ESL Ingin Ajarkan Audiens Etika Menonton Pertandingan Esports

Dalam pertandingan final ESL Pro League terjadi sebuah kejadian dimana salah satu tim yang bertanding diuntungkan oleh penonton. Salah satu pemain Astralis, Andreas “Xyp9x” Højsleth bisa mengetahui posisi musuhnya berkat teriakan dari para fans mereka. Højsleth membantah hal ini. Namun, kejadian tersebut memicu perdebatan apakah penyelenggara turnamen harus menyediakan booth kedap suara untuk para peserta turnamen sehingga mereka tidak bisa mendengar sorakan para penonton.

Menurut laporan Dexerto, perdebatan tentang booth kedap suara telah ada sebelum kejadian ini terjadi. Para pemain tidak keberatan jika mereka harus bermain di dalam booth. Namun, pihak penyelenggara turnamen justru enggan untuk menggunakan booth kedap suara. Salah satu alasannya adalah karena itu berarti penyelenggara harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membuat booth.

Kepada HLTV, Vice President of Professional Gaming for ESL, Michal “Carmac” Blicharz menjelaskan, booth yang sama seperti booth yang digunakan dalam turnamen Dota 2, The International memakan biaya sekitar US$700 ribu sampai US$800 ribu. Mereka memang bisa menekan biaya itu menjadi US$300 ribu jika mereka membuatnya sendiri. Namun, untuk memastikan bahwa semua turnamen ESL dan DreamHack diselenggarakan dengan keadaan yang sama, mereka tetap harus membuat banyak booth. Alasan lain penyelenggara enggan untuk membiarkan peserta bertanding di dalam booth adalah karena ini akan memengaruhi pengalaman menonton yang dirasakan para penonton.

Turnamen ESL tidak menggunakan booth kedap suara. | Sumber; ESL / Helena Kristiansson via Dexerto
Turnamen ESL tidak menggunakan booth kedap suara. | Sumber; ESL / Helena Kristiansson via Dexerto

Lebih lanjut, Blicharz menjelaskan, “Kami percaya bahwa para pemain profesional dan audiens memiliki chemistry. Kami tidak ingin peserta turnamen terisolasi dan tidak tahu apa yang terjadi di sekitar mereka. Justru sebaliknya. Kami ingin para pemain sadar bahwa mereka bertanding di hadapan ribuan orang.”

ESL percaya, masalah ini bisa diselesaikan dengan mengedukasi penonton tentang etika menonton, mencakup apa yang boleh mereka lakukan dan tindakan apa yang dilarang. “Bersorak sebelum pemain membunuh dengan pisau, bersorak di saat-saat genting, bersorak untuk menandai sesuatu yang seharusnya pemain tidak tahu, dan lain sebagainya, dalam semua kasus ini, penonton seharusnya menunggu sampai sang pemain mengeksekusi aksinya sebelum bersorak,” kata Blicharz. Untuk menyampaikan pesan ini pada penonton, ESL akan menampilkan video. Tak hanya itu, sang MC juga akan menyampaikan tentang apa yang boleh dilakukan penonton.

Memang, tidak ada jaminan bahwa metode yang digunakan oleh ESL itu akan sukses. Namun, ESL bersedia untuk mencoba cara ini. “Kami akan mencoba metode ini dalam turnamen yang kami adakan di masa depan. Mengajarkan etika pada para penonton bukanlah hal yang mudah, tapi saya rasa, kami bisa melakukan itu,” katanya, menurut laporan VP Esports.

Blicharz menambahkan, jika para penonton tidak mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan, maka ESL akan menerapkan saran Chad “SPUNJ” Burchill, yaitu mematikan x-ray di arena selama 20 menit untuk setiap pelanggaran yang dilakukan oleh penonton. Untungnya, hal ini hanya akan memengaruhi penonton yang datang langsung ke tempat pertandingan dan tidak memengaruhi apa yang dilihat oleh para penonton streaming.

Angkatan Udara AS Jadi Sponsor Intel Extreme Masters dan ESL Pro League

Di Amerika Serikat, bukan hal yang aneh jika badan militer ikut turun dalam kegiatan olahraga. Angkatan Darat, Laut, dan Udara AS, ketiganya mensponsori para pembalap NASCAR. Sekarang, dengan semakin populernya esports, badan militer AS pun tertarik untuk terjun ke esports. Angkatan Darat AS membuat tim esports sendiri pada 2018. Sementara pada minggu lalu, Angkatan Laut AS mengumumkan kerja sama mereka dengan ESL dan DreamHack. Sekarang, Angkata Udara AS mengungkap bahwa mereka juga akan bekerja sama dengan ESL.

Jika Angkatan Laut menjadi sponsor dari acara DreamHack di Anaheim dan Dalls, Angkata Udara AS kini menjadi sponsor dari Intel Extreme Masters North America 2020 dan ESL Pro League Season 11. Dalam kerja sama ini, Angkata Udara AS akan membuka booth di IEM dan ESL Pro League. Sama seperti Angkatan Laut, branding dari Angkatan Udara juga akan ditampilkan dalam siaran langsung dari turnamen ESL.

