Sony A6300 Diklaim Sebagai Kamera Mirrorless dengan Sistem Autofocus Tercepat dan Tercanggih

Setelah sekitar satu tahun lebih, Sony akhirnya memperkenalkan penerus dari A6000, kamera mirrorless APS-C andalannya. Dijuluki Sony A6300, kamera ini masih mengusung misi yang sama seperti pendahulunya, yakni mengejar performa dan ketangkasan kamera DSLR.

Saya sendiri sempat mencoba A6000 cukup lama, dan kamera tersebut tergolong sebagai kamera mirrorless yang paling cekatan soal mengunci fokus objek bergerak. Kini A6300 diklaim jauh lebih cekatan lagi, menerapkan sistem autofocus hybrid yang begitu canggih.

Utamanya adalah penambahan jumlah titik fokus phase-detection menjadi 425 titik. Hal ini berarti hampir seluruh bingkai bisa dijangkau oleh sistem autofocus-nya, dan karena jumlah titiknya bertambah drastis, hasilnya akan lebih akurat.

Sony A6300

Sony mengklaim A6300 hanya perlu 0,05 detik untuk mengunci fokus pada objek. Tapi yang lebih berkesan adalah kemampuannya memotret dalam kecepatan 11 fps dalam posisi autofocus menyala. Bahkan dalam posisi live view aktif, kamera masih bisa memotret dalam kecepatan 8 fps.

Performa setingkat DSLR ini turut dibarengi oleh pemakaian sensor APS-C baru beresolusi 24,2 megapixel. Rentang ISO-nya 100 – 51.200, dan ia tentu saja sanggup merekam video dalam resolusi 4K dengan memaksimalkan penampang sensor secara menyeluruh, alias tanpa metode pixel binning.

Dari segi fisik, perubahannya tidak begitu dramatis. A6300 masih menganut desain yang minimalis sekaligus ergonomis berkat hand grip berukuran besar. Panel atasnya cuma mengemas sepasang kenop, satu untuk berganti mode, dan satu lagi bisa diset untuk mengatur shutter speed, aperture maupun exposure compensation.

Sony A6300

Panel belakangnya telah ditanami electronic viewfinder (EVF) berpanel OLED dengan resolusi 2,4 juta titik. EVF ini juga sanggup menampilkan gambar dalam kecepatan 120 fps sehingga seluruh aksi yang hendak diabadikan akan tampak mulus tanpa lag sedikitpun.

Di bawahnya, pengguna akan disambut oleh sebuah LCD 3 inci. Sayangnya sekali lagii LCD ini tak dilengkapi panel sentuh. Bodi A6300 secara keseluruhan juga tidak weatherproof – Anda sama sekali tidak disarankan memakainya selagi hujan deras.

Terlepas dari itu, Sony A6300 masih sangat menggiurkan berkat kinerja autofocus-nya, apalagi setelah melihat video demonstrasinya di bawah ini. Sony berencana melepas A6300 ke pasaran mulai bulan Maret mendatang seharga $1.000 (body only) atau $1.150 bersama lensa kit 16 – 50 mm f/3.5.

Sumber: DPReview.

Olympus Coba Hidupkan Kembali Sejarah Mereka Lewat PEN-F

Entah kenapa kamera dengan desain yang retro tampak begitu manis di mata. Padahal seandainya ada smartphone yang desainnya terinspirasi ponsel lawas, saya kira penampilannya belum tentu menarik, malah bisa jadi kelihatan jelek.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, pabrikan kamera memang sedang gencar-gencarnya menerapkan konsep desain retro pada produk-produk terbarunya. Kendati demikian, apa yang dilakukan Olympus baru-baru ini bisa dibilang sangatlah tidak umum. Mereka mencoba menghidupkan kembali salah satu kamera analognya di era 1960-an.

Kamera tersebut adalah Olympus PEN-F. Namanya sama persis seperti yang mereka rilis di tahun 60-an tersebut, dan desainnya pun juga sangat mirip, sanggup mengelabui orang-orang sampai mereka mengira bahwa ini merupakan kamera lawas.

Olympus PEN-F

Namun tentunya kesamaan PEN-F baru dengan versi lamanya ini hanya terbatas pada desainnya saja. Fitur dan teknologi yang disematkan sangat-sangat 2016. Salah satunya adalah sensor Micro Four Thirds 20 megapixel yang dibarengi oleh sistem image stabilization 5-axis. Perpaduan ini bisa dipastikan akan sangat membantu menghasilkan gambar berkualitas di kondisi minim cahaya.

Olympus pun turut membekali PEN-F dengan kemampuan pemotretan “Hi-Res” seperti yang diperkenalkan OM-D E-M5 Mark II tahun lalu. Pada dasarnya fitur ini akan memotret sejumlah gambar dan mengolahnya menjadi satu gambar beresolusi 50 megapixel ketika kamera ditempatkan di atas tripod.

