Tiga Tips Mengatasi ‘Wantrepreneurship’ Demi Berkarier sebagai Pemilik Startup

Dulu cita-cita terus di kewirausahaan dipandang menjadi hal yang sangat baik, karena dampak positifnya tidak hanya dirasakan untuk diri sendiri, melainkan orang di sekitarnya yang terlibat. Namun kini maknanya mulai bergeser, kendati banyak  wirausahawan yang menemui titik kesuksesan tertingginya. Ini menggiring banyak orang awam yang ingin mengikuti jejaknya, tapi hanya sekadar menjadi wantrepreneur.

Orang-orang di golongan ini sepertinya hanya peduli dengan kehidupan mewah, akun sosial media yang penuh dengan gambar dari apa yang mereka sebut “kehidupan startup.” Esensinya bukan di situ. Masalahnya, wantrepreneurs tampaknya tidak peduli dengan bentuk kesuksesan yang akan mereka dapatkan nantinya. Sebaliknya, mereka hanya peduli dengan apa yang dimiliki sekarang ini.

Jika ingin membuktikan bahwa Anda bukan termasuk golongan wantrepreneur, artikel ini akan membahas tips apa saja yang perlu dilakukan untuk mengejar passion di dunia kewirausahaan.

Jika ingin sesuatu, segera wujudkan

Ada berapa banyak wantrepreneur yang menghabiskan seluruh waktunya untuk menciptakan produk, yang menurut mereka adalah hadiah terbesar bagi umat manusia, lalu kecewa dan mengeluh saat tidak ada yang membelinya?

Alih-alih melakukan itu, wantrepreneur justru hanya duduk-duduk saja dan melakukan hal-hal yang menurut mereka mudah. Padahal selayaknya jika membutuhkan sesuatu Anda harus melakukan apa pun untuk mewujudkannya.

Salah satu cara untuk mewujudkan target adalah menyusunnya dalam secarik kertas. Pertama, tuliskan tujuan Anda dan langkah paling logis yang bisa membawa Anda menuju ke tujuan tersebut. Jangan berpikir berlebihan.

Kemudian, untuk setiap tujuan tentukan kriteria utama dan usahakan tetap obyektif. Faktor terbaik adalah mempertimbangkan dari dampak dan peluang keberhasilannya. Ambil tiga sasaran teratas dan mulai membuat rencana untuk masing-masing.

Setelah itu, kerjakan rencana tersebut dan buat slot waktu untuk menyelesaikannya. Dalam posisi ini, sangat sulit untuk tidak multitasking. Ini bisa diakali dengan menerapkan sikap disiplin untuk tidak melakukan apa pun, selain pekerjaan yang sudah diplot oleh agenda sebelum waktunya selesai.

Berhenti meragukan setiap keputusan

Ada banyak orang yang menghabiskan banyak waktu untuk semaksimal mungkin sebelum perusahaan startupnya resmi berdiri, namun akhirnya gagal. Bahkan, sudah terlanjur gagal sebelum memulainya.

Setiap keputusan tertentu dirasa terlalu sulit, cobalah ingat bahwa keraguan tersebut terjadi karena Anda kurang pemahaman tentang segala konsekuensinya. Untuk itu luangkan waktu untuk melangkah mundur. Cobalah untuk memvisualisasikan aspek atas dan bawah untuk seluruh keputusan Anda. Serta jangan takut untuk menuliskan konsekuensi yang paling ekstrem.

Tidak mudah menyerah

Ketika wantrepreneur gagal, mereka dengan gampang akan menyerah. Sebab bagi mereka, menjadi pengusaha adalah pakaian yang dipakai, bukan menunjukkan siapa jati dirinya.

Hidup Anda akan banyak dihadang dengan berbagai tantangan saat memilih menjadi pengusaha. Ini adalah bagian yang membedakan Anda dengan wantrepreneur.

Banyak yang mengatakan menjadi pengusaha pada masa ini lebih mudah dibandingkan sebelumnya. Untuk beberapa aspek memang benar, tapi citra ini sudah melemahkan apa artinya menjadi pengusaha yang suka berpuas diri dan berwawasan luas. Untuk menghilangkan suara wantrepreneur yang mengejar gaya hidup seperti pengusaha, fokuslah pada hal yang terpenting dan berusahalah untuk mewujudkannya.

Beberapa Pola Pikir yang Membentuk Jiwa Pengusaha

Banyak yang mengira menjadi pengusaha itu hanya membutuhkan modal nekad dengan strategi bisnis yang abal-abal. Malah beberapa di antaranya hanya mengetahui bahwa menjalani bisnis itu apabila Anda bekerja untuk orang, artinya Anda akan mendapat gaji dan membayar tagihan. Padahal sebenarnya bukan seperti itu.

Orang yang baru pertama kali terjun ke bisnis umumnya hanya memikirkan bagaimana caranya untuk bertahan hidup dan membayar tagihan. Maka dari itu, Anda mulai memikirkan bisnis seperti apa yang sudah dapat mendulang untung di tahun pertama.

Dalam artikel ini secara mendalam akan membahas beberapa pola pikir seperti apa yang harus Anda bentuk untuk menjadi pengusaha, berikut ulasannya:

1. Manajemen berbagi pekerjaan

Anda tidak harus melakukan semua pekerjaan sendirian karena Anda bisa melimpahkannya ke bawahan Anda. Dengan demikian, Anda mampu bekerja selama 90 jam dalam seminggu namun berhasil menyelesaikan pekerjaan senilai 300 jam kerja dalam seminggu.

