Jumlah Pengguna EGS Tembus 160 Juta Orang, Pemasukan Brawl Stars Capai US$1 Miliar

Ada beberapa berita menarik di dunia game pada minggu lalu. Salah satunya, Epic Games mengumumkan bahwa jumlah pengguna EGS (Epic Games Store) pada 2020 telah menembus 160 juta orang. Minggu lalu, Tencent juga menanamkan investasi di studio game Prancis, Dontnod. Sementara itu, Amazon dikabarkan menghabiskan hampir US$500 juta untuk mengoperasikan divisi gaming mereka.

2020, Jumlah Pengguna EGS Capai 160 Juta Orang

Pada 2020, jumlah pengguna EGS mencapai 160 juta orang. Memang, saat ini, Steam masih menjadi toko digital nomor satu untuk game PC, dengan jumlah pengguna aktif bulanan mencapai 120 juta orang. Namun, Epic Games Store juga cukup sukses berkat Fortnite dan sejumlah game eksklusif yang hanya ada di platform tersebut, sepreti Hitman 3.

Selain itu, Epic juga mencoba untuk memenangkan hati developer dengan memungut komisi lebih kecil. Epic hanya meminta potongan 12% dari pemasukan kreator game, sementara Valve mengambil 30%. Strategi lain Epic untuk mempopulerkan EGS adalah dengan menawarkan berbagai game gratis. Bulan lalu, Epic menawarkan Star Wars: Battlefront II  gratis di EGS, yang menarik 19 juta orang, menurut laporan VentureBeat.

Pemasukan Brawl Stars Tembus US$1 Miliar

Total pemasukan Brawl Stars sejak ia diluncurkan pada 2018 telah menembus US$1 miliar, menurut data dari Sensor Tower. Brawl Stars menjadi game keempat buatan Supercells yang berhasil mendapatkan pencapaian ini, mengikuti jejak Clash of Clans, Clash Royale, dan Hay Day.

Menurut laporan Games Industry, Clash of Clans tetap menjadi game Supercells dengan pemasukan terbesar. Pada 2020, pemasukan game itu mencapai US$581 juta. Dengan pemasukan US$526 juta, Brawl Stars menjadi game Supercells dengan pemasukan terbesar kedua pada 2020.

Brawl Stars menjadi game keempat dari Supercells yang memiliki pemasukan lebih dari US$1 miliar.
Brawl Stars menjadi game keempat dari Supercells yang memiliki pemasukan lebih dari US$1 miliar.

Versi beta dari Brawl Stars dirilis pada 2017. Game itu diluncurkan secara global pada 2018. Namun, Supercells baru meluncurkan Brawl Stars di Tiongkok pada Juni 2020. Setelah diluncurkan di Tiongkok, pemasukan bulanan Brawl Stars sempat mencapai US$89,4 juta, naik 90% dari bulan sebelumnya. Secara keseluruhan, Tiongkok menjadi pasar Brawl Stars terbesar ketiga setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan.

Divisi Gaming Amazon Dikabarkan Habiskan Hampir US$500 Juta per Tahun

Amazon, perusahaan e-commerce asal Amerika Serikat, menghabiskan hampir US$500 juta untuk mengoperasikan divisi gaming mereka, menurut laporan Bloomberg. Dana ini tidak termasuk biaya untuk Twitch, platform streaming game yang Amazon beli pada 2014. Sejak membuat divisi gaming, Amazon telah menarik beberapa veteran game, seperti Kim Swift, designer Portal dan Clint Hocking, director dari Far Cry 2. Namun, keduanya telah memutuskan keluar dari Amazon.

Walau Amazon menghabiskan ratusan juta untuk divisi gaming mereka, mereka justru telah membatalkan sejumlah game mereka, seperti Breakaway dan Crucible. Mereka juga menunda peluncuran game MMORPG New World, lapor Games Industry. Memang, divisi gaming Amazon dikabarkan menghadapi berbagai masalah, mulai dari ketiadaan bonus, masalah dengan engine Lumberyard mereka, sampai budaya kantor yang tidak ramah untuk pekerja perempuan.

Tencent Jadi Pemegang Saham Minoritas di Dontnod

Minggu lalu, Dontnod, studio asal Prancis di balik game Life is Strange dan Tell Me Why, mengumumkan bahwa mereka berhasil mendapatkan kucuran dana sebesar €40 juta. Tencent memberikan kontribusi sebesar €30 juta. Dengan ini, Tencent menjadi pemegang saham minoritas di Dontnod. Selain itu, Tencent juga bisa menunjuk satu orang untuk duduk di kursi dewan direktur Dontnod, menurut laporan GamesIndustry. Dontnod menyebutkan, mereka akan menggunakan dana ini untuk dapat merilis game mereka sendiri.

Rockstar Games dan GTA: Sejarah Singkat dan Keunikannya

Setiap developer game biasanya memiliki keahlian masing-masing. Misalnya, Riot Games sukses dengan League of Legends, sebuah MOBA. Karena itu, untuk membuat Ruined King, yang bergenre RPG, mereka menggandeng developer lain. Sebaliknya, Obsidian dikenal berkat game-game single-player mereka, seperti The Outer World dan Pillars of Eternity. Menariknya, Rockstar Games berhasil membuat game single-player dan multiplayer yang populer dengan Grand Theft Auto V .

 

Sejarah Rockstar Games

Rockstar Games didirikan pada Desember 1998 sebagai bagian dari Take-Two Interactive. Untuk mendirikan Rockstar, Take-Two menggunakan aset dari BMG Interactive, yang mereka akuisisi pada Maret 1998. Melalui akuisisi ini, Take-two mendapatkan dua intellectual property dari BMG, yaitu Grand Theft Auto dan Space Station Silicon Valley.

Setelah akuisisi BMG oleh Take-Two, tiga eksekutif BMG pindah ke New York untuk bekerja di bawah Take-Two. Ketiga orang itu adalah Jamie King dan bersaudara Houser: Sam dan Dan. Terry Donnovan, yang sempat bekerja di bawah perusahaan label rekaman BMG Entertainment, juga mengikuti jejak ketiganya. Keempat pria ini dianggap sebagai co-founders dari Rockstar.

DMA Design merupakan developer dari GTA pertama.
DMA Design merupakan developer dari GTA pertama.| Sumber: YouTube

Selain BMG Interactive, Take-Two juga membeli DMA Design, developer dari Grand Theft Auto, pada September 1999. DMA Design didirikan pada 1987 oleh David Jones. Pada awal berdirinya, DMA mendapatkan dukungan dari publisher Psygnosis. Ketika itu, fokus DMA adalah membuat game untuk tiga PC, yaitu Amiga, Commodore 64, dan Atari ST.

DMA Design berhasil membuat sejumlah game populer, seperti Menace dan Blood Money. Pada 1991, mereka meluncurkan Lemmings, game puzzle-platformer yang menjadi hit di pasar internasional. Menurut laporan Opium Pulses, Lemmings terjual sebanyak 15 juta unit. Tak hanya itu, dalam periode 1991-2000, Lemmings mendapatkan 5 sekuel dan 2 expansion. Kesuksesan DMA dengan Lemmings memungkinkan mereka untuk membuat game yang lebih ambisius. Salah satunya adalah Grand Theft Auto.