Untuk urusan video, yang mendambakan opsi perekaman 4K mungkin akan sedikit kecewa – PEN-F hanya bisa merekam dalam resolusi maksimum 1080p. Namun paling tidak kamera ini sangat cekatan dalam membekukan aksi-aksi super-cepat berkat shutter speed maksimumnya yang bisa mencapai angka 1/8.000 detik.

Olympus PEN-F

Kembali bicara soal fisik, panel atas PEN-F dipenuhi oleh sederet kenop berbahan logam. Yang cukup menarik adalah sebuah kenop yang terletak di depan, di sisi kanan lensa. Kenop ini akan memberikan akses cepat ke sejumlah mode pemotretan kreatif seperti black and white maupun filter lainnya ala Instagram.

Di belakang, Anda akan disambut oleh layar sentuh 3 inci yang dapat diputar-putar sedemikian rupa. Layar ini turut ditemani oleh sebuah viewfinder elektronik yang mengemas panel OLED beresolusi tinggi.

Olympus PEN-F

Secara keseluruhan, apalagi jika menimbang dari segi fitur dan performa, PEN-F ini sangat mirip seperti kamera mirrorless unggulan Olympus, yakni OM-D E-M1. Harganya pun juga mirip ketika siap dipasarkan pada bulan Maret mendatang, yakni $1.200 body only – ia kompatibel dengan semua lensa Micro Four Thirds besutan Olympus, Panasonic maupun pabrikan-pabrikan lainnya.

Satu-satunya perbedaan paling menonjol adalah, bodi PEN-F tidak weatherproof. Pun begitu, desainnya yang kelewat retro pasti bisa menjadi nilai plus tersendiri.

Sumber: Engadget dan Olympus.

Leica X-U Adalah Kamera Pertama Leica yang Siap Diajak Menyelam

Mendengar nama Leica, Anda pasti membayangkan sebuah kamera dengan harga selangit yang harus dirawat dengan penuh kasih sayang. Pastinya tidak ada orang yang cukup ‘gila’ untuk mengajak kamera seharga puluhan juta berenang dan mengambil potret dalam air begitu enaknya.

Namun Leica sepertinya ingin mengubah anggapan bahwa kamera-kamera besutannya tidak sanggup menahan keganasan cuaca maupun lingkungan di sekitarnya. Mereka pun merilis Leica X-U (Typ 113), kamera pertamanya yang dirancang secara khusus untuk keperluan fotografi outdoor dalam cuaca ekstrem maupun di dalam air.

Leica X-U (Typ 113)

Proses desain X-U tidak main-main. Guna menciptakan kamera yang benar-benar tahan banting namun tetap tampak minimalis dan elegan, Leica berkolaborasi dengan tim desain dari Audi. Hasilnya cukup fenomenal. Mau di padang pasir, atau ketika sedang ada hujan badai, atau malah saat Anda ajak mengabadikan taman laut Bunaken – ia bisa menyelam hingga kedalaman 15 meter selama satu jam – X-U siap digunakan kapan saja dan di mana saja.

Di balik keperkasaannya menantang alam tersebut, X-U masih menyimpan nilai khas Leica, yakni kualitas gambar tanpa kompromi. Sensor APS-C CMOS 16,2 megapixel miliknya berpadu manis dengan lensa Summilux 23 mm f/1.7 ASPH, yang menyimpan sebuah LED flash di atasnya. Ukuran sensor serta aperture lensa yang sangat besar ini menjadi jaminan akan keandalan performanya di kondisi minim cahaya.

Leica X-U (Typ 113)

Untuk urusan video, sayangnya X-U hanya terbatas pada 1080p atau 720p dalam kecepatan 30 fps. Padahal seandainya Leica turut menyematkan mode slow-motion, X-U bisa saja merangkap tugas action cam, apalagi mengingat bodi aluminiumnya tahan air dan debu, serta tidak keberatan Anda jatuhkan dari ketinggian 1,2 meter.

Leica X-U (Typ 113)

Leica X-U tidak punya viewfinder. Semua pengaturan komposisi dilakukan lewat LCD 3 inci beresolusi 920 ribu dot yang tertanam di belakang. Sejumlah tombol untuk mengubah setelan secara cepat turut tersedia, lengkap dengan kenop shutter speed dan aperture di panel atasnya.

Akhir Januari ini, Leica akan mulai memasarkan X-U seharga $2.950. Belum ada informasi kapan ia akan diboyong ke sini oleh Leica Store Indonesia.

