Vacation Simulator Adalah Game VR Baru dari Pengembang Job Simulator

Game berjudul Job Simulator yang dirilis dua tahun lalu masih merupakan salah satu cara terbaik untuk mendemonstrasikan kapabilitas medium virtual reality. Game itu terbukti sukses, sampai-sampai pengembangnya, Owlchemy Labs, diakuisisi oleh Google pada bulan Mei 2017.

Untuk tahun ini, Owlchemy tengah bersiap meluncurkan suksesor Job Simulator. Berjudul Vacation Simulator, premis yang diangkat sejatinya terkesan alami; setelah stres bekerja di Job Simulator, sudah waktunya kita berlibur dan bersenang-senang di Vacation Simulator.

UploadVR yang berkesempatan mencoba versi demo Vacation Simulator di ajang Game Developers Conference belum lama ini cukup terkesan dengan Vacation Simulator. Mereka bilang bahwa setting pantainya jauh lebih terbuka dan dinamis ketimbang zona-zona individual pada Job Simulator.

Vacation Simulator

Aspek realisme pada Vacation Simulator juga tersaji dengan baik. Salah satu contohnya adalah ketika pemain mencelupkan kepala karakternya ke dalam air, di mana pandangan pemain akan tampak kabur, lalu suara-suara di sekitar bakal jadi teredam.

Setting pantai ini rupanya cuma sebagian dari konten Vacation Simulator, seperti pengakuan Owlchemy kepada UploadVR. Versi finalnya nanti bakal mengemas lebih banyak lokasi, dan tentu saja game simulasi tidak akan terasa seru tanpa sejumlah aktivitas yang menantang.

Tidak seperti Job Simulator yang pada awalnya hanya dirilis untuk HTC Vive (sebelum akhirnya di-port ke Oculus Rift dan PlayStation VR), Vacation Simulator nantinya bakal dirilis langsung ke tiga platform tersebut. Jadwal rilis pastinya belum diungkap, tapi dipastikan tahun ini juga.

Sumber: UploadVR.

Pencipta Unreal Engine Pamerkan Teknologi Live Motion Capture

Dewasa ini, motion capture sudah menjadi teknik yang umum diterapkan di industri perfilman. Memanfaatkan teknik ini, aktor dapat berakting seperti biasa, namun pada hasil akhirnya, penampilannya bisa diubah sepenuhnya dengan CGI (computer-generated imagery).

Tidak sedikit karakter film populer yang terlahir dari teknik motion capture. Salah satu yang paling tenar mungkin adalah Gollum di seri Lord of the Rings, yang diperankan oleh aktor ahli motion capture, Andy Serkis, yang juga merupakan pemeran Caesar di seri Planet of the Apes dan Supreme Leader Snoke di dua film terbaru Star Wars.

Motion capture melibatkan proses yang amat kompleks. Sederhananya, aktor akan berakting selagi mengenakan pakaian yang dipasangi sederet sensor. Yang direkam sejatinya adalah pergerakan sang aktor (lengkap sampai ke perubahan ekspresi wajahnya), sebelum akhirnya diganti dengan CGI dalam tahap pascaproduksi.

Bisa dibayangkan betapa banyak waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk memroses suatu adegan yang diambil menggunakan teknik motion capture. Namun dalam beberapa tahun ke depan, kondisinya bakal berubah drastis, terutama berkat inovasi terbaru hasil kolaborasi antara beberapa nama besar di industri gaming: Epic Games, Tencent, Vicon, Cubic Motion dan 3Lateral.

Proyek yang mereka kerjakan diberi nama Siren. Dipamerkan di GDC 2018, Siren pada dasarnya merupakan suatu karakter virtual yang diciptakan dengan teknik motion capture, hanya saja prosesnya berlangsung secara instan, alias real-time. Setiap kali sang aktor menggerakkan tangan atau sebatas mengedipkan matanya, karakternya juga akan tampak melakukan hal yang sama persis.