“Kami bangga menyambut Angkatan Udara AS sebagai rekan resmi kami untuk turnamen dan liga ESL,” kata Senior Vice President of Brand Partnerships, ESL, Paul Brewer, seperti dikutip dari PC Gamer. “Kami terus menjalin kerja sama dengan organisasi yang juga memiliki nilai yang sama seperti ESL. Mengingat kami juga mendukung Anykey, kami senang bisa bekerja sama dengan Angkatan Udara AS untuk melawan perilaku toxic di dunia gaming dan membuat dunia esports menjadi lebih inklusif.”

Angkatan Udara merasa memiliki banyak kesamaan dengan gamer. | Sumber: PC Gamer
Angkatan Udara merasa memiliki banyak kesamaan dengan gamer. | Sumber: PC Gamer

Memang, selain menjadi sponsor dari IEM dan ESL Pro League, Angkata Udara AS juga bekerja sama dengan Anykey, sebuah grup advokasi yang bertujuan untuk membuat dunia esports menjadi lebih inklusif. Tahun ini, bersama dengan Angkatan Udara, Anykey akan meluncurkan Changemaker Program, yang dibuat untuk mendanai program inklusivitas komunitas esports. Dunia esports dan gaming memang masih didominasi pria. Untungnya, ada usaha untuk membuat scene esports menjadi lebih ramah pada gamer perempuan, seperti diadakannya turnamen khusus perempuan GirlGamer Esports Festival. Meskipun begitu, masalah seksisme tetap ada.

Major Ross McKnight, Chief of Air Force National Events Branch, Air Force Recruiting Service berkata, “Ada banyak kesamaan antara Angkatan Udara dan gamer, yaitu tantangan untuk berpikir. Angkatan Udara dan ESL juga sama-sama sangat menghargai integritas — yang merupakan nilai yang sangat penting bagi kami bedua. Kerja sama ini juga menunjukkan kesamaan lain dari dunia esports dan Angkatan Udara, seperti kerja sama, teknologi, dan saling menghargai. Ini akan menunjukkan pada generasi muda Amerika bahwa mereka bisa membangun karir di Angkatan Udara dari hobi dan minat mereka.”

Sumber Header: (Master Sgt. Ted Daigle/U.S. Air Force) via Defense News

Mau Kembangkan Ekosistem Dota 2 di Asia Tenggara, ESL Adakan SEA Championship

ESL bakal mengadakan turnamen Dota 2 untuk tim-tim tier 2 di kawasan Asia Tenggara. Kompetisi yang dinamai ESL SEA Championship ini dibuat dengan tujuan untuk menjadi wadah bagi tim-tim tier 2 agar mereka bisa berkembang. Selain total hadiah US$20 ribu, ESL SEA Championship juga menawarkan tiket untuk bertanding di babak kualifikasi tertutup kawasan Asia Tenggara untuk ESL One Birmingham 2020.

“Tidak banyak kesempatan yang ada untuk tim-tim baru dan kami ingin membuat wadah yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Michael Kiefer, Head of Products, ESL Asia, seperti dikutip dari VP Esports. “ESL SEA Championship menyediakan jalan langsung ke babak kualifikasi untuk ESL One Birmingham 2020. Ini membuka kesempatan baru dan dukungan finansial untuk para tim. Selain itu, turnamen itu juga akan menyajikan cerita yang menarik untuk para fans.”

Dalam ESL SEA Championship, ada delapan tim yang bertanding. Empat di antaranya akan diundang secara langsung, sementara empat lainnya merupakan tim yang lolos dua babak kualifikasi. Babak kualifikasi pertama akan diadakan pada 29 Februari 2020 sampai 1 Maret 2020, sementara babak kualifikasi kedu diadakan pada 3-4 Maret 2020. Jika tertarik, Anda bisa mendaftarkan diri di sini.

Delapan tim yang berlaga di SEA Championship akan dibagi ke dalam dua grup yang akan bertanding dengan format GSL. Empat tim yang masuk dalam Grup A akan bertanding pada 9-10 Maret 2020 dan pertandingan untuk Grup B akan dilangsungkan pada 25-26 Maret 2020. Dua tim terbaik dari masing-masing grup akan masuk dalam babak playoff. Babak playoff akan diadakan pada 4-5 April 2020 dan menggunakan metode single-elimination. Tim yang keluar sebagai juara SEA Championship berhak masuk ke babak kualifikasi SEA untuk ESL One Birmingham 2020.

“Konsep zero to hero sangat penting bagi kami dan kami senang karena kami bisa menghubungkan turnamen regional dan turnamen global kami secara langsung,” kata Nick Vanzetti, Senior Vice President, ESL Asia-Pacific Japan. “Ini menjadi awal yang sangat baik untuk 2020 dan kami akan terus mengembangkan jalan karir yang jelas bagi para pemain profesional.”

Pada awal bulan ini, Valve juga mengungkap rencana mereka untuk mengubah sistem Dota Pro Circuit untuk musim 2020/2021. Tujuannya adalah untuk mendorong perkembangan tim-tim tier 2. Memang, selama ini, DPC hanya fokus pada tim-tim yang masuk dalam tier 1. Salah satu hal yang Valve lakukan adalah mengurangi jumlah turnamen Major yang diadakan dalam satu tahun, dari lima turnamen menjadi tiga. Mereka akan mengganti turnamen Minor dengan dua turnamen regional.