Berikut adalah contoh hasil jepretan Leica X-U yang diambil oleh fotografer Jody MacDonald. Selengkapnya bisa Anda lihat langsung di situs resmi Leica.

Leica X-U (Typ 113) Sample Image

Leica X-U (Typ 113) Sample Image

Sumber: PetaPixel.

Fujifilm Luncurkan X70, Kamera Saku dengan Sensor APS-C dan Layar Sentuh

Setelah Panasonic, kini giliran Fujifilm yang menghadirkan rival sepadan buat Sony RX100 IV. Didapuk Fujifilm X70, ini merupakan kamera paling mungil dari lini X-Series yang mengemas sensor APS-C – memang ada yang lebih mungil, yakni XQ2, tapi ukuran sensornya tidak sebesar ini.

Dimensi X70 cuma berkisar 112,5 x 64,4 x 44,4 mm, dengan bobot total 340 gram. Memang masih sedikit lebih bongsor dibandingkan Sony RX100 IV, akan tetapi ukuran sensornya juga lebih besar – RX100 memakai sensor 1 inci, sedangkan X70 mengusung sensor APS-C, seukuran dengan yang dimiliki kamera mirrorless milik Fuji maupun kamera DSLR kelas entry.

Lalu apa manfaat dari sensor besar ini? Jawabannya adalah performa di kondisi minim cahaya. Semakin besar ukuran sensor, semakin baik hasil foto yang diambil pada kondisi remang-remang. Apalagi ditambah sensor milik X70 ini memakai teknologi X-Trans II yang sudah terbukti keandalannya lewat kamera-kamera seperti Fujifilm X-T1, X-T10, X-E2 dan lain sebagainya.

Fujifilm X70

Sensor ini punya resolusi 16,3 megapixel dan sensitivitas ISO maksimum 51.200. Hasil gambarnya bisa dipastikan sama persis dengan lini mirrorless Fuji, sedangkan video bisa ia rekam dalam resolusi maksimum 1080p 60 fps. Untuk urusan video, saya rasa Sony RX100 IV masih belum tertandingi. Tapi soal foto, sepertinya saya lebih menjagokan X70 ini.

Menemani sensor tersebut adalah lensa wide-angle 18,5 mm f/2.8. Lensa ini memang fixed, alias tidak bisa di-zoom, akan tetapi Fuji menjanjikan hasil jepretannya akan tampak tajam dari tengah hingga ke bagian ujung. Mengitari lensa ini adalah sepasang cincin berbahan aluminium untuk mengatur fokus maupun aperture sehingga pengoperasian bisa menjadi lebih mudah.

Bicara soal fokus, kinerja autofocus X70 juga tidak kalah dibanding kakak-kakak mirrorless-nya. Fuji turut menyematkan teknologi phase-detection ke dalam X70, memungkinkannya untuk mengunci fokus pada objek-objek bergerak dalam hitungan 0,1 detik. Singkat cerita, kecil kemungkinan Anda akan kehilangan momen, apalagi mengingat X70 bisa langsung digunakan 0,5 detik setelah tombol On/Off ditekan.

Fujifilm X70

Yang membuat X70 semakin menarik adalah kehadiran layar sentuh 3 inci di bagian belakangnya, yang berarti pengguna bisa menetapkan fokus hanya dengan menyentuh bagian layar. Ini merupakan pertama kalinya ada layar sentuh pada lini kamera X-Series Fujifilm. Dan lagi layar ini bisa diputar 180 derajat menghadap ke depan. Selfie, selfie, selfie dan selfie!

Fujifilm X70

Di panel atasnya, terdapat sepasang kenop untuk mengatur kecepatan shutter dan exposure compensation. Di saat yang sama, terdapat tuas berlabel Auto dimana kamera akan menyesuaikan kondisi pencahayaan dengan sendirinya saat mengambil foto, sangat ideal buat pengguna yang masih awam dengan teknik-teknik fotografi.

Di angka $700, Fujifilm X70 bisa menarik perhatian konsumen umum maupun para fotografer profesional yang tengah mengincar kamera cadangan untuk dipakai saat travelling – atau mereka bisa saja langsung melirik Fujifilm X-Pro2 yang juga baru saja dirilis. Fuji berencana untuk memasarkannya mulai bulan Februari mendatang.

Sumber: Fujifilm.

Leica Luncurkan Tiga Lensa Baru untuk Lini Leica M

Kabar gembira buat para pemilik kamera mirrorless Leica. Brand kenamaan asal Jerman tersebut belum lama ini menghadirkan tiga lensa baru yang pada dasarnya merupakan penerus modern dari versi lamanya. Ketiganya adalah Leica Summicron-M 28 mm f/2 ASPH, Leica Elmarit-M 28 mm f/2.8 ASPH dan Leica Summicron-M 35 mm f/2 ASPH.