Grand Theft Auto pertama diluncurkan pada Oktober 1997. Tak lama setelah itu, DMA Design dibeli oleh Gremlin Interactive seharga GBP4,2 juta. Di bawah Gremlin, DMA merilis beberapa game baru, seperti Body Harvest, Space Station Silicon Valley, Tanktics, dan Wild Metal Country. Namun, Gremlin kemudian diakuisisi oleh Infogrames seharga GBP24 juta dan aset dari DMA Design dijual ke Take-Two Interactive.

Pada 1999, Take-Two mengakuisisi DMA Design. Ketika itu, mereka tengah mengembangkan GTA3D dan Grand Theft Auto: Crime World. Meski pengembangan Crime World akhirnya tidak dilanjutkan, DMA tetap membuat GTA3D, yang namanya kemudian diubah menjadi Grand Theft Auto III. Pada Oktober 2001, GTA III diluncurkan untuk PlayStation 2. Beberapa bulan setelah itu, pada Maret 2002, DMA Design diintegrasi dengan Rockstar Games. Nama studio itu pun diubah menjadi Rockstar North per Mei 2002.

 

Sekilas tentang GTA

Setelah beroperasi selama lebih dari dua dekade, Rockstar Games memiliki beberapa franchise populer, seperti Red Dead, Max Payne, dan Manhunt. Namun, tak bisa dipungkiri, Grand Theft Auto adalah franchise mereka yang paling populer.

Grand Theft Auto pertama mulai dikembangkan pada April 1995. Ketika itu, game tersebut memiliki judul Race’n’Chase. Memang, pada awalnya, GTA dibuat dengan konsep game racing multiplayer yang memungkinkan pemainnya untuk saling menabrakkan mobil mereka dengan satu sama lain. Namun, konsep dari game itu lalu berubah menjadi action adventure.

Konsep awal GTA adalah multiplayer racing. | Sumber: GameSpot
Konsep awal GTA adalah multiplayer racing. | Sumber: GameSpot

David Jones, pendiri DMA Design yang juga merupakan Producer dari GTA, mengungkap, Pac-Man merupakan salah satu game yang menginspirasi GTA. Anda mungkin bertanya-tanya bagaimana Pac-Man bisa menjadi inspirasi untuk GTA? Dalam Pac-Man, Anda harus memakan semua titik yang ada dan menghindari para Ghosts. Sementara di GTA, Anda bisa menabrak pejalan kaki dengan mobil, walau hal itu berarti Anda harus siap dikejar polisi.

Selain Pac-Man, game lain yang menginspirasi GTA adalah Elite, ungkap Gary Penn, yang ketika itu menjabat sebagai Creative Director dari DMA. Elite, yang diluncurkan pada 1984, merupakan game tentang space trading dan combat simulation. Pada masanya, game ini dianggap sebagai game revolusioner karena menggunakan grafik 3D dan sistem open-world.

Pengembangan Grand Theft Auto sendiri tidak berjalan mulus. Berulang kali, game tersebut hendak dibatalkan. Namun, para developer di DMA bersikukuh untuk menyelesaikan game itu.

 

Kontroversi Terkait GTA

Grand Theft Auto memang merupakan franchise terpopuler milik Rockstar Games. Sejauh ini, terdapat tujuh game GTA, empat game spin-off, dan empat expansion. Grand Theft Auto V, yang diluncurkan pada 2013, telah terjual sebanyak 135 juta unit. Dengan begitu, GTA V menjadi game dengan angka penjualan terbesar kedua di dunia. Dengan penghasilan total mencapai US$60 miliar, GTA V juga menjadi salah satu game paling menguntungkan.

Meskipun begitu, tak bisa dipungkiri bahwa game-game GTA juga menuai kritik dan kontroversi. Kekerasan eksplisit merupakan salah satu alasan mengapa Grand Theft Auto mendapatkan kritik. Misalnya, pada GTA III, para pemain bisa menyewa Pekerja Seks Komersil (PSK) dan membunuhnya sehingga dia tidak perlu membayar. Alasan lain mengapa GTA sering mendapatkan protes adalah keberadaan konten seksual. Minigame Hot Coffee dalam GTA: San Andreas menjadi salah satu kontroversi terbesar yang melibatkan GTA. Pasalnya, minigame itu menampilkan adegan seks antara sang tokoh utama dengan kekasihnya.

GTA: San Andreas
GTA: San Andreas

Rockstar sebenarnya telah menonaktifkan minigame itu sebelum mereka merilis San Andreas. Namun, seperti yang disebutkan oleh Screen Rant, hal ini tidak menghentikan para modders untuk mengaktifkan kode dari Hot Coffee agar mereka bisa mengakses konten minigame tersebut. Pada akhirnya, Rockstar memutuskan untuk menghapus kode dari Hot Coffee dari San Andreas sehingga konten itu tak lagi bisa diakses.

Selain kekerasan dan konten seksual, Rockstar juga mendapatkan protes karena tak segan memasukkan konten sensitif terkait politik, khususnya bagi warga Amerika Serikat. Contohnya, dalam GTA: Vice City, terdapat dialog yang menyerukan dukungan untuk membunuh imigran asal Haiti. Hal ini mendapatkan protes dari komunitas Haiti-Amerika.

 

Single-Player vs Multiplayer

Pada 2013, salah satu topik hangat yang dibicarakan di industri game adalah apakah game single-player masih diminati di tengah maraknya game-game online. Menariknya, ketika itu, Rockstar meluncurkan Grand Theft Auto V, yang fokus pada elemen single-player, dan juga GTA Online, yang masih menjadi bagian dari GTA V dan merupakan game multiplayer. Ketika itu, pada Polygon, Dan Houser, salah satu pendiri Rockstar, mengaku bahwa dia percaya, game single-player masih diminati banyak orang.

“Saya rasa, game multiplayer yang dieksekusi dengan baik memang menarik minat banyak orang, tapi audiens dari game multiplayer tidak akan sebanyak game single-player,” kata Houser, seperti dikutip dari Polygon. “Game multiplayer belum dapat melakukan hal itu sekarang.” Houser mengungkap, kebanyakan game online, seperti Call of Duty, tetap punya elemen single-player, walau tentu saja, tetap ada beberapa game online yang menjadi pengecualian, seperti World of Warcraft.

“Bahkan pemain Call of Duty sekalipun tidak selalu bermain mode multiplayer,” ujar Houser. “Masih ada banyak gamer yang suka memainkan game adventure single-player. Dan saya rasa, game-game seperti itulah yang kami buat. Game-game action adventure kami punya mekanisme dan komponen petualangan yang kuat. Memang, game kami bukan RPG. Namun, perbedaan antara game action adventure buatan kami dengan RPG semakin tipis.”

Lebih lanjut, dia berkata, “Saya rasa, game single-player tetap punya masalah sendiri. Namun, game adventure single-player tetap bisa menjual jika ia memang berkualitas. Sama seperti game multiplayer yang bisa menjadi populer jika ia memang menarik.”