Perjanjian Louvre Berikan 13 Tim CS:GO Profesional Saham atas ESL Pro Tour

ESL mengumumkan kerja sama dengan 13 tim Counter-Strike: Global Offensive profesional. Dengan ini, 13 tim tersebut secara otomatis akan mendapatkan undangan untuk bertanding dalam ESL Pro League. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan saham dari ESL Pro League. Menurut rumor yang beredar, 13 tim yang menjalin kerja sama dengan ESL akan mendapatkan 21,25 persen dari total pendapatan dan 60 persen laba pada tahun pertama. Namun, rumor ini belum dikonfirmasi.

Kontrak kerja sama antara ESL dengan 13 tim profesional ini dinamai Perjanjian Louvre. Kepada The Esports Observer, Senior VP of Product, ESL, Ulrich Schulze menjelaskan bahwa alasan mereka memberikan nama “Perjanjian Louvre” adalah sebagai referensi pada perjanjian Concorde, yang memiliki konsep serupa, dalam Formula One yang dibuat pada 1981. Tiga belas tim yang menjadi rekan ESL antara lain Astralis, Complexity, Evil Geniuses, ENCE, FaZe Clan, Fnatic, G2 Esports, mousesports, Natus Vincere, Ninjas in Pyjamas, Team Liquid, Team Vitality, dan 100 Thieves.

Pada September 2019, DreamHack dan ESL mengumumkan rencana mereka untuk menggabungkan lebih dari 20 turnamen CS:GO ke dalam ESL Pro Tour. Kompetisi internasional ini akan melibatkan 24 tim dari seluruh dunia dan akan dimulai pada 16 Maret 2020. Dengan Perjanjian Louvre, maka 13 tim esports yang menjadi rekan ESL sudah pasti akan diundang ke ESL Pro Tour. Sementara 11 tim lainnya akan ditentukan berdasarkan ESL Ranking mereka. Cara lain untuk masuk ke dalam ESL Pro Tour adalah dengan mengikuti Mountain Dew League.

ESL dan DreamHack membuat Perjanjian Louvre dengan 13 tim profesional.
ESL dan DreamHack membuat Perjanjian Louvre dengan 13 tim profesional.

Meskipun struktur turnamen berubah, Schulze meyakinkan bahwa mereka tidak memungut bayaran pada tim yang akan ikut bertanding. “Tidak ada tim yang harus membayar biaya masuk ESL Pro League,” kata Schulze, dikutip dari The Esports Observer. “Kami akan terus mendukung format ekosistem terbuka, menciptakan panggung yang memungkinkan semua orang untuk mencapai mimpinya.”

Chief Product Officer, ESL, Sebastian Weishaar menjelaskan bahwa Perjanjian Louvre ditandatangani dengan tujuan untuk menciptakan ekosistem yang stabil. Memang, ketika ESL mengumumkan keberadaan Pro Tour, muncul kekhawatiran bahwa 24 tim yang telah lolos babak kualifikasi bisa batal bertanding dalam turnamen tersebut tanpa peringatan apapun.

“Perjanjian Louvre adalah bukti kepercayaan dari tim terbaik dunia (dan para pemainnya) bahwa kami dapat menciptakan produk yang paling bernilai,” kata Weishaar, menurut laporan Dexerto. “Ini akan menjadi wadah untuk membuat ekosistem yang stabil dan bisa berkembang harus mengorbankan kemungkinan tim dan pemain baru untuk bisa masuk ke pertandingan internasional.”

Pada September 2019, publisher CS:GO Valve melarang penyelenggara turnamen untuk membuat perjanjian eksklusif dengan tim profesional. Namun, jadwal ESL Pro League dan Flashpoint yang saling bertabrakan secara tidak langsung menciptakan sistem turnamen serupa model franchise. Terkait hal ini, Schulze meyakinkan bahwa ESL terus berkomunikasi dengan Valve sepanjang proses pembuatan Perjanjian Louvre. Tim-tim yang berlaga di Pro Tour ataupun FLASHPOINT akan tetap bisa bertanding di turnamen CS:GO lainnya, termasuk turnamen Major yang didukung Valve.

Angkatan Laut AS Bekerja Sama dengan DreamHack dan ESL

DreamHack dan divisi Amerika Utara dari ESL mengumumkan kerja sama mereka dengan Angkatan Laut Amerika Serikat. Melalui kerja sama ini, Angkatan Laut AS akan menjadi rekan resmi dalam DreamHack Anaheim yang akan diadakan pada 21-23 Februari 2020 dan DreamHack Dallas pada 22-24 Mei 2020. Dalam kedua acara tersebut, Angkatan Laut AS juga akan membuka booth. Di sana, para pengunjung acara bisa menantang veteran atau perwira Angkatan Laut untuk bermain game. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai kerja sama ini.

“Sama seperti Angkatan Laut, ada berbagai peran dalam esports yang membutuhkan berbagai kemampuan. Selain itu, esports membutuhkan komitmen kuat jika seseorang ingin menjadi lebih baik,” kata Rear Admiral Brendan R. McLane, Commander, US Navy Recruiting Command, dikutip dari The Esports Observer. “Kerja sama ini memungkinkan kami untuk mendekatkan diri dengan fans esport di berbagai acara DreamHack di Amerika Utara dan juga melalui konten yang disiarkan di channel ESL.” Melalui kerja sama ini, DreamHack juga akan menampilkan branding Angkatan Laut AS dalam siaran mereka, termasuk DreamHack Open.