Karakternya sendiri di-render menggunakan Unreal Engine 4 (buatan Epic Games) secara real-time dalam kecepatan 60 fps, sehingga semuanya tampak mulus, dengan jeda nyaris tak terlihat. Unreal Engine 4 juga memungkinkan tingkat detail yang menakjubkan pada karakter virtual-nya (coba lihat bulu matanya), yang dimodel berdasarkan aktris berdarah Tiongkok, Bingjie Jiang.

Teknologi di balik Siren sejatinya sudah dikembangkan sejak lama, dan sempat digunakan pada lakon utama game indie fenomenal Hellblade. Selain Unreal Engine 4, komponen yang membentuk Siren mencakup teknologi computer vision rancangan Cubic Motion, yang sanggup membaca lebih dari 200 bagian wajah dalam kecepatan 90 fps, lalu memetakan datanya ke sang karakter virtual secara otomatis dan real-time.

Melengkapi kontribusi Cubic Motion adalah teknologi facial rigging besutan 3Lateral, sedangkan pergerakan tubuh sang karakternya sendiri berasal dari sistem motion capture rancangan Vicon. Semua komponen ini bekerja bersama-sama menciptakan animasi yang begitu realistis, dan yang terpenting, tanpa melalui proses pascaproduksi yang kompleks.

Teknologi live motion capture ini nantinya bakal ditawarkan ke industri perfilman sekaligus gaming. Meski belum ada jadwal resmi yang diungkap, petinggi Cubic Motion, Andy Wood, sempat bilang bahwa teknologi ini bakal tersedia secara universal di tahun 2020 mendatang.

Potensi penerapan teknologi ini jelas amat luas, tapi di saat yang sama juga bisa disalahgunakan. Yang paling meresahkan, seperti yang dibayangkan Engadget, mungkin adalah ketika teknologi ini dipakai untuk menciptakan berita bohong (hoax), di mana beredar video sosok terkenal yang mengatakan hal yang tidak semestinya, meski padahal sosok tersebut merupakan rekreasi digital memanfaatkan teknologi ini.

Setidaknya dalam waktu dekat ini, membedakan orang asli dan karakter virtual-nya masih gampang, tapi coba bayangkan kalau nanti Unreal Engine 5 dirilis, dan hasil render-nya bahkan lebih mendekati lagi dengan aslinya. Bukan berarti kita harus bersikap pesimis terhadap inovasi seperti ini, tapi setidaknya kita harus siap mengantisipasi potensi penyalahgunaan yang ada di masa yang akan datang.

Sumber: VentureBeat dan Engadget.

Nintendo Ungkap 10 Game Indie Terlaris di Console Switch

Dengan meluncurkan Switch, Nintendo akhirnya tak hanya mempersilakan studio-studio third-party papan atas untuk melelepas karya mereka di platform tersebut, tapi juga merangkul developer-developer independen secara lebih antusias. Perhatian perusahaan pada game indie turut diperlihatkan lewat diadakannya acara Nindies Showcase yang terpisah dari presentasi Nintendo Direct.

Dan di ajang Game Developers Conference 2018 minggu ini, perusahaan pemilik franchise Mario, The Legend of Zelda, serta Pokémon itu mengungkapkan sepuluh permainan independen terlaris di console hybrid anyar mereka. Urutannya dinilai dari jumlah kopi yang terjual, dan bukan dari angka pemasukan yang mereka peroleh. Ini dia daftarnya:

 

1. Celeste (Matt Makes Games)

 

2. Enter the Gungeon (Dodge Roll)

 

3. Fast RMX (Shin’en Multimedia)

 

4. Golf Story (Sidebar Games)

 

5. Kamiko (Skipmore)

 

6. NBA Playgrounds (Saber Interactive)

 

7. Overcooked Special Edition (Ghost Town Games)

 

8. Shovel Knight: Treasure Trove (Yacht Club Games)

 

9. Stardew Valley (Chucklefish)

 

10. SteamWorld Dig 2 (Image and Form)

Di kesempatan yang sama, Damon Baker selaku Senior Manager of Publisher & Developer Relations Nintendo America menjabarkan karakteristik para penikmat permainan indie di Switch. Mereka ini merupakan orang-orang yang gemar bernostalgia, dan kebanyakan adalah fans setia franchise-franchise lawas.