Leica mengklaim ketiga lensa baru ini mengemas konstruksi yang lebih kokoh. Sebagai bukti, semuanya bakal disertai penutup lensa berbahan logam serta lens hood yang juga terbuat dari logam sepenuhnya. Di saat yang sama, ketiga juga bisa menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik berkat optimalisasi desain optiknya.

Lensa yang pertama, yakni Summicron-M 28 mm f/2 ASPH, ditakdirkan untuk menjadi senjata andalan fotografer ketika berhadapan dengan kondisi cahaya yang menyulitkan, alias gelap. Meski aperture-nya begitu besar, Leica menjamin hasil tangkapannya akan tetap tajam dari ujung ke ujung.

Yang kedua, Elmarit-M 28 mm f/2.8 ASPH, bakal mengundang banyak perhatian karena ia merupakan yang paling mungil dari ketiganya – meski dua lainnya juga masih tergolong cukup ringkas. Leica beranggapan lensa ini akan sangat ideal bagi para street photographer atau jurnalis, terlebih mengingat resolusinya jauh lebih baik dari versi sebelumnya sekaligus bebas distorsi.

Terakhir, Summicron-M 35 mm f/2 ASPH sengaja dibuat bagi para penggemar bokeh. Lensa ini punya 11 bilah aperture, sanggup menghasilkan biasan titik-titik cahaya yang lembut dan berbentuk bulat melingkar, bukan oktagonal seperti yang biasa dihasilkan oleh lensa kit kamera-kamera mirrorless atau DSLR kelas standar.

Ketiga lensa baru untuk lini kamera Leica M ini bakal tersedia di Leica Store Indonesia. Sayangnya, belum ada keterangan terkait kapan dan berapa harga pastinya. Kalau mengacu pada harganya di Amerika Serikat, Summicron-M 28 mm f/2 ASPH dibanderol seharga $3.995, Elmarit-M 28 mm f/2.8 ASPH seharga $2.195 dan Summicron-M 35 mm f/2 ASPH seharga $2.795.

Fujifilm X-Pro2 Dirilis, Usung Sensor Baru, Hybrid Viewfinder dan Performa di Atas Rata-Rata

Setelah dinanti-nanti selama beberapa tahun, Fujifilm akhirnya merilis suksesor dari kamera mirrorless pertamanya. Bernama Fujifilm X-Pro2, kamera ini masih mempertahankan segala kebaikan pendahulunya selagi membawa peningkatan yang begitu signifikan.

Yang paling utama adalah penggunaan sensor APS-C CMOS X-Trans III yang benar-benar gres. Secara garis besar, sensor ini sama jagonya dengan varian X-Trans terdahulu. Hanya saja, resolusinya kini meningkat drastis menjadi 24,3 megapixel, dan sensitivitas ISO-nya ikut naik menjadi 12.800.

Keandalan sensor gambar ini turut didukung oleh sebuah prosesor baru yang diklaim empat kali lipat lebih gesit daripada sebelumnya. Alhasil, Fujifilm tak segan menyebut X-Pro2 sebagai kamera mirrorless-nya yang paling responsif saat ini.

Fujifilm X-Pro2

Segesit apa memang? Hanya 0,4 detik sejak dinyalakan, ia sudah bisa dipakai untuk mengambil gambar. Interval pengambilan gambar tentu juga bertambah cepat, tepatnya di angka 0,25 detik. Dan yang pasti, performa autofocus-nya kini juga semakin kencang, dapat mengunci fokus dalam waktu 0,06 detik saja.

Kinerja autofocus yang dimiliki X-Pro2 semakin sempurna dengan bertambah banyaknya titik fokus yang bisa dijangkau. Total ada 273 titik fokus yang bisa dipilih, 77 di antaranya mengadopsi teknologi phase-detection agar pengguna dapat mengunci fokus pada objek bergerak.

Kinerja autofocus yang cepat dan akurat ini bahkan masih bisa diandalkan ketika memotret dalam mode continuous dengan kecepatan 8 fps. Semuanya akan kian lengkap berkat kemampuan shutter mekanik X-Pro2 yang kini bisa mencapai angka 1/8.000 detik, sangat cocok untuk ‘membekukan’ aksi-aksi dalam kecepatan tinggi.

Fujifilm X-Pro2

Sensor baru, prosesor baru, X-Pro2 juga mengemas viewfinder yang sangat canggih. Viewfinder ini mengadopsi sistem hybrid, yang artinya pengguna bisa berganti antara viewfinder optik atau elektronik beresolusi 2,36 juta dot dengan cepat. Terdapat pula mode khusus dimana pengguna bisa menggunakan keduanya secara bersamaan; optik, tapi di ujung bawah kanan ada tampilan viewfinder elektronik untuk mengecek fokus maupun pengaturan exposure.