Kontras Strategi Bisnis Tencent dan Microsoft

Tencent dan Microsoft tetap aktif dan malah agresif dalam melakukan akuisisi atau menanamkan modal di perusahaan-perusahaan game meski di kondisi pandemi. Keduanya sama-sama raksasa namun, jika Tencent raksasa dari timur, Microsoft adalah raksasa dari barat. Menariknya lagi, kedua perusahaan raksasa itu memiliki strategi yang jauh berbeda.

 

Investasi Tencent Sepanjang 2020

Tencent merupakan investor yang agresif. Hal ini sudah menjadi rahasia umum. Di tengah pandemi sekalipun, Tencent tidak berhenti berinvestasi. Pada 2020, Tencent ikut serta dalam 170 ronde pendanaan, menurut database milik startup Tiongkok, ITJuzi. Secara total, Tencent telah berinvestasi di 800 perusahaan. Lebih dari 70 perusahaan yang dimodali oleh Tencent telah menjadi perusahaan publik dan lebih dari 160 perusahaan memiliki valuasi melewati US$100 juta, menurut laporan TechCrunch.

Sebagai konglomerasi, Tencent memiliki bisnis di berbagai bidang, termasuk game. Di dunia game, Tencent berhasil menjadi publisher game terbesar di dunia dengan mengakuisisi atau membeli saham dari perusahaan-perusahaan game besar. Dua perusahaan yang masuk dalam portofolio investasi Tencent antara lain Riot Games, developer League of Legends dan Epic Games, developer Fortnite.

Sepanjang 2020, Tencent telah menanamkan investasi di 31 perusahaan game. Sebagian besar investasi ini melibatkan perusahaan Tiongkok. Berdasarkan data Niko Partners, 23 dari 31 perusahaan game yang mendapatkan kucuran dana dari Tencent merupakan perusahaan Tiongkok. Meskipun begitu, Tencent juga mendukung sejumlah perusahaan game dari Barat, seperti Roblox.

Daftar investasi Tencent sepanjang 2020. | Sumber: Niko Partners
Daftar investasi Tencent sepanjang 2020. | Sumber: Niko Partners

Seperti yang bisa Anda lihat pada tabel di atas, jenis investasi yang Tencent lakukan sepanjang tahun 2020 beragam, mulai dari akuisisi, merger, sampai pembelian saham, baik saham minoritas maupun mayoritas. Selain itu, mereka juga ikut dalam beberapa ronde pendanaan yang diadakan oleh sejumlah perusahaan game. Jumlah transaksi di dunia game yang Tencent lakukan pada 2020 naik hingga 3 kali lipat jika dibandingkan dengan total investasi yang mereka buat pada 2019 dan naik 4 kali lipat jika dibandingkan dengan jumlah transaksi mereka pada 2017.

Besar uang yang Tencent keluarkan untuk setiap transaksi pada 2020 juga beragam. Misalnya, mereka mengeluarkan lebih dari US$70 ribu untuk mendapatkan 31,25% saham FanPass. Sementara untuk mendorong merger antara dua platform streaming game terbesar di Tiongkok, Huya dan DouYu, Tencent rela menanamkan investasi lagi sebesar US$810 juta di Huya. Transaksi terbesar Tencent pada 2020 adalah ketika mereka membeli Leyou Technology seharga US$1,5 miliar.

“Soal Merger & Acquisition (M&A), Tencent cenderung konservatif. Biasanya, mereka menanamkan modal di perusahaan-perusahaan game yang sudah terbukti sukses atau berhasil merilis game populer,” kata Niko Partners dalam laporan mereka. “Sementara pada 2020, mereka lebih proaktif dalam menanamkan investasi di segmen gaming.”

Memang, dari portofolio investasi Tencent, terlihat bahwa mereka punya kecenderungan untuk membeli saham dari perusahaan-perusahaan game besar, seperti Riot Games. Namun, pada 2020, mereka mulai menunjukkan ketertarikan untuk memberikan modal pada perusahaan game yang lebih kecil. Mereka juga mulai menanamkan investasi ketika perusahaan masih muda. Walau dikenal dengan game-game mobile seperti PUBG Mobile dan Arena of Valor, Tencent juga mulai memberikan modal untuk perusahaan-perusahaan yang berpengalaman dalam membuat game untuk konsol dan PC.

PUBG Mobile jadi salah satu game populer dari Tencent.
PUBG Mobile jadi salah satu game populer dari Tencent.

Menurut Niko Partners, salah satu alasan mengapa Tencent mengubah strategi investasi mereka adalah karena semakin ketatnya persaingan di industri game Tiongkok. Pasalnya, para saingan Tencent — seperti ByteDance dan Alibaba — juga mulai semakin memerhatikan industri game. Pada awal 2020, ByteDance, pemilik TikTok, dikabarkan akan membuat divisi gaming yang akan fokus untuk membuat game bagi para gamer hardcore, lapor GamesIndustry.

Hal lain yang mendorong Tencent untuk mengubah strategi investasi mereka adalah kesuksesan MiHoYo dengan Genshin Impact dan Lilith Games dengan AFK Arena. Kedua game itu menawarkan sesuatu yang sama sekali berbeda dari game-game Tencent. Meskipun begitu, Niko menyebutkan, posisi Tencent sebagai perusahaan game nomor satu tidak akan tergantikan dalam waktu dekat. Hanya saja, mereka tidak boleh lengah jika mereka ingin agar game-game mereka tetap menjadi game favorit di kalangan gamer.

 

Microsoft Akuisisi Zenimax

Tencent bukan satu-satunya perusahaan yang aktif berinvestasi pada 2020. Microsoft juga masih melakukan akuisisi di tengah pandemi. Hanya saja, strategi Microsoft bertolak belakang dengan strategi Tencent. Jika Tencent lebih memilih untuk menyebar modal di puluhan perusahaan game, Microsoft justru fokus pada satu transaksi, yaitu akuisisi ZeniMax Media. Untuk itu, mereka bahkan rela mengeluarkan US$7,5 miliar.

ZeniMax dikenal sebagai perusahaan induk dari Bethesda. Namun, mereka juga membawahi sejumlah game studio lain, yaitu:

  • Alpha Dog – Wraithborne, Montrocity: Rampage
  • Arkane Studios – Dishonored, Prey, Deathloop
  • Bethesda Game Studio – The Elder Scrolls, Fallout, Starfield
  • id Software – Doom, Quake, Rage
  • MachineGames – Wolfenstein
  • Rondhouse Studios
  • Tango Gameworks – The Evil Within, Ghostwire: Tokyo
  • ZeniMax Online Studios – The Elder Scrolls Online, Fallout 76

“Dengan mengakuisisi Bethesda, kami menggandakan kapasitas kami untuk membuat konten gaming,” kata CEO Microsoft, Satya Nadella, seperti dikutip dari Bloomberg. Pertanyaannya, bagaimana akuisisi ZeniMax akan memengaruhi strategi tim Xbox?

Microsoft bakal memasukkan game-game Bethesda ke Xbox Game Pass.
Microsoft bakal memasukkan game-game Bethesda ke Xbox Game Pass.