Selain itu, dukungan mode multiplayer turut menjadi faktor pendorong utama penjualan. Dengan tersedianya mode ini, para gamer Switch mendapatkan sensasi bermain bersama teman seperti saat menikmati game di PC, hanya saja pengalaman tersebut bisa diakses sewaktu dalam perjalanan. Jenis gamer-nya juga sangat beragam, dari mulai anak-anak, remaja, hingga orang dewasa.

Dan selain game-game indie yang Nintendo pamerkan di acara Nindies Showcase Spring 2018 beberapa hari lalu, Baker mengonfirmasi bahwa ada tiga judul lagi yang akan hadir di Switch, yaitu Hyper Light Drifter, Nidhogg 2, serta Crashlands.

Di antara 10 permainan indie terlaris di Nintendo Switch ini, tiga merupakan favorit saya, namun saya baru sempat memainkannya di PC. Mereka adalah SteamWorld Dig 2, Stardew Valley dan Celeste.

Via Kotaku dan Games Industry.

Headset VR Standalone HTC Vive Focus Akan Tersedia Secara Global Tahun Ini

Kompetisi di ranah yang didominasi HTC dan Oculus kembali memanas ketika sejumlah rakasa teknologi mulai mengadopsi konsep untether. Sejak paruh kedua 2017, para produsen mulai melepas dan memperkenalkan headset-headset VR standalone. Dari pengamaan saya, penyingkapan HMD VR ‘referenceSnapdragon 845 mendorong para pemain lama untuk mengeksekusi strategi baru.

Di acara Game Developers Conference 2018 yang tengah berlangsung sekarang, HTC mengumumkan rencana buat menghadirkan headset VR standalone Vive Focus secara global di tahun ini. Vive Focus disingkap perdana di Google I/O bulan Juli 2017, namun waktu itu, perangkat baru difokuskan ke wilayah Tiongkok saja. Efeknya, detail terkait spesifikasi dan teknologi Vive Focus agak sulit diketahui.

Pengumuman ini juga menandai agenda HTC buat menyediakan Vive Focus secara komersial untuk konsumen biasa. HTC menjanjikan pemakaian yang fleksibel serta responsif berkat sistem 6DoF tanpa sensor eksternal tambahan, memungkinkannya membaca gerakan atas/bawah, kiri/kanan, maju/mundur, serta yaw, pitch dan roll. Dan berbeda dari headset Vive standar, Vive Focus mengusung platform Vive Wave.

Vive Wave adalah platform VR terbuka garapan HTC yang diungkap bulan November kemarin. Software ini didesain agar kompatibel dengan aplikasi-aplikasi berbasis Viveport, dan bukan Steam. HTC merasa yakin bahwa kombinasi hardware serta software tersebut membuat Vive Focus bisa digunakan oleh segala jenis kalangan, dari mulai konsumen biasa hingga segmen enterprise yang bermaksud menyajikan konten virtual reality via headset portable.

Headset VR standalone seperti Vive Focus merupakan ‘makhluk’ berbeda dari HMD Vive standar (atau Vive Pro) serta perangkat ala Samsung Gear VR. Ia dapat bekerja mandiri, bisa beroperasi tanpa tersambung ke PC ataupun mengandalkan smartphone. Di dalam, Vive Focus menyimpan system-on-chip yang dikhususkan buat menjalankan konten-konten VR. Di versi yang sempat dipasarkan, HMD kabarnya dipersenjatai chip Qualcomm Snapdragon 835, namun ada kemungkinan kita juga akan memperoleh model baru bertenaga Snapdragon 845.

Tentu saja konten menjadi hal penting penentu sukses atau tidaknya produk. Untuk sekarang, baru tersedia 50 aplikasi buat Vive Focus, dan HTC tengah berusaha menambah jumlahnya lagi – salah satunya dengan mengadakan Viveport Developer Awards di GDC 2018.

Buat saya, penentuan harga juga merupakan faktor krusial. HTC memang belum mengabarkan harga retail global Vive Port, tapi di Tiongkok, produk ini dibanderol US$ 600. Meskipun lebih rendah dari modal yang dibutuhkan buat membeli HTC Vive plus PC VR ready, di mata konsumen awam, US$ 600 mungkin terasa mahal untuk sebuah device dengan fungsi terspesialisasi.