“Kami bangga karena bisa bekerja sama dengan Angkatan Laut AS,” kata Marcus Lindmark, Co-CEO DreamHack, menurut laporan Esports Insider. “Kami tahu bahwa gaming adalah hobi dari banyak tentara. Jadi, bekerja sama dengan badan militer untuk menyelenggarakan acara di Anaheim dan Dallas memiliki arti khusus bagi kami.”

Memang, popularitas esports membuat semakin banyak merek non-endemik tertarik untuk bekerja sama dengan pelaku esports, baik organisasi esports profesional atau penyelenggara turnamen seperti ESL. Angkatan Laut bukanlah badan militer AS pertama yang mencoba untuk masuk ke esports. Pada 2018, Angkatan Darat AS membuat tim esports mereka sendiri. Tujuan mereka membuat tim tersebut adalah untuk merekrut para gamer. Namun, menurut PC Gamer, keputusan Angkatan Darat AS tersebut menuai kritik karena mereka dianggap mencoba untuk merekrut para gamer yang masih di bawah umur.

Pada Desember 2019, Angkata Laut AS memang mengumumkan bahwa mereka mulai mengalokasikan dana iklan mereka ke iklan digital, termasuk esports. Alasannya karena perkembangan esports yang sangat pesat meski industri esports sendiri masih sangat muda.

Pendapatan Naik, Perusahaan Induk ESL Tetap Merugi

Modern Times Group mengumumkan laporan keuangan mereka. MTG adalah perusahaan Swedia yang membawahi penyelenggara turnamen esports ESL, perusahaan produksi konten esports DreamHack, mobile developer InnoGames, dan publisher Kongregate. Pemasukan MTG sepanjang 2019 mencapai SEK 4,2 miliar (sekitar Rp5,97 triliun), naik 20 persen dari 2018. Divisi gaming memberikan kontribusi paling besar dengan total pemasukan SEK 2,5 miliar (sekitar Rp3,55 triliun), naik 10 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu, pemasukan dari divisi esports mencapai SEK 1,7 miliar (sekitar Rp2,4 triliun), naik 12,6 persen.

Sementara jika melihat performa MTG pada Q4 2019, pemasukan mereka naik 15 persen menjadi SEK 1,16 miliar (sekitar Rp1,6 triliun), divisi esports menyumbang sebesar SEK 516 juta (sekitar Rp733 miliar) dan divisi gaming menyumbang sebesar SEK 650 juta (sekitar Rp952,7 miliar). Pemasukan divisi esports naik 15 persen sementara pemasukan divisi gaming naik sebesar 17 persen. Sementara itu, total pendapatan MTG pada 2019 mencapai SEK 14,3 miliar (sekitar Rp20,3 triliun). Pada Maret 2019, MTG memisahkan diri dengan Nordic Entertainment Group (NENT). SMTG mendapatkan SEK 13,4 miliar (sekitar Rp19 triliun) dari pendistribusian ulang saham NENT Group. Inilah alasah mengapa pendapatan MTG pada 2019 melonjak tajam.

Sayangnya, meskipun pemasukan MTG naik pada 2019, tapi perusahaan masih mengalami kerugian sebesar SEK 458 juta (sekitar Rp650,8 miliar). Total kerugian yang mereka derita naik dari SEK 107 juta (sekitar Rp152 miliar) pada tahun 2018. Sementara jika melihat laporan keuangan per kuartal, kerugian yang MTG alami pada Q4 2019 naik lebih dari tiga kali lipat dari SEK 66 juta (sekitar Rp93,8 miliar) pada Q3 2019 menjadi SEK 207 juta (sekitar Rp294 miliar) pada Q4.

Sumber: Facebook
Sumber: Facebook

“Kami kini mencoba memasuki bisnis baru, sesuatu yang telah sering kami lakukan sepanjang sejarah perushaan,” kata President dan CEO MTG, Jørgen Madsen Lindemann, seperti dikutip dari Game Industry. “Kami percaya, esports dan gaming akan menjadi hiburan di masa depan. Dan kami hanya bisa sukses jika kami bisa menyediakan produk dan inovasi yang relevan dan kreatif.”

Lindemann juga membahas tentang rencana MTG untuk meluncurkan 9 game dengan 4 genre yang berbeda selama 2020. Dia menambahkan, MTG juga melihat bahwa ada beberapa bagian dari esports yang mengalami pertumbuhan. “”Karena kami memiliki beberapa hal yang mendorong pertumbuhan bisnis, ini memberikan MTG kesempatan untuk menjadi pemimpin di dunia esports dan memanfaatkan momentum di industri gaming — sehingga kami bisa menyediakan produk berupa hiburan di masa depan.”

Sepanjang Q4 2019, MTG melakukan sejumlah perubahan pada divisi esports mereka, menurut laporan The Esports Observer. Pada Oktober 2019, DreamHack bekerja sama dengan liga sepak bola Belanda Eredivise untuk menyelenggarakan EA SPORTS FIFA 20 League di Belanda dengan total hadiah EUR100 ribu. Pada Desember 2019, MTG merombak struktur manajemen DreamHack dan membuat entitas baru bernama DreamHack Sports Game. Peter Nørrelund ditunjuk sebagai CEO dari DreamHack Sports Game, sementara itu, Roger Lodewick dan Marcus Lindmark menjabat sebagai Co-CEO dari DreamHack.