Dari segi fisik, di sinilah X-Pro2 banyak mempertahankan elemen-elemen positif yang diusung pendahulunya. Desainnya masih sangat retro, tapi juga terasa premium berkat rangka magnesium dan sederet kenop yang terbuat dari aluminium. Tapi yang lebih penting, bodi X-Pro2 tahan terhadap cuaca ekstrem; bisa dipakai saat hujan deras atau ketika berada di lokasi dengan suhu -10 derajat Celsius.

Fujifilm X-Pro2

Di belakang, Anda akan disambut oleh LCD 3 inci dengan resolusi 1,62 juta dot. Sayangnya, LCD ini bukan layar sentuh dan tidak bisa dimiringkan. Untuk menutupi kekurangan ini, Fujifilm menyematkan sebuah joystick kecil di sisi kanan atas layar, yang bisa dimanfaatkan untuk mengatur letak titik fokus dengan mudah dan cepat.

Secara keseluruhan, X-Pro2 bisa dipastikan semakin oke dalam hal pengoperasian, apalagi mengingat handgrip-nya sedikit lebih gemuk ketimbang sebelumnya. Keunikan lain X-Pro2 ada pada sisi kanannya, dimana untuk pertama kalinya buat kamera Fujifilm, terdapat slot SD card ganda.

Penggemar kamera mirrorless maupun para fotografer profesional tentunya sudah tidak sabar menanti kehadiran Fujfilm X-Pro2. Pemasarannya akan dimulai bulan Februari mendatang, dengan banderol harga $1.700 untuk bodinya saja. Namanya saja “Pro”, jelas harganya juga ikut pro.

Sumber: Fujifilm.

Dengan Soloshot 3, Anda Tak Lagi Butuh Juru Kamera Saat Merekam Video

Bakat skateboarding ada, action camera ada, tapi mana juru kameranya? Ketika Anda sendirian seperti ini, mungkin bakal kesusahan menciptakan video aksi akrobatik yang super keren. Pasalnya, kalau hanya mengandalkan tripod, Anda harus mondar-mandir memindah posisi tripod dan kamera guna mengambil gambar dari sudut yang berbeda.

Kalau ada teman yang bisa ditunjuk sebagai juru kamera, semuanya pun akan jauh lebih mudah. Akan tetapi ini bukan satu-satunya opsi yang tersedia. Jika Anda bersikeras mengabadikan aksi Anda sendirian, Anda mungkin butuh perangkat bernama Soloshot 3 ini.

Soloshot 3 pada dasarnya merupakan sebuah robot yang ‘menyamar’ menjadi sebuah kamera. Mengapa robot? Karena ia bisa beroperasi dengan sendirinya tanpa bantuan Anda sama sekali. Di saat yang sama, pandangannya akan terus fokus ke Anda selagi perekaman tengah berlangsung.

Soloshot 3 Tag

Rahasianya terletak pada komponen yang bernama Soloshot Tag. Ukurannya sangat kecil, bisa Anda simpan di dalam saku dengan mudah. Selanjutnya bagian utama Soloshot yang merupakan komponen kamera itu sendiri akan mengikuti ke mana pun Tag Anda bawa. Selama Anda berada dalam jangkauan sekitar 600 meter, Soloshot akan terus mengarahkan kameranya ke Anda.

600 meter? Apakah Anda bakal kelihatan begitu kecil di video? Tidak, karena Soloshot 3 telah didampingi oleh dua pilihan lensa dengan jangkauan yang amat panjang: Optic25 (25x optical zoom) atau Optic65 (65x optical zoom). Keduanya sekaligus mengemas sensor gambar 1/2,3 inci beresolusi 12 megapixel. Namun bedanya, Optic65 sanggup merekam video dalam resolusi 4K 30 fps maupun 1080p 120 fps.

Bagian utama Soloshot disebut dengan istilah Base. Dalam kasus ini juga ada dua opsi yang bisa dipilih konsumen: standar atau Pro. Keduanya sama-sama bisa dipasangi lensa Optic25 atau Optic65 tadi maupun kamera lain via bantuan adapter. Namun khusus versi yang Pro, pengguna bahkan bisa memasangkan kamera yang berukuran lebih besar seperti DSLR.

Soloshot 3 Pro Base

Namun kalau menggunakan kamera lain, sejatinya kita bakal membatasi kemampuan sebenarnya dari Soloshot 3. Mengapa? Karena yang Anda perlukan benar-benar cuma memasangnya di atas tripod lalu menyalakannya. Ketika Anda mulai menjauh darinya, zooming pun akan dilakukan secara otomatis.