2. Melakukan lebih dari apa yang sudah dijanjikan

Ketika bertemu konsumen, Anda sebaiknya berikan janji yang bisa meningkatkan ekspektasi mereka. Misalnya janji bahwa Anda dapat menyelesaikan seluruh pekerjaan kurang dari dua minggu, siap dipanggil sepanjang waktu, akan memecahkan masalah pribadi Anda, memberikan desainer terbaik untuk proyek tersebut dan lain sebagainya.

Pengusaha itu pada dasarnya selalu melakukan lebih dari apa yang dijanjikan sebelumnya. Contohnya Anda memberikan fitur tambahan secara gratis yang sebenarnya tidak diminta konsumen, tapi Anda tahu mereka bakal membutuhkannya. Ketika Anda melakukan ini, secara otomatis Anda dapat meruntuhan semua kompetisi untuk waktu yang lama. Bahkan kompetitor pun tidak sempat berpikir tentang kompetisi.

3. Diversifikasi

Ketika Anda pertama kali membuat bisnis, Anda pasti tidak bisa melepaskan secara penuh pekerjaan tetap Anda. Sebab Anda tidak bisa melepas risiko tagihan tidak bisa terbayar karena pekerjaan yang belum tetap tersebut.

Dengan diversifikasi seperti ini Anda harus pikirkan bagaimana cara mengurangi risiko pribadi, agar berikutnya Anda dapat fokus apa yang penting. Cara menemukannya Anda perlu melakukan hal apa yang bisa menciptakan lebih banyak uang daripada tagihan.

4. Sukai sekaligus bencilah bisnis Anda

Ketika Anda sukses saat pertama kali memulai bisnis, pastinya Anda yakin mampu menyelesaikan dan menghadapi berbagai permasalahan setiap harinya. Kemampuan Anda pun dalam memecahkan masalah dan mindset mendapat klien setiap hari akan semakin terlatih.

Namun pada saat yang sama Anda sangat membenci bisnis Anda dan cepat-cepat ingin menjualnya demi mendapatkan uang yang banyak. Bagaimana solusinya? Yang terbaik adalah sukai bisnis Anda setiap harinya dan pastikan ada nilai tambah yang selalu Anda bangun dalam perusahaan, dengan kondisi perusahaan selalu siap dijual kapan saja.

Taktik seperti ini dianggap lazim untuk beberapa pengusaha, misalnya Mark Cuban yang menjual perusahaan software pertamanya sebelum memulai Audionet/Broadcast.com atau Elon Musk yang menjual Zip2 dan Paypal sebelum memulai Tesla, SpaceX dan lainnya.

5. Jangan pernah marah

Anda tidak boleh marah ke siapapun itu, mulai dari konsumen, mitra, karyawan, pemilik tanah, konsumen hingga pesaing. Perhatikan rumus ini, bahwa marah = ketakutan yang ditutupi. Artinya Anda harus bertanya ke diri sendiri, apa yang Anda takutkan? Apakah Anda takut karena klien akan berhenti? Atau Anda takut karena karyawan akan merusak pekerjaan?

Sebaiknya Anda pecahkan rasa takut itu. Lihat skenario terburuknya, misalnya buat rencana apabila klien tiba-tiba meninggalkan Anda dan cara berkompromi dengan rekanan.

Akan tetapi apabila penyebab pekerjaan tidak berjalan mulus karena kesalahan karyawan, mungkin itu bukan hal terburuk karena membuat Anda tidak boleh berekspektasi terlalu tinggi sepanjang waktu.

Catatan David Cummings Dari Pengalamannya Berkehidupan Bersama 26 Startup

Krakteristik startup dan hal yang perlu menjadi perhatian / Shutterstock

Industri startup yang terus berkembang memberikan berbagai kisah unik dan melahirkan berbagai karakteristik baru yang menarik untuk diamati. Baik bagi pelaku di industri startup itu sendiri ataupun bagi kalangan investor karakteristik tersebut dapat menjadi pembelajaran penting, sebagai sebuah landasan dasar untuk membangun ataupun berinvestasi pada startup. Mengilhami dari apa yang didapat David Cummings dari pengalamannya menghadapi startup, terdapat beberapa hal menarik yang dapat dibahas tentang karakteristik sebuah startup. Continue reading Catatan David Cummings Dari Pengalamannya Berkehidupan Bersama 26 Startup

Bagaimana Universitas Memicu Inovasi (Bagian 3) – Kultur

Catatan Editorial: Artikel ini adalah bagian kedua dari guest post yang ditulis oleh Sigit Purnomo, Dosen Program Studi Teknik Informatika Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), tentang pengalamannya mendapatkan fellowship di Baylor University, Texas – Amerika Serikat.

Setelah di tulisan bagian 1 dan bagian 2 saya membahas tentang antusiasme dan idealisme, kali ini saya akan berbagi cerita mengenai bagaimana Baylor University membangun kultur untuk mendukung riset dan entrepreneurship atau technopreneurship. Berdasarkan pengalaman saya selama di sini dan informasi yang berhasil saya peroleh, ada 3 hal penting yang dilakukan oleh Baylor University, yaitu program, ekosistem dan fasilitas. Tiga hal inilah yang menurut saya sangat membantu berkembangnya kultur entrepreneurship dan inovasi di Baylor University.

Continue reading Bagaimana Universitas Memicu Inovasi (Bagian 3) – Kultur