Pada tahun lalu, MTG juga mengumumkan, mereka akan meninjau ulang divisi gaming mereka, termasuk investasi gaming yang mereka tanamkan melalui VC Fund. Mereka menyebutkan, proses ini masih berjalan. Sementara itu, pada Januari 2020, ESL mengumumkan bahwa diskusi mereka dengan platform streaming Tiongkok Huya dihentikan. Meskipun begitu, Lindemann mengatakan bahwa ESL tetap berencana untuk masuk ke pasar Tiongkok.

Batal Kerja Sama dengan Huya, ESL Kukuh untuk Masuk ke Pasar Tiongkok

Tiongkok adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak, menjadikannya sebagai pasar yang menggiurkan bagi pelaku dari industri apapun, tak terkecuali game dan esports. Menurut Statista, industri mobile game di Tiongkok pada tahun ini akan bernilai hampir US$20 miliar. Karena itu, tidak heran jika Modern Times Group (MTG), perusahaan induk dari ESL dan DreamHack, tertarik untuk masuk ke pasar Tiongkok. Pada September 2019, ESL mulai berdiskusi dengan Huya, platform streaming asal Tiongkok, untuk membuat perusahaan joint venture.

Tidak hanya itu, Huya juga berencana untuk menanamkan modal sebesar US$30 juta ke ESL, yang membuat mereka menjadi pemegang saham minoritas. Ketika itu, ESL juga berencana untuk menerbitkan saham baru dengan total nilai US$22 juta untuk melakukan ekspansi ke Tiongkok, termasuk mendanai perusahaan joint venture yang hendak mereka buat dengan Huya. Sayangnya, diskusi tersebut tidak berbuah manis. MTG dan Huya mengumumkan bahwa mereka tidak akan melanjutkan diskusi untuk bekerja sama.

Sumber: Esports Insider
MTG sempat mulai bernegoisasi dengan Huya pada September 2019. Sumber: Esports Insider

MTG mengatakan, alasan kedua belah pihak untuk berhenti melanjutkan diskusi adalah karena “perbedaan pandangan kedua perusahaan tentang alokasi risiko dan hal-hal komersial lainnya”. Setelah MTG mengumumkan batalnya kerja sama dengan Huya, nilai saham mereka turun 19,2 persen. Meskipun begitu, MTG menyebutkan, mereka tetap berencana untuk melakukan ekspansi ke pasar Tiongkok.

“Kami tetap percaya bahwa kerja sama ini akan memberikan untung baik untuk MTG, Huya, dan industri esports secara global. Meskipun begitu, kedua belah pihak percaya bahwa jalan terbaik saat ini adalah untuk menghentikan negoisasi kerja sama,” kata CEO dan President MTG, Jørgen Madsen Lindemann, seperti dikutip dari The Esports Observer. “Namun, memasuki ke pasar Tiongkok tetap menjadi prioritas bagi MTG dan kami akan mengambil kesempatan yang ada dalam waktu dekat.”

MTG juga meyakinkan, batalnya kerja sama dengan Huya tidak akan memengaruhi rencana operasi ESL pada 2020. Minggu lalu, MTG mengumumkan tentang hasil peninjauan dari finansial mereka. Mereka memiliki simpanan senilai 90 juta krone (sekitar Rp128 miliar). Sebesar 40 juta krone (sekitar Rp57 miliar) akan mereka investasikan untuk ESL.

ESL dan DreamHack Kerja Sama dengan Asosiasi Pemain CS:GO Profesional

Counter-Strike Professional Players’ Association (CSPPA) mengumumkan bahwa mereka akan bekerja sama dengan ESL dan DreamHack untuk membuat framework bagi pemain Counter-Strike profesional yang akan bertanding dalam ESL Pro League. Diharapkan, dengan adanya framework ini, maka ekosistem esports CS:GO dapat berkembang dan pada saat yang sama, tetap profesional. Melalui kerja sama ini, ESL, DreamHack, dan CSPPA juga ingin memastikan bahwa kebutuhan semua pemegang kepentingan di ekosistem esports Counter-Strike, mulai dari penyelenggara turnamen sampai pemain profesional, terpenuhi.

Framework untuk pemain profesional Counter-Strike tersebut akan didasarkan pada model yang digunakan di olahraga tradisional. Sayangnya, masih belum ada penjelasan mendetail tentang seperti apa framework yang hendak dibuat. Beberapa topik yang akan dibahas dalam framework ini adalah tentang turnamen, pembagian keuntungan bisnis untuk pemain, serta hak dan kewajiban para pemain dalam turnamen. Ke depan, mereka juga berencana untuk membuat standarisasi kontrak pemain, hak atas properti intelektual, dan proyek bersama lainnya.

