Pandemi Akselerasi Bisnis Platform Proptech

Salah satu sektor yang sempat terganggu pertumbuhannya selama pandemi adalah sektor properti. Namun memasuki akhir tahun 2020, kondisi diklaim mulai membaik, dibarengi dengan mulai banyaknya permintaan dari pengguna. Sejumlah platform teknologi properti (proptech) optimis kondisi tahun ini lebih baik.

“Saat awal pandemi memang kami mengalami kendala. Namun akhir tahun 2020 lalu keadaan semakin membaik, [mulai] sekitar bulan September 2020 lalu tepatnya,” kata Co-Founder & CEO RoomME Glen Ramersan.

Country Manager Rumah123 Maria Manik mengatakan, “Secara keseluruhan Q-on-Q Maret 2020-Maret 2021 tren sewa dan dijual masih cukup konsisten.”

Sementara Rentfix mencatat adanya lonjakan permintaan di segmen sewa pergudangan. Permintaan pergudangan di kategori komersial lebih tinggi jumlahnya dibandingkan kategori lainnya seiring dengan naiknya permintaan di retail online.

“Kami tetap optimis bahwa di tahun 2021 ini permintaan apartemen maupun properti lainnya akan mengalami peningkatan,” kata CEO Rentfix Effendy Tanuwidjaja.

Pandemi “paksa” adopsi solusi teknologi

Masih dominannya developer dan agen menggunakan cara-cara tradisional untuk mempromosikan properti mereka dinilai menjadi penghambat adopsi teknologi di sektor ini. Strategi platform proptech untuk mempercepat pertumbuhan bisnis adalah melakukan edukasi ke mitra dan pengguna.

“Meskipun sebagian besar mitra kami adalah mereka yang tidak terlalu familiar dengan teknologi dan penggunaan aplikasi pada khususnya, namun karena pandemi mereka ‘dipaksa’ untuk bisa menggunakan dan membiasakan diri dengan aplikasi RoomME,” kata Glen.

Kegiatan tambahan, seperti mengikuti pameran properti dan talkshow properti secara online diklaim mampu meningkatkan jumlah pengguna dan mitra yang mengadopsi solusi teknologi. Konsumen sudah mulai merasakan manfaat kemudahan dalam mencari, menyewa, membeli, ataupun menjual properti melalui platform digital.

“Perubahan dari konsumen terkait dengan penyewaan dan jual beli properti di Rentfix selama pandemi adalah masyarakat semakin beradaptasi dengan teknologi menggunakan platform digital dalam mencari kebutuhan properti. Rentfix pun mencatat ada 100 ribu kunjungan pengguna per tahun 2020. [..] Sejumlah portal properti teknologi, baik sewa maupun jual beli atau proptech, menginformasikan lonjakan pengunjung di situs mereka,” kata Effendy.

Bagi Rumah123 yang sebagian besar pengguna mereka adalah pengembang dan agen, segala hal yang berkaitan dengan properti akan memerlukan edukasi secara terus menerus. Edukasi yang diberikan pun beragam bentuknya, termasuk berbentuk media artikel.

“Selain itu kami juga melakukan beberapa acara online semenjak pandemi seperti IG live, webinar dan online talkshow yang dikemas dengan menarik dan mengundang pembicara dari pakar properti, financial advisor / planner hingga influencer ataupun YouTuber,” kata Maria.

Tren pengguna proptech

Data yang dimiliki platform proptech mengungkapkan kebanyakan masyarakat Indonesia masih lebih memilih penyewaan dan jual beli rumah dibandingkan apartemen.

Dalam satu tahun terakhir, Rumah.com mencatat indeks harga apartemen, khususnya di Jabodetabek mengalami penurunan. Indeks harga apartemen secara nasional di Q1 2021 turun sebesar 5,3% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Sebagai perbandingan, indeks harga rumah tapak masih mengalami peningkatan tipis sebesar 0.5% YoY.

“Melihat indeks suplai listing apartemen untuk dijual yang juga mulai menurun, bisa diasumsikan bahwa jumlah unit apartemen saat ini sedang ada di puncaknya untuk beberapa waktu ke depan. Melihat perlambatan bahkan penurunan harga apartemen, wajar jika para pelaku properti berusaha memaksimalkan pemasukan dari sewa, khususnya melaui platform yang dapat memaksimalkan okupansi inventori sewa,” kata Consumer Marketing Manager Rumah.com Imam Wiratmadja.

Selama 1 tahun ke belakang, pencarian rumah masih merupakan pilihan utama, yaitu 88% dari total pencarian di Rumah123. Sedangkan urutan selanjutnya adalah tanah sekitar 7%, apartemen 3% dan komersial 2%. Jika dilihat dari YoY, volume pencarian rumah mengalami peningkatan sekitar 3%, apartemen menurun sekitar 2%, dan untuk tanah dan komersial mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan.

Sedangkan Rentfix mencatat, meskipun permintaan sewa apartemen saat ini memang mengalami penurunan, namun masih tetap ada.

“Beberapa hal yang nantinya akan menjadi pendorong utama yang akan bisa memperkuat daya sewa dan jual beli properti adalah, meningkatkan kepercayaan maupun keyakinan (confident) pasar, keamanan publik, serta mendorong peluang investasi yang lebih baik. Hal ini akan berlaku untuk semua sektor properti baik residensial maupun komersial,” kata Effendy.

Sementara itu bagi platform seperti RoomME, yang melakukan kurasi ketat untuk properti kos/co-living, rumah masih menjadi pilihan konsumennya. Selain harga yang jauh lebih terjangkau, kultur kekeluargaan di rumah membuatnya jauh lebih populer.

“Penghuni yang memang mencari kos biasanya mereka mencari convenience yang tidak akan pernah didapatkan di apartemen. Sedangkan penghuni yang mencari apartemen itu biasa mereka mencari privacy, yang memang kurang di kos,” kata Glen.

DStour #87: Berkunjung ke Kantor RoomME

Platform manajemen indekos yang memiliki fitur listing dan komunitas RoomME memiliki kantor dengan konsep “open collaboration” dilengkapi dengan ruang meeting dan lounge. Menariknya lagi, mereka juga memiliki studio khusus yang digunakan untuk membuat konten media sosial. Masih menerapkan protokol kesehatan, berikut #DStour virtual selengkapnya di kantor RoomME.

Startup Manajemen Indekos RoomMe Kantongi Pendanaan Seri A dari BAce Capital

Startup manajemen indekos resmi mengumumkan pendanaan Seri A dengan nilai yang dirahasiakan dipimpin oleh BAce Capital. Dua investor sebelumnya, Vertex Ventures dan KK Fund turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Dalam keterangan resmi, pendanaan bakal dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi dan ekspansi hingga 1000 rumah kos yang berlokasi di Bodetabek sampai tahun 2020 mendatang.

BAce Capital didirikan oleh veteran yang pernah bekerja di Alibaba dan Ant Financial. Pengetahuan lintas batas dari BAce diharapkan bisa menjadi wawasan yang berharga untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan RoomMe.

“BAce tidak hanya telah menunjukkan pemahaman mendalam tentang pasar Asia Tenggara, juga di Tiongkok. Kami bisa mendapatkan pemahaman mendalam tentang model bisnis serupa di berbagai wilayah, yang nantinya akan membantu kami menyempurnakan pengembangan arah bisnis RoomMe,” ucap CEO RoomMe Glen Ramersan.

Di wawancara sebelumnya, Glen menjelaskan bahwa kos adalah ranah awal yang akan diseriusi perusahaan sebelum masuk segmen lainnya. Tidak menutup kemungkinan RoomMe ekspansi layanan untuk manajamen di apartemen dan residen ekspatriat, misalnya.

Potensi bisnis kos di di Jabodetabek saja, sambungnya, diprediksi ada lebih dari 25 ribu gedung kos yang masih dijalankan secara konvensional.

Ketika sebuah kos bekerja sama dengan RoomMe, ada kualitas layanan yang terstandarisasi, informasi lengkap soal lokasi dan ketersediaan. Semuanya bisa diakses lewat aplikasi dan saluran OTA lainnya.

Fasilitas kos di RoomMe memiliki standar karena akan ditemui di hampir semua unit kamar yang ada, termasuk suasana kebersihan dan keamanan kamar selayaknya hotel, seperti air panas, TV layar datar, toiletries, dan wifi.

Kamar mandi dalam kamar dan pantry juga disediakan. Harga sudah standar ditentukan oleh RoomMe. Semua fasilitas ini menjadi standar yang tidak akan dibebankan ke penyewa kos, termasuk biaya perbaikan fasilitas dan promosi ke publik.

RoomMe punya empat produk untuk menjangkau seluruh segmen masyarakat. Ada RoomMe reguler, RoomMe+ untuk kalangan menengah atas, RoomMe Eco untuk kalangan mahasiswa dan harga terjangkau, dan RoomMe Syariah. Harga sewa dimulai dari Rp1 juta sampai Rp11 juta per bulannya.

Glen menyebut perusahaan telah menggaet ratusan rumah kos yang berlokasi di Jakarta dengan total lebih dari 2 ribu kamar.

Application Information Will Show Up Here

RoomMe to Make Revolution in the Boarding House Industry

The boarding house, usually called “kost” in Indonesia is a unique and popular industry for the students and office workers. However, there’s still a lack of technology used for the management.

The issue has inspired Glen Ramersan with four of his friends to create the digital platform for a boarding house rent named RoomMe in 2017. The startup is to help kost owners find renters and implement the standard convenience.

“Our target is to improve the convenience standard for renters. We’re here to provide a boarding house, not a motel, therefore we have more added value,” RoomMe’s CEO, Glen Ramersan, Wed (10/2).

RoomMe has its own standard for boarding house facilities, and available in all units, including the cleanliness, hot water, flat-screen TV, toiletries, and wifi.

There’s also a private restroom and pantry. The cost and all facilities are all set by RoomMe, not to worry the cost owners, including renovation and promotion cost.

Therefore, users must not worry to visit the building and check all the facilities to negotiate with the owner. Everything is getting easier by app and website. Renters don’t have to worry about all facilities are available for each unit.

In terms of distribution, RoomMe also partners with other OTA platforms, such as Pegi-pegi, Traveloka, Tiket.com, Booking.com, and Agoda.

However, market education is still necessary for this industry because people might not believe what they see in the app and try to contact the provider through WhatsApp.

“Usually, people will see the RoomMe sign while looking for boarding houses around the office. Then, they contact us through WhatsApp for assurance.”

There are other players besides RoomMe, such as Mamikos, Infokost, and 99.co. Currently, their team has reached over 200 people.

Business model and target

Glen explained they have no certain specification for the kost owners, either minimum units, location, etc. They just have to submit, and there will be an audit team to observe and to tell necessary improvements.

“We can also help with the renovation, but only the light beautification. If the room doesn’t include a private restroom, the kost owner should add it up.”

After the renovation, RoomMe will do a promotion to the OTA. The kost owner can monitor the monthly performance and have insights into their consumers. Everything is done in transparency and efficient way for all kost owners.

RoomMe also guarantees a fixed monthly income for kost owners and to increase per month. The occupancy rate should increase by 90%-100%. Glen avoids revealing more on the monetizing part, but margin comes from the rent cost.

RoomMe currently has four products to reach all public segments. Those are RoomMe regular, RoomMe+ for middle-high, RoomMe Eco for students with affordable price, and RoomMe Syariah. Price starts from Rp1 mil to Rp11 mil per month.

He also said they’ve acquired hundreds of boarding houses in Jakarta with a total of 2 thousand rooms. Next year, he plans to expand to Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi (Bodetabek), and add up to 1000 boarding houses.

They’ve secured a Series A funding to support the plan, the amount is still undisclosed. They’re to make official announcement soon.

Funding was raised from KK Fund, Vertex Ventures, and BAce Capital. Those are follow-on funding after the previous investment.

He emphasized on the boarding house business to be the beginning of RoomMe. It’s possible to expand to apartment management and expat residence.

“Our goal is to provide a comfortable boarding house. comfortable usually costs more. However, we don’t want to use that standard, because everybody deserves a comfortable room to live in,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

RoomMe Berkomitmen Revolusi Industri Kos

Industri kos sangat khas. Konsepnya unik di Indonesia dan cukup populer di kalangan mahasiswa dan pekerja kantoran, namun bisa dibilang pengelolaannya masih banyak yang belum tersentuh teknologi.

Masalah ini menginspirasi Glen Ramersan, beserta empat temannya, untuk membuat platform manajemen digital rumah kos bernama RoomMe pada 2017. Startup ini hadir mencoba membantu pemilik kos menemukan penyewa dengan kenyamanan yang sudah distandarisasi.

“Target kami adalah memperbaiki orang yang tinggal ngekos dengan standar kenyamanan yang sudah ditingkatkan. Sebab, kami menempatkan diri sebagai penyedia tempat tinggal, bukan penginapan, sehingga ada banyak nilai tambah yang kami berikan,” terang CEO RoomMe Glen Ramersan, Rabu (2/10).

Fasilitas kos di RoomMe memiliki standar karena akan ditemui di hampir semua unit kamar yang ada, termasuk suasana kebersihan dan keamanan kamar selayaknya hotel, seperti air panas, TV layar datar, toiletries, dan wifi.

Kamar mandi dalam kamar dan pantry juga disediakan. Harga sudah terstandar ditentukan oleh RoomMe. Semua fasilitas ini menjadi standar yang tidak akan dibebankan ke penyewa kos, termasuk biaya perbaikan fasilitas dan promosi ke publik.

Alhasil, pengguna tidak perlu repot mencari dan mendatangi kos hanya untuk melihat fasilitas dan bernegosiasi dengan pemilik. Semuanya bisa dilakukan lewat aplikasi dan situs. Konsumen juga tidak perlu membawa peralatan tambahan karena semua sudah tersedia.

Dalam distribusi penjualan, RoomMe tidak hanya mengandalkan situs miliknya, tapi juga memasarkan lewat platform OTA. Seperti Pegipegi, Traveloka, Tiket.com, Booking.com, dan Agoda.

Meskipun demikian, edukasi platform seperti ini masih perlu dilakukan, karena masih ada yang setelah melihat info RoomMe masih mencoba menghubungi pengelola platform via WhatsApp.

“Biasanya orang melihat plang RoomMe saat keliling cari kos di sekitar kantor mereka. Setelah itu langsung menghubungi kami via WhatsApp untuk memastikannya lagi.”

Selain RoomMe, pemain lain yang sudah merambah industri kos adalah Mamikos, Infokost, dan 99.co. Saat ini perusahaan sudah memiliki 200 anggota tim.

Model bisnis dan target RoomMe

Glen menjelaskan, pihaknya tidak memiliki spesifikasi khusus untuk pemilik kos yang ingin bergabung, baik itu minimal jumlah kamar, lokasi atau sebagainya. Mereka hanya perlu mengajukan diri, nanti ada tim audit untuk melihat kondisi lapangan, apa saja yang perlu pemilik kos tingkatkan sesuai dengan standar RoomMe.

“Kami juga akan bantu renovasi tapi hanya light beautification saja sifatnya. Kalau di dalam kos tidak ada kamar mandi dalam, kami akan minta pemilik kos untuk tambahkan.”

Setelah selesai renovasi, RoomMe yang akan memasarkan unit kos tersebut ke platform OTA. Pemilik kos dapat secara rutin memeriksa performa kos secara bulanan dan mendapat insight mengenai konsumen mereka. Semua bisa dilakukan secara transparan dan efisien buat pemilik kos.

RoomMe juga menjamin pemilik kos akan memiliki fixed income tiap bulan yang stabil dan dijamin cenderung meningkat. Tingkat okupansinya dijamin meningkat di kisaran 90%-100%. Glen enggan menjelaskan lebih eksplisit bagaimana strategi monetisasinya, namun yang pasti RoomMe mengambil margin dari harga sewa kamar.

Saat ini RoomMe punya empat produk untuk menjangkau seluruh segmen masyarakat. Ada RoomMe reguler, RoomMe+ untuk kalangan menengah atas, RoomMe Eco untuk kalangan mahasiswa dan harga terjangkau, dan RoomMe Syariah. Harga sewa dimulai Rp1 juta sampai Rp11 juta per bulannya.

Glen menyebut pihaknya telah menggaet ratusan rumah kos berlokasi di Jakarta dengan total lebih dari 2 ribu kamar. Pada tahun depan, dia berencana untuk ekspansi ke Bodetabek dan menambah properti jadi 1000 rumah kos.

Untuk dukung rencana tersebut, RoomMe telah mengantongi pendanaan Seri A dengan nilai yang masih dirahasiakan. Glen menyebut pengumuman resmi akan dilakukan dalam waktu dekat.

Pendanaan ini diberikan oleh KK Fund, Vertex Ventures, dan BAce Capital. Ketiganya menambah investasi di RoomMe, setelah berinvestasi pada tahapan sebelumnya.

Dia menekankan, bisnis kos ini akan menjadi awal mula RoomMe. Tidak menutup kemungkinan perusahaannya ekspansi ke manajemen untuk apartemen dan residen ekspatriat.

“Tujuan akhir kami adalah menyediakan hunian kos yang nyaman. Nyaman itu dulunya disebut hanya bisa didapat bila konsumen mau bayar lebih mahal. Tapi kami ingin standarisasi itu, semua orang bisa dapat tempat kos dengan nyaman,” tutupnya.