Tambahan: CNET.

Desainer The Sims Kembali Selami Ranah Pengembangan Game, Kali Ini Garap Permainan Mobile Unik

Electronic Arts mungkin tak akan sepopuler dan sebesar sekarang jika tidak ada Will Wright. Pria kelahiran Atlanta ini adalah desainer game legendaris yang menghasilkan karya-karya seperti SimCity dan The Sims. Itu alasannya para fans kaget saat mendengar rencana Wright meninggalkan Maxis tak lama setelah Spore dirilis untuk menjalankan perusahaan ‘think tank‘ hiburan bernama Stupid Fan Club.

Namun kepergian Will Wright dari bisnis ini sama-sama mengejutkan dengan rencananya untuk kembali membuat game. Sesudah absen selama hampir sembilan tahun dari ranah pengembangan permainan video, co-founder Maxis itu muncul di panggung presentasi Unity di Game Developers Conference 2018 San Francisco. Di sana, Wright memperkenalkan kreasi baru yang tengah ia kerjakan, sebuah permainan mobile berjudul Proxi.

Will Wright menjelaskan konsep game barunya tersebut lewat sebuah video. Proxi dibangun dengan mengacu pada gagasan ‘menemukan jati diri’, mengambil latar belakang di dalam pikiran bawah sadar manusia, di mana pemain di suguhkan diorama-diorama berisi kejadian berbeda. Gamer ditugaskan untuk ‘merealisasikan’ adegan tersebut sehingga kita bisa berinteraksi dengannya. Selanjutnya, Anda dapat bermain-main dan mempelajari isi diorama tersebut.

Bagian terunik dari Proxi adalah indikasi kemampuannya memahami gamer, seperti yang sempat disinggung oleh Wright. Dengan begitu, ada kemungkinan aspek gameplay Proxi dapat berubah bergantung dari cara kita memainkannya. Pada akhirnya, Proxi dijanjikan bisa membantu kita menguak ‘kepribadian diri yang tersembunyi’. Will Wright menjelaskan bagaimana kepribadian kita saat ini sangat dipengaruhi oleh memori, terutama hal-hal unik yang terjadi di masa lalu.

Proxi dikerjakan secara kolaboratif oleh Will Wright dan studio Gallium Artists. Saat ini proses penggarapannya sedang berlangsung, tapi tim juga tengah mencari seorang seniman yang bisa menghidupkan ide Wright secara visual dan interaktif. Untuk menemukannya, developer melangsungkan kontes buat menemukan talenta yang tepat melalui platform Unity Connect.

Proxi.

Will Wright adalah seorang visioner di bidang gaming. Memang tak semua karya-karyanya laris di kalangan konsumen, namun mayoritas dari mereka menyuguhkan elemen gameplay sangat revolusioner. Ia mendapatkan penghargaan Lifetime Achievement Award di GDC 2001, dan menjadi orang kelima yang masuk di Academy of Interactive Arts and Sciences Hall of Fame tahun 2002. Selain itu, Wright juga merupakan desainer game pertama yang menerima penghormatan dari BAFTA.

Sumber: Games Industry.

Amazon GameOn Permudah Developer Sisipkan Elemen Kompetitif pada Game-nya

Berkat popularitas Mobile Legends dan Arena of Valor, dewasa ini kita sudah cukup terbiasa dengan elemen kompetitif dalam game. Syukur-syukur bisa sukses dan meniti karier di dunia esport profesional. Kalau tidak, memenangkan turnamen gaming amatir begitu saja sebenarnya sudah cukup memuaskan kok.

Kabar baiknya, kita para pemain tidak perlu menunggu suatu publisher besar mengadakan kompetisi untuk game keluarannya. Developer indie pun sebenarnya juga bisa mengadakan turnamen ala event esport untuk game buatannya dengan bantuan layanan terbaru dari Amazon yang bernama GameOn.