“Para pemain CS:GO profesional harus berpartisipasi dalam berbagai turnamen di seluruh dunia. Karena itu, bagi CSPPA, lingkungan kerja para pemain profesional menjadi salah satu prioritas utama kami,” kata CEO CSPPA, Mads Øland, dalam pernyataan resmi “Dalam industri esports sekarang, ESL membuat standar industri untuk para pemain profesional. Dengan kerja sama ini, ESL berkomitmen untuk mempertahankan dan memperbaiki standar tersebut dengan bekerja sama dengan CSPPA.”

Menurut laporan Daily Esports, asosiasi pemain CS profesional ini juga akan mewakilkan para pemain jika mereka hendak memberikan masukan tentang lingkungan kerja, seperti terkait akomodasi dan perjalanan, area turnamen di group stage, dan tempat latihan selama turnamen. Selain itu, mereka juga akan membantu untuk menjadwalkan liburan musim panas dan musim dingin.

“Selama 24 bulan belakangan, prioritas ESL adalah untuk memastikan pemain CS:GO profesional melihat turnamen kami sebagai yang terbaik,” kata Ulrich Schulze, Senior Vice President Product, ESL. “Masuk akal bagi kami untuk menjadikan CSPPA sebagai rekan kami untuk memperbaiki keadaan ESL Pro Tour.” Kerja sama antara ESL, DreamHack, dan CSPPA ini akan mencakup semua kompetisi dalam ESL Pro League, termasuk lebih dari 20 turnamen global yang akan berakhir dengan Intel Extreme Masters Katowice dan ESL One Cologne.

Strategi ESL untuk Tetap Relevan di Industri Esports

Industri esports telah berkembang pesat dan diperkirakan masih akan terus tumbuh. Menurut data Consumer Technology Association, jumlah penonton esports pada 2022 akan mencapai 674 juta, naik hampir 90 persen dari 355 juta orang pada 2018. ESL merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang esports yang telah berdiri cukup lama. Didirikan pada tahun 2000, ESL fokus sebagai penyelenggara turnamen esports. Sejak 20 tahun lalu, lanskap esports telah banyak berubah. Lalu, apa strategi ESL untuk memastikan mereka tetap relevan di dunia esports?

“Kami fokus untuk membuat aset esports yang bisa dikembangkan dan sustainable di Amerika Serikat, jadi kami akan bisa mengembangkan fanbase esports,” kata Yvette Martinez-Rea, CEO ESL North America pada VentureBeat. Dia mengatakan, jika dibandingkan dengan Eropa dan Asia, Amerika Utara masih tertinggal. “Akan ada banyak fokus pada tahun ini, termasuk penggunaan data untuk meningkatkan pengalaman bermain para pemain. Bagaimana kami bisa memberitahu Anda bahwa ketika Anda bermain di peta ini, Anda sering membuat kesalahan besar di tempat-tempat tertentu, sementara pemain lain menggunakan metode yang berbeda. Bagaimana saya bisa memberikan data yang sudah dikustomisasi khusus untuk Anda secara real-time?” ujarnya. Memang, sekarang, organisasi esports mulai mempertimbangkan untuk menggunakan data demi meningkatkan performa tim esports.

“Selain itu, kami juga akan berusaha untuk membuat penonton dan para pemain esports menjadi lebih beragam. Kami juga ingin fokus pada game-game mobile. Kami pikir, jika kami dapat membuat beragam orang bermain dan bertanding dengan satu sama lain, ini akan menjadi game-changer,” ungkap Martinez-Rea.

Yvete Martinez-Rea dan Paul Brewer. Sumber: VentureBeat/Dean Takahashi
Yvette Martinez-Rea dan Paul Brewer. Sumber: VentureBeat/Dean Takahashi

Sementara itu, Paul Brewer, Senior Vice President of Brand Partnerships, ESL North America menambahkan, semakin banyak perusahaan yang mengalihkan dana marketing mereka dari olahraga tradisional, musik, atau media hiburan lainnya ke esports. Hal ini terjadi pada entitas yang bergerak di bidang militer, makanan, dan minuman. Salah satu alasan banyak merek non-endemik tertarik masuk ke esports adalah karena penontonnya yang masih muda. Namun, menurut Brewer, analisa tentang demografi penonton juga penting.

“Apa yang bisa didapatkan sebuah perusahaan dengan menyokong esports? Sesuatu yang telah diberikan oleh olahraga tradisional selama 15-20 tahun. Di sinilah kami berusaha untuk menjadi lebih baik, dimana kami mulai merasa adanya tekanan. Dengan semakin banyak merek yang ingin masuk ke esports, kami harus bisa menjalin kerja sama yang lebih erat dengan mereka,” ujar Brewer.

Anheuser-Busch, merek minuman keras yang juga mendukung esports, mengeluhkan bahwa saat ini, mereka belum mendapatkan data penonton yang memadai. Brewer mengaku, tiga sampai lima tahun lalu, data yang didapat sponsor esports memang belum memadai. “Banyak merek yang ikut terjun ke esports tanpa menganalisanya terlebih dulu. Mungkin karena mereka merasa takut akan tertinggal. Dalam waktu dua sampai tiga tahun, Nielsen telah menjadikan esports sebagai bagian dari bisnis mereka. Dan mereka tidak sendiri. Ada banyak perusahaan yang menyediakan data esports, karena memang tuntutannya sangat tinggi dari para merek. Data kini telah menjadi lebih lengkap dan lebih mudah untuk diakses,” ungkapnya. Meskipun begitu, dia percaya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus mereka selesaikan.

