuk ke dalam industri esports, talenta-talenta esports jumlahnya masih kurang dibandingkan kecepatan perkembangan industrinya,” ujar Xu. Untuk mendorong munculnya talenta-talenta tersebut, sejumlah kampus di Tiongkok telah membuka pendidikan yang berkaitan dengan esports, termasuk di bidang event management, event operation, esports broadcasting, serta esports streaming.

Worlds 2018 - Photo 2
Sumber: Riot Games

Pemerintah Tiongkok juga mulai awal tahun 2019 ini telah mengakui esports professional dan esports operator sebagai bidang profesi resmi. Bahkan beberapa pemerintah daerah di Tiongkok sudah menjadikan esports sebagai salah satu fokus dalam strategi pengembangan kota. Misalnya dengan membangun fasilitas-fasilitas esports, serta menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan untuk mengadakan event dan pendidikan esports.

Kecepatan pertumbuhan industri esports memang sedang sangat tinggi. Bahkan negara dengan jumlah penduduk sebanyak Tiongkok bisa sampai kesulitan mencari talenta untuk mengisi industri ini. Potensi serupa pun ada di Indonesia, namun untuk merealisasikan potensi itu butuh kontribusi dari banyak elemen. Baik dari talenta-talenta atlet esports itu sendiri, partisipasi brand, hingga dukungan dari pemerintah.

Mudah-mudahan saja di masa depan industri esports Indonesia bisa berkembang subur dan sehat, tidak kalah dengan negara-negara maju lainnya. Atlet-atlet esports kita sudah membuktikan bahwa kita punya sumber daya manusia yang mampu bersaing. Kini giliran elemen-elemen industri di sekitarnya untuk membuktikan hal yang sama.

Sumber: Esports Insider