Amazon GameOn dirancang untuk memudahkan developer dalam menyisipkan elemen kompetitif ke dalam game. Tujuannya supaya developer bisa lebih berfokus pada pengembangan game ketimbang dipusingkan dengan ‘printilan‘ yang membentuk elemen kompetitifnya. Layanan ini bersifat lintas platform, bisa digunakan bersama game PC, console ataupun mobile.

Amazon GameOn

Yang namanya turnamen/kompetisi/lomba pasti ada hadiahnya, dan di sini Amazon juga ingin membantu. Developer bisa menyiapkan hadiah berupa item dalam game, atau bisa juga hadiah fisik yang disediakan langsung oleh Amazon, macam smart speaker Echo Dot misalnya – sayang untuk sekarang hadiah fisik ini baru bisa diterapkan di Amerika Serikat saja.

Satu hal yang pasti, hadiahnya tidak boleh berupa uang, sebab Amazon tidak mau ini semua menjurus ke arah perjudian. Meski baru diumumkan di ajang Game Developers Conference, sejauh ini sebenarnya sudah ada cukup banyak developer yang memanfaatkan GameOn, dan genre game-nya pun cukup bervariasi.

Sebagai pemain, kita hanya perlu menunggu developer menerapkannya pada game buatannya masing-masing. Jumlahnya bisa dipastikan banyak, mengingat Amazon menawarkan GameOn secara cuma-cuma sampai 1 Mei 2018. Lewat tanggal itu, developer akan ditarik biaya $0,003 per permainan (match/play) kalau sudah mencapai 35.000 permainan dalam sebulan.

Sumber: VentureBeat.

Fitur Live Streaming Facebook Kini Bisa Diintegrasikan ke Semua Game

Berawal dari integrasi fitur live streaming-nya pada gamegame besutan Blizzard, Facebook rupanya punya visi yang cukup besar di industri gaming. Dalam ajang Game Developers Conference (GDC) yang sedang dihelat di kota San Francisco, media sosial terbesar sejagat itu mengumumkan SDK (software development kit) baru khusus untuk para game developer.

Facebook Games SDK sederhananya bakal membantu para pengembang untuk memaksimalkan platform Facebook pada karyanya masing-masing. Yang paling utama tentu saja adalah lewat integrasi fitur live streaming, di mana pemain bisa langsung menyiarkan sesi bermainnya ke Facebook tanpa bantuan software tambahan.

Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas, fitur live streaming ini bisa diaktifkan dengan cara semudah menekan tombol shortcut saja. Bukan cuma untuk game PC, integrasi yang sama nantinya juga dapat diimplementasikan pada game mobile.

Facebook tidak lupa memikirkan cara agar para streamer bisa menarik perhatian lebih banyak penonton. Developer nantinya bisa memberikan hadiah berupa item dalam game kepada mereka yang menonton suatu sesi live streaming.

Sistem in-game reward sudah diterapkan dalam turnamen game Paladins / Facebook
Sistem in-game reward sudah diterapkan dalam turnamen game Paladins / Facebook

Insentif seperti ini semestinya bisa mengundang ketertarikan lebih banyak penonton, dan ini telah dibuktikan oleh Hi-Rez Studios selaku pengembang Paladins. Selama kompetisi Paladins Global Series berlangsung, mereka melihat peningkatan engagement dan reaksi positif dari para penonton berkat adanya fitur in-game reward semacam ini.

Ketika penontonnya bertambah banyak, otomatis sang streamer akan lebih termotivasi untuk terus membuat konten. Hasil akhirnya, terbentuk suatu komunitas yang cukup aktif, dan inilah yang diharapkan Facebook bisa menjadi nilai jual SDK-nya di mata para pengembang game.

Juga menarik adalah bagaimana elemen sosial suatu game dapat diamplifikasi oleh Facebook. Semisal Anda rutin bermain PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG), Anda dapat mencari para pemain lain dari daftar teman atau Facebook Group yang Anda ikuti. Matchmaking berdasarkan Facebook Group pun juga dimungkinkan.

Facebook Games SDK memang hanya ditujukan buat para developer, akan tetapi dampaknya cukup besar bagi kita para pemain. Semoga saja ada banyak developer yang akan menerapkannya dalam waktu dekat.

Sumber: PCGamesN dan Facebook.