Menurut Martinez-Rea, perusahaan yang bisa mendapatkan keuntungan maksimal biasanya memiliki mindset terbuka. “Mereka tertarik untuk belajar dan bereksperimen, tidak hanya terkait kegiatan aktivasi, tapi juga dengan judul game esports yang mereka dukung. Perusahaan-perusahaan inilah yang akan terus mendukung esports,” katanya. Selain menjadi sponsor, semakin banyak juga investor yang tertarik menanamkan modal di bidang esports. Meskipun begitu, belum ada perusahaan esports yang telah mendapatkan untung. “Tidak ada satu pun perusahaan yang telah mendapatkan untung dari esports,” kata Martinez-Rea sambil tertawa. “Tidak satu pun.”

ESL One Cologne 2018. | Sumber: ESL One
ESL One Cologne 2018. | Sumber: ESL One

Namun, para investor tidak menanamkan modal karena kemurahan hati mereka. Setelah memberikan modal, tentunya mereka ingin uang mereka kembali. Untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana pelaku esports akan mendapatkan untung, Martinez-Rea membandingkan esports dengan periklanan mobile sekitar 15 sampai 20 tahun lalu. Ketika itu, dia bilang, semua orang percaya bahwa mobile advertising akan menghasilkan jutaan dollar. “Tapi, proses itu memakan waktu 10 tahun, karena kita belum tahu cara menghitung harga yang sesuai atau menargetkan iklan tersebut. Semua ini adalah tantangan yang kita hadapi untuk merealisasikan potensi yang ada di periklanan mobile,” katanya.

“Menurut saya, esports seperti itu. Esports memiliki potensi. Pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa merealisasikannya? Bagaimana kita bisa menghitung ROI (Return of Investment) yang sesuai? Bagaimana kita bisa mendorong orang yang datang menonton pertandingan esports ke stadion juga membeli barang lain selain tiket? Dorong mereka untuk membeli jersey dan minuman atau produk lain melalui aplikasi. Bagaimana kita bisa membuat hak siar media memiliki nilai yang sesuai untuk rekan distribusi sehingga mereka rela mengeluarkan uang untuk membeli hak siar tersebut? Semua ini telah mulai dilakukan. Ini adalah proses yang memakan waktu sebelum semuanya terealisasi.”

Fakta bahwa penonton esports merupakan generasi milenial dan gen Z memang menarik bagi perusahaan yang ingin mendekatkan diri dengan mereka. Namun, banyak juga orang yang berasumsi bahwa fans esports tidak memiliki daya beli karena umur mereka yang masih muda. Menariknya, itu tidak menghentikan Lexus untuk mensponsori Esports Awards. Selain itu, Mastercard juga mendukung liga League of Legends.

“Banyak orang yang mengira, semua penonton esports adalah remaja yang tidak memiliki daya beli. Tapi, kami selalu berkata bahwa orang-orang yang bermain game esports, kebanyakan dari mereka bermain di PC berspesifikasi tinggi dan tinggal di kawasan yang memiliki internet cepat. Orang-orang ini bukanlah orang yang tak memiliki daya beli. Kebanyakan dari mereka teredukasi dan memiliki pekerjaan tetap,” ujar Martinez-Rea.

Warcrart III: Reforged. | Sumber: Polygon
Warcrart III: Reforged. | Sumber: Blizzard Entertainment/Activision via Polygon

Minggu lalu, ESL mengumumkan kerja samanya dengan Blizzard untuk mengadakan turnamen untuk StarCraft II dan Warcraft 3: Reforged. Turnamen dari dua game tersebut akan menjadi bagian dari Pro Tour Series, yang juga menyertakan turnamen Counter-Strike: Global Offensive. Terkait kerja sama ESL dengan Blizzard, Martinez-Rea mengatakan bahwa selama 20 tahun ESL berdiri, mereka memang selalu memiliki kerja sama dengan Blizzard.

“Kami banyak bekerja sama dengan mereka di Amerika Serikat terkait Hearthstone dan BlizzCon. Kami mengerti jika mereka ingin fokus pada Overwatch dan Call of Duty. Kami telah berdiskusi dengan mereka agar mereka tetap bisa mendukung komunitas dan pemain StarCraft. Karena, StarCraft adalah awal mula dari semua ini. Tidak ada orang yang mau melihat game itu terlupakan. Tapi bagi Blizzard, game itu tidak lagi jadi fokus utama mereka,” kata Martinez-Rea.

Dia menjelaskan, ESL telah memiliki infrastruktur untuk mengadakan acara esports besar. “Lebih mudah bagi kami untuk membawa masuk game baru ke dalam acara ESL dan DreamHack yang memang sudah memiliki fans dan infrastruktur,” ujarnya. Dengan begitu, Blizzard akan bisa fokus untuk mengadakan turnamen per game.

Sumber header: ESTNN

Menatap Masa Depan Nasib Gaming VR dan AR Tahun 2020

Virtual Reality dan Augmented Reality, dua teknologi baru yang sampai saat ini perkembangannya masih seringkali dipertanyakan. Ada yang menganggap bahwa VR tidak akan menjadi masa depan karena satu dan lain hal, ada juga yang menganggap bahwa VR/AR punya fungsi menarik yang akan mengubah gaya hidup umat manusia layaknya smartphone juga mengubah kita.