Seperti yang disebutkan oleh The Verge, game eksklusif menjadi salah satu taktik Sony untuk mendorong penjualan PlayStation. Mereka mengakuisisi developer mumpuni untuk membuat game berbasis franchise, seperti Spider-Man dan Horizon Zero Dawn. Selain itu, mereka juga menjalin hubungan baik dengan perusahaan-perusahaan game Jepang, seperti From Software dan Square Enix. Dengan begitu, mereka bisa menjamin bahwa game-game buatan developer itu — seperti Final Fantasy atau Demon’s Souls — akan diluncurkan untuk PlayStation terlebih dulu.

Namun, sejak meluncurkan Xbox Game Pass pada 2017, Microsoft tampaknya tak lagi terlalu tertarik untuk merilis game eksklusif di Xbox. Pasalnya, game-game yang masuk dalam katalog Xbox Game Pass bisa dimainkan melalui PC berbasis Windows atau bahkan Android melalui xCloud. Dengan mengakuisisi ZeniMax, Microsoft akan bisa memasukkan game-game buatan Bethesda dan studio-studio lain di bawah ZeniMax.

“Bethesda mengambil langkah berani ketika mereka merilis seri The Elder Scrolls untuk Xbox pertama. Tak hanya itu, mereka juga mendukung Xbox Game Pass sejak awal peluncurannya. Dengan begitu, game-game mereka bisa dimainkan oleh banyak orang di berbagai perangkat. Mereka juga sangat memerhatikan teknologi gaming baru, seperti cloud streaming,” kata Xbox Head, Phil Spencer. Lebih lanjut dia menyebutkan, mereka akan memasukkan game-game legendaris Bethesda ke Xbox Game Pass untuk konsol dan PC.

Valve Punya Game Baru, Resident Evil Village Bakal Rilis Mei 2021

Dalam satu pekan lalu, muncul beberapa kabar di dunia game. Capcom mengumumkan tanggal peluncuran dari Resident Evil Village, sementara Gabe Newell mengungkap bahwa Valve tengah mengembangkan beberapa game baru. Dari sisi bisnis, Tencent membeli saham dari Klei Entertainment dan Vicarious Visions kini menjadi bagian dari divisi Blizzard Entertainment.

Tencent Jadi Pemegang Saham Mayoritas dari Developer Don’t Starve

Tencent menjadi pemegang saham mayoritas dari Klei Entertainment, developer dari Don’t Starve, Oxygen Not Included, dan Griftlands. Hal ini diumumkan oleh Jamie Cheng, pendiri Klei, dalam sebuah forum. Cheng mengatakan, Klei akan tetap beroperasi mandiri, tanpa campur tangan Tencent. Mereka tidak hanya tetap mempekerjakan para staf mereka, tapi mereka juga akan fokus pada proyek-proyek yang sedang mereka kembangkan.

“Klei telah berdiri selama sekitar 15 tahun dan selama itu, kami telah membuat berbagai perubahan untuk menyesuaikan diri dengan industri game,” kata Cheng, seperti dikutip dari Games Industry. “Harapan saya tetap sama, yaitu memungkinkan para pekerja kami untuk bekerja dengan kreatif, belajar, dan menikmati kehidupan di luar pekerjaan mereka tanpa harus khawatir akan keuangan perusahaan. Hal ini tetap tidak berubah.”

Resident Evil Village Bakal Rilis Mei 2021

Minggu lalu, Capcom mengumumkan bahwa Resident Evil Village akan dirilis pada 7 Mei 2021. Game horror itu akan tersedia untuk PlayStation 4, PlayStation 5, Xbox One, Xbox Series X, dan PC, lapor The Verge. Capcom mengatakan, Village sudah mendukung Smart Delivery untuk Xbox Series X|S dan Xbox One. Tak hanya itu, pemilik PS4 yang membeli game itu juga bisa melakukan upgrade ke versi digital untuk PS5. Selain mengumumkan tanggal peluncuran Village, Capcom juga merilis trailer baru dari game itu.

Vicarious Visions Digabung dengan Blizzard

Activision Blizzard memindahkan studio Vicarious Visions dari divisi Activision ke bagian Blizzard. Hal itu berarti, ke depan, 200 orang yang menjadi tim Vicarious Visions akan bekerja di bawah manajemen Blizzard Entertainment. Mereka tidak lagi menjadi tim developer utama dan akan fokus untuk membantu Blizzard menyelesaikan game yang menjadi proyek mereka.

“Setelah berkolaborasi dengan Vicarious Visions untuk beberapa waktu, Blizzard sadar bahwa kami dapat memberikan dukungan jangka panjang pada mereka,” kata juru bicara Vicarious Visions pada Games Industry. Sayangnya, mereka tidak menjelaskan proyek apa yang tengah mereka kerjakan bersama Blizzard.

Gabe Newell Ungkap Valve Punya Beberapa Game yang Bakal Dirilis

Dalam wawancara dengan 1 News, Bos Valve, Gabe Newell mengatakan, Valve sedang mengembangkan beberapa game baru. Setelah Half-Life: Alyx diluncurkan, Newell pergi ke Selandia baru untuk berlibur. Dia memutuskan untuk tetap tinggal di sana setelah pandemi virus corona merebak.

Half-Life: Alyx. | Sumber: IGN
Half-Life: Alyx. | Sumber: IGN

“Kami punya beberapa game yang sedang kami kembangkan, yang akan kami umumkan di masa depan,” kata Newell, menurut laporan IGN. Sebelum ini, Valve telah mengembangkan banyak game. Namun, pada akhirnya, juga ada banyak game yang Valve tidak luncurkan, termasuk sejumlah versi dari Half-Life 3. Newell juga membahas tentang proses pengembangan Half-Life: Alyx dan keputusan Valve untuk fokus pada game single-player.

Resident Evil Village Siap Dirilis 7 Mei 2021, Tonton Demonstrasi Gameplay-nya

Tahun 2021 ini Capcom bakal merayakan hari jadi franchise Resident Evil yang ke-25, dan seperti yang kita tahu, mereka sudah menyiapkan game baru sebagai wujud selebrasinya, yaitu Resident Evil Village, yang akan dirilis secara resmi pada tanggal 7 Mei 2021 mendatang.

Menariknya, ada sedikit perubahan terkait perilisan Resident Evil Village. Awalnya Capcom hanya berniat merilis game ini di PC dan console next-gen (PlayStation 5 dan Xbox Series X/S) saja, akan tetapi Capcom diam-diam rupanya juga telah menggodok versi untuk console current-gen, yang dijadwalkan tersedia di hari yang sama, sekaligus yang dapat di-upgrade ke versi next-gen secara cuma-cuma.

Buat yang belum punya gambaran semencekam apa suasana yang ditawarkan Resident Evil Village, Anda bisa menonton trailer ketiganya di bawah ini, yang menurut saya adalah yang paling seram dibanding dua trailer lainnya.

Bersamaan dengan trailer baru tersebut, Capcom juga tidak lupa untuk mendemonstrasikan gameplay Resident Evil Village walau secara singkat. Melanjutkan seri sebelumnya, yakni Resident Evil 7: Biohazard, pemain bakal kembali menjalankan tokoh protagonis Ethan Winters di Resident Evil Village, dan permainan pun kembali disajikan dalam perspektif orang pertama.