Ingin mengambil dari sudut yang berbeda? Pindahkan Soloshot sekaligus bersama tripod-nya, maka ia tetap akan terus mengarahkan kameranya menuju Anda yang tengah mengantongi komponen Tag.

Lebih hebat lagi, Soloshot 3 telah mendukung fungsi livestreaming. Atau kalau Anda mau menyelesaikan sesi perekaman terlebih dahulu, nantinya aplikasi pendamping milik Soloshot pun juga bisa melakukan penyuntingan secara otomatis berdasarkan momen-momen yang ia tandai selama perekaman berlangsung – Anda juga bisa menandai secara manual dengan mengetuk Tag sebanyak tiga kali.

Soloshot 3 sendiri sebenarnya merupakan iterasi ketiga. Tim pengembangnya mengaku telah menerima banyak masukan dari pengguna versi pendahulunya guna menciptakan robot kamera yang lebih sempurna lagi.

Soal harga, ada tiga macam bundle yang ditawarkan: 1) Soloshot3 + Optic 25 seharga $599, 2) Soloshot 3 + Optic65 seharga $899, dan 3) Soloshot 3 Pro + Camera Adapter seharga $ 699, belum termasuk komponen kameranya. Pemasaran akan dimulai pada musim semi tahun ini juga.

Panasonic Lumix TZ100 Adalah Rival Sepadan untuk Sony RX100 IV

Tahun kemarin, Sony RX100 IV semakin membuktikan dirinya sebagai salah satu kamera pocket terbaik yang pernah ada; performanya di kondisi minim cahaya luar biasa, diimbuhi dengan kemampuannya merekam video 4K yang amat tajam. Namun Sony harus awas, karena Panasonic baru-baru ini menghadirkan kamera baru yang siap menandingi RX100 IV.

Kamera tersebut adalah Panasonic Lumix TZ100. Seperti milik Sony, dirinya juga mengemas sensor berukuran 1 inci yang jauh lebih besar ketimbang standar kamera saku, dengan rentang ISO berkisar antara 80 sampai 25.600. Ukuran penampang sensor yang lebih luas ini sudah terbukti sanggup menghasilkan gambar yang lebih jernih dan mendetail di kondisi remang-remang.

Tak cuma itu, sensor 20,1 megapixel ini juga siap merekam video dalam resolusi 3840 x 2160, baik di kecepatan 24 maupun 30 fps. Satu-satunya kelemahan ZS100 dibanding Sony RX100 IV adalah, ia tak punya mode perekaman slow-motion dalam kecepatan yang sangat tinggi; opsi perekaman full-HD miliknya cuma terbatas di kecepatan 60 fps saja.

Panasonic Lumix TZ100

Namun kelemahan itu rupanya masih bisa ditutupi oleh dua fitur lain yang unik buatnya sendiri: hybrid optical image stabilization 5-axis serta lensa zoom f/2.8-5.9 dengan jangkauan yang amat jauh, yakni 25-200 mm (10x zoom) – bandingkan dengan milik RX100 IV yang cuma 24-70 mm. Soal optiknya, kalau Sony mengandalkan rancangan Carl Zeiss, Panasonic masih setia dengan buatan Leica.

Di sisi lain, performa TZ100 juga tak bisa dibilang lamban. Dalam mode burst, ia dapat menjepret foto secara kontinyu dalam kecepatan 10 fps, atau 5 fps dengan autofocus. Panasonic turut membekalinya dengan fitur Post Focus yang inovatif sekaligus sangat bermanfaat.

Dari segi fisik, ukurannya memang sedikit lebih besar daripada RX100 IV, tepatnya di angka 110,5 x 64,5 x 44,3 mm – masih cukup kecil untuk disimpan di dalam saku. Selain layar sentuh 3 inci beresolusi 1,04 juta dot, panel belakangnya juga dilengkapi oleh electronic viewfinder (EVF) beresolusi 1,17 juta dot.

Panasonic Lumix TZ80

Bersamaan dengan itu, Panasonic juga memperkenalkan kamera Lumix TZ80, yang merupakan versi lebih terjangkau dari TZ100. Model ini juga bisa merekam video 4K, tapi ukuran sensornya jauh lebih kecil, yakni standar 1/2,3 inci dengan resolusi 18 megapixel. Kendati demikian, jangkauan lensa f/3.3-6.4 miliknya justru lebih jauh, tepatnya 24-720 mm, atau sekitar 30x zoom.

Kedua kamera ini rencananya bakal segera meluncur ke pasaran mulai Maret mendatang. Panasonic Lumix TZ100 dihargai $700, sedangkan TZ80 $450.

Sumber: Panasonic dan Gizmag.

Smartphone Handal untuk Fotografi Dengan Dukungan 4G

Apa yang berbeda dari kamera Microsoft Lumia 950?

Penikmat gadget pasti memiliki berbagai alasan untuk memilih smartphone yang akan mereka beli, dua diantaranya adalah dukungan kamera yang mumpuni serta dukungan jaringan 4G LTE. Yang pertama selaras dengan tren fotografi mobile dan yang kedua mendukung dalam membagikan secara cepat hasil jepretan ke media sosial.

Smartphone yang memiliki kemampuan kamera mumpuni hadir tidak hanya dari spesifikasi kamera saja tetapi juga dari kelengkapan aplikasi kamera yang dibawanya. Dari sisi spesifikasi, kamera dengan sensor 20MP akan membantu Anda untuk mengambil gambar dengan baik. Apalagi jika smartphone tersebut mampu menyesuaikan pengaturan agar gambar yang diambil bisa lebih tajam, meskipun objek yang diambil ada dalam momen bergerak.

Microsoft Lumia 950

Kelengkapan spesifikasi lain yang juga membantu mengambil gambar, terutama dalam suasana gelap adalah ketersediaan flash, apalagi jika smartphone tersebut memiliki triple LED natural flash. Flash LED dengan tipe ini akan membantu menciptakan pencahayaan yang akurat, terutama untuk Anda yang akan mengambil gambar di tempat gelap.

Tambahan yang menyenangkan lagi adalah jika smartphone juga memiliki fitur yang memungkinkan pengguna menyesuaikan tingkat saturasi warna secara cepat atas bidang terang dan gelap serta menghilangkan efek flash, atau yang juga disebut rich capture. Dukungan akan penyimpanan cloud yang memungkinkan pengguna untuk menyimpan hasil jepretan dan mengaksesnya di mana saja adalah fitur lain yang akan tambah melengkapi pengalaman penggunaan smartphone.

Nah, jika semua fitur di atas yang Anda cari, Anda bisa mendapatkanya di smartphone Lumia 950 dari Microsoft. Smartphone ini hadir dengan kamera mumpuni 20MP dengan lensa f/1.9 dan triple LED flash sangat sesuai untuk menghadirkan foto dengan kualitas baik. Sedangkan untuk kamera depan, pengguna akan bisa menikmati dengan kamera sensor 5 MP serta lensa wide-angle f/2.4 yang mampu menghadirkan resolusi 1080p. Untuk merekam video resolusi 4K (3840x2160pixel) 30 fps bisa dinikmati di perangkat ini.

Microsoft Lumia 950

Untuk mendukung kegiatan berbagi foto ke jejaring sosial, tentunya Anda membutuhkan dukungan untuk akses internet cepat, alias 4G LTE. Lumia 950 menyediakan hal tersebut dan memungkinkan pengguna menikmati akses cepat dari 4G LTE di 1800 MHz yang belum lama ini diresmikan di Indonesia. Anda tidak lagi khawatir akan kelupaan file, akses dengan jaringan 4G dan dalam sekejap file sudah bisa dibuka dan digunakan.

Dan untuk keperluan pengiriman foto serta dokumen pun bisa dilakukan dengan cepat dengan adanya dukungan 4G. Lumia 950 juga membawa dukungan produktivitas dari layanan unggulan Microsoft beberapa diantaranya adalah Office 365 untuk kegiatan pengolah kata akses semua data Anda di lintas perangkat , layanan Outlook, serta Skype untuk sarana komunikasi yang bisa digunakan juga untuk meeting dengan rekan kantor atau klien.

Dengan dukungan aplikasi Office dan penyimpanan cloud, menggunakan smartphone Lumia 950 sebagai pendukung produktivitas akan semakin terasa. Anda bisa mengerjakan pekerjaan dengan perangkat ini selain mengecek email dan mengaksesnya kapan saja dan di mana saja karena data disimpan di cloud.

Kegiatan fotografi juga dimudahkan dengan fasilitas OneDrive, termasuk kebutuhan fotografi untuk mendukung produktivitas atau pekerjaan. Foto yang diambil untuk bahan presentasi bisa dengan mudah disimpan di OneDrive dan diakses kapan saja, termasuk saat meeting di luar kota.

Jika membutuhkan untuk mempresentasikan gambar atau file, Anda dapat gunakan akses OneDrive dengan satu fitur unggulan lain dari Lumia 950, yaitu Contiuum. Fitur ini memungkinkan Anda untuk menjadikan smartphone sebagai layaknya CPU, dan menikmati pengalaman penggunaan layaknya PC hanya dengan smartphone.

Untuk mengaktifkan Continuum, Anda memerlukan aksesori bernama Microsoft Display Dock dengan kabel UBS Type-C – atau bisa juga secara nirkabel dengan memanfaatkan protokol Miracast. Hubungkan Lumia 950 ke Display Dock, lalu sambungkan aksesori tersebut ke sebuah monitor atau TV, koneksikan ke keyboard atau mouse dan boom, smartphone Anda pun disulap jadi layaknya PC.

Microsoft Lumia 950 dijual dengan harga Rp 8.999.000. Anda bisa membeli di 5 toko online berikut ini dengan program masing-masing.

Misalnya di Blibli.com Anda bisa mendapatkan Lumia 950 warna hitam + Display Dock dan UFK dengan harga Rp 11.349.000 dan cicilan 0%. Lalu di Cipika.co.id ada beberapa pilihan paket penjualan yang bisa dipilih, salah satunya adalah paket Lumia 950 + Display Dock dengan harga Rp 9.999.000 (sudah diskon) dengan tambahan beberapa bonus lain. Di toko lain pun Anda bisa mendapatkan berbagai fasilitas promo. Selangkapnya cek tautan berikut ini.

Blibli: http://lumia.ms/Lumia950Blibli
Cipika: http://lumia.ms/Lumia950Cipika
Sentra Ponsel: http://lumia.ms/Lumia950SP
Dinomarket: http://lumia.ms/Lumia950Dinomarket
Bhinneka: http://lumia.ms/Lumia950Bhinneka

Artikel ini adalah advertorial dan didukung oleh Microsoft Lumia 950.

Meskipun Mungil, Drone OnagoFly Simpan Beragam Fitur Canggih

International Civil Aviaton Organization membagi drone dalam dua kategori: dikendalikan dari jauh atau perangkat bersistem otomatis. Di mata konsumen awam, drone umumnya digunakan untuk merekam video atau mengambil gambar dari udara. Memang tersedia banyak pilihan drone ekonomis atau yang berukuran mungil, tapi mayoritas tidak secanggih produk-produk ternama.

Tapi tidak selamanya drone kecil (istilahnya nano drone) tak bisa menyaingi sepupunya yang lebih besar. Seorang inventor bernama Sam Tsu berusaha menghilangkan anggapan tersebut dengan memperkenalkan OnagoFly. Deskripsinya simpel, OnagoFly ialah drone sebesar telapak tangan, dibekali kapabilitas mutakhir serta fitur pintar. Layaknya UAV videography, ranah foto serta video merupakan spesialisasinya.

OnagoFly 03

Walaupun wujudnya kecil, OnagoFly sanggup mengejutkan Anda, dan developer yakin kreasi mereka bisa merevolusi pasar. Drone mempunyai ukuran 125x125x46-milimeter dan berat 140 gram. Ia memanfaatkan struktur quad-copter, ditenagai motor BLDC dan baterai 1000mAh. OnagoFly dapat disimpan dalam tas, dan tidak memerlukan platform peluncuran khusus – lepas landas dan mendarat bisa dilakukan menggunakan telapak tangan Anda.

Pengembang menanamkan kamera beresolusi tinggi garapan Sony, ‘setara’ iPhone 6S, dengan sensor 15-Mp dan kemampuan rekam video HD serta full-HD di 30fps. OnagoFly diklaim sebagai nano drone pertama yang sanggup melacak keberadaan pengguna berdasarkan lokasi perangkat bergerak. Ia juga mampu menghindari penghalang (misalnya tembok atau pohon) berkat teknologi inframerah build-in.

OnagoFly 01

Sebagai sistem kendali, developer menyediakan aplikasi companion khusus yang dikombinasikan bersama UI intuitif. Begitu sederhananya, proses kontrol dibilang semudah bermain game Need For Speed, melalui mode Tilt Control. Mode ini memadukan sensitivitas dan tingkat presisi tinggi sehingga pengendalian OnagoFly terasa alami. Tak mau repot? Tinggal aktifkan auto-follow, dan nano drone akan mengikuti dan merekam aksi Anda selama 12 menit.

OnagoFly turut ditopang smile recognition: menjepret foto saat mendeteksi senyuman. Dan seandainya kampanye penggalangan dana berjalan lancar, developer berniat untuk membubuhkan fitur boardcast live stream P2P. Ia tidak memiliki gimbal, tim OnagoFly menggunakan metode elektronik buat mengurangi getaran. File disimpan dalam format JPG serta MOV, dan kapasitas dapat diperluas hingga 32GB dengan durasi video maksimal 280 menit. App kompatibel ke device iOS (minimal 6.0) dan Android (setidaknya 4.0).

Nano drone OnagoFly dapat Anda pesan sekarang di Indie Gogo. Terlepas dari segala kecanggihannya, harga ONAGOfly tergolong murah, hanya US$ 200 khusus bagi para backer.