Namun demikian, dalam hal gaming, ternyata tren penggunaan VR dan AR cenderung masih positif selama tahun 2019 kemarin. Mengutip hasil riset SuperData Year-in Review, ternyata pendapatan gaming VR dan AR sepanjang tahun 2019 ini masih menunjukkan peningkatan jika dibanding tahun 2018 lalu.

Sumber: VRLeague
Sumber: VRLeague

Secara total, penjualan game VR dan AR berhasil mengumpulkan pendapatan sebesar US$2,2 miliar (sekitar Rp30 triliun) selama tahun 2019. Jumlah ini merupakan peningkatan sebesar US$300 juta (sekitar Rp4,1 miliar) dibanding dengan tahun 2018 lalu yang hanya mendapatkan US$1,9 miliar (sekitar Rp26 triliun). Sektor AR jadi penyumbang terbesar, mencapai US$1,7 miliar (sekitar Rp23 triliun), salah satunya berkat Pokemon GO. Walau games VR tidak menyumbang banyak pemasukan, namun penjualan headset VR juga cukup besar di tahun 2019 ini, mencapai US$5,7 miliar (sekitar Rp79,2 triliun).

Ada beberapa faktor atas hal ini. Dalam urusan games AR, sejak rilis Juli 2016 lalu, Pokemon GO memang sudah menjadi perhatian para gamers, terutama penggemar Pokemon. Menurut catatan Hybrid dari data SensorTower, Pokemon GO bahkan sudah mengumpulkan Rp42 triliun sepanjang masa hidupnya. Ditambah lagi, tahun 2019 juga jadi tahunnya game-game AR menyerbu. Ada beberapa judul yang muncul seperti Harry Potter: Wizard Unite, ataupun Minecraft Earth yang disebut SuperData sebagai calon pesaing Pokemon GO.

Untuk kasus VR, SuperData mengatakan, bahwa salah satu faktor pendapatan penjualan headset VR di tahun 2019 adalah dari Oculus Quest. Headset VR tersebut berhasil mendobrak teknologi VR, yang selama ini selalu bergantung kepada PC Gaming high-end ataupun konsol. Oculus Quest hadir secara berbeda, menjadi headset VR bersifat stand-alone yang bisa digunakan tanpa harus bergantung kepada PC high-end ataupun konsol gaming.

Dalam sesi #SelasaStartup kolaborasi Hybrid dengan DailysSocial bulan Agustus lalu, Nico Alyus dari Omni VR juga sempat mengatakan prediksinya tersendiri terhadap VR di masa depan. “Di masa depan, VR akan jadi medium apapun. Namun, itu baru bisa terjadi ketika VR sudah diadopsi oleh masyarakat secara umum.” Oculus Quest bisa menjadi alat untuk memberi akses VR ke masyarakat secara umum, karena sifatnya stand-alone VR yang membuatnya jadi lebih ekonomis.

Potensinya sebagai esports

Tanda tanya terhadap industri VR dan AR tidak hanya terjadi secara umum, tapi juga dari segi esports. Mengingat dua teknologi ini bisa memberikan pengalaman bermain yang lebih penuh, akankah VR ataupun AR punya potensi untuk menjadi esports?

Sumber: VRLeague
Sumber: VRLeague

Mengingat adaptasi dua teknologi ini yang masih sangat minim, cukup wajar jika potensinya sebagai esports juga masih terbilang kecil. Namun demikian, ini tidak menghentikan pemangku kepentingan di esports untuk melakukan sedikit percobaan. ESL Contohnya. Perusahaan esports asal Jerman tersebut sempat bekerja sama dengan Oculus untuk menyelenggarakan VR League. Mempertandingkan empat game yang juga butuh ketangkasan fisik, VR League bahkan memperebutkan total hadiah sebesar Rp3,5 miliar!

Pokemon GO - Piala Presiden Esports 2019
Kemeriahan komunitas Pokemon GO di Piala Presiden Esports 2019 | Sumber: Dokumentasi Pokemon GO Indonesia

Lalu bagaimana dengan AR? Mengingat entry-barrier AR yang lebih rendah dibanding VR, tak heran jika AR punya potensi yang lebih besar sebagai esports atau game kompetitif. Tak hanya terjadi di barat saja, Indonesia bahkan juga sudah pernah menghadirkan pertandingan Pokemon GO. Bahkan Indonesia sempat memecahkan rekor jumlah peserta terbanyak lewat gelaran bertajuk Rainbow Cup di Summarecon Mall Serpong pada bulan Juni 2019 lalu, yang diikuti oleh 445 peserta.

Bagaimana dengan tahun 2020? Sebagai teknologi yang masih baru dan punya entry-barrier cukup tinggi, tak heran jika tingkat penetrasi dua teknologi ini terbilang cukup rendah. Namun demikian melihat perkembangannya selama 2019 yang terus positif, bukan tidak mungkin jika VR dan AR akan diadaptasi oleh lebih banyak orang di masa depan nanti. Tahun 2020 mungkin belum akan jadi zamannya, tapi siapa yang tahu, mungkin beberapa tahun lagi VR dan AR akan menjadi fenomena budaya berikutnya layaknya smartphone di zaman sekarang.