Lagi-lagi pemain tak hanya akan diuji akurasi bidikannya, tapi juga ketangkasannya dalam menangkis serangan-serangan musuh. Ini penting mengingat Anda akan berjumpa dengan musuh yang lebih bervariasi di Resident Evil Village. Tentu saja menghindar masih merupakan taktik yang paling jitu, karena di sini Anda juga bakal berhadapan dengan monster raksasa yang membawa palu sebesar mobil.

Elemen gameplay lain yang tak kalah menarik adalah sistem inventory berbasis grid yang dipinjam dari Resident Evil 4. Bedanya, kali ini Capcom juga menambahkan sistem crafting, sehingga pemain bisa membuat obat-obatan maupun peluru sendiri. Selama perjalanannya, Ethan juga akan beberapa kali berjumpa dengan seorang pedagang senjata bernama The Duke.

Silakan simak sendiri demonstrasi gameplay-nya di bawah ini, yang dimulai di menit 34:44.

Khusus bagi pengguna PlayStation 5, Anda juga bisa mengunduh versi demo Resident Evil Village yang berjudul Maiden secara gratis. Versi demo ini memang tidak melibatkan sesi combat sama sekali, akan tetapi ia punya jalan ceritanya sendiri, sekaligus dapat memberikan gambaran yang lebih jelas lagi terkait gaya visual dan audio yang ditawarkan Resident Evil Village nantinya.

Lalu buat yang belum sempat memainkan Resident Evil 7, Capcom juga menawarkan bundel lengkap Resident Evil 7 dan Resident Evil Village, sehingga Anda bisa memainkan dan menamatkannya terlebih dulu selagi menanti kedatangan Resident Evil Village.

Namun rupanya Capcom masih belum puas dengan semua itu. Video di atas adalah trailer dari RE:Verse, mode multiplayer yang akan ditawarkan secara cuma-cuma bagi konsumen yang membeli Resident Evil Village. Di RE:Verse, Anda dapat bertarung melawan lima pemain lainnya dalam mode deathmatch menggunakan karakter-karakter populer dari franchise Resident Evil.

Lucunya, RE:Verse disuguhkan dalam perspektif orang ketiga. Ini dikarenakan setiap kali karakter Anda mati, ia bakal berubah menjadi monster untuk membalaskan dendamnya. Buat yang penasaran, Anda bisa mendaftarkan diri untuk berpartisipasi dalam tahap closed beta, yang dijadwalkan berlangsung mulai 27 Januari mendatang.

Sumber: PC Gamer.

Total Nilai Investasi di Industri Game Tembus US$33,6 Miliar di 2020

Melihat industri game yang justru tumbuh selama pandemi, tidak heran jika para investor tetap tertarik untuk menanamkan modal di perusahaan-perusahaan game. Menurut laporan InvestGame, sepanjang 2020, ada 665 investasi dan perjanjian Merger & Acquisition sepanjang 2020. Sementara total nilai investasi pada tahun lalu mencapai US$33,6 miliar.

 

Investasi untuk Perusahaan-Perusahaan Game

Sepanjang 2020, developer dan publisher game menerima 107 pendanaan tahap awal alias early-stage funding dari venture capital. Secara total, nilai dari semua pendanaan itu mencapai US$426 juta. Sekitar 70% dari total ronde pendanaan merupakan investasi ronde pre-seed dan seed. Sementara 42 dari total investasi ditujukan untuk perusahaan yang bergerak di segmen mobile game, dengan total nilai investasi mencapai US$123 juta.

Berdasarkan laporan InvestGame, kebanyakan startup game yang menerima pendanaan tahap awal pada tahun lalu berasal dari Amerika Serikat. Sebanyak 40 ronde investasi — dengan total nilai sebesar US$154 juta — ditujukan untuk perusahaan game yang bermarkas di AS. Sementara itu, di Jepang, hanya ada lima pendanaan yang diberikan pada startup lokal. Meskipun begitu, total nilai investasi di Negara Sakura itu mencapai US$110 juta atau sekitar 26% dari total investasi sepanjang 2020.

Investasi privat di dunia game selama 2020. | Sumber: InvestGame
Investasi privat di dunia game selama 2020. | Sumber: InvestGame

Selain investasi tahap awal, InvestGame juga melacak data tentang Investasi tahap akhir di industri game. Secara total, ada 48 pendanaan tahap akhir yang terjadi pada 2020, dengan total nilai investasi mencapai US$2,9 miliar. Hanya saja, investasi tahap akhir di industri game sempat mengalami penurunan pada Q2 2020. Namun, pada Q3 2020, ada beberapa pendanaan besar yang membuat total nilai investasi sepanjang 2020 meroket. Salah satunya adalah investasi sebesar US$1,78 miliar yang diterima oleh Epic Games, developer dan publisher dari Fortnite. Selain Epic Games, Roblox juga mendapatkan investasi dengan nilai yang cukup besar. Dalam ronde pendanaan Seri G, Roblox berhasil mengumpulkan US$150 juta.

Sepanjang enam bulan pertama dari 2020, terdapat 59 transaksi Merger & Acquisitions (M&A) dengan total nilai sebesar US$3,5 miliar. Sementara pada semester kedua tahun 2020, terdapat dua transaksi M&A besar yang terjadi. Pertama, Zynga Inc. menghabiskan US$2 miliar untuk mengakuisisi developer mobile game kasual asal Istanbul. Kedua, akuisisi Leyou Technologies oleh Tencent. Untuk mengakuisisi developer game PC dan konsol asal Hong Kong itu, Tencent rela mengeluarkan dana sebesar US$1,4 miliar. Berkat akuisisi Tencent dan Zynga, total valuasi transaksi M&A sepanjang semester kedua 2020 naik hingga 100% jika dibandingkan dengan semester pertama.

Grafik transaksi M&A di dunia game selama 2020. | Sumber: InvestGame
Grafik transaksi M&A di dunia game selama 2020. | Sumber: InvestGame

Fakta bahwa industri game tetap tumbuh di tengah pandemi membuat para investor tak keberatan untuk menanamkan modal di perusahaan-perusahaan game pada 2020. Faktanya, pada tahun lalu, terdapat 11 perusahaan game yang berhasil melakukan penawaran saham perdana (IPO), dengan total nilai investasi mencapai US$900 juta.

Selain itu, pada tahun lalu, NetEase juga berhasil mendapatkan US$2,7 miliar dengan melakukan Secondary Public Offering (SPO). Menurut Investopedia, SPO adalah penjualan saham yang dilakukan oleh perusahaan yang telah melakukan IPO. Sementara Activsion Blizzard dapat mengumpulkan US$2 miliar dengan melakukan Senior Notes Offering.

Beberapa tahun belakangan, memang semakin banyak venture capital yang tertarik untuk menanamkan modal di perusahaan-perusahaan game. Pada 2020, terdapat beberapa venture capital yang tampil menonjol. Salah satunya adalah BITKRAFT. Perusahaan venture capital ini ikut dalam setidaknya 50% ronde pendanaan di dunia gaming, menjadikan mereka sebagai venture capital paling aktif pada 2020. Soal menanamkan investasi di perusahaan game, Galaxy Interactive menjadi venture capital paling aktif nomor dua setelah BITKRAFT. Posisi ketiga diisi oleh Andreessen Horowitz, yang meimpin pendanaan Seri G untuk Roblox.

 

Investasi di Dunia Esports

Pandemi menjadi berkah di balik musibah untuk para pelaku industri game. Namun, bagi pelaku industri esports, pandemi merupakan pedang bermata dua. Memang, viewership turnamen esports pada 2020 naik, tapi sejumlah kompetisi esports harus ditunda atau dibatalkan. Meskipun begitu, para venture capital tetap tertarik untuk ikut dalam pendanaan tahap awal untuk pelaku industri esports.

Secara total, ada 59 investasi tahap awal pada 2020, dengan jumlah dana investasi mencapai US$152 juta. Tahun lalu, salah satu investasi di dunia esports yang menarik perhatian banyak orang adalah ronde pendanaan Seri A untuk Guild Esports. Ketika itu, organisasi esports yang dimiliki oleh David Beckham tersebut mendapatkan investasi sebesar US$25,7 juta.

Alasan investor menanamkan modal di perusahaan esports. | Sumber: InvestGame
Alasan investor menanamkan modal di perusahaan esports. | Sumber: InvestGame

Sementara itu, terdapat 24 ronde pendanaan tahap akhir di industri esports sepanjang 2020. Jika dibandingkan dengan jumlah ronde pendanaan tahap awal, jumlah investasi tahap akhir memang lebih sedikit. Namun, dari segi valuasi, total nilai investasi tahap akhir jauh lebih besar, mencapai US$669 juta. Salah satu investasi yang ramai diberitakan pada tahun lalu adalah pendanaan Seri B yang didapatkan oleh VSPN. Perusahaan esports asal Tiongkok itu mendapatkan US$100 juta dalam ronde investasi yang dipimpin oleh Tencent.

Sepanjang 2020, para pelaku esports juga masih cukup aktif dalam melakukan Merger & Acquisition (M&A). Buktinya, ada sekitar 37 transaksi M&A pada tahun lalu. Total nilai transaksi merger dan akuisisi selama satu tahun terakhir mencapai US$500 juta. Menurut analisa InvestGame, salah satu alasan utama perusahaan yang bergerak di bidang esports melakukan M&A adalah untuk menjadi pemegang saham mayoritas dan menguasai perusahaan yang mereka akuisisi. Buktinya, dalam 35 transaksi M&A, perusahaan yang mengakuisisi berakhir menjadi pemegang saham mayoritas.

Sumber: InvestGame, VentureBeat

Pemasukan Mobile Gaming di 2021 Bisa Capai US$120 Miliar

Pada 2020, pasar game global tumbuh 19,6% menjadi US$174,9 miliar. Menurut laporan Newzoo, mobile game memberikan kontribusi terbesar pada pertumbuhan pasar game. Dan jika para pelaku industri game dapat menghadapi berbagai tantangan yang muncul dalam beberapa tahun ke depan, nilai industri game akan tumbuh hingga US$2217,9 miliar pada 2023.

 

Pandemi Buat Semakin Banyak Orang Mainkan Mobile Game

Pada 2021, industri game tampaknya masih akan terus tumbuh, tak terkecuali industri mobile game. Menurut App Annie, total belanja mobile gamer pada 2021 akan naik 20% menjadi US$120 miliar. Sementara total belanja di aplikasi mobile pada 2020 mencapai US$143 miliar. Dalam laporan State of Mobile 2021, App Annie menyebutkan, pandemi membuat orang-orang semakin sering menggunakan perangkat mobile, baik untuk berkomunikasi, belajar, bekerja, maupun bermain.

“Selama 2020, pandemi membuat industri mobile tumbuh hingga dua-tiga tahun,” kata Market Insights Director, App Annie, Amir Ghodrati pada GamesBeat. “Kami memperkirakan, total belanja di segmen mobile gaming akan melebihi US$120 miliar. Nilai industri mobile game lebih besar dari keseluruhan segmen-segmen gaming lainnya, termasuk PC, konsol, Mac, dan handheld, walau Sony dan Microsoft merilis konsol baru.”

Kontribusi segmen-segmen mobile gamer pada tottal download pada 2020.
Kontribusi segmen-segmen mobile gamer pada tottal download pada 2020.

App Annie membagi mobile gamers ke dalam tiga kelompok, yaitu kasual, core, dan casino. Dari ketiga kategori itu, pemain kasual memberikan kontribusi paling besar pada total download dari mobile game di dunia. Sekitar 78% dari keseluruhan download mobile game berasal dari gamers kasual, sementara 20% dari core gamers, dan 2% dari casino gamers.

Sementara dari segi spending, core gamers menghabiskan uang paling banyak. Sekitar 66% dari total pemasukan industri mobile game berasal dari core gamers. Pemain kasual memberikan kontribusi sebesar 23% dan casino gamers 11%. Selain menghabiskan unag paling banyak, para core gamers juga menghabiskan waktu paling lama saat bermain game. Pada 2020, para pengguna Android menghabiskan waktu rata-rata 4,2 jam per hari untuk menggunakan smartphone mereka. Hal itu berarti, total durasi penggunaan smartphone Android mencapai angka 3,5 triliun jam selama 2020.

Core gamers memberikan kontribusi paling besar soal spending di mobile game.
Core gamers memberikan kontribusi paling besar soal spending di mobile game.

Seiring dengan naiknya waktu penggunaan smartphone, total investasi untuk perusahaan mobile juga naik. Tahun lalu, total investasi yang dikucurkan ke perusahaan-perusahaan mobile mencapai US$73 miliar, dua kali lipat dari total investasi selama 5 tahun terakhir, menurut Crunchbase. Dan bisa ditebak, Tiongkok — yang merupakan negara dengan populasi paling banyak — masih menjadi salah satu pasar mobile game terbesar di dunia. Beberapa negara lain yang juga memiliki pasar mobile game besar antara lain Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan Inggris.

 

Tren Mobile Gaming Pada 2021 Menurut Newzoo

Industri mobile game memang diperkirakan masih akan tumbuh pada tahun ini. Namun, hal itu bukan berarti tak ada masalah yang harus dihadapi oleh para pelaku industri game. Menurut Newzoo, pada 2021, beberapa perubahan teknologi akan memengaruhi dunia mobile game. Berikut lima tren mobile gaming pada 2021.

1. Naiknya Tingkat Adopsi 5G

Di negara-negara Barat, pembangunan infrastruktur jaringan 5G sempat terhambat karena pandemi. Dan 2021 tampaknya masih belum menjadi tahun 5G. Kabar baiknya, adopsi teknologi 5G diperkirakan akan naik. Peluncuran iPhone 12 menjadi salah satu hal yang mendorong orang-orang untuk menerima 5G, khususnya di negara-negara yang menjadi pasar utama Apple, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Tiongkok. Berdasarkan laporan Global Mobile Market dari Newzoo, sekitar 700 juta smartphones — 16% dari total smartphone yang aktif di dunia — akan siap menggunakan jaringan 5G pada akhir tahun 2021.

Penggunaan jaringan 5G akan memberikan beberapa keuntungan pada mobile gamer. Jaringan 5G menawarkan kecepatan hingga 10Gbps, 10 kali lipat dari jaringan 4G LTE-A. Hal itu berarti, waktu yang dibutuhkan untuk mengunduh atau melakukan streaming dari mobile game akan menjadi lebih singkat. Tak hanya itu, 5G juga punya latensi yang lebih baik. Response time dari jaringan 5G bisa mencapai 5 miliseconds, yang berarti pengalaman bermain mobile game akan menjadi lebih lancar, menurut Wired.

2. Semakin Banyak Game AAA dari Studio Game Tiongkok

MiHoYo meluncurkan Genshin Impact untuk konsol, PC, dan mobile. Hal ini menunjukkan bahwa mobile game AAA juga diminati. Newzoo percaya, kesuksesan Genshin Impact di pasar global akan menginspirasi studio-studio game Tiongkok lain untuk melakukan hal yang sama: merilis game AAA di pasar internasional. Salah satu hal yang mendorong publisher Tiongkok untuk menyasar pasar global adalah karena peraturan yang ketat dari pemerintah Tiongkok, lapor GamesBeat.

Kesuksesan MiHoYo dengan Genshin Impact akan dorong studio Tiongkok lain untuk melakukan hal yang sama.
Kesuksesan MiHoYo dengan Genshin Impact akan dorong studio Tiongkok lain untuk melakukan hal yang sama.

3. Penghapusan IDFA di iOS Ubah Lanskap Iklan Mobile

Apple menghapus IDFA (Identifier for Advertisers) saat meluncurkan iOS 14. IDFA memungkinkan perusahaan untuk melakukan targeted marketing, sehingga mereka bisa mengincar demografi konsumen yang sesuai dengan produk mereka. Misalnya, merek makeup akan membuat iklan tertarget untuk perempuan karena kebanyakan pengguna makeup adalah kaum Hawa.

Apple menjelaskan, alasan mereka menghapuskan IDFA adalah untuk melindungi privasi pengguna mereka. Namun, keputusan Apple ini akan mengubah ekosistem mobile, termasuk industri mobile gaming. Sebelum ini, IDFA punya peran penting dalam akuisisi pengguna baru dan iklan di platform mobile. Jadi, jika IDFA dihapus, hal ini akan memberikan dampak besar pada publisher game dan para pengiklan.

Dalam jangka pendek, salah satu dampak penghapusan IDFA adalah turunnya alokasi dana untuk akuisisi pengguna iOS pada 2021. Kemungkinan, dana tersebut akan dialokasikan untuk mengakuisisi pengguna di channel lain, seperti Android atau web. Kabar baiknya, penghapusan IDFA dapat mendorong para pengiklan untuk membuat iklan yang lebih kreatif. Selain itu, di masa depan, channel iklan offline juga akan menjadi semakin penting, begitu juga dengan inovasi marketing.

4. Mobile Game Bisa Picu Perubahan pada Model Distribusi Aplikasi

Jika developer merilis game atau aplikasi di App Store, maka mereka harus memberikan 30% dari keuntungan mereka pada Apple. Google juga menetapkan regulasi serupa di Play Store untuk Android. Sementara di Tiongkok, developer harus memberikan 50% dari total pemasukan mereka pada pemilik toko digital seperti Mi Store dari Xiaomi atau App Gallery dari Huawei. Pungutan biaya ini memberatkan para developer.

Epic Games berani menantang Apple terkait Fortnite.
Epic Games berani menantang Apple terkait Fortnite.

Ke depan, para publisher game tampaknya akan menantang status quo ini. Buktinya, pada 2020, Epic Games berani menantang Apple ke pengadilan terkait Fortnite. Tuntutan dari Epic mendorong Apple untuk membuat program App Store Small Business. Melalui program ini, para developer yang pendapatannya di App Store tidak mencapai US$1 juta, hanya perlu membayar 15% dari total pendapatan mereka. Menurut Newzoo, tren ini berpotensi untuk mengubah sistem distribusi aplikasi atau game di dunia mobile.

5. Meningkatnya Jumlah Mobile Game Berbasis IP yang Dibuat

Game berbasis intellectual property (IP) bukanlah hal baru. Ada banyak game yang dibuat berdasarkan IP yang telah populer, seperti Marvel dan Star Wars. Pada 2021, para pemegang IP tampaknya akan semakin tertarik untuk membuat mobile game dari IP mereka. Alasannya, mobile game membutuhkan waktu yang lebih sebentar dan investasi yang lebih sedikit untuk dibuat.

Beberapa tahun belakangan, publisher game besar untuk PC dan konsol juga mulai merilis mobile game yang didasarkan dari IP mereka. Misalnya, Riot Games yang meluncurkan Wild Rift atau Blizzard dengan Diablo Immortal. Sejauh ini, Newzoo telah menemukan lebih dari 230 mobile game yang didasarkan pada film, seri TV, atau buku. Sementara dalam waktu 20 tahun belakangan, ada lebih dari 900 game berbasis IP yang dirilis di semua platform. Ke depan, Newzoo memperkirakan, akan ada semakin banyak game berbasis IP yang dibuat. Alasannya, membuat game berdasarkan IP yang telah dikenal akan memudahkan developer serta publisher untuk mendapatkan pengguna baru.

Semua tentang Ruined King dari Riot Games

Riot Games pernah dianggap sebagai one-hit wonder. Pasalnya, setelah meluncurkan League of Legends pada Oktober 2009, mereka tidak meluncurkan game baru selama bertahun-tahun. Mereka baru meluncurkan game baru — Teamfight Tactics — pada 2019. Memang, membuat game yang dimainkan hingga lebih dari 10 tahun adalah pencapaian tersendiri. Namun, Riot tampaknya tak lagi puas dengan itu. Mereka juga ingin mengeksplor dunia League of Legends lebih dalam. Karena itu, mereka berencana untuk meluncurkan beberapa game baru. Salah satunya adalah Ruined King: A League of Legends Story.

 

Siapa Sang Ruined King?

Nama Ruined King pastinya tidak asing di telinga para pemain League of Legends. Sejak game MOBA itu diluncurkan, ada item bernama Blade of Ruined King. Item legendary itu tidak hanya dapat memberikan ekstra attack damage dan attack speed, tapi juga dilengkapi dengan status lifesteal. Hanya saja, sampai pekan lalu, Riot tak pernah menampilkan karakter Ruined King dalam League of Legends.

Karakter Ruined King baru diperkenalkan oleh Riot Games pada 8 Januari 2021 melalui sebuah video pendek berjudul Ruination. Dalam video itu, Anda akan melihat bagaimana sang Ruined King — yang memiliki nama asli Viego — bertarung dengan Lucian dan Senna. Tujuan Viego sederhana: membangkitkan kembali ratunya dan memulihkan kembali kerajaannya.

Di video di atas, Anda juga bisa melihat bagaimana para champions League of Legends — seperti Darius, Poppy, Samira, dan Vayne — berusaha melawan pasukan Viego. Video berakhir dengan cliffhanger: Viego yang justru menjadi semakin kuat dan pernyataan Lucian bahwa dia dan Senna tak akan bisa menghentikan sang Ruined King sendirian. Tidak heran jika video Ruination memiliki akhir yang menggantung. Kepada Polygon, Ryan Mireles, Lead Producer dari League of Legends mengaku, Riot akan mengungkap cerita Viego dalam beberapa cerita dan game League of Legends.

Riot bahkan telah menyiapkan tiga champions baru sebagai bagian dari cerita Viego. Sayangnya, sejauh ini, tidak ada banyak informasi terkait ketiga champions tersebut. Satu hal yang pasti, tiga champions baru ini memiliki role yang berbeda-beda: top lane Brawler, artillery mage, dan marksman. Sementara Viego sendiri akan memegang peran sebagai Jungler.

 

Ruined King: A League of Legends Story

Tak bisa dipungkiri, League of Legends adalah game yang populer. Meskipun begitu, genre MOBA kurang kondusif untuk menyampaikan cerita. Pasalnya, para pemain akan sibuk untuk melawan musuh dan menghancurkan towers. Namun, hal ini tidak menghapus rasa penasaran para pemain League of Legends akan lore di game tersebut.  Riot menyadari hal ini. Karena itulah, mereka ingin membuat game League of Legends lain dengan genre yang berbeda. Salah satu game itu adalah Ruined King, yang mengusung genre RPG.

Sama seperti kebanyakan game RPG lain, salah satu fokus Anda di Ruined King adalah eksplorasi. Kota yang dipilih untuk menjadi setting lokasi dari Ruined King adalah Bilgewater, kota pelabuhan yang penuh dengan kriminal karena ketiadaan pemerintahan yang sah. Sementara dari 153 champions yang ada di League of Legends, ada 6 karakter yang akan bisa dimainkan di Ruined King, yaitu Miss Fortune, Illaoi, Braum, Pyke, Ahri, dan Yasuo. Selain Bilgewater, kawasan lain yang menjadi fokus dari Ruined King adalah Shadow Isles, yang dulunya dikenal dengan nama Blessed Isles.

Riot Games merilis trailer gameplay dari Ruined King pada Desember 2020. Video itu fokus untuk menampilkan cara kerja dari turn-based combat yang akan digunakan dalam Ruined King, tanpa memberikan banyak informasi tentang cerita dari game RPG itu. Pemain dapat melakukan eksplorasi dengan satu karakter. Namun, dalam combat, akan ada tiga karakter yang bisa pemain gunakan. Masing-masing karakter akan memiliki skill unik yang bisa pemain gunakan untuk menyerang musuh atau melindungi karakter lain.

Ruined King mulai dikembangkan pada 2019. Pada awalnya, Riot berencana untuk merilis game ini pada awal tahun 2021. Sayangnya, karena pandemi virus corona, mereka terpaksa menunda peluncuran Ruined King. Kabar baiknya, game itu masih akan tetap dirilis pada 2021. Ruined King akan tersedia untuk berbagai platform, mulai dari PlayStation 4 dan 5, Xbox Series X dan S, Nintendo Switch, sampai PC.

 

Kerja Sama Riot Games dengan Airship Syndicate

Bertahun-tahun fokus pada League of Legends, Riot Games sadar bahwa mereka tidak punya pengalaman dalam membuat game single-player RPG. Memang, mereka bisa saja membentuk tim baru untuk mengembangkan Ruined King. Namun, hal itu akan memakan waktu yang tidak sebentar. Alhasil, Riot memilih untuk menggandeng Airship Syndicate untuk membuat Ruined King. Nantinya, game tersebut akan dirilis di bawah label Riot Forge.

League of Legends memang merupakan intellectual property (IP) dari Riot Games. Meskipun begitu, mereka memberikan kebebasan pada Airship Syndicate soal bagaimana developer itu akan menampilkan dan mengembangkan lore serta dunia League of Legends dalam Ruined King. Dengan begitu, Riot berharap, Airship akan bisa menampilkan cerita yang dalam serta naratif yang kompleks di Ruined King. Pertanyaannya: apakah Airship akan sanggup memenuhi harapan itu? Untuk menjawab pertanyaan itu, mari kita lihat rekam jejak Airship Syndicate.

Game pertama yang Airship Syndicate buat adalah Battle Chasers: Nightwar, sebuah game RPG dengan sistem turn-based combat. Polygon menyebutkan, Nightwar akan mengingatkan para pemainnya akan game-game JRPG jadul yang menggunakan sistem turn-based combat. Namun, Airship juga menambahkan sejumlah fitur baru — seperti Overcharge dan Burst. Hanya saja, dari segi cerita, Nightwar tidak menawarkan sesuatu yang istimewa. Sama seperti kebanyakan cerita heroik, tujuan utama para pemain di Nightwar adalah menyelamatkan dunia.

Sama seperti Ruined King, Nightwar merupakan game yang didasarkan pada IP lain, yaitu komik Battle Chasers. Untungnya, Airship bisa mengemas Nightwar sedemikian rupa sehingga para pemain tetap bisa memahami alur cerita dalam game walau mereka tidak pernah membaca komik Battle Chasers sekalipun. Semoga, hal ini berarti, Airship akan bisa menampilkan cerita yang menarik dalam Ruined King, baik untuk pemain setia League of Legends atau orang-orang yang hanya pernah mendengar tentang game MOBA itu.

Game lain buatan Airship Syndicate adalah Darksiders Genesis, yang merupakan spinoff dari seri Darksiders. Hybrid pernah membuat review dari game itu dan bisa Anda baca di sini. Bagi Anda yang enggan untuk membaca review dari game itu, saya akan memberikan ringkasan dari review tersebut.

Gameplay menjadi keunggulan utama dari Genesis. Game itu memiliki dua karakter yang bisa Anda mainkan: War dan Strife. Tergantung dari karakter yang Anda pilih, Genesis akan memberikan pengalaman bermain yang berbeda. Jika Anda menggunakan War, Genesis akan terasa seperti game beat ’em-up. Sementara jika Anda memainkan Strife, Anda akan mendapatkan pengalaman bermain game top-down shooter.

Dari segi grafik, Genesis memiliki detail yang cukup baik meski ia terlihat sederhana. Sementara soal cerita, Genesis masih mengusung tema yang sama dengan game-game Darksdiers sebelumnya, yaitu pertarungan antara Heaven dan Hell, dengan The Council sebagai penengah. Meskipun cerita dari Genesis tidak meninggalkan kesan yang sangat kuat seperti Mass Effect atau The Witcher — setidaknya menurut Chief Editor Hybrid — Genesis masih menawarkan plot twist tersendiri.

 

Kesimpulan

Dari dua game yang Airship Syndicate buat, terlihat jelas bahwa Riot memang tidak asal memilih developer itu untuk membuat Ruined King. Dengan membuat Nightwar, Airship membuktikan dirinya bahwa mereka sanggup mengembangkan game RPG dengan turn-based combat yang menarik. Sementara itu, mereka juga punya pengalaman dalam menambahkan elemen puzzle dan platformer seperti yang mereka lakukan pada Genesis.

Sumber: Polygon